Anda di halaman 1dari 19

UNSUR-UNSUR GOLONGAN 13

Teori

Unsur-unsur yang termasuk golongan 13 adalah B, Al, Ga, In, dan Tl. Unsur-unsur
golongan 13 ini mempunyai tiga elektron pada kulit terluarnya, yang biasa dikenal dengan
sebutan elektron valensi. Kecuali boron, semua anggotanya bersifat logam, dan bila
dioksidasi akan melepaskan tiga elektron :
M → M3+ + 3e
Boron biasanya membentuk tiga ikatan kovalen menggunakan orbital hibrida sp2 dengan
bentuk molekul planar dengan sudut 120°. Semua senyawa BX3 terkoordinasi tidak jenuh dan
bertindak sebagai asam Lewis. Interaksi BX3 dengan molekul netral atau anion menghasilkan
senyawa tetrahedral seperti BF3(OEt2), BF4 atau BPh4.
Boron mempunyai sifat kimia yang unik yang cukup berbeda dari unsur-unsur
golongan 13 lainnya. B memiliki sifat yang cenderung menyerupai silikon. Kemiripan sifat
boron dengan silikon (Si) dan perbedaannya dengan Al yang lebih bersifat logam adalah
sebagai berikut :
1. Oksida B2O3 dan B(OH)3 adalah asam, sedangkan Al(OH)3 adalah hidroksida yang
bersifat basa meskipun menunjukkan sifat-sifat amfoter lemah serta larut dalam
NaOH.
2. Borat dan silikat dibangun dengan prinsip struktur yang sama, dengan ikatan terhadap
atom-atom oksigen yang cukup banyak sehingga dihasilkan rantai, cincin, atau
struktur lain yang rumit.
3. Halida B dan Si (kecuali BF3) mudah terhidrolisis, sedangkan halida Al adalah
padatan dan hanya terhidrolisis sebagian dalam air. Semuanya bertindak sebagai asam
Lewis.
4. Hidrida B dan Si mudah menguap, menyala secara spontan, dan mudah terhidrolisis,
sedangkan Aluminium hidrida adalah suatu polimer (AlH3)n.

Bor sangat sukar dibuat dalam keadaan murni karena titik lelehnya tinggi (2250 °C untuk
bor-rombotira) dan sifat korosif cairannya. Bor dibuat dengan kemurnian 95 – 98% sebagai
bubuk amorf dengan mereduksi B2O3 dengan Mg, dan diikuti dengan pencucian hasilnya
dengan larutan NaOH, HCl, dan HF. Boron amorf ini bersifat lebih reaktif. Interaksi langsung
B dengan banyak unsur lain menghasilkan borida, yang merupakan zat refraktor keras.
Interaksi dengan NH3 pada nyala putih menghasilkan BN, padatan putih yang licin dengan
suatu struktur lapisan yang mirif grafit, namun dengan cincin dimana atom-atom B dan N
berselang seling.
Bijih yang utama yang mengandung B adalah borat. Senyawa B dengan oksigen yang
terpenting adalah B2O3. Asam borat yang diperoleh dari borat atau hidrolisis halida boron
merupakan kristal-jarum-putih. Molekul-molekul B(OH)3 terkait bersama-sama oleh ikatan-
ikatan hidrogen membentuk lapisan-lapisan tak terhingga dengan simetri hampir sama.
Lapisan-lapisan ini berjarak cukup jauh 3,18 Å dan ini menerangkan mudahnya kristal
tersebut dipecah.
Asam borat cukup larut dalam air, dan bersifat asam lemah monobasis yang bertindak
bukan sebagai donor proton, tetapi sebagai suatu asam Lewis, yakni menerima OH :
B(OH)3 + H2O B(OH)4 + H+
Ion B(OH)4 terdapat dalam beberapa mineral. Keasaman asam borat bertambah
dengan terbentuknya senyawa koordinasi dan penambahan gliserol yang menyebabkan asam
dapat tertitrasi langsung dengan NaOH.
Peleburan asam borat memberikan oksida B2O3 sebagai gelas, sedangkan lelehannya
mudah melarutkan oksida logam untuk produksi gelas-gelas borat. Alat gelas dengan merk
“Pyrex” dan gelas-gelas sejenisnya adalah silikat-bor. Asam ortoborat, H3BO3, bila
melepaskan satu molekul air akan menjadi asam metaborat, HBO2. Rumus umum asam
poliborat adalah (B2O3)x.(H2O)y, contohnya yang sederhana adalah asam caturborat H2B4O7
dengan x = 2 dan y = 1. Semua asam borat merupakan elektrolit lemah. H3BO3 stabil dalam
larutan air, yang lainnya dengan air akan membentuk asam ortoborat:
HBO2 + H2O → H3BO3
H2B4O7 + 5H2O → 4H3BO3
Garam asam borat yang stabil dari ialah natrium caturborat, Na2B4O7 yang dikenal
dengan nama boraks. Boraks dapat dibuat dengan kristalisasi Na2B4O7.10H2O dalam pelarut
air pada suhu tidak lebih dari 50°C – 60°C.
Bila Boraks dilarutkan dalam larutan HCl akan menghasilkan asam borat:
Na2B4O7 + 2HCl +5H2O → 4H3BO3 + 2NaCl
Bila dipanaskan kristal boraks menggelembung dan mengeluarkan air:
Na2B4O7.10H2O → 10H2O + Na2B4O7
Leburan boraks dilarutkan dengan oksida logam akan membentuk metaborat, garam yang
sangat stabil terhadap panas misalnya:
CoO + Na2B4O7 → 2NaBO2 + Co(BO2)2
Borat anhidrat bila dilebur dengan oksida logam relatif melarut membentuk metaborat
misalnya:
CoO + B2O3 → Co(BO2)2
Banyak senyawa metaborat berwarna dipakai sebagai pewarna alat gelas atau dipakai dalam
kimia analisis.
Sebagai asam dari garam lemah, boraks terhidrolisis menjadi :
Na2B4O7 + 7H2O → 4H3BO3 + 2NaOH
Oleh karena itu boraks dapat bertindak sebagai suatu basa untuk titrasi asam.
Semua senyawa boron yang dapat menguap memberikan warna hijau terang pada
nyala api Bunsen. Satu tetes larutan asam borat memberikan noda merah pada kertas
kurkuma yang berwarna kuning, yang apabila dibasakan noda tadi akan berubah menjadi
hitam kehijauan.
Aluminium adalah unsur logam yang biasa dijumpai dalam kerak bumi dan terdapat
dalam batuan seperti felspar dan mika. Kandungan yang mudah diperoleh adalah oksida
terhidrat bauksit, Al2O3.nH2O3 dan kriolit, Na3AlF6.
Aluminium (Al) dibuat dalam skala yang sangat besar dari bauksit, Al2O3.nH2O (n =
1 – 3). Aluminium adalah logam yang keras, kuat dan berwarna putih tahan terhadap korosif
karena pada permukaannya terbentuk lapisan oksida yang kuat dan liat. Aluminium larut
dalam asam mineral encer, tetapi dipasifkan oleh HNO3 pekat.
Satu-satunya oksida Al adalah alumina, Al2O3. terdapat beberapa bentuk alumina
terhidrat dengan stoikiometri dari AlO.OH sampai Al(OH)3. Penambahan amoniak pada
larutan mendidih garam aluminium menghasilkan suatu bentuk AlO.OH yang dikenal sebagai
bohmit.
Hidroksida sesungguhnya, Al(OH)3 diperoleh sebagai endapan kristal putih bila CO2
dialirkan kedalam larutan basa aluminat. Aluminium hidroksida bersifat amfoter, dikenal dua
macam asam aluminat yaitu asam ortoaluminat, H3AlO3 dan asam metaaluminat, HAlO2. Bila
Al(OH)3 dilarutkan dalam alkali, terjadi reaksi sebagai berikut:
H3AlO3 + 3NaOH → 3H2O + Na3AlO3
H3AlO3 + NaOH → 2H2O + NaAlO2
Aluminium hidroksida memiliki sifat adsorpsi yang kuat, dipakai dalam pemurnian air dan
sebagai bahan penajam pada proses pencelupan.
Diantara garam-garam aluminium yang larut adalah Al2(SO4)3, AlCl3, Al(NO3)3 dan
KAl(SO4)2.12H2O. Semua garam tersebut terhidrolisis dalam larutan air dan memberikan
reaksi asam.

Tugas

1. Jelaskan perbedaan sifat kimia bor dengan unsur lain yang segolongan!
2. Bagaimana asam borat terionisasi dalam air ?
3. Mengapa keasaman asam borat bertambah dengan penambahan gliserol ?
4. Mengapa BBr3 adalah asam Lewis yang lebih baik daripada BF3 ?
5. Apakah bauksit dan bagaimana memurnikannya dari produksi Al ?
6. Mengapa Al tahan terhadap udara dan air meskipun sangat elektropositif ?
7. Bandingkan sifat-sifat B2O3 dengan Al2O3 !
8. Tuliskan persamaan reaksi antara Al dengan larutan alkali!
9. Tuliskan persamaan netralisasi dari H3BO3 dengan larutan NaOH!

Pembuatan asam borat

1. Timbang dengan teliti sebanyak 4,0 gram boraks anhidrat. Masukkan ke dalam gelas
piala.
2. Tambahkan 20 mL air suling, panaskan dengan api kecil sampai boraks larut, jangan
sampai mendidih, saring panas-panas.
3. Uji dengan lakmus apakah warna kertas lakmus berubah ? mengapa ? Tuliskan reaksi
hidrolisis dari boraks tersebut.
4. Panaskan larutan sampai 80–90 °C. Tambahkan HCl (campuran 6 mL HCl pekat + 6
mL air suling). Yakinkah saudara bahwa jumlah HCl cukup/sesuai ? bagaimana
caranya ?
5. Dinginkan gelas piala pada suhu kamar, kemudian pada ice batch.
6. Saring kristal yang terbentuk, keringkan di atas kertas saring, dengan menggunakan
batang pengaduk buat lapisan tipis, biarkan di udara terbuka selama 20 – 30 menit.
7. Timbang dan hitung persentasenya.

Hidrolisis garam aluminium

1. Kedalam larutan 2 mL natrium aluminat, NaAlO2.2H2O tambahkan 2 mL larutan


jenuh NH4Cl, dan air tiga kali larutan aluminat.
2. Didihkan dan amati pembentukan endapan.
3. Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi. Mengapa pengendapan Al(OH)3 memerlukan
penambahan NH4Cl dan air ?

Adsorpsi zat warna pencelupan oleh aluminium hidroksida

1. Saring endapan Al(OH)3 pada percobaan di atas. Cuci dengan air suling satu kali.
2. Tambahkan larutan zat warna metil ungu ke dalam corong saring yang berisi kertas
saring dengan endapan Al(OH)3 yang telah dicuci.
3. Amati filtrat yang terjadi.
Alat dan bahan kimia

No Alat Bahan kimia


1 Beaker glass 100 mL Boraks anhidrat
2 Batang pengaduk HCl pekat
3 Corong saring Kertas lakmus
4 Gelas ukur 25 mL Natrium aluminat
5 Kaki tiga Amonium klorida
6 Kawat kasa Metil unggu
7 Pembakar Bunsen
8 Standar corong
PANAS NETRALISASI
Tujuan
Menentukan panas netralisasi molar antara asam kuat dengan basa kuat dan asam
lemah dengan basa kuat.

Teori
Panas netralisasi molar (perubahan entalpi, ∆H) didefinisikan sebagai jumlah
panas yang diserap dalam proses netralisasi, satu ekivalen asam dan satu ekivalen
basa. Proses ini berdasarkan pada Azas Black (dalam sistem adiabatik). Dalam
sistem adiabatis bila dua materi yang mempunyai panas yang berbeda,
bersinggungan atau bercampur maka materi yang mempunyai suhu lebih tinggi
akan memberikan panasnya kepada materi yang suhu lebih rendah sampai
kesetimbangan panasnya tercapai. Dalam hal ini jumlah panas yang diberikan
ekivalen dengan jumlah panas yang diterima.
Dalam larutan yang encer, asam kuat dan basa kuat akan terionisasi sempurna
menjadi ion-ionnya.
Untuk asam kuat (HA) :
HA + H2O H3O+ + A-
Untuk basa kuat (BOH) :
BOH B+ + OH-
Selain itu, garam dari asam kuat dan basa kuat dalam larutan juga dapat
terdisosiasi sempurna. Netralisasi dari suatu asam kuat dan suatu basa kuat dalam
larutan encer dapat dinyatakan sebagai proses perpindahan proton.
H3O+ + OH- H2O + H2O
Panas netralisasi molar (perubahan entalpi, (∆H)) adalah konstan (tetap), tidak
bergantung kepada sifat anion dari asam maupun kation dari basa, asalkan
keduanya terionisasi sempurna dan berada sebagai larutan yang encer.
Tidak demikian halnya bila asam dan basanya tidak terionisasi sempurna,
seperti asam asetat dalam larutan hanya terionisasi sebagian dan netralisasinya
oleh suatu basa kuat, dapat digambarkan sebagai berikut:
CH3OOH + OH- CH3OO- + H2O
Atau bila reaksi tersebut digambarkan dalam dua tahap reaksi, maka:
CH3OOH + H2O CH 3OO- + H3O +
+ -
H3O + OH 2 H2O
Dalam hal ini panas netralisasi merupakan suatu perubahan panas yang
menyertai proses perpindahan proton, dikurangi dengan energi yang dipergunakan
asam asetat untuk berionisasi. Penentuan panas netralisasi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan kalorimeter yang sederhana.

Alat dan Bahan


Alat:
1. Gelas dewar 4. Labu ukur 100 mL 7. Termometer 50oC
2. Tabung reaksi 5. Pipet volume 50 mL 8. Labu erlenmeyer
3. Buret 6. Pipet volume 10 mL 9. Stopwatch
Bahan:
1. Asam klorida 1 N 4. Asam oksalat 1 N
2. Natrium hidroksida 1 N (bebas CO2) 5. Asam nitrat 1 N
3. Asam asetat 1 N 6. Fenolftalein
Langkah Kerja
(1) Menentukan kapasitas panas dari alat
a. Sebanyak 50 mL air suling dimasukkan ke dalam gelas dewar, dan suhu
air suling tersebut diukur (T1oC)
b. Sebanyak 50 mL air suling dipanaskan dalam sebuah gelas piala sampai
suhunya mencapai sekitar 40oC (T2oC). Air suling ini dicampurkan segera
ke dalam air yang ada dalam gelas dewar (no 1 a). Proses pencampuran
dalam kondisi adiabatik (tidak dituang).
c. Aduk campuran tersebut secepatnya dan amati perubahan suhu yang
terjadi. Tentukan dan catat suhu yang tertinggi (T3oC).
Kehilangan panas dari air yang suhunya lebih tinggi harus sama dengan panas
yang diterima oleh air yang mempunyai suhu lebih rendah dalam gelas dewar
Jadi: 50 (t2 – t1) = w (t3 – t1) + 50 (t3 – t1)…………………………..(1)
100 (t5 – t1) + w (t5 – t4) = q cal……….……………………….(2)
Keterangan: W= kapasitas panas dari gelas dewar dan perlengkapannya
(2) Menentukan panas netralisasi
a. Susun alat seperti gambar di bawah ini

Rangkaian alat calorimeter

Catatan: Hati-hati dengan gelas dewarnya, jangan sampai pecah saat


mengaduknya.
DESTILASI UAP

TUJUAN
(1) Memurnikan/mengisolasi suatu zat cair
(2) Menentukan massa molekul suatu zat

TEORI
Destilasi uap merupakan salah satu cara yang digunakan untuk antara lain
pemurnian suatu zat, maupun isolasi minyak atsiri.
Proses destilasi uap merupakan azas termodinamika dimana selama proses akan
mencapai keadaan setimbang dan akhirnya terhenti. Kaidah termodinamika nya seperti
entropi (S), maupun energi bebas Gibb’s dengan gambaran persamaan matematis dG =
dH – TdS yang <0. Proses destilasi uap diamati dengan penguapan air secara spontan dan
berlangsung secara kontinyu. Apabila tekanan parsial dari uap air sama dengan tekanan
uap air jenuh telah dicapai maka akan terjadi proses kesetimbangan (dG = 0), dalam
keadaan demikian proses penguapan tidak berhenti spontan, melainkan berjalan lambat
dan diimbangi dengan sejumlah zat yang akan ditentukan yang menguap dari sistem
(perhatikan perubahan suhu pada termometer yang anda lakukan pada percobaan).
Apabila tidak diimbangi dengan penguapan zat tersebut, dapat menyebabkan tekanan uap
di atas tekanan jenuh, hal mana kelebihan uap akan segera diembunkan kembali. Terjadi
perubahan energi bebas dari sistem yaitu yang menyangkut fase cair dan uap dan
digambarkan secara matematis:
dG = Gair + Guap + Gzat <0 ...........................................................(1)
Hubungan G dengan variabel keadaan yang mempengaruhinya digambarkan
sebagai fungsi dari tekanan dan suhu G = G (P,T). Penyelesaian teori termodinamika
untuk menghitung hasil destilasi uap adalah sebagai berikut :
G = G (P,T)
dG = (dG/dP)T dP + (dG/dT)P dT ................................................. (2)
dH = dE + d(PV)
dE = dQ - pdV
dH = TdS + VdP
dG = dH - d(TS)
dG = dH - TdS - SdT
dG = VdP - SdT .............................................................................(3)
Persamaan (2) = (3) (dG/dP)T = T
Asumsi : Proses destilasi uap mengikuti persamaaan gas ideal yaitu
PV = n RT
2
dG = nRT  dP / P
1
G2 - G1 = nRT (ln P2 - ln P1)
(G2 - G1)/n = RT ln P2/P1
2 = 1 + RT ln P2/P1...................................(  = Potensial kimia )
Karena proses destilasi uap diasumsikan mengikuti kaidah persamaan gas ideal
maka semua yang berperan dalam proses seperti larutan dan uap harus mengikutinya,
termasuk perubahan tekanan uap parsial dari masing-masing komponen serta perubahan
komposisi uap.
Potensial kimia dalam bentuk larutan :
air(c) = 0air(c) + RT ln Xair(c)
air(u) = 0air(u) + RT ln Xair(u)
air(c) = air(u)
0air(c) + RT ln Xair(c) = 0air(u) + RT ln Xair(u)
RT ln Xair(c) + RT ln Xair(u) = { air(c) - air(u)}/RT + ln X
dimana X merupakan fraksi X = 1, larutan dianggap murni maka P = P 0, persamaan
tersebut disediakan dengan mengaitkan zat beku.

ln PA 
0  A (c)   A (u)
0 0

RT

ln PA  A
 (c)  A0 (u)  ln X
0

A
RT
ln PA  ln PA   ln X A
0

ln PA = ln PA0  ln X A
PA  PA0 X A      Hukum Raoult (persamaan untuk suatu zat)
Persamaan untuk destilasi uap yang menyangkut 2 zat yaitu air dan zat yang
digunakan sebagai percobaan mempunyai perumusan sebagai berikut: Masing-masing
komponen mempunyai tekanan PA dan PB, maka total tekanan keduanya menjadi P = P A
+ PB dan komposisi menjadi XA = 1 - XB, karena XA + XB = 1.
Grafik hubungan antara tekanan total, tekanan parsial, dan komposisi masing masing zat.
Tekanan total P = PA + PB
P =XA.PA0+ XB.PB0
P =XA.PA0 + (1-XA) PB0
P =PB0 + ( PA0 - PB0 ) XA
Menurut “Dalton”: PA = XA’ . PA0 ( dengan cara yang sama dan modifikasi
persamaan Dalton dapat dibuktikan)
Menurut Dalton : XA’ = fraksi mol dalam fase uap
XA = fraksi mol dalam fase larutan
agar terjadi uap maka tekanan (misal zat A), maka
PA = XA’ (PA + PB)
0
PA X A PA
XA '             X A ' 
PA  PB X A PA 0  X B PB 0
0
X A' PA

XA X A PA  X B PB 0
0

0
PA = 1 atm ( tekanan udara)
XA ' 1
= 0
XA X A + X B (PB / PA )
Syarat berlangsungnya proses destilasi uap haruslah XA’>XA, dan PA0>PB0
artinya tekanan uap murni cairan A dari tekanan uap murni cairan B pada suhu tertentu,
konsekuensinya fraksi mol A dalam uap (XA’) lebih besar di dalam larutan (XA).
Perbandingan PA0/PB0 = 1, maka fraksi mol uap A lebih besar dari larutan, maka pada zat
A uap relatif lebih banyak dari fraksi B, dari bentuk cairan dalam keadaan
kesetimbangan uap tersebut.

BAHAN DAN ALAT


(1) Bahan/zat ditentukan oleh asisten
(2) Alat.
Alat disusun sesuai gambar berikut ini :

a = pipa pengaman
b = labu didih
c = plat pemanas berpengatur panas
d = pipa penghubung
e = katup pengaman uap
f = labu Claysen
g = plat atau mantel pemanas berpengatur panas
h = termometer pengukur suhu di dalam (TSD = suhu sistem dalam)
i = termometer pengukur suhu luar untuk kalibrasi (TSL = suhu sistem luar)
j = pendingin jenis Liebig
k = adaptor gelas
l = gelas ukur berskala

LANGKAH KERJA
(1) Isi labu didih dengan air sebanyak ½ bagian dari isi labu
(2) Isi labu Claysen dengan campuran air dan zat yang akan ditentukan dengan
perbandingan 1 : 5
(3) Katup pengaman yang terdapat pada pipa penghubung dibuka
(4) Panaskan labu didih yang telah berisi air
(5) Panaskan juga zat dan air pada labu claysen pada suhu tidak terlalu panas.
(6) Setelah air pada labu didih mendidih dan uap sudah dipastikan keluarnya stabil,
katup pengaman ditutup.
(7) Pengatur panas pada labu Claysen arahkan pada skala minimum.
(8) Apabila terlihat mulai keluar tampung dahulu dengan penampung apa saja, sambil
memperhatikan TSD.
(9) Setelah TSD suhunya tidak berubah (konstan), mulailah menampung destilat dengan
gelas ukur berskala dimana sebelumnya gelas ukur telah berisi campuran air suling
dan zat dalam perbandingan berapa saja sebagai misal dalam perbandingan 1 : 1.
(10) Usahakan dengan perkiraan, destilat selama proses berlangsung menjadi 3 (tiga)
fraksi (selama TSD konstan)
(11) Jangan lupa amati terus laju suhu pada termometer TSD dan TSL.
(12) Setelah terjadi perubahan harga TSD yang drastis, proses destilasi segera hentikan.
(13) Buat tabel pengamatan, hitung dan tentukan hasilnya.

Kalibrasi Volume piknometer


(1) Pastikan dahulu kondisi piknometer harus bersih dan kering.
(2) Timbang piknometer kosong misal : Pk gram.
(3) Isi piknometer dengan air suling hingga penuh tanda batas ujung atas.
(4) Timbang piknometer yang telah berisi air suling misal : Pk + A gram.
(5) Catat suhu air suling yang digunakan, misal Tr0C.
(6) Tentukan massa air suling pada piknometer tersebut dengan jalan mengurangi (Pk
+ A) - Pk = misal A gram.
(7) Cari di literatur (dalam hal ini Hand Book) berapa massa jenis air pada suhu
Tr0C.
(8) Buat tabel kalibrasi sebagai berikut :
Banyak Suhu saat pe- Bobot/(gram) Volume pik-
perlakuan nimbangan (0C) Pk Pk + A A nometer (mL)
1
2
.
.
n
Berat air
Volume piknometer =
 air
Keterangan :
(1) Penimbangan harus dengan neraca analitis
(2) Pk = massa piknometer kosong (gram)
(3) Pk + A = massa piknometer setelah terisi air suling (gram)
(4) A = massa air di piknometer (gram)

Kalibrasi termometer saat proses destilasi berlangsung


Buat tabel seperti di bawah ini :
Fraksi penampungan
n Waktu/(menit) FI F II F III
TSD TSL TSD TSL TSD TSL
1 0-1
2 1-2
3 2-3
4 3–4
. .
. .
n 4-n

Keterangan : n = Jumlah pengamatan dengan interval waktu tertentu


n
TSD = Suhu sistem dalam rata-rata (  TSD / n )
1
n
TSL = Suhu sistem luar rata-rata (  TSL / n )
1
Untuk menghitung suhu sebenarnya yang dicatat termometer adalah dengan perumusan:
Tk  TSD  F  L(TSD  TSL )
Keterangan :
Tk = Suhu sebenarnya setelah mengalami koreksi
TSD = TSD rata-rata
TSL = TSL rata-rata
L = Banyak skala garis pada termometer h yang akan dikoreksi
F = Faktor koreksi termometer
Contoh perhitungan :
Apabila parameter telah diketahui misal :
TSD = 90.390C
TSL = 35.710C
L = 50
F untuk termometer air raksa : h = 16 x 10-5
Maka : Tk = 90,39 + 16 . 10-5 X 50 ( 90,39 - 35,71 )
Jadi suhu distilasi sebenarnya adalah 92,140C.

Tabel penampungan destilat


Fraksi Volume Volume distilat Hasil distilat air/ Hasil distilat
awal/(mL) total /(mL) (mL) zat/ (mL)
I Air =
Zat =
II Air =
Zat =
III Air =
Zat =
n Air =
Zat =

Apabila M zat yang harus ditentukan maka perumusannya adalah :


Vzat  P0
M zat   zat  air  M air
Vair  air 0
Pzat
Parameter yang perlu adalah sebagai berikut :
Vzat = adalah hasil destilat (lihat contoh penampungan)
Vair = adalah hasil destilat (lihat contoh penampungan)
zat = dicari dari hasil pengukuran piknometer
air = dicari dari Hand Book
P0air = lihat pada Hand Book
Pzat = Pbar - P0air (Pbar , lihat pada alat barometer)
MASSA JENIS OKSIGEN
Tujuan
Menentukan massa jenis oksigen berdasarkan massa oksigen yang dibebaskan dari
proses pemanasan KClO3 atau KBrO3.
Reaksi : 2KClO3  2KCl  3O2
II. Prinsip Percobaan :
Prinsif percobaan berdasarkan volume air yang berpindah dari botol pencuci gas (B) ke gelas
ukur (C), pada gambar rangkaian alat.
Oksigen yang terbentuk dianggap sebagai gas ideal.
III. Teori
Rapat massa (density) didefinisikan sebagai massa per satuan volume. Sedangkan volume
spesifik (specific Volume) adalah volume dibagi satuan massa.
m
Density :   kg/m3
V
Secara umum, rapat massa (density) bergantung pada suhu dan tekanan. Rapat massa dari
kebanyakan gas adalah sebanding dengan tekanan dan berbanding dengan suhu. Terkadang
rapat massa suatu zat harus dibandingkan dengan rapat massa benda lain, perbandingan ini
disebut gravitasi spesifik (specific gravity) atau rapat massa relatif (relative density). Definisi
lebih jelas dari gravitasi spesifik adalah rasio dari rapat massa suatu substansi terhadap rapat
massa substansi standar pada suhu tertentu (biasanya 4 derajat Celcius).
Hukum Gas ideal adalah persamaan keadaan untuk gas. Hukum gas ideal ini merupakan
persamaan empiris yang telah diuji untuk beberapa gas. Gas yang mengikuti hukum gas ideal
ini disebut gas ideal. Hukum gas ideal dapat digunakan untuk menjelaskan sifat gas.
Persamaan keadaan gas ideal merupakan perpaduan antara hukum-hukum gas yaitu
Boyle, Charles, dan Gay Lussac:
PV = n R T
Keterangan : P = Tekanan (pascal), V = volume (m3), n = jumlah mol gas, R =
Tetapan gas (8,31441 J mol-1 K-1 ), T = Suhu (K).
Gas yang ada di lingkungan sekitar kita, yakni gas nyata, tidak mengikuti hukum gas ideal.
Semakin rendah tekanan gas (suhu tetap), semakin kecil penyimpangannya dari perilaku
ideal. Sebaliknya makin tinggi tekanan gas, semakin besar penyimpangannya.
Alasan yang menjelaskan ada penyimpangan pada gas nyata adalah berdasarkan definisi gas
ideal yaitu bahwa gas ideal tidak mempunyai gaya tarik menarik antar molekul dan
volumenya sama dengan nol. Molekul gas nyata pasti memiliki volume walaupun mungkin
sangat kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin kecil, beberapa jenis interaksi
antarmolekul akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) mengusulkan persamaan
keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan keadaan van der Waals atau
persamaan van der Waals. Ia memodifikasi persamaan gas ideal dengan cara
menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi interaksi antarmolekul; mengurangi V
yang menjelaskan volume real molekul gas. Sehingga didapat:
[P + (n2a/V2)] (V – nb) = nRT
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap gas dan disebut dengan
tetapan van der Waals). Semakin kecil nilai a dan b menunjukkan bahwa perilaku gas
semakin mendekati perilaku gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhbungan denagn
kemudahan gas tersebut dicairkan.
Alat dan Bahan
Alat:
1. Tabung Reaksi
2. Gelas Ukur
3. Botol Pencuci Gas
4. Pipa kran
5. Pembakar Bunsen
Bahan:
1. KClO3 padat
2. KBrO3 padat

4.5 Langkah Kerja


1. Susun peralatan seperti pada gambar berikut :

Keterangan Gambar : A. Tabung reaksi


B. Botol pencuci gas
C. Gelas ukur
D. Kran
E. Selang
F. Pembakar Bunsen
2. Botol B diisi air kurang lebih 80 %, kemudian kran D dibuka dan pipa/selang
penghubung diisi air, setelah tinggi permukaan air di B sama dengan di C, pasang tabung
reaksi yang telah berisi KClO3 dan kran D ditutup.
3. Ganti gelas ukur C dengan gelas ukur baru (gelas ukur yang kering dan sudah ditimbang).
4. Buka kran D dan tabung reaksi yang berisi KClO3, dipanaskan hati-hati. Setelah gas tidak
keluar lagi, tabung didinginkan dan dijaga agar pipa gelas selalu berada dibawah
permukaan air di botol B. Air dipermukaan disetimbangkan lagi, kemudian kran D
ditutup.
5. Timbang tabung reaksi A dan gelas ukur C.
6. Baca keadaan barometer dan suhu ruangan.

4.6 Pertanyaan
1. Bagaimana memeriksa bahwa susunan alat-alat tersebut di atas betul-betul tertutup rapat?
2. Berapa besar volume botol B dan gelas ukur C yang harus digunakan jika mulai dengan 5
g KClO3 ?
3. Hitunglah massa jenis gas oksigen (pada 00C, 76 cmHg) dari hasil pengamatan, kalau
hasil percobaan tidak sama dengan hasil teoritis, jelaskan apa sebabnya?
4. Hitunglah jumlah atom oksigen dalam satu mol KClO3 !
5. Sebelum pemanasan dilakukan, volume udara yang terdapat di tabung B sampai dengan
tabung reaksi sebesar 50mL, suhu pada saat tersebut 250C dan tekanan 670 torr. Pada saat
pemanasan, suhu udara tersebut menjadi 600C. Hitung berapa volume air yang
dipindahkan ke gelas ukur C akibat pemanasan tersebut!
VISKOSITAS

TUJUAN
(1) Menentukan viskositas cairan dengan metode Ostwald.
(2) Mempelajari pengaruh suhu terhadap viskositas cairan.
(3) Mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap viskositas cairan
TEORI
Cairan seperti halnya pada gas, mempunyai sifat yang cenderung menahan gerakan
aliran yang biasa disebut viskositas. Karena itu kalau cairan-cairan dialirkan melalui pipa,
maka ada cairan yang mengalir relatip lebih lambat daripada cairan yang lain. Perbedaan
kecepatan mengalir ini adalah akibat adanya gesekan yang disebut viskositas.
Bila viskositas makin besar, maka cairan akan semakin lambat mengalirnya, bila
viskositas makin kecil, maka sebaliknya kecepatan aliran cairan juga makin cepat. Viskositas
biasanya dinyatakan dalam simbol  (etha). Gaya F yang diperlukan dua lapisan cairan
sejajar masing-masing dengan luas A, untuk dapat bergerak sejauh dV dan jarak antar lapisan
r tegak lurus terhadap arah aliran adalah sebanding dengan luas A, dan perbedaan kecepatan
dV, serta berbanding terbalik dengan jarak r sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :
F = A
dV
...................................................................(1)
dr
 adalah koefisien viskositas atau viskositas. Pada umumya setiap cairan murni atau
larutan mempunyai nilai viskositas tertentu. Akan tetapi perlu diingat bahwa persamaan (1)
dipenuhi hanya untuk cairan Newtoniah. Bila gaya F yang bekerja adalah sebesar 1 newton
dan perbedaan kecepatan lapisan cairan sejajar, yang jaraknya 1 meter adalah 1 m/s, maka
viskositas nya dinyatakan dalam poise. Jadi dalam sistem c.g.s. satuan viskositas adalah
dyne.det.cm-2 atau g.cm-1.det-1 disebut poise. Satuan lebih kecil yang sering digunakan
adalah senti poise (cPs) dan mili poise (mPs). Bila kita hendak menggunakan sistem m.k.s.
maka hendaknya diingat dimensi viskositas adalah newton.det.m-2 dan 1 poise = 0,1 N.det.m-
2
.
Pengukuran viskositas yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan
metode Poiseuille yakni sejumlah volume tertentu cairan dibuat melalui pipa kapiler.
 r4 p t
V = .......... .......... .......... .......... .......... .......... .........( 2)
8 l
 r4 p t
= .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ...( 3)
8Vl
Keterangan : r = jari-jari kapiler
l = panjang pipa
p = selisih desakan pada kedua ujung pipa
V = volume yang melalui pipa
t = waktu
Persamaan (3) hanya baik untuk cairan yang mempunyai aliran laminer. Untuk
memastikan apakah di dalam kapiler terjadi sesuatu aliran laminer atau turbulen dapat
digunakan suatu besaran yang tidak berdimensi dikenal sebagai bilangan Reynold (NR) yang
persamaannya sebagai berikut :
 vd
NR  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..( 4)

Keterangan :  = massa jenis cairan
v = kecepatan aliran
d = diameter pipa
 = viskositas
Bila NR < 2100  aliran bersifat laminer, sedangkan bila > dari 4.000 aliran bersifat
turbulen. Bila NR terletak 2.100 - 4.000 tipe aliran sukar ditentukan.
Suatu ukuran dari sifat kecenderungan untuk mengalir disebut fluidita dan dinyatakan
dengan simbol  (phi) didefinisikan sama dengan kebalikan viskositas (1/). Pada umumnya
fluidita campuran cairan nonpolar bersifat aditif. Misalnya fraksi volum dua cairan didalam
suatu campuran adalah m dan n, fluidita cairan l adalah 1 = 1/1 , dan untuk cairan 2 adalah
2 = 1/2. Maka fluidita campuran diberikan persamaan berikut :
= m 1  + n 2 ..........................................(5)
Metode lain yang sering digunakan untuk pengukuran viskositas adalah metode bola
jatuh, terutama untuk cairan yang sangat kental. Metode ini diturunkan berdasarkan
persamaan Stokes. Menurut Stokes gaya gesekan yang terjadi pada bola jatuh mempunyai
jari-jari r dengan kecepatan v adalah :
F = 6   r v ..............…........................................(6)
Pada persamaan (6) perlu diperhatikan bahwa kecepatan tidak terlalu besar sehingga
terbentuk turbulen. Pada umumnya untuk cairan yang sangat kental berlaku persamaan
Stokes .
Penentuan viskositas dengan viskometer Ostwald :

MODUL 1 D

Viskometer ostwald merupakan suatu variasi dari metode Poiseuille. Pada metode ini
yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir
melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh massa cairan itu sendiri. Pengukuran
viskositas yang tepat dengan menggunakan persamaan (3) sukar dicapai karena dalam praktik
r (jari-jari tabung) dan l (panjang pipa) sukar diukur secara teliti, karenanya viskositas cairan
ditetapkan dengan cara membandingkannya dengan dengan cairan yang mempunyai
viskositas tertentu misalnya air, dan menggunakan viskometer yang sama.
Pada proses pengaliran melalui kapiler C, jumlah tekanan pada setiap saat berbanding
lurus dengan massa jenis cairan ():
P = h.g.
Keterangan : h = tinggi permukaan cairan pada kedua reservoar alat.
g = percepatan gravitasi
 = massa jenis cairan
Perbandingan viskositas kedua cairan dapat dinyatakan sebagai :
1 t 1 1
= .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .........( 7)
0 t 0  0
Keterangan : 1 = viskositas dari cairan yang ditentukan
0 = viskositas cairan standar
1 = kerapatan cairan 1 (yang ditentukan)
0 = massa jenis cairan standar
t1 = waktu alir cairan l (yang ditentukan)
t0 = waktu alir cairan standar

ALAT DAN BAHAN


(1) Alat: (a) Viskometer ostwald
(b) Jam sukat
(c) Termostat
(d) Piknometer
(e) Pipet seukuran berskala (25 mL)
(f) Pompa hisap
(g) Klem dan statip
(h) Bak air
(i) Labu erlenmeyer
(2) Bahan: ditentukan

LANGKAH KERJA
(1) Siapkan zat X dengan variasi konsentrasi, letakkan viskometer dalam bak yang
telah dipasang termostat secara vertikal.
(2) Pipet sejumlah tertentu (10 - 15) mL cairan kedalam reservoar A ( lihat gambar),
sehingga kalau cairan dibawa ke reservoar B permukaannya melewati garis m,
reservoar A kira-kira masih terisi setengahnya.
(3) Atur termostat pada suhu tertentu, biarkan viskometer dan isinya selama 10 menit
untuk mencapai suhu termostat.
(4) Dengan mengisap cairan dibawa dengan pompa hisap ke B sampai sedikit di atas
garis m, kemudian biarkan cairan mengalir secara bebas. Catat waktu yang
diperlukan cairan untuk mengalir dari m ke n. Lakukan pengerjaan ini 2 x untuk
setiap larutan sampel pada berbagai konsentrasi.
(5) Tentukan massa jenis cairan pada suhu yang bersangkutan dengan piknometer
(piknometer sebelumnya harus dikalibrasi).
(6) Lakukan pengerjaan diatas (langkah 1 sampai 5) untuk cairan pembanding (air
suling), gunakan viskometer yang sama.
(7) Hitung viskositas cairan yang diukur pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50 0C.
(8) Buatlah grafik log  vs 1/T
(9) Lakukan langkah (2) sampai (7) untuk setiap variasi konsentrasi.
(10) Buatlah grafik  vs C (konsentrasi)
PERTANYAAN
(1) Apa yang dimaksud dengan viskositas ?.
(2) Sebutkan jenis-jenis viskositas.
(3) Sebutkan metode penentuan viskositas selain metode Ostwald, dan jelaskan
prinsipnya.
(4) Jelaskan kegunaan dari penentuan viskositas.
(5) Bagaimana pengaruh suhu terhadap nilai viskositas, jelaskan jawabannya ?.
(6) Sebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan viskositas.
(7) Selain cairan, zat-zat apa saja yang mempunyai nilai viskositas.
(8) Tuliskan rumus yang menyatakan hubungan antara nilai viskositas dengan massa
jenis.
(11) Bagaimana cara penentuan massa jenis cairan pada berbagai suhu (300C, 350C,
400C, 450C, dan 500C) ?.
(12) Mengapa piknometer harus dikalibrasi sebelum digunakan.
(13) Jelaskan cara penentuan massa molekul suatu polimer berdasarkan pengukuran
viskositas.

Anda mungkin juga menyukai