OLEH:
(KELOMPOK OS SKULL)
I Komang Susila Semadi Putra (1609511089)
Ni Made Widy Matalia Astuti (1609511095)
Lala
I. LANDASAN TEORI
Pemeriksaan fisik adalah suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam
keadaan sehat maupun sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam
menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan
fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan pengamatan
visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan
(perkusi). Kemudian semua informasi yang diperoleh harus dicatat pada catatan medis
(ambulatory) untuk di evaluasi oleh dokter hewan (Sujoni, 2012). Teknik-teknik ini
digunakan untuk menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan
penciuman.
A. INSPEKSI
PEMERIKSAAN KULIT DAN BULU
Kebersihan kulit dan bulu merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh
hewan. Karena kulit dan bulu memiliki fungsi yang cukup penting pada tubuh hewan,
diantaranya :
a. Organ pelindung dari virus
b. Indikator penentu jika hewan mengalami sakit atau sehat
c. Tempat penyimpanan zat tertentu
d. Mencegah hilangnya cairan elektrolit
e. Tempat pembuatan pigmen.
Ternak yang sehat keadaan bulunya normal yaitu tampak mengkilat, lemas dan tidak
rontok. Kelainan pada bulu dapat berupa kerontokan, bulu tampak suram, kering, kasar dan
berdiri. Bulu yang rontok kebanyakan berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti eksim,
skabies, dermatitis, jamur, kutu, caplak dan lainnya. Keadaan bulu atau rambut berkaitan
dengan ternak yang diperiksa, perawatan, dan system perkandangannya ( Nuggroho,
2008). Tanda tanda yang bias dilihat jika ada kelainan pada kulit yaitu dengan melihat warna
kulit anemis, cyanotis, hyperemis dan icterus.
Contagious Echtyma, orf atau Dakangan merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh virus yang sangat menular pada ternak khususnya domba dan kambing. Gejala awal
penyakit ini ditandai dengan adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir, kemudian berubah
menjadi lepuh, selanjutnya lepuh meluas dan melebar sehingga akhirnya terbentuk keropeng (
Kartasudjana, 2001).
STATUS GIZI
Kondisi yang menunjukkan status gizi hewan pada pemeriksaan fisik secara umum
dapat dilihat secara inspeksi. Yaitu dapat dilihat dari fisik hewan yang gemuk, kurus atau
ideal. Pemeriksaan dengan inspeksi dapat dilihat dibeberapa tempat dari tubuh hewan yaitu
inspeksi bagian costae, prosesus spinosus, scapula, dan pelvis serta pangkal ekor. Hewan
dengan kondisi gizi yang baik akan menunjukan tubuh yang diselimuti oleh otot daging yang
tebal, sedangkan hewan yang kurus akan menunjukan beberapa kerangka / tulang yang
menonjol seperti tulang rusuk costae, pinggul, dan tulang punggung.
Penilaian keadaan status gizi pada hewan disebut dengan Body Condition
Scoring (BCS). Body Condition Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur
kegemukan sapi (Nainggolan, 2013).
TEMPRAMEN
Tempramen merupakan sifat dari hewan. Untuk mengetahui tempramen hewan perlu
dilakukan pengamatan perilaku yang di tunjukannnya. Tempramen hewan yang dapat dilihat
oleh mata adalah bagaimana hewan tersebut bergerak aktif, menyerang jika merasakan
adanya bahaya (Ada orang cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat lemah dan lesu,
hewan tersebut sedang dalam keadaan sakit. Menurut Kepala Badan Karantina Pertanian
(2006), jika hewan menunjukan tanda- tanda / gejala klinis seperti :
a. Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri, mati mendadak;
b. Agresif dan nervous;
c. Menyerang apa saja disekitarnya;
d. Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan kayu/pika);
e. Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea kering, tonus urat daging
bertambah (sikap siaga/kaku);
f. Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan konvulsi;
g. Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
h. Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.
Maka dapat disimpulkan bahwa hewan tersebut terserang penyakit rabies.
PEMERIKSAAN MUKOSA
Pemeriksaan mukosa adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat selaput
lendir (mukosa) hewan. Bagian tubuh hewan yang dapat di amati mukosanya antara lain :
mulut , mata, rectum, dan vagina. Mukosa hewan ternak yang sehat berwarna merah muda
dan memiliki permukaan yang licin, basah, trasparan dan mengkilat.
Namun ada beberapa mukosa hewan yang tidak berwarna merah muda (abnormal). Hal itu
disebabkan karena adanya gangguan kesehatan pada hewan tersebut. Menurut Komarudin
(2004), warna mukosa yang tidak normal adalah :
1. Hyperemis (kemerahan). Jika mukosa hewan berwarna kemerahan, maka hewan
tersebut memiliki sirkulasi darah yang cepat dan banyak sehingga terjadi
peradangan/ bengkak di daerah tersebut.
2. Anemis ( kepucatan). Jika mukosa hewan berwarna pucat, maka hewan tersebut
memiliki gangguan sirkulasi darah sehingga mengakibatkan kekurangan darah,
misalnya terjadi pendarahan kerena luka.
3. Cyanotis (kebiruan). Jika mukosa hewan berwarna biru, maka hewan tersebut
kelebihan CO dan CO2 , serta kekurangan oksigen (O2) yang mengakibatkan
keracunan.
4. Icterus (kekuningan). Jika mukosa hewan berwarna kuning, maka hewan tersebut
memiliki gangguan pada hati atau adanya zat warna empedu yang ikut dalam
aliran darah yang mengakibatkan terjadi penyakit hati atau peradangan dan
pembengkakan hati (hepatitis).
SUHU TUBUH
Suhu tubuh bagian dalam tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan
thermometer atau menggunakan bantuan punggung tangan pemeriksa. Pemeriksaan suhu
tubuh hewan pada umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hewan
yang sehat memiliki suhu tubuh pada pagi hari yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu
tubuh pada siang dan sore hari. Secara fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5ºC
pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan
banyak beraktifitas fisik maupun psikis. (Mauladi,2009). kisara suhu tubuh normal pada 37,8
– 38,8 derajat celcius.
B. PALPASI
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada
pemeriksaan fisik dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui
inspeksi sebelumnya. Metode pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan pada
bagian tubuh hewan ini akan dapat mengetahui keadaan bagian luar dari tubuh hewan seperti
jika ada benjolan pada tubuh hewan.
Selain itu pemeriksaan dengan cara palpasi dapat dilakukan untuk memeriksa
frekuensi nadi dan jantung pada hewan. Untuk mengetahui frekuensi nadi pada hewan dapat
dirasakan dengan palpasi ringan dengan menekan pembuluh darah arteri. Pengukuran
frekuensi nadi pada hewan dapat dilakukan diberapa tempat, yaitu :
a. Menekan arteri coccigealis median yang terletak dibagian ventral ekor, untuk sapi.
b. Menekan arteri fascialis, terletak dibagian wajah untuk hewan sapi
Kisaran Frekuensi Nadi pada sapi yaitu sekitar 48 – 80 per menit.
Sedangkan untuk mengetahui frekuensi pernafasan pada hewan yaitu dengan cara
meletakan punggung tangan pemeriksa didepan hidungnya. Kemudian hitung jumlah
hembusan nafas dalam satu menit dengan menggunakan arloji.
Metode palapasi ini juga sering digunakan dalam mendeteksi kebuntingan.
Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang
terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik yang dapat digunakan pada
tahap awal kebuntingan ini adalah akurat, dan hasilnya dapat langsung diketahui. Namun
demikian dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas yang melakukannya, sehingga
dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia kebuntingan di
atas 30 hari (Lestari, 2006).
C. PERKUSI
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara mengetuk bagian tubuh tertentu pada hewan yang terlihat mengalami gangguan
atau kelainan. Pemeriksaan dengan ketukan atau pukulan, dapat dilakukan dengan
menggunakan alat ketuk (plexor atau percussion hammer) dan dampalan (fleximeter atau
percussion plate) yang terbuat dari logam. Teknik pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui kelainan- kelainan yang mungkin ada di rongga dada dan rongga perut. Bila
dibawah tepat pengetukan terdapat rongga udara atau kosong maka akan terjadi bunyi
nyaring atau tympanis dan bila dibawah tempat pengetukan keadaannya masif, yang
terdengar adalah bunyi dup – dup ( Asmaki, 2008).
Selain itu metode perkusi juga dapat dilakukan pada pemeriksaan paru-paru yang
dilakukan dengan cara mengetuk dinding thoraks yang diperkirakan dibagian bawahnya
terdapat paru-paru dengan mengunakan palu perkusi. Menurut Komarudin (2004), Suara-
suara yang dihasilkan dari ketukan palu perkusi sebagai berikut :
a. Suara nyaring dan nyata : Suara yang diberikan oleh paru-paru yang besar dan
normal.
b. Suara redup : Suara ini terjadi bila alveoli tidak berisi udara. Pada pneumonia,
tumor, penebalan dinding thoraks atau pleura, cedera pulmonum dan
hydrothoraks.
c. Suara tympanis : Suara yang terdengar seperti suara beduk. Pada pneumonia yang
berlanjut, apabila adanya udara didalam ruang thoraks.
d. Suara logam : Contohnya hampir sama dengan suara tympanis, tetapi lebih khas.
e. Sura Pot Pecah : Suara yang keluar seperti memukul sebuah periuk tanah yang
telah retak.
D. AUSKULTASI
Menurut Rospond dan Lyrawati (2009), Auskultasi adalah ketrampilan untuk
mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian
dalam/viscera abdomen dengan alat bantu stetoskop.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan.
Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-
paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya),
durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara
tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara
organ tubuh.
AUSKULTASI SUARA RESPIRASI
Auskultasi Suara Respirasi adalah mendengarkan suara-suara respirasi (pernafasan)
pada beberapa bagian rongga dada dengan alat bantu stetoskop. Yang perlu diperhatikan saat
pemeriksaan auskultasi respirasi adalah frekuensi, tipe, irama, intensitas napas serta adanya
suara-suara yang abnormal. Proses respirasi memiliki 3 tipe yaitu : Tipe Thorakal, Tipe
Abdominal, dan Tipe Thoracoabdominal (Komaruddin, 2010). Sedangkan jenis irama
respirasi antara Normal, Respirasi Biot, Respirasi Cheyne Stoke, Respirasi Syncope. Untuk
mendengarkan suara respirasi, arahkan stetoskop pada area paru-paru. Kemudian dengarkan
suara-suara vesikuler atau bronchial dan suara abnormal respirasi. Suara suara yang mungkin
terdengar antara lain:
1. Suara nyaring : Normal
2. Suara redup : paru paru bermasalah. Contoh: Masuk Angin dan adanya pendarahan
radang paru paru (pneumonia)
3. Suara tympanis : Perut besar yang menunjukan bahwa hewan tersebut dalam keadaan
kembung (Bloat)
Frekuensi napas normal pada sapi yaitu 10 – 14 kali per menit
BAB III
HASIL PRATIKUM
Pada praktikum yang kami lakukan didapat sebagian beasar kondisi tubuh hewan
sehat dan normal dengan penjabaran seperti diatas. Laju pernapasan yang didapat yakni
diangka 20 kali per menit dengan suhu tubuh 38 derajat celcius dan dengan denyut nadi atau
pulsus 40 kali per menit. Angka frekuensi napas permenit masih diambang normal yang
berkisar 48 sampai 80 kali permenit.
Pemeriksaan kepala dan leher sebagian besar normal dengan keadaan kepala, mata
telinga, cuing hidung dalam posisi simetris dan tidak ditemukan adanya lesi maupun
pembengkakan pada mulut, lidah, hidung, telingan dan lainnya. Pada pemeriksaan leher
didapat sebagian besar normal dengan kondisi leher masih dapat bergerak dengan leluasa, dan
idak ditemukan adanya pembengkakan
Pada pemeriksaan sisi kiri dan kanan tubuh didapat sebagian besar normal. Pada
perkusi dinding abdomen kami mendapatkan suara timpani. Pada pemeriksaan kaki kami
tidak menemukan adanya pincang dan kelainan pada kukunya.
Untuk pemeriksaan telinga didapat data seperti diatas, dengan keadaan hewan masih
bisa mendengan baik, posisi telingan simetris, tidak ditemukan cidera, tidak ditemukan
leleran dan tidak ditemukan benda asing.
Pada pemeriksaan mata didapatkan data sebagain besar normal dengan gerakan,
posisi, reflex pupil, kunjungtiva, kelopak mata dan kornea dalam keadaan normal.
Pemeriksaan cermin hidung didapatkan dalam keadaan basah, tidak ditemukan leleran dan
keseluruhan dalam keadaan normal.
Pada peeriksaan mulut didapatkan data sebagian besar normal. Dengan kondisi hewan
masih bisa membuka mulut, mengambil pakan, mengunyah, menelan dengan baik. Lidah
dalam keadaan normal, terlhat mampu bergerak lincah dengan tekstur kenyal. Selaput lender
mulut, gigi dan bantalan gigi dalam keadaan normal.
Pada peeriksaan kardiovaskuler didapatkan data sebagain besar normal dengan
keadaan hewan masih bias berjalan, tidak menunjukkan tanda kelelahan tidak ditemukan
adanya edema, dan tidak ditemukan tanda-tanda mencret. Frekuansi pulsus yang didapat
sebesar 40 kali permenit dengan irama teratur dan denyutan kuat. Angka tersebut masih
dalam batas normal yang berkisar 48 sampai 80 kali permenit.
DAFTAR PUSTAKA
Komarudin. 2004. Kesehatan Hewan PSK Semester 4. Pelaihari : SMK SPP Negeri
Pelaihari : 13 – 14 dan 26. [1 Februari 2015].
Komarudin. 2010. Klinik hewan Hewan Semester 1. Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari :
23 - 24. [1 Februari 2015].
Mauladi, A. H. 2009. Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung Dan Nafas Induk Sapi Friesian Holstein
Bunting Yang Divaksin Dengan Vaksin Avian Influenza
H5n1.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24449/B09ahm.pdf;jses
sionid=65D8314DF0142AEF09AE920C7E2A86A7?sequence=1 : 9 - 10. [28 Januari
2015].