RFRT
RFRT
PENDAHULUAN
Ibu hamil harus mendapatkan cukup nutrisi dan selalu dalam keadaan yang sehat
agar bisa menghasilkan keturunan yang baik. Namun jika ibu sampai terkena penyakit
maka akan sangat berbahaya bagi perkembangan janin sehingga generasi yang dihasilkan
menjadi tidak baik. Salah satunya ibu harus terhindar dari TORCH, yaitu infeksi yang
terdiri dari toksoplasmosis, ruberlla, CMV, dan Herpes. Dan yang akan dibahas kali ini
Indonesia. Sebanyak 86,9% pekerja seks komersial menunjukkan seropositif VHS-2. Pada
infeksi kronis rekuren yang berlangsung seumur hidup sehingga sangat mengganggu 1.
1
1.2 Tujuan
Referat ini kami buat dengan tujuan menyelesaikan tugas kami sebagai
dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.
Referat ini kami buat dengan tujuan memberikan informasi dan wacana
lebih bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai penyakit
Dalam pembuatan referat ini kami membuat batasan-batasan masalah agar isi,
tujuan dan sasaran dapat tercapai, antara lain : Definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, pengaruh herpes genitalis pada
1.4 Sasaran
1. Kelompok Dokter Muda Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex
Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema
pada daerah dekat mukokutan, infeksi dapat bersifat primer maupun rekurens. 2
Ada dua macam tipe VHS yang dapat menyebabkan herpes genitalis, yaitu VHS tipe
1 dan VHS tipe 2. VHS tipe 1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral, dan VHS tipe
2 berhubungan dengan kelainan genitalia. Kedua tipe VHS berada atau berdiam diri dalam
ganglion saraf sensoris setelah terjadi infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein
virus selama masa laten. Masa inkubasi infeksi VHS umumnya berkisar antara 3–7 hari
tetapi dapat juga lebih lama. Bentuk lesi genitalia dapat berupa vesikel, pustule, dan ulkus
eritematosus, sembuh dalam waktu 2–3 minggu. Pada laki-laki umumnya terdapat pada
gland penis atau preputium, sedangkan pada wanita bisa terdapat pada vulva, perineum,
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius,
karena melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan
Lebih dari 10 bayi yang lahir dari ibu yang infeksi HSV primer aterm kemungkinan
besar terifeksi dan memperlihatkan gejala penyakit dengan kondisi ini, seksio sesarea
mengurangi resiko infeksi neonates, dan tindakan ini juga harus dipertimbangkan apabila
seorang wanita datang dengan infeksi primer selama 6 minggu terakhir kehamilannya.4
3
Resiko bagi bayi yang lahir pervaginam dari ibu dengan HSV berulang pada aterm
cukup rendah, tetapi harus dilakukan seksio sesarea apabila pada aterm ditemukan lesi
genital. Karena 60% wanita dengan infeksi HSV yang melahirkan bayinya tidak
memperlihatkan gambaran klinis infeksi atau riwayat herpes genitalis, maka pemeriksaan
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang baik pria dan wanita dengan
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai pada
usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simpleks tipe II biasanya terjadi pada usia
Diperkirakan terdapat 50 juta remaja dan dewasa yang saat ini terinfeksi ( center of
diseas control and prenention, 2006 ). pada tahun 2006 saja, terjadi 371.000 kunjungan
rawat jalan untuk herpes genitalis ( center of diseas control and prenention, 2009 ).
Meskipun kebanyakan wanita tidak menyadari infeksi ini namun sekitar satu dari lima
memperlihatkan bukti serologis infeksi HSV-2 (Xu dkk, 2006, 2007 ). Karena sebagian
besar kasus HSV ditularkan oleh orang yang asimtomatik atau tidak menyadari penyakitnya
maka hal ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan bahwa 0,5
sampai 2 persen wanita hamil memperoleh HSV 1 atau 2 selama kehamilan ( brown dkk,
1997 )12
4
Di Australia kejadian infeksi herpes genitalis pada neonatus 1 dalam 15.000 –
20.000 kelahiran hidup. Herpes genitalis di Indonesia termasuk 5 besar penyakit menular
karena hubungan seksual dan pengidap ( Carrier VHS-2 ) telah mencapai 3 – 5% dari seluruh
wanita.11
Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe menjadi HSV tipe 1 dan HSV
tipe 2. Secara serologik, biologik dan fisikokimia, keduanya hampir tidak dapat dibedakan.
Namun menurut hasil penelitian, HSV tipe 2 merupakan tipe dominan yang ditularkan
melalui hubungan seksual genito-genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui
HSV-I dan HSV-2 adalah termasuk dalam family herpesviridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperan secara luas pada infeksi manusia.
Kedua serotype HSV dan virus varisela zoster mempunyai huhbungan dekat sebagai
subfamily virus alpha herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple,
bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host.
Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan
mukosa dengan penyebaran virus pada system saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada
neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodic. Transmisi infeksi HSV seringkali
berlangsung lewat kontak area dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan
mukosa.
5
Pada HSV-I biasanya terbatas pada orofaring. Virus menyebar melalui droplet,
pernafasan dari seorang yang terinfeksi sebelumnya. HSV-2 biasanya ditularkan secara
seksual setelah virus masuk kedalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA
hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Saat itu pada
hospes sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi
pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi yang berat. Selanjutnya virus menyebar
melalui serabut syaraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam disana serta bersifat
laten. Infeksi HSV-I di orofaring menimbulkan infeksi laten ganglia trigeminalis, sedangkan
HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion sacral. Bila pada suatu waktu ada faktor
pencetus virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah
rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan
yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat waktu infeksi primer.
6
Gambar 2.2: HSV-2 ( Herpes Genitalis pada wanita )
terjadi pada usia sekitar 18 –25 th ( masa aktif seksual ), meskipun dapat pula terjadi
sebelum atau sesudah umur tersebut. Infeksi herpes primer adalah serangan infeksi pertama
Infeksi primer yang menyerang ibu hamil lebih berbahaya dibandingkan dengan
serangan ke 2 dan selanjutnya ( rekurens ), karena dalam tubuh belum terdapat antibodi,
antibodi spesifik yang cukup kuat untuk mengeliminasi virus maupun sel-sel yang terpaksa
dirusaknya. Titer antibodi spesifik ( Ig G ) anti VHS di sini baru berkisar antara 1/ 100
sampai di bawah 1/ 25.600, di mana titer 1/ 25.600 merupakan nilai Ab-protektif, karena
7
pada kondisi Ab-protektif biasanya penderita telah sembuh dari segala manifestasi gejala-
gejala klinis. Virus masuk ke dalam tubuh dan dengan mengikuti sel syaraf sensoris,
akhirnya berdiam di dalam inti sel inang ( ganglion syaraf regional / ganglion sakralis ) di
radiks posterior sebagai DNA induk ( parental DNA ). Di dalam inti sel syaraf ini virus
berada dalam keadaan laten untuk waktu yang tidak terbatas dan di sini dapat
memperbanyak diri ( replikasi ), sehingga terbentuk DNA baru. Sehingga anak-anak virion
baru ini dapat segera pula melalui neuron motorik menyebaran ke ujung-unjung dermatom
syaraf perifer ( motor end plate ) serta manifestasinya dapat menimbulkan kelainan kulit (
vesikel ) atau paling ringan adalah menurunkan nilai ambang pacuan syaraf perifer
tersebut berupa paraestesi sampai paralisis non permanen. Tidak jarang apabila mengenai
susunan syaraf pusat menjadi gejala – gejala sefalgia intermiten, dan pada syaraf mata
menimbulkan berbagai manifestasi kerabunan sewaktu. Semua gejala ini akan menyusut dan
hilang apabila sistem pertahanan tubuh termasuk antibodi spesifik anti-viralnya telah dapat
mengatasinya.
Apabila suatu waktu penderita yang telah sembuh mengalami sesuatu sebagai faktor
pencetus, maka DNA-parental yang laten di dalam inti sel inang dahulu, akan segera
memprogram kembali replikasi viralnya, dan terjadilah suatu reaktivasi viral sehingga
terbentuklah anak-anak virion baru yang siap menginfeksi kembali serta memberi
antara lain : adalah trauma, coitus, demam, stress fisik atau emosi, sinar UV, gangguan
pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan
jelas penyebabnya.
8
Penularan hampir selalu melalui hubungan seksual, baik genito – genital, ano -
genital maupun oro - genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan
kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV
dimulai dari kontak virus dengan mukosa ( orofaring, servik, konjungtiva ) atau kulit yang
abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis menyebabkan destruksi seluler dan
peradangan.
Sedangkan penularan virus dari ibu kejanin dapat melalui tiga cara :
3. Tertular langsung oleh jalan lahir yang infeksius atau kontak langsung.
Penularan secara kontak langsung merupakan proses penularan ke janin yang sering
terjadi dibandingkan secara hematogen atau infeksi ascenden. Ada juga yang membagi
proses penularan secara intra uterin, intra partum, dan post natal, dengan kejadian 80 %
penularan didapat selama periode intra partum yaitu infeksi secara ascenden dengan
pecahnya kulit ketuban dan kontak langsung jalan lahir yang infeksius. Beberapa hal yang
mempengaruhi terjadinya neonatal herpes adalah : banyak sedikitnya virus, kulit ketuban
masih utuh atau tidak, ada tidaknya lesi herpes genital, dan ada tidaknya antibodi VHS.
Masa inkubasi penyakit ini umumnya sekitar 3-7 hari, sedangkan manifestasi
gejala bervariasi dari asimptomatis ( 50%-70% ), sampai gejala yang berat. Setelah masa
9
inkubasi, diikuti rasa gatal yang terlokalisir atau rasa seperti terbakar di daerah lesi
seperti pada daerah labia, vagina serviks uteri, sekitar dubur, bokong dan paha bagian
atas, kemudian diikuti gejala antara lain seperti : malaise, demam, nyeri otot serta syaraf.
Pada lesi kulit dapat berbentuk vesikel berkelompok dengan dasar eritema, vesikel ini
mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel, serta dapat pula disertai pembesaran dan
Pada infeksi primer, yang khas ditandai rasa sakit serta timbulnya vesikel –
vesikel serta adanya erosi pada kulit dan selaput lendir yang terkena. Infeksi primer ini
Sedang pada infeksi kambuhan ( rekurens ) biasanya lesi lebih sedikit / kecil,
tidak begitu sakit dan berlangsung lebih pendek 5 – 7 hari. Infeksi kambuhan ( rekurens )
lebih ringan dibandingkan infeksi primer, karena pada infeksi kambuhan dalam darah
penderita telah terbentuk Ab – spesifik anti VHS yang dapat memberi perlindungan dan
Secara klinis bila didapatkan lesi khas, maka dapat dicurigai suatu herpes genitalis
dengan gelembung – gelembung berkelompok dengan dasar eritem berisi cairan di vulva,
vagina, serviks atau luka bekas gelembung yang pecah. Gejala lokal sering disertai dengan
keluhan sistemik seperti demam, perasaan lemah, nyeri otot, kadang disertai perasaan
terbakar, stres, nyeri syaraf. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan virus,
pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya peningkatan kadar antibodi serta biopsi. Pada
10
stadium yang sangat dini, diagnosis ditegakkan dengan menggunakan teknik terbaru yaitu
reaksi rantai polimerase, yang bisa digunakan untuk mengenali DNA dari virus herpes
inguinal.
Virus dapat sampai ke sirkulasi fetal melalui hematogen yaitu melalui plasenta dan
dapat menyebabkan kerusakan dan kematian janin. Selain itu dapat melalui jalan lahir yaitu
penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah atau melaluikontak langsung
saat bayi lahir melalui vagina. Infeksi neonatal ( 0-20 hari) angka mortalitasnya 60%, jika
dapat bertahan hidup setengahnya mempunyai kemungkinan cacat neurologis yang nantinya
juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan serta menyebabkan kelainan mata. 6
11
Gangguan pada janin sangat tergantung pada periode mana infeksi tersebut terjadi.
1. Periode pembelahan zigot ( sejak pembuahan sampai blastokista, yaitu minggu ke –2).
Bila terjadi pengaruh pada periode ini akan terjadi kematian ( abortus dini ).
Periode ini sangat sensitif untuk terjadinya kelainan kongenital mayor bila terjadi
gangguan.
Gangguan pada periode ini biasanya akan mengakibatkan kelainan kongenital yang
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtifitis, atau
Ensefalitis adalah reaksi peradangan pada jaringan otak oleh berbagai macam
penyebab antara lain virus, bakteri, toksin dan autoimun. Infeksi virus merupakan
penyebab yang paling sering ditemukan, dan salah satu virus yang dapat menyebabkan
ensefalitis ialah virus herpes yang dapat di derita oleh ibu dan janinnya. Patogenesis
virus herpes sehingga dapat menyebabkan ensefalitis di mulai dari virus masuk tubuh
melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan kemudian menyebar keseluruh
tubuh melalui beberapa cara yaitu secara lokal, hematogen dan melalui saraf – saraf
12
Keratokonjungtivitis neonatorum adalah suatu infeksi pada konjungtiva. Pada
bayi baru lahir konjungtivitis didapat ketika bayi melewati jalan lahir,, dan organism
penyebabnya adalah bbakteri yang biasanya ditemukan di vagina yang paling sering
menyebabkan, dan virus yang paling sering menyebabkan adalah virus herpes simplex.8
sedangkan 5 % diantaranya disebabkan oleh virus skunder yaitu epstain barr virus (
Selama kehamilan fungsi sel T tertekan terutama pada trimester 1 dalam sirkulasi
lebih rendah dan kemampuan berproliferasi dan membunuh se lasing juga menurun. Rasio
sel penolong dan penekan berubah akibat perubahan hormonal. Karena limfosit T berespon
terhadap infeksi virus, maka wanita hamil dapat mengalami peningkatan resiko terjangkit
inveksi virus.12
2.10 Penatalaksanaan5,6,11
a) Infeksi asimptomatik
mencakup pemeriksaan serologi HSV tipe 1 dan tipe 2. Apabila hasil pemeriksaan
13
penyakit HSV pada catatan medik pasien. Apabila selama kehamilan tidak terjadi
menghindari pemakaian alat ( cunam atau vakum ) dan pemecahan selaput ketuban
tanpa indikasi obstetric jelas. Apabila terjadi rekurensi infeksi maka penangan
rekurens.
Karena VHS pada asimptomatik dalam keadaan laten berada di dalam inti
sel, maka eradikasi virus secara total hampir tidak mungkin terjadi, sehingga
pengobatan biasanya ditujukan kepada ibu hamil dengan infeksi primer, yang
mengalami rekurensi, atau yang menunjukkan isolat virus positif yang berasal dari
seronegatif, maka suami juga harus diperiksa serologi HSV nya, dan apabila
transmisi HSV dan dianjurkan untuk memakai kondom bila bersetubuh. Apabila
Namun bila tidak terjadi infeksi primer, cukup memberikan tanda pada
catatan medik si ibu dan bayi adanya risiko HSV dan bayi kemudian diobservasi.
b) Infeksi Primer.
14
Infeksi primer pada kehamilan trimester I dan II
Pasien yang terinfeksi herpes genitalis pada masa ini segera diobatai
dengan asiklovir intravena atau per oral tergantung berat penyakit. Dosis
asiklovir 1000 – 1200 mg / hari yakni 5 x 200 mg atau pemberian tiap 8 jam (
300 mg, 400 mg, dan 300 mg ) per oral. Ada juga memberikan dengan dosis
selama 10 – 14 hari atau sampai terbentuk krusta. Sebuah studi prospektif pada
241 ibu yang mendapatkan terapi asiklovir selama kehamilan ( sebagian besar
4,1%, sedikit di atas angka populasi sebasar 3%. Beberapa kelainan yang ada
ascites, celah langit dan defek septum. Dengan tidak adanya konsistensi dalam
bentuk kelainannya, maka hal ini tidak dapat dijadikan pegangan bahwa
7229292 ext 8465 ) dinyatakan obat ini telah dipergunakan dalam kehamilan
15
dan tidak dijumpai pengaruh buruk pada janin. Bila memungkinkan pada masa
ini tentukan tipe spesifik serologinya untuk menentukan apakah infeksi ini
gejala pertama non primer atau gejala pertama infeksi rekurens. Keadaan ini
risiko transmisi HSV pada bayi. Apabila pasien selanjutnya tidak mengalami
pada catatan medik dan mendidik pasangan tersebut mengenai herpes neonatal.
atau mulai memberikan asiklovir supresif terus menerus sampai partus untuk
menekan viral shedding. Apabila ternyata si ibu tidak menderita infeksi primer,
16
Berikan terapi asiklovir intravena atau peroral tergantung beratnya
risiko transmisi HSV pada bayi. Kemudian langsung memeriksa kultur dari bayi
dalam 12 – 24 jam. Bayi diberikan terapi dengan asiklovir atau diobservasi dan
dilakukan kultur dari bayi dalam 12 – 24 jam dan pertimbangkan untuk memulai
bila positif bayi diobati sebagai bayi dengan infeksi herpes neonatal.
c) Infeksi rekurens
penyakit HSV pada catatan medik ibu dan bayi. Pada awal persalinan segera
seksio sesaria dan insiden herpes neonatal saat ini sedang diteliti. Apabila tidak
dijumpai lesi maka persalinan dapat berlangsung pervaginam karena risiko herpes
neonatal rendah, sedang apabila lesi timbul pada saat partus, maka untuk rencana
persalinan perlu pertimbangan yang matang antara risiko transmisi virus pada
bayi dan risiko seksio sesaria pada ibu. Pada persalinan pervaginam risiko
transmisi HSV pada bayi sangat rendah ( kurang dari 3% ). Bila persalinan
kultur dari bayi 12 – 24 jam, bayi diobservasi dengan ketat untuk tanda –
17
tanda herpes neonatal meskipun risiko penularan rendah. Namun ada yang
berpedapat bila dijumpai lesi genital saat persalinan diperlukan tindakan seksio
sesaria.
a). Wanita hamil dengan riwayat herpes genitalis tetapi tidak menunjukkan gejala aktif :
- Bila pada saat melahirkan tidak terdapat lesi genital, persalinan diusahakan
pervaginam.
virus dari ibu perlu dikerjakan pada saat ibu dalam persalinan dan dari anak
- Dengan kebijakan di atas, risiko terinfeksi anak adalah kecil, yaitu 1 per 1000.
18
b). Wanita dengan lesi klinis herpes genitalis :
- Lesi herpes genitalis terjadi saat ibu dalam persalinan, seksio sesaria
lahir.
- Bila lesi terjadi pada akhir kehamilan, tetapi belum dalam persalinan perlu
dilakukan kultur tiap 3 – 5 hari, untuk meyakinkan tidak adanya virus pada saat
a). Pengelolaan bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi herpes genitalis primer saat
persalinan yaitu :
Kultur VHS dari urin, tinja, orofaring dan mata untuk identifikasi
secara dini infeksi herpes genitalis pada bayi. Keuntungan dan kerugian
b). Pengelolaan bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi herpes genitalis rekuren
19
Dilakukan pemeriksaan kultur setelah persalinan untuk identifikasi
secara dini infeksi herpes genitalis pada bayi. Jika kultur positif, disarankan
terapi asiklovir. Orang tua diwajibkan melaporkan tanda – tanda awal infeksi
c). Pengelolaan bayi yang dilahirkan ibu dengan asimptomatik dengan riwayat
Kultur secara rutin tidak dianjurkan. Orang tua diwajibkan melaporkan tanda –
tanda awal infeksi seperti letargi, demam, malas minum, atau lesi.
Menyusui dianjurkan, kecuali didapatkan lesi sekitar puting susu, dan ibu
2.11 Prognosis
psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberikan
prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens
lebih jarang.5
20
BAB III
Herpes simplex memiliki dua bentuk yang berbeda , diantaranya adalah virus
Simplex 1 atau herpes mulut yang biasa ditemukan pada wajah, sedangkan virus herpes
Simplex 2 ditemukan pada alat kelamin . Jika yang menjadi penderita penyakit ini adalah
wanita hamil maka ada kekhawatiran tentang herpes yang tertular pada anaknya yang
belum lahir. Dalam kasus yang jarang terjadi penyakit ini dapat mengakibatkan kematian,
tetapi dalam banyak kasus bayi baru lahir lahir dengan ruam yang sangat ekstrim.
Selama hamil sistem kekebalan tubuh berubah, ibu hamil menjadi lebih rentan
terhadap penyakit dan infeksi. Janin memiliki separuh DNA dari sang ayah, sehingga
system kekebalan tubuh ibu mengenali dia sebagai benda asing oleh karena itu selama
kehamilan maka ibu menjadi rentan terinfeksi salah satunya infeksi virus herpes simpleks
genitalis.
Oleh karena itu agar tidak terinfeksi ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu
melalui tes. Bila hasil tes herpes simpleks adalah negatif, tetapi pasangan kita terinfeksi,
kita dapat tertular bila kita tidak mengambil langkah untuk mencegah penularan. Langkah
21
1. Bila pasangan kita terinfeksi, tidak melakukan hubungan seks selama jangkitan
aktifnya. Antara jangkitan, memakai kondom dari awal sampai akhir setiap kali
berhubungan seks, walau pasangan tidak mempunyai gejala – herpes simpleks dapat
menular walau tidak ada gejala. Mempertimbangkan tidak melakukan hubungan seks
2. Jangan membiarkan pasangan melalukan seks oral dengan kita bila dia mempunyai
herpes mulut. Herpes mulut dapat menular pada kelamin melalui seks oral.
3. Bila kita tidak tahu apakah pasangan kita terinfeksi herpes simpleks, mungkin kita
4. Memakai kondom dari awal sampai akhir setiap kali melakukan hubungan seks,
walau kita tidak mempunyai gejala. Herpes simpleks dapat menular walau tidak ada
5. Bila kita mengalami jangkitan herpes, jangan melakukan hubungan seks sampai
7. Mempertimbangkan puasa seks (vagina, oral atau dubur) selama triwulan terakhir.
8. Bila kita terinfeksi herpes mulut, jangan melakukan seks oral pada pasangan untuk
22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara , vol 4 No.1
2. Adam H.A.M. 2012. Buku ajar : IMS Pada System Urogenital. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
3. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2007. Artikel kesehatan. Penderita Herpes Genitalis di Divisi
Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin : RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
4. Saenang RH, Djawad K. Herpes Genitalis. Dalam Amirudin MD, Editor. Penyakit menular
5. Djuanda, A, dkk.2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 6. Bagian Ilmu Penyakit
7. Sutardi H. Herpes Simplex manifestasi klinis dan pengobatan. Dalam : Ebers papyrus.
9. Wolff K, Jhonson RA, Surmond D.Fitzpatric’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
genitalis.html#ixzz2yvmqYRyL
12. Cunningham. dkk.2009. Obstetri Wiliams, edisi 23, vol. 2 .Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
23
24