Anda di halaman 1dari 3

ORDE BARU mengusulkan pembentukan “ Barisan Sukarno “ sebagai tantangan bagi mereka

Orde Baru adalah suatu tatanan kehidupan berangsa dan bernegara yang yang berani mendongkel Presiden Sukarno.
diletakan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan Tanggal 21 Pebruari 1966 presiden melakukan resufle kabinet Dwikora,
konsekwen kabinet hasil resufle ini oleh presiden dinakaman “ Kabinet Dwikora Yang
Lahirnya Orde Baru berhubungan erat dengan pasca terjadinya peristiwa G 30 Disempurnakan “. Ternyata perubahan cabinet ini tidak memuaskan rakyat
S / PKI, meskipun keterlibatan PKI kian terunkap dalam peristiwa G 30 S / karena tokoh-tokoh yang diduga terlibat G 30 S / PKI masih bercokol dalam
PKI dan demonstrasi-demonstrasi rakyat yang menuntut pebubaran PKI kabinet, sebaliknya rakyat menyebut cabinet hasil resufle dengan nama “
semakin memuncak, Presiden Sukarno masih belum juga mengadakan Kabinet Seratus Menteri.”. Pada tanggal 24 Pebruari 1966 presiden melantik
penyelesaian potik seperti yang telah dijanjikan. Pada tanggal 25 Oktober 1965 kabinet hasil resufle, masa aksi berusaha untuk menggagalkan upacara
elemen-elemen masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa dalam menyikapi pelattikan tersebut. Kesatuan aksi memblokir jalan menuju Istana Negara.
hal tersebut, membentuk kesatuan-kesatuan aksi. Kesatuan Aksi Mahasiswa Dalam aksi ini bentrokan antara para demostran dengan aparat keamanan (
Indonesia ( KAMI ), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia ( KAPI ), Kesatuan Aksi Pasukan Cakrabirawa ) tak terhindarkan, dan dalam bentrokan ini gugurlah
Guru Indonesia ( KAGI ), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia ( KABI ), Kesatuan mahasiswa Universitas Indonesia yang bernama Arief Rachman Hakim
Aksi Wanita Indonesia ( KAWI ), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia ( KASI ), SUPERSEMAR
Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ( KAPPI ), selanjutnya kesatuan- Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Sukarno mengeluarkan Surat
kesatuan aksi tersebut menyatukan diri dalam Front Pancasila. Perintah kepada Letjen Suharto, Menteri / Panglima Angkatan Darat. Isi
Janji-janji presiden untuk mengadakan penyelesaian politik terhadap G 30 S / Supersemar pada pokonya adalah “ Perintah kepada Letjen Suharto untuk atas
PKI yang tak kunjung datang semakin mendorong aksi demonstrasi semakin nama Presiden/Pangti ABRI mengambil tindakan yang dianggap perlu guna
besar utuk menuntut pembubaran PKI . Situasi yang menjurus kea rah konflik terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan “.
politik tersebut semakin bertambah dengan munculnya rasa tidak puas rakyat Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan
terhadap keadaan ekonomi negara. Dengan dipelopori oleh KAMI dan sekaligus memberikan wewenang kepada Letjen Suharto untuk mengatasi
kesatuan-kesatuan aksi lainnya yang bergabung dalam Front Pancasila dalam keadaan yang waktu itu serba tidak menentu.
demonstrasinya pada tanggal 10 Januari 1966 mereka menyampaikan tututan Berlandaskan pada Supersemar tersebut, Letjen Suharto pengemban
yang dikenal dengan “ Tritura “ yang berisi ; Supersemar telah mengambil langkah-langkah yang penting dan memberi arah
1. pembubaran PKI baru bagi perjalanan hidup bangsa dan Negara. Mulai tanggal 11 Maret 1966
2. pembersihan Kabinet dari unsure-unsur PKI inilah dimulai penataan kembali kehidupan rakyat, bangsa dan Negara kita
3. penurunan harga / perbaikan ekonomi yang diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
Tritura ternyata tidak mendapat tanggapan semestinya dari presiden, konsekwen. Dimulailah babak baru dalam perjalanan sejarah dan perjuangan
sebaliknya presiden melemparkan tuduhan bahwa demostrasi-demonstrasi bangsa Indonesia, yaitu masa Orde Baru.
tersebut didalangi dan dibiaya oleh “ CIA “, tuduhan tersebut tidak dapat Kejadian-kejadian yang mendahului keluarnya SUPERSEMAR;
diterima oleh para demonstran. Demonstrasi yang disertai aksi corat-coret 1. Pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Nagara diadakan sidang Kabinet
berlangsung semakin kerasmelanda di jalan-jalan yang kemudian mncul istilah Dwikora Yang Disempurnakan untuk membahasa keadaan Negara.
“ DPR Jalanan “ Dalam sidang tersebut semua menteri hadir kecuali Menpangad Letjen
Pada tanggal 15 Januari 1966 Presiden memimpin sidang Kabinet Suharto tidak hadir karena sakit. Presiden langsung memimpin sidang.
Dwikora, dalam sidang ini presiden mengundang tokoh-tokoh KAMI, kembali 2. Ditengah-tengah persidangan tersebut presiden mendapat laporan dari
presidenmenegaskan janjinya untuk mengadakan penyelesaian politik terhadap Ajudan Presiden/ Komandan Pasukan Pengawal Cakrabirawa ( Brigjen
peristiwa G 30 S / PKi dan menawarkan jabatan “ menteri “ bagi merekan yang Sabur ) bahwa “ disekitar istana ada pasukan yang tak dikenal “.
sanggup menurunkan harga. Pada kesempatan ini Waperdam I Dr. Subandrio Menerima laporan ini presiden kemudian meyerahkan pimpinan sidang
kepada Waperdam II, Dr. Leimena. Dan presiden Sukarno segera Rakyat menyambut baik adanya Supersemar kepada Letjen Suharto,
menuju ke Instana Bogor dengan menggunakan Helikopter yang bahkan KAMI dalam nota politiknya yang disampaikan di depan sidang DPR-
disiapkan di Isatana, kepergian presiden ke Istana Bogor GR meminta kepada MPRS untuk memberikan tugas kepada Letjen Suharto
didampingi oleh Waperdam I, Dr. Subandrio, Waperdam III, Chaerul seperti yang tercantum dalam Supersemar. Kedudukan Letjen Suharto setelah
Saleh dan Ajudan Presiden/ Komandan Pasukan Pengawal Cakrabira, mendapat Supersemar semakin kuat dan sebaliknya kedudukan Presiden
Brigjen Sabur. Sukarno semakin menurun.
3. Setelah sidang ditutup oleh Waperdam II, Dr. Leimena, tiga orang Pada tanggal 20 Juni s.d 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum MPRS ke IV,
perwira Angkatan Darat yang menjabat sebagai meteri dan hadir pada sidang ini merupakan langkah konstitusional untuk mengoreksi pemerintahan
sidang tersebut yaitu ; Mayjen Basuki Rachmat menteri Veteran, Orde Lama. Sidang Umum MPRS IV menghasilkan beberapa ketetapan MPRS
Brigjen m. Yusuf menteri Perindustrian Dasar, dan Brigjen antara lain :
Amirmachmud Panglima Kodam Jaya, segera menghadap Letjen 1. Tap MPRS No. IX / MPRS / 1966 tentang Supersemar
Suharto. 2. Tap MPRS No. XI / MPRS / 1966 tentang Pemilu
4. Ketiga Pati TNI-AD tersebut selain melaporkan keadaan sidang kabinet 3. Tap MPRS No. XIII / MPRS / 1966 tentang Kabinet Ampera
kepada Menpangad juga minta ijin untuk menghadap Presiden di Bogor 4. Tap MPRS No. XXV / MPRS / 1966 tentang Pembubaran Partai
untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya, bahwa tidak ada pasukan Komunis Indonesia , Pernyataan Organisasi Terlarang di Seluruh
yang liar ( pasukan tak dikenal di sikitar istana ) dan bahwa ABRI Wilayah Negara Republik Indonesia.
khususnya TNI-AD tetap setia dan taat kepada Presiden. Sebelumnya pada sidang umum MPRS IV ini Presiden Sukarno
5. Menpangad Letjen Suharto mengijinkan ketiganya untuk menghadap menyampaikan Pidato penjelasan tentang Peristiwa G 30 S / PKI pada 22 Juni
Presiden di Bogor disertai pesan untuk disampaikan kepada Presiden, 1966 yang diberi judul “ Nawaksara “ yang berisi sembilan pokok penjelasan
bahwa : Letjen Suharto sanggup mengatasi keadaan apabila Bung tentang peristiwa G 30 S / PKI, tetapi pidato ini ditolak oleh peserta
Karno mempercayakan hal itu kepadanya. sidang, karena tidak memuat secara jelas kebijakan Presiden/ Mandataris
6. Di Bogor ketiga perwira tersebut menghadap presiden yang didampingi MPRS mengenai peristiwa G 30 S / PKI, oleh karenanya maka MPRS minta
oleh Dr. Subandrio, Chaerul Saleh, dan Brigjen M. Sabur. Setelah kepada Presiden untuk melengkapi “ Nawaksara “. Pada tanggal 10 Januari
mengadakan pembicaraan yang cukup mendalam akhirnya presiden 1967 Presiden Sukarno menyampikan Pelengkap Nawaksara, tetapi kembali
Sukarno memutuskan untuk memberikan surat perintah kepada Letjen Pelengkap Nawaksara juga tidak diterima oleh MPRS. Penolakan yang kedua
Suharto Menpangad. Dan selanjutnya presiden memerintahkan kepada atas penjelasan presiden ini menunjukkan bahwa Mandataris MPRS sudah
yang hadir untuk merumuskan surat tersebut. tidak mendapat kepercayaan dari MPRS.
7. Surat perintah tersebut kemudian diserahkan oleh ketiga Pati TNI –AD Atas prakarsa Presiden Sukarno, pada tanggal 22 Pebruari 1967 bertempat di
tersebut kepada Letjen Suharto Menpangad Istana Negara berlangsung penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden
Sukarno kepada penemban Tap MPRS No. IX / MPRS / 1966, Letjen Suharto.
TINDAKAN PENGEMBAN SUPERSEMAR Penyerahan Kekuasaan pemerintahan ini merupakan langkah penting dalam
Setelah menerima Supersemar, Letjen Suharto selanjutnya melakukan usaha mengatasi situasi konflik yang sedang memuncak. Penyerahan
tindakan-tindakan awal antara lain sebagai berikut : kekuasaan pemerinthan ini secara konstitusional didasrkan pada Tap MPRS
a. 12 Maret 1966, PKI dibubarkan No. XV / MPRS / 1966 yang menyatakan “ bahwa Apabila Presiden
b. 18 Maret 1966, mengamankan menteri-menteri yang terlibat G 30 S / berhalangan, maka pemegang surat Perintah 11 Maret memegang jabatan
PKI Presiden “
c. Menginstruksikan kepada perguruan-perguruan tinggi yang ditutup Letjen Suharto pada penjelasannya tanggal 4 Maret 1967 tentang
untuk memulai kuliah lagi seperti biasa penyerahan kekuasaan pemerintahan tersebut, bahwa penyerahan kekuasaan
tersebut hanya merupakan salah satu usaha dalam rangka penyelesaian 6. Pembekuan hubungan diplomatic dengan RRC, 1 Oktober 1967 karena
konstitusional untuk mengatasi situasi konflik demi keselamatan rakyat, dinilai pemerintah RRC telahmencampuri urusan dalam negeri Indonesia
Negara dan bangsa, dan pemerintah berpendirian bahwa tetap perlu dengan memberikan bantuan kepada G 30 S / PKI
penyelesaian konstitusional lewat sidang MPRS. 7. Melaksanakan Pembangunan Nasional yang direalisasikan melalui
Dengan memperhatikan perkembangan hal-hal tersebut di atas maka Pembangunan Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka
pada tanggal 7 Maret s.d 12 Maret 1967, MPRS mengadakan Sidang Istimewa. Pendek diwujudkan melalui pelaksanakan Rencana Pembanguna Lima
Sidang Istimewa MPRS ini antara lain menghasilkan Tap. MPRS No. XXXIII / Tahun ( Repelita ). Untuk memberikan arah dalam mewujudkan tujuan
MPRS / 1967 tentangMencabut kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden pembangunan, maka MPR sejak tahun 1973 menyusun GBHN yang dijabar
Sukarno dan mengangkat Pengemban Tap No. IX / MPRS / 1966 Suharto dalam Repelita
sebagai Pejabat Presiden. Selanjutnya pada 27 Maret 1968 Suharto dilantik Penyusunan Repelita merupakan bagian dari GBHN dan ditugaskan
menjadi Presiden Republik Indonesia. kepada Kabinet Pembangunan I yang dibentuk pada 10 Juni 1968.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Orde Baru setiap lima tahun disusun
TINDAKAN PEMERINTAHAN ORDE BARU Repelita dan dilaksanakan dalam bentuk Pembangunan Lima Tahun. Setiap
Kebijakan pemerintahan Orde Baru pada dasarnya telah dimulai sejak pelita mempunyai tujuan mencapai tingkat kesejahteraan
Letjen Suharto menerima Surat Perintah dari Presiden Sukarno yaitu tanggal 11 rakyat Indonesia, sasaran dan titik berat pembangunan yang berbeda pada
Maret 1966, sejak itu dimulai penataan kembali tatanan kehidupan berbangsa setiap pelita. Pelaksanaan Pelita dimulai pada 1 April 1969.
dan bernegara yang diletakan pada pelaksanaan Pancasila dan UD 1945 secara Pelaksanaan pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari Trilogi
myrni dan konsekwen. Berdasar dari Supersemar dan kemudian dengan Pembangunan, yaitu :
ketetapan MPRS selanjutnya pemerintah Orde Baru mengambil langkah- a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
langkah keputusan antara lain sebagai berikut : b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
1. Membentuk Kabinet Ampera, 25 Juli 1966 c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Tugas Kabinet Ampera adalah “ Dwidharma “ yaitu; mewujudkan stabilitas Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tidak akan bermakna jika tidak
Politik dan Stabilitas Ekonomi diikuti dengan pemerataan pembangunan, maka sejak pelita III Pemerintah
Program Kabinet Ampera Orba menetapka delapan jalur pemerataan
a. Memperbaiki perikehidupan terutama bidang sandang dan pangan 8. Penyederhanaan kehidupan kepartaian dilaksanakan pada tahun 1970, jumlah
b. Melaksanakan Pemilu partai disederhanakan dengan cara mengadakanpenggabungan partai-partai
c. Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif politik, sebagai berikut :
d. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala a. Partai Persatuan Pembangunan merupakan hasil penggabungan
bentuknya dari NU, Partai Muslimin, Partai Tarbiyah Islamiah ( Perti ), dan
2. Normalisasi Hubungan dengan Malaysia, 11 Agustus 1966, diprakarsai oleh PSII
Menlu Adam Malik dan Menlu Tun Abdul Razak, yang diatur b. Partai Demokrasi Indonesia, penggabungan dari PNI, Parkindo,
dalam Jakarta Accord Partai Katholik, IPKI, dan Murba
3. Indonesian aktif kembali menjadi anggota PBB, 28 September 1966 c. Golongan Karya, penggabungan dari kelompok organisasi profesi
4. Indonesia menjadi anggota IGGI ( Inter Governmental Group seperti, buruh, pemuda, petani, nelayan dll
for Indonesia ), pada pertemuan di Amsterdam, 23 Pebruari 1967
5. Indonesia akif dalam pembentukan ASEAN, 8 Agustus 1967

Anda mungkin juga menyukai