Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses
pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen
menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agen. Pemisahan
terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen
dalam campuran. Contoh ekstraksi : pelarutan komponen komponen kopi
dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau
digiling. Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang
terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses
ekstraksi tersebut.
Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah
menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak
larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan
terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan
larutan di luar bahan
Bahan yang dapat diekstraksi dalam bentuk padatan atau cairan.
Ekstraksi juga dapat memisahkan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogen. Proses pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan
kelarutan dari komponen-komponen dalam campuran.Untuk skala
laboratorium, ekstraksi dapat dilakukan secara Batch dengan menggunakan
corong pisah untuk ekstraksi cair-cair, secara kontinyu menggunakan
sokhlet untuk padat-cair dengan prinsip satu fase dapat berulang - ulang
dikontakkan dengan fase yang lain. Ekstraksi akan lebih menguntungkan
jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap
menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan
ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan
menjadi besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya
4

menjadi mahal apabila ekstraksi yang digunakan bukan ekstraksi sederhana


karena itu harus menggunakan ekstraksi yang bagus karena itu harus
menggunakan ekstraksi yang bagus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya adalah
sebagai berikut :
1.) Jenis Pelarut
Jenis pelarut yang digunakan akan menentukan selektifitas dan
Daya melarutkan (power solvent). Pelarut yang digunakan sebaiknya
yang mudah untuk diperoleh kembali yang Berbeda terhadap jenis
umpan, oleh karena itu jenis umpan menentukan pula dalam pemilihan
suatu pelarut yang sesuai.
Menurut farmakope, etanol merupakan pelarut pilihan untuk
memperoleh ekstrak secara klasik seperti tinktur, ekstrak cair, kental,
dan kering yang masih digunakan secara luas dalam formulasi sediaan
farmasi. (pel.universal) Pelarut tersebut disamping mempunyai daya
ekstraktif yang tinggi, minimal harus bersifat selektif dan dapat
digunakan tidak hanya untuk ekstraksi klasik, tapi dapat juga
digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum
diketahui dengan baik, dan inginkan ekstrak yang paling lengkap.
Secara umum pelarut untuk ekstraksi harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a) Mempunyai daya larut besar terhadap minyak yang akan
diekstraksi
b) Tidak bersifat racun
c) Tidak bersifat korosif
d) Tidak mudah membeku pada suhu rendah
e) Harganya murah dan mudah diperoleh
f) Tidak mudah rusak dalam penyimpanannya atau pekerjaannya
2) Waktu Pengadukan
Dengan adanya pengadukan diffusifitas akan bertambah besar dan
perpindahan material dari permukaan partikel ke dalam larutan akan
5

semakin bertambah cepat selain itu dengan adanya pengadukkan akan


mencegah terjadinya pengendapan.
3) Suhu Ekstraksi
Pada umumnya semakin tinggi suhu proses ekstraksi akan
memperbesar difusifitas sehingga perpindahan material dari permukaan
partikel kedalam larutan bertambah cepat dan jumlahnya semakin
banyak (Hamdani, 2013).
4) Jumlah proses ekstraksi
Jumlah proses ekstraksi juga meningkatkan efisiensi ekstraksi.
Misalnya, empat ekstraksi dengan 50 ml pelarut lebih efisien dibanding
satu ekstraksi dengan 200 ml pelarut. Biasanya, rendemenen dapat
maksimal dengan 3-5 proses ekstraksi bahan secara berturut-turut.
Interaksi substansi terlarut dengan material tanaman lain yang tidak
terlarut Bahkan dengan pemilihan pelarut yang sudah selektif dan berada
pada kemungkinannya, masih terjadi kemungkinan ekstrak yang terlarut
dapat terabsorbsi pada material tanaman penunjang. Hal ini dapat
disebabkan karena banyaknya proporsi material tanaman dalam ekstraksi
untuk jumlah ekstrak yang relatif kecil. 10. Derajat lipofilisitas
Pemilihan derajat lipofilisitas sangat penting untuk penggunaan pelarut
organik atau campuran pelarut. Adanya perubahan akan merubah
perbandingan jumlah substansi yang terekstraksi dan komposisi
kualitatif suatu ekstrak. Sehingga diperlukan pemeriksaan ekstrak lagi
jika agen pengekstraksi diubah.
Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling
mencampur antara lain menggunakan alat corong pisah.. Metode
sokshlet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent
(pelarut) cair secara kontinu. Alatnya dinamakan sokshlet (ekstraktor
sokshlet) yang digunakan untuk ekstraksi kontinu dari sejumlah kecil
bahan Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam teknik
ekstraksi:
1. Bahan ekstraksi: Campuran bahan yang akan diekstraksi
6

2. Pelarut (media ekstraksi): Cairan yang digunakan untuk melangsungkan


ekstraksi
3. Ekstrak: Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi
4. Larutan ekstrak: Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak
5. Rafinat (residu ekstraksi): Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya
6. Ekstraktor: Alat ekstraksi
7. Ekstraksi padat-cair: Ekstraksi dari bahan yang padat
8. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction):
Ekstraksi dari bahan ekstraksi yang cair.

Pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang


akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan
ekstrak dalam pelarut (Retnosari, 2013).
Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah
tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit.
Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah,
dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar, sehingga untuk
mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal. Semakin kecil
partikel dari bahan ekstraksi, semakin pendek jalan yang harus ditempuh
pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga semakin rendah
tahanannya. Pada ekstraksi bahan padat, tahanan semakin besar jika kapiler-
kapiler bahan padat semakin halus dan jika ekstrak semakin terbungkus di
dalam sel (misalnya pada bahan-bahan alami) (Sukma, 2012).

2.2 Ekstraksi Cair cair


Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama
digunakan, bila pemisa han campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya
terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi
cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara
7

intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin (Hamdani, 2013).
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute
dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solvent cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling
campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase
solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan
konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya
pelarutan (pelepasan) solute dari larutanyang ada. Gaya dorong (driving
force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan
dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang (Hamdani, 2013).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solute.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solvent.
Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi. Yang cair dicampur
berulangkali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk (sebaiknya
dengan saluran keluar di bagian bawah). Larutan ekstrak yang dihasilkan
setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat). Yang
konstruksinya lebih menguntungkan bagi proses pencampuran dan
pernisahan adalah tangki yang bagian bawalmya runcing (yang dilengkapi
dengan perkakas pengaduk, penyalur bawah, maupun kaca Intip yang
tersebar pada seluruh ketinggiannya).
Alat tak kontinu yang sederhana seperti itu digunakan misalnya untuk
mengolah bahan dalam jumlah kecil,atau bila hanya sekali-sekali dilakukan
ekstraksi. Untuk Pemisahan yang dapat dipercaya antara fasa berat dan fasa
ringan, sedikit-sedikitnya diperlukan sebuah kaca intip pada saluran keluar
di bagian bawah tangki ekstraksi. Selain itu penurunan lapisan antar fasa
seringkali dikontrol secara elektronik (dengan perantara alat ukur
konduktivitas),secara optik (dengan bantuan detektor cahaya 289 hatas) atau
secara mckanik (dengan pelampung atau benda apung).
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
8

teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,


bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.
logam. Proses ini pun digunakan untuk membersihkan air limbah dan
larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama
digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya
terhadap panas) atau tidak ekonomis (Hamdani, 2013).
Ekstraksi cair-cair didasarkan ada hukum distribusi yang dikemukakan
oleh Nerst (1891). Nerst menyatakan bahwa jika suatu zat dimasukkan
kedalam suatu pelarut A dan B yang tidak saling bercampur, maka zat itu
akan didistribusikan diantara dua pelarut A dan B dengan perbandingan
tetap. Jika pada temperature dan tekanan tetap serta tidak terjadi interaksi
kimia antara zat terlarut dengan pelarut selain proses pelarutan.
Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan
karakteristik hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu :
a) Perbandingan pelarut-umpan (S/F)
Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil
ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses
ekstraksi menjadi lebih ekonomis.
b) Waktu ekstraksi
Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan
waktu ekstraksi yang lebih cepat.
c) Kecepatan pengadukan
Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang
memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan
minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum (Hamdani,
2013).

2.3 Jenis dan Sifat Pengekstrak


Pelarut organik berdasarkan konstanta elektrikum dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar. Konstanta
9

dielektrikum dinyatakan sebagai gaya tolak menolak antara dua pertikel


yang bermuatan listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi konstanta
dielektrikumnya maka pelarut bersifat semakin polar (Sudarmadji et al,
1989). Ekstraksi dapat menggunakan pelarut tunggal dan pelarut campuran.
Pelarut campuran yang biasa digunakan yaitu campuran air dan etanol,
campuran air dan metanol, campuran air dan eter (Agoes, 2007). Menurut
Guenther (1987), syarat pelarut yang digunakan pertama harus bersifat
bersifat selektif artinya pelarut harus dapat melarutkan semua senyawa
dengan cepat. Syarat kedua harus mempunyai titik didih yang cukup rendah.
Hal ini supaya pelarut mudah dapat diuapkan tanpa menggunakan suhu
tinggi, namun titik didih pelarut tidak boleh terlalu rendah karena akan
mengakibatkan kehillangan akibat penguapan. Syarat ketiga bersifat inert
artinya pelarut tidak bereaksi dengan komponen minyak. Syarat keempat
carilah pelarut yang murah dan mudah didapatkan.
Pemilihan menstrum yang akan digunakan dalam ekstraksi dari bahan
mentah obat tertentu berdasarkan pada daya larut zat aktif dan zat tidak aktif
serta zat yang tidak diinginkan juga tergantung pada tipe preparat farmasi
yang diperlukan sebagai contoh yang mengandung air, hidroalkoholik atau
alkoholik.
Pelarut yang diplih pada penelitian ini adalah etanol, metanol, dan
aquades.Aquades merupakan air murni hasil destilasi. Aquades memiliki
kemampuan yang baik untuk mengekstraksi sejumlah bahan simplisia
(Voigt, 1995). Etanol merupakan pelarut yang serbaguna, dapat menyatu
dengan air dengan sebagian besar bahan organik yang bersifat cair termasuk
zat cair, termasuk zat cair nonpolar seperti hidrokarbon alifatik. Etanol juga
digunakan sebagai pelarut dalam melarutkan bahan obat-obatan. Etanol (etil
alkohol) mempunyai rumus kimia C2H5OH,mudah terbakar, memiliki titik
cair -114,30C dan titik didih 78,40C Metanol sering disebut metil alkohol,
mempunyai rumus kimia CH3OH dan merupakan pelarut yang tak
berwarna. Menurut sejarahnya, metanol disebut alkohol kayu (Fessenden
dan Fessenden, 1997). Pada Tabel 4 konstanta dielektrik metanol
10

menunjukkan nilai yang paling tinggi sehingga dapat dipilih sebagai pelarut
untuk mengekstrak ampas seduhan teh. Hasil penelitian Akroum et al.
(2009) tentang aktifitas antimikrobia beberapa ekstrak tanaman,
menunjukkan bahwa pelarut metanol merupakan pengekstrak yang baik
untuk mengekstak senyawa antimikrobia pada tumbuhan teh.

2.4 Metode Eksktrasi


Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan campurannya dengan
menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tetentu dan menggunakan
medium pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007).
Menurut Voigt (1995) pada dasarnya terdapat dua prosedur untuk
membuat sediaan obat tumbuhan, salah satunya dengan cara ekstraksi. Cara
ekstraksi yaitu bahan segar yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diproses
dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi yang digunakan
tergantung dari kelarutan bahan yang terkandung dalam tanaman serta
stabilitasnya. Menurut (Harborne, 1987), ekstraksi yang tepat tergantung
pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada
jenis senyawa yang diisolasi.
Proses ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang diinginkan
dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan
zat yang diinginkan larut (Voigt, 1995). Kandungan kimia dari suatu
tanaman yang berkhasiat obat umumnya mempunyai sifat kepolaran yang
berbeda-beda, sehingga perlu untuk memisahkan secara selektif menjadi
kelompok-kelompok tertentu. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut
dengan pelarut yang berbeda polarisnya .
Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi (Proses M) dan perkolasi
(Proses P). Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor
seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam
metode ekstraksi serta kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna
atau mendekati sempurna dari obat (Voigt, 1995). Sifat bahan mentah obat
11

merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode


ekstraksi. Beberapa obat tidak dapat diperkolasi yang mengisyaratkan bahwa
zatnya harus digiling sehingga menjadi serbuk yang rata dan dimasukkan ke
dalam percolator.

2.5 Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan


Berikut ini adalah pertimbangan yang perlu di ketahui dalam pemakaian
proses ekstraksi sebagai proses pemisahan :
(1) Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan distilasi
meskipun padakondisi vakum.
(2) Titik didih komponen - komponen dalam campuran berdekatan
(3) Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.
(Wibawa and Sukma, 2004)

Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang


digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.
(Putranto, 2009)
Berdasarkan sifat diluen dan solven, sistem ekstraksi dibagi menjadi 2
sistem :
a. immiscible extraction, solven (S) dan diluen (D) tidak saling larut.
b. partially miscible, solven (S) sedikit larut dalam diluen (D) dan
sebaliknya,meskipun demikian, campuran ini heterogen, jika dipisahkan
akan terdapat fase diluen dan fase solven (Putranto, 2009).
12

2.6 Syarat – syarat pelarut


Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan. Beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah sebagai berikut:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan
ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu dengan mengekstraksi
larutan tersebut dengan pelarut kedua.
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya
yang hanya mengukur pada suatu zat tertentu saja dengan secara cermat
dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam
matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat
penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel
yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap
hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan.
b. Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solute
sesempurna mungkin. Kelarutan solute terhadap pelarut yang tinggi akan
mengurangi jumlah penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan terlalu
besarnya perbandingan antara pelarut dan padatan. Kelarutan atau
solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut
larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun
terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Pelarut
umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran.
13

Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.Dalam
beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil.
c. Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solut akan
memudahkan pemisahan keduanya. Kerapatan atau density adalah
properti fisik dari materi yang mengungkapkan hubungan massa
terhadap volume. Kerapatan massa atau kerapatan material didefinisikan
sebagai massa per satuan volume. Untuk bahan yang berbeda, memiliki
densiti yang berbeda pula.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis
sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa
asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa
penambahan bahan-bahan tadi.

d. Aktivitas kimia pelarut


Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen
lainnya didalam system untuk mencapai kesepakatan antara perhitungan
kesetimbangan eksperimental dengan hitungan yang teoritis, seorang
kimiawan mengalikan konsentrasi actual (molaritas, sebagai contoh)
dengan bilangan tertentu disebut “koefiensi aktivitas” , untuk
mendapatkan konsentrasi efektif disebut “aktivitas”.
e. Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solut dipisahkan dengan
cara penguapan, distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih
kedua bahan tidak boleh terlalu dekat. Dari segi ekonomi akan
menguntungkan akan menguntungkan bila titik didih bila titik didih
pelarut tidak terlalu tinggi.
Titik didih adalah suhu (temperatur) ketika tekanan uap sebuah zat
cair sama dengan tekanan eksternal yang dialami oleh cairan. Sebuah
14

cairan di dalam vacuum akan memiliki titik didih yang rendah


dibandingkan jika cairan itu berada di dalam tekanan atmosfer. Cairan
yang berada di dalam tekanan tinggi akan memiliki titik didih lebih tinggi
jika dibandingkan dari titik didihnya di dalam tekanan atmosfer
f. Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar dari
padatan agar bisa mengalami kontak dengan seluruh solut. Oleh karena
itu, viskositas pelarut harus rendah agar dapat masuk dan keluar secara
mudah dari padatan.
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang
diubah baik dengan tekanan maupun tegangan. Pada masalah sehari-hari
(dan hanya untuk fluida), viskositas adalah "Ketebalan" atau "pergesekan
internal". Oleh karena itu, air yang "tipis", memiliki viskositas lebih
rendah, sedangkan madu yang "tebal", memiliki viskositas yang lebih
tinggi. Sederhananya, semakin rendah viskositas suatu fluida, semakin
besar juga pergerakan dari fluida tersebut.
g. Rasio
Pelarut Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai
dengan kelarutan zat terlarut atau solut pada pelarut. Semakin kecil
kelarutan solut terhadap pelarut, semakin besar pula perbandingan pelarut
terhadap padatan,begitu juga sebaliknya. Dengan demikian perbandingan
solut dan pelarut yang tepat akan memberikan hasil ekstraksi yang baik.
Campuran Jumlah ekstrak akan menurun dengan jumlah pelarut
yang konstan dan proporsi material simplisia yang meningkat. Dalam
artian, walaupun simplisia terus ditambah, jika pelarut yang digunakan
tetap maka ekstrak yang dihasilkan juga tidak akan bertambah, karena
keseimbangan konsentrasi akan cepat tercapai tetapi tidak seluruh
kandungan dalam simplisia terlarut dalam pelarut yang digunakan.
Semakin besar rasio antara pelarut dan bahan baku, maka akan
memperbesar pula jumlah senyawa yang terlarut. Akibatnya laju
ekstraksi akan semakin meningkat.
15

Gambar 2.5.2 Skema sistem ekstraksi sumber : (Sukma, 2012)

Suatu unit ekstraksi, selalu diikuti unit pemungutan solven agar


dapat digunakan kembali( solvent recovery unit), seperti gambar di
bawah ini:

Gambar 2.5.3 Skema ekstraksi yang diikuti unit pemungutan solven.


sumber : (Sukma, 2012)
Ditinjau dari cara kontak kedua fase, maka ekstraktor dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Kontak kontinyu (continuous contactor) seperti Rotary Disc Contactor,
Packed bed extractor, spray tower.
2. Kontak bertingkat (stage wise contactor) seperti menara plat/tray, mixer-
settler..
16

2.7 Alat Rotary Disc Contractor


RCD (Rotary Disc Contractor) adalah alat ekstraksi cair-cair lawan
arah yang berbentuk kolom berpengaduk. Kolom ini terdiri dari sejumlah
pengaduk jenis disk (rotors) pada baling pengaduk (shaft) yang terletak
ditengah antara cincin statis (stator rings) yang membentuk sejumlah
ruangan (compartment). Dalam operasi RDC ada 2 fasa yang tidak saling
melarutkan dengan aliran lawan arah. Fase yang mempunyai tahanan
(viskositas) lebih besar dari fase yang lainnya atau fasa yang jumlahnya
lebih sedikit dari fasa yang lainnya didalam kolom disebut fasa disfersi
sedangkan fasa yang mempunyai kriteria yang berlawanan dengan fasa
disfersi disebut fasa kontinyu. Jumlah hold-up akan merubah didalam kolom
karena adanya kecepatan pengadukan dari rotor. Pada kecepatan
pengadukan rendah atau lambat drop (butiran) fasa dispersi yang keluar dari
nozel fasa disperse dengan ukuran yang besar akan cepat mengalir melewati
daerah kontak.
Kondisi ini mengakibatkan hold-up menjadi kecil. Pada kecepatan
pengadukan yang tinggi, butiran fasa disperse yang keluar nozel dengan
ukuran yang besar akan menjadi beberapa butiran yang lebih kecil ketika
berada di daerah kontak. Pada kondisi ini butiran-butiran berbentuk bola
lebih kecil dengan jumlah yang banyak akan berputar sampai beberapa kali
di daerah kontak sehingga hold-up menjadi lebih besar. Hold-up adalah
jumlah fraksi fasa disperse di daerah kontak di dalam kolom RDC. Bersama
dengan rock size, hold-up akan mempengaruhi luas spesifik pada koefisien
perpindahan massa total yang selanjutnya mempengaruhi laju perpindahan
massa.

2.8 Macam-Macam Metode Ekstraksi Cair-Cair


Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah :
a. Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung,untuk menghindari rusaknya senyawa.
17

1. Metode Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,
menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
2. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan
pelarut melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri
dari tahap pengembangan dan perkolasi sebenarnya (penetesan/
penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Di dalam melalukan proses
perkolasi proses difusi yang berlangsung merupakan fungsi dari
kecepatan perkolasi, kuantitas pelarut,dan konstanta difusi obat
pelarut. Karena mudah dilakukan, perkolasi merupakan prosedur
pilihan untuk kebanyakn ekstraksi tanaman, seperti halnya maserasi.
Perkolasi dapat dilakukan baik skala laboratorium maupun skala
industri.
Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyyari dialirkan dari atas ke bawah melalui seruk tersebut , cairan
penyyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan
gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya
kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan
dalam perkolasi antara lain, gaya beratnya, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi,osmosa, adesi, daya kapiler, dan daya
gesekan. Pada perkolasi, seperti halnya bahan tanaman di haluskan
sampai mencapai derajat kehalusan tertentu tetapi jangan terlalu halus
karena mengganggu filtrasi pelarut melalui simplisia.
18

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan


melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam
suatu percolator.
b. Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan
cara dingin.
1) Metode refluks
Metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut
menggunakan pelarut yang volatil. Metode Reflux merupakan
metode ektraksi cara panas (membutuhkan pemanasan pada
prosesnya), secara umum pengertian refluks sendiri adalah ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Reaksi kimia kadang dapat berlangsung
sempurna pada suhu kamar atau pada titik didih pelarut yang
digunakan pada sistem reaksi. Salah satu alat yang dapat digunakan
untuk reaksi-reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi adalah
seperangkat alat refluks. Refluks adalah salah satu metode dalam
ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun
anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada kondisi ini jika
dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum
reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang
digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap
akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah
reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
19

Keuntungan dari teknik ini adalah bahwa hal itu dapat dibiarkan
untuk jangka waktu yang panjang tanpa perlu menambahkan lebih
pelarut atau takut bejana reaksi mendidih kering karena setiap uap
segera terkondensasi di kondensor. Selain itu, sebagai pelarut yang
diberikan akan selalu mendidih pada suhu tertentu, seseorang dapat
yakin bahwa reaksi akan berlangsung pada suhu konstan.
2) Metode Sokhlet
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut
dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap
tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan
keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam
selongsong berisi padatan.
Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam
selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa siphon sama dengan
tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan
menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu
seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek siphon. Pada
ekstraktor Soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu setelah
tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa siphon. Hal ini
menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan
cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di
bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas.
Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata.
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas
bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam
20

klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan


penyari telah mencapai permukaan siphon, seluruh cairan akan turun
kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi
sirkulasi Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu
komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga
semua komponen yang diinginkan akan terisolasi (Hidayati, 2016)

2.9 Jenis-Jenis Pelarut


Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan.Pelarut lain yang juga umum
digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga
disebut pelarut organik.
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi jenis pelarut berkaitan
dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan
lebih mudah tertarik/terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang sama. Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga
golongan pelarut yaitu:
a. Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak
senyawa senyawa yang polar dari tanaman. Salah satu contoh pelarut
polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
b. Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan
senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah:
aseton, etil asetat, kloroform.
3) Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik
untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam
21

pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis


minyak. Contoh: heksana,ester .
Tabel 2.1 Jenis pelarut berdasarkan titik didih
Solvent Rumus kimia Titik didih Konstanta Massa
Dielektrik jenis

Heksana CH3-CH2-CH2-CH2- 69 ⁰C 2,1 0,655


CH2-CH3 g/ml

Benzene C6H6 80 ⁰C 2,3 0,879


g/ml

Toluene C6H5-CH6 111 ⁰C 2,4 0,867


g/ml

Dietil eter CH3-CH2-O-CH2- 35 ⁰C 4,3 0,713


CH3 g/ml

Kloroform CHCl3 61 ⁰C 4,8 1,498


g/ml

Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2- 77 ⁰C 6,0 0,894


CH3 g/ml

(sumber : (Sukma, 2012).

Tabel 2.2 Jenis pelarut berdasarkan titik didih ( Pelarut polar Aprotic )
Konstanta Massa
Solvent Rumus kimia Titik didih
Dielektrik jenis

1.03
1,4-Dioksana /-CH2-CH2-O- 3
101 ⁰C
101 ⁰C CH2-CH2-O-\ 2,3l g/m
22

/-CH2-CH2-O- 0.886g
Tetrahidrofuran
(THF) 66 ⁰C 7,5 /ml
CH2-CH2-\

Diklorometana 1.326
CH2Cl2 40 ⁰C 9,1 g/ml
(DCM)

CH2-C(=O)- 0,786
Asetona 56 ⁰C 21 g/ml
CH3

Asetonitril 0,786
CH3-C≡N 82 ⁰C 37 g/ml
(MeCN)

Dimetilformami H- 0,944
153 ⁰C 38 g/ml
da (DMF) C(=O)N(CH3)2

Dimetil 1.092
CH3-S(=O)-
sulfoksida 189 ⁰C 47 g/ml
CH3
(DMSO)
(Sumber :Sukma, 2012).

Tabel 2.3 Jenis pelarut berdasarkan titik didih ( Pelarut plar protic)
Rumus Konstanta
Solvent Titik didih Massa jenis
kimia Dielektrik

CH2-
Asam asetat 118 ⁰C 6,2 1.049 g/mol
C(=O)OH

CH3-CH2-
n-Butanol CH2-CH2- 118 ⁰C 18 0.810 g/ml
OH

Isopropanol CH3-CH(-
82 ⁰C 18 0.785 g/ml
(IPA) OH)-CH3
23

CH3-CH2- 0.803 g/ml


n-Propanol 97 ⁰C 20
CH2-OH

CH3-CH2-
Etanol 79 ⁰C 30 0.789 g/ml
OH

Methanol CH3-OH 65 ⁰C 33 0.791 g/ml

H-
Asam formiat 100 ⁰C 58 1.21 g/ml
C(=O)OH

(sumber : Sukma, 2012).


Macam-macam cairan pelarut antara lain ;
a. Air
Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas,
pada suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat
misalnya : garamgaram alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan,
zat warna dan garamgaram mineral.
Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan
pengecualian misalnya pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber dll.
Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-
zat tersebut merupakan makanan yang baik untuk jamur atau bakteri
dan dapat menyebabkan mengembangkan simplisia sedemikian rupa,
sehingga akan menyulitkan penarikan pada perkolasi.
b. Etanol
Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya pelarut
yang baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi
bukan untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin.
Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja termasuk
peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan
bakteri. Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga berguna
24

sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum)


lebih baik dari pada air sendiri.
c. Gycerinum (Gliserin)
Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan
menstrum untu penarikan simplisia yang mengandung zat samak.
Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil
oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin.
Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak-
ekstrak kering.
d. Eter
Eter sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk
pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya
disimpan lama.
e. Solvent Hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah
kasar. Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak.
Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang
mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia
tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya strychni, secale cornutum.
Heksan adalah senyawa organik yang terbuat dari karbon dan hydrogen
yang paling sering di isolasi sebagai produk samping.
f. Acetonum
Tidak dipergunakan untuk sediaan pada galenik obat dalam, pelarut
yang baik untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar.
Baunya kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya
pada pembuatan Capsicum oleoresin. Aseton merupakan cairan yang di
dunia industri sering dipakai sebagai pelarut dan digunakan dalam
industry besar. aseton merupakan salah satu penyusun keton yang
merupakan hasil dari pemecahan lemak dalam suatu organ yang
terdapat pada manusia .
g. Chloroform
25

Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya.


Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak
dan minyak atsiri (Retnosari, 2013).

2.10 Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium hidroksida ( NaOH ) juga dikenal sebagai soda kaustik atau
sodium hidroksida yang merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium
hidroksida digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas,
tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium Hidroksida ( NaOH )
merupakan salah satu senyawa ion yang bersifat basa kuat, kaustik dan
memiliki sifat korosif dan higroskopik ( suka menyerap air ). Dalam
kehidupan kita sehari-hari,senyawa ini biasa kita sebut dengan nama "soda
api" atau "kaustik soda",namun untuk nama resmi atau nama
perdagangnganya senyawa ini biasa disebut dengan nama "Sodium
Hidroksida". Tingkat kelarutan senyawa natrium hidroksida di dalam air
cukup tinggi. Pada suhu 0 C, kelarutan natrium hidroksida berada pada
kisaran 418 g/L. Pada suhu 20 C, kelarutan natrium hidroksida berada pada
kisaran 1150 g/L.Jika dilihat dari data diatas, kita dapat menyimpulkan
bahwa senyawa ini memiliki tingkat kelarutan yang sangat tinggi. Selain itu,
ada beberapa fakta-fakta penting dari natrium hidroksida yang perlu
diketahui, berikut ini fakta-fakta penting dari ( NaOH ) :
Tabel 2.4 Sifat kimia dan Fisika NaOH
Sifat - sifat Nilai

Jenis Senyawa Senyawa Ion

Nama senyawa Sodium Hydroxide, Technical grade,


Flake

Bentuk Kristal dan Bubuk Bewarna Putih dan


Tidak Berbau
26

Densitas 2,13 gr/cm

Titik Leleh 318 oC

Titik Didih 1388 oC

Tingkat Kelarutan Dalam Air Suhu 0 C , 418 gr/L. Suhu 20 C , 1150


gr/L

Massa Molekul Relatif ( Mr) 40

Larut Dalam Air,Methanol,Ethanol,Larutan Ammonia


dan Eter

Bahaya Bersifat Corrosif

Tingkat Kebasaan ( Pkb ) 0,2 ( Rank 4 )

Rivalitas Asam HCl

Tekanan Uap Diabaikan

Kelarutan dalam air larut

Kepadatan uap >1

Penampilan dan bau Kristal deliquescent putih

Titik nyala Tidak mudah terbakar

Gravitasi spesifik Tidak tersedia

Massa Molar 40 g/mol

Spesifik gravity 2,130

Nama Sistematis Natrium Hidroksida


Nama lain Soda kaustik
Rumus molekul NaOH
27

Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20°C)


Kebasaan (pKb) -2,43
(Sumber : Merck Industri, 2017).
Natrium Hidroksida memiliki wujud padat pada suhu kamar,
bentuknya bisa seperti kristal atau bubuk tergantung pada tujuan atau
kegunaan analisisnya. Senyawa ini bewarna putih metalik dan tidak berbau.
Tingkat kelarutanya di dalam air juga cukup tinggi seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Ketika senyawa ini dilarutkan ke dalam air, maka
suhu air akan naik dan suhu disekitarnya akan terasa panas, hal ini terjadi
karena pelarutan senyawa ini bersifat eksotermik sehingga sejumlah kalor
akan dilepaskan (gerpen, 2012)
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium
hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Natrium Hidroksida ( NaOH ) merupakan salah satu senyawa ion
yang bersifat basa kuat, kaustik dan memiliki sifat korosif dan higroskopik (
suka menyerap air ). Dalam kehidupan kita sehari-hari,senyawa ini biasa
kita sebut dengan nama soda api atau kaustik soda Natrium hidroksida
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
Natrium Hidroksida ( NaOH ) merupakan salah satu senyawa ion yang
bersifat basa kuat, kaustik dan memiliki sifat korosif. Natrium hidroksida
juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam
kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas dan
larutannya tidak berwarna dan larutan NaOH (gerpen, 2012).
Berikuti ini adalah cara mengenali bahaya NaOH :
1. Hindari menghirup uap atau debunya.
2. Gunakan dengan ventilasi yang memadai.
3. Hindari kontak dengan mata, kulit, dan pakaian.
4. Cuci tangan sampai bersih setelah memegang.
5. Jagalah agar wadah tertutup (Hidayati, 2016).
28

Berikut tata cara pertolongan pertama dari NaOH bila terjadi


kecelakaan kerja ;
1. Kulit : dalam kasus kontak, segera basuh kulit dengan air selama minimal
15 menit sambil melepas pakaian dan sepatu yang tercemar. Bersihkan
pakaian dan sepatu sampai benar-benar bersih sebelum digunakan
kembali.
2. Mata : cuci mata dengan banyak air sedikitnya selama 15 menit, buka
tutup mata beberapa kali. Cari pertolongan medis.
3. Pernafasan : hirup udara segar. Jika tidak bernafas, berikan pernafasan
buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen.
4. Tertelan : berikan beberapa gelas susu atau air. Muntah dapat terjadi
secara spontan, tetapi JANGAN DIBUAT MUNTAH ! jangan
memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar
(Martunus, 2016).

2.11 Tahapan proses dalam pembuatan kaustik soda (NaOH)


Terdapat beberapa tahapan proses dalam pembuatan kaustik soda
ini, diantaranya : tahap pemurnian bahan baku, proses utama, tahap
pengolahan akhir.
a. Pemurnian Bahan Baku
Tahap pemurnian bahan baku merupakan tahap awal dari proses ini.
Tahap pemurnian bahan baku meliputi pencampuran, pengendapan
pengotor, penyaringan pengotor, penukaran ion.
1. Pencampuran
Pencampuran adalah penggabungan atau pembauran dua bahan
atau lebih untuk mendapatkan komposisi yang homogen. Homogen
adalah pada kondisi dan volume terkecil mempunyai kesamaan.
Pencampuran bukanlah reaksi kimia,karena tida ada zat baru yang
terbentuk. Garam (97,7%) dilarutkan bersama air proses dan
garam lemah recycle pada suhu 90,6oC ke dalam tangki pencampur
untuk mendapatkan larutan garam konsentrasi 27%. Larutan garam
29

jenuh keluar dari tangki pencampur memiliki suhu 67,1oC


memasuki tangki pengendap, suhu operasi yang baik untuk
pengendapan adalah diatas 60oC.
2. Pengendapan Pengotor
Larutan garam dari tangki pencampur memasuki tangki
pengendap untuk diendapkan pengotornya, diantaranya CaSO4,
MgSO4, CaCl2, MgCl2 menggunakan Na2CO3 dan NaOH dengan
reaksi sebagai berikut:
CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3↓ + Na2SO4
MgSO4 + 2NaOH → Mg(OH)2 ↓+ Na2SO4
CaCl2 + Na2SO4 → CaSO4↓ + 2NaCl
MgCl2 + 2NaOH → Mg(OH)2↓ + 2NaCl
CaCl2 + Na2CO3 → CaCO3 ↓ + 2NaCl
Reagen dan pengotor bereaksi membentuk endapan dan
dikeluarkan dari dasar tangki. Pemberian reagen dilakukan dengan
kadar berlebih untuk mendapatkan hasil yang optimum. Sekitar
60% dari pengotor yang mengendap keluar dari bagian
bawahtangki pengendap, sedangkan larutan lainya keluar dari
bagian atas clarifier menuju ke filter.
3. Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi (disebut pula sebagai Penyaringan) adalah pembersihan
partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada
medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan
terendapkan Rentang filtrasi pada industri mulai dari penyaringan
sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi
dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru
limbah padatnya lah yang harus dipisahkan dari limbah cair
sebelum dibuang.
Di dalam industri, kandungan padatan suatu umpan
mempunyai range dari hanya sekadar jejak sampai persentase yang
30

besar. Seringkali umpan dimodifikasi melalui beberapa pengolahan


awal untuk meningkatkan laju filtrasi, misal dengan pemanasan,
kristalisasi,melalui beberapa pengolahan awal atau memasang
peralatan tambahan pada penyaring seperti selulosa.Oleh karena
varietas dari material yang harus disaring beragam dan kondisi
proses yang berbeda, banyak jenis penyaring telah dikembangkan,
beberapa jenis akan dijelaskan di bawah ini. Fluida mengalir
melalui media penyaring karena perbedaan tekanan yang melalui
media tersebut. Penyaring dapat beroperasi pada:
a. Tekanan di atas atmosfer pada bagian atas media penyaring.
b. Tekanan operasi pada bagian atas media penyaring.
c. Vakum pada bagian bawah.
Tekanan di atas atmosfer dapat dilaksanakan dengan gaya
gravitasi pada cairan dalam suatu kolom, dengan menggunakan
pompa atau blower, atau dengan gaya sentrifugal. Dalam suatu
penyaring gravitasi media penyaring bisa jadi tidak lebih baik
daripada saringan (screen) kasar atau dengan unggun partikel kasar
seperti pasir. Penyaring gravitasi dibatasi penggunaannya dalam
industri untuk suatu aliran cairan kristal kasar, penjernihan air
minum, dan pengolahan limbah cair. Kebanyakan penyaring
industri adalah penyaring tekan, penyaring vakum, atau pemisah
sentrifugal.
Penyaring tersebut beroperasi secara kontinyu atau
diskontinyu, tergantung apakah buangan daripadatan tersaring
tunak (steady) atau sebentar-sebentar.Kebanyakan penyaring
industry adalah penyaring tekan,penyaring vakum, atau pemisah
sentrifugal. Sebagian besar siklus operasi dari penyaring
diskontinyu, aliran fluida melalui peralatan secara kontinu, tetapi
harus dihentikan secara periodik untuk membuang padatan
terakumulasi. Dalam saringan kontinyu buangan padat atau fluida
tidak dihentikan selama peralatan beroperasi.
31

4. Penukaran Ion
Selama proses sedimentasi tidak semua ion bereaksi dengan
reagen dan dan akan terdapat ion-ion yang tidak diinginkan
sehingga diperlukan perlakuan lebih lanjut agar NaCl yang akan di
elekrolisis terbebas dari pengotor ‘impuritis’. Karena itu digunakan
resin untuk mengikat ion-ion tersebut.
Larutan NaCl dilewatkan pada resin. Resin yang mengikat
kation disebut resin kation dan resin yang mengikat anion disebut
resin anion. Reaksi penukaran ion yang terjadi adalah:
Resin kation : R-H + A- → R-A + H+
Resin anion : R-OH – B+ → R-B + OH-
Proses diatas terjadi secara reversible sehingga bila resin sudah
jenuh, atau tidak bisa menangkap atau mengikat ion mineral positif
/negativ, bisa diregenerasi kembali. Regenerasi dilakukan dengan
mereaksikan kembali resin dengan asam-basa yaitu NaOH dan
H2SO4 sehingga ion mineral positif yang sudah terikat di resin akan
terlepas lagi. Reaksi regenerasi sebagai berikut:
2(R-A) + H2SO4 → 2(R-H) + A2SO4
2R-B + NaOH → R-OH + NaB
b. Proses Utama
Prosen utama merupakan tahapan inti dari industri soda kaustik ini.
Proses ini terdiri dari penambahan HCl (pengasaman) dan elektrolisa.
1) Penambahan HCl (Pengasaman)
Penambahan HCl dilakukan untuk mengurangi terjadinya
pembentukan chlorate pada sel elektrolisa, larutan masuk anoda
diasamkan hingga pH 4. Agar dapat mengurangi akan terjadinya
pembentukan chlorate pada sel elektrolis, maka larutan masuk
anoda diasamkan hingga pH 4.
2) Elektrolisa
Larutan yang keluar dari resin penukar ion sebelum memasuki
sel elektrolisa akan dipanaskan terlebih dahulu. Proses elektrolisa
32

menggunakan titanium sebagai sel anoda dan nikel sebagai sel


katoda yang dialiri arus DC (direct current) sebagai sumber energi.
Pada anoda feed masuk adalah larutan garam, ion Cl- pada NaCl
teroksidasi dan membuntuk Cl2 sedangkan ion Na+ kehilangan
pasangan dan bergerak menuju katoda. Pada katoda feed masuk
adalah H2O dan NaOH recycle, ion H+ dari H2O tereduksi menjadi
H2 sehingga ion OH- kehilangan pasangan. Ion Na+ dan OH- ini
selanjutnya bertemu dan membentuk NaOH. Dihasilkan larutan
NaOH yang dihasilkan 32%.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
a) Anode
Ionisasi : NaCl  Na+ + Cl-
2Cl-  Cl2 (g) + 2e-
b) Katode
Ionisasi : H2O  H+ + OH-
2 H+ + 2 e–  H2 (g)
Reaksi elektrolisis larutan garam (NaCl) secara keseluruhan
dapat dituliskan sebagai berikut:
2NaCl + 2H2O  2NaOH +Cl2(g) + H2(g)
Antara sel anoda dan katoda dibatasi oleh membran, yaitu
nafion yang hanya dapat dilalui oleh ion positif. Hasil samping dari
proses elektrolisa ini berupa gas chlorine (Cl2) dan gas Hydrogen
(H2). Gas Cl2 diproses lebih lanjut menjadi Cl2 liquid, sedangkan
gas H2 di blower ke udara karena jumlahnya relatif sedikit.
c. Pengolahan Akhir
Pada proses tahap akhir meliputi beberapa proses, yaitu ;
1) Evaporasi
Untuk menghasilkan NaOH 50% maka diperlukan tahap
selanjutnya yaitu evaporasi. NaOH 32% yang keluar dari sel
elektrolisa memasuki evaporator. NaOH di evaporasi menggunakan
steam sehingga NaOH 50% keluar. NaOH 50% kemudian
33

didinginkan melalui beberapa tahap pendinginan, pertama ditukarkan


panasnya dengan feed katoda sehingga suhunya turun, larutan ini
kemudian didinginkan kembali menggunakan air pendingin dan
ditampung ke dalam tangki penampung.
2) Evaporasi Akhir
Kaustik 50% yang sudah didinginkan dan diendapkan atau
kaustik yang telah dimurnikan secara khusus dapat dipekatkan
dengan menggunakan evaporator akhir efek-tunggal agar menjadi
NaOH 70% sampai 75% dengan menggunakan uap bertekanan 500
sampai 600 kPa. Kaustik yang sangat pekat ini harus ditangani
dengan pipa yang dipanasi dengan pipa uap agar tidak mengalami
pembekuan. Larutan itu lalu diteruskan ke periuk penyelesaian.
3) Penyelesaian Kaustik dalam Periuk
Walaupun penyelesaian kaustik 50% itu dulu dilakukan di dalam
periuk-periuk besi tuang dengan menggunakan pemanasan langsung,
efisiensi kalornya cukup rendah sehingga dewasa ini cara ini
dilakukan hanya untuk kaustik 70% sampai 75% saja. Suhu akhirnya
adalah 500 0C sampai 600 0C dan ini menguapkan airnya sampai
kira-kira 1% yang tertinggal. Periuk-periuk besi ini sekarang
digantikan dengan evaporator.periuk-periuk besi ini sekarang
digantikan dengan evaporator. Kaustik anhidro yang panas itu diolah
dengan belerang agar kandungan besinya mengendap dan keluar.
Produk ini dipompakan dengan pompa sentrifugal yang menyalurkan
bahan meleleh itu ke dalam drum-drum baja yang dapat menampung
320 kg (Hidayati, 2016)

2.12 Asam Asetat


Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid acidum
acetitum, akan tetapi dikalangan masyarakat asam asetat biasa disebut cuka
atau asam cuka. Asam cuka merupakan cairan yang rasanya masam yang
pembuatannya melalui proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat yang
34

didapat dari bahan kaya gula seperti anggur, apel, nira kelapa, malt, gula,
dan lain sebagainya. Asam asetat dalam kadar ±25% beredar bebas
dipasaran dan biasanya ada yang bermerek dan ada yang tidak bermerek.
Pada cuka yang bermerek biasanya tertera atau tertulis kadar asam asetat
pada etiketnya. Asam asetat adalah asam lemah yang mungkin paling
dikenal karena menjadi komposisi utama dalam cuka. Namun, asam asetat
tidak hanya berguna sebagai bahan penyedap masakan. Tetapi juga
diproduksi dalam jumlah besar untuk berbagai kegunaan lain. Asam organic
ini bias diproduksi dalam berbagai konsentrasi. Dalam bentuk murni, asam
asetat dikenal sebagai asam asetat glasial karena mengkristal dalam suhu
dingin. Bentuk asam ini sangat korosif dan bias berbahaya jika mengenai
kulit sehingga orang yang bekerja menggunakan senyawa ini harus
menggunakan alat pelindung. Asam asetat juga memiliki bau yang kuat dan
tajam. Selain sebagai penyedap makanan, asam ini juga digunakan sebagai
pengawet. Kondisi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri, menjaga
makanan aman dari kontaminasi (W.harjadi, 2003).
Senyawa asam asetat dapat bila bereaksi dengan senyawa peroxi,
perchloric acid, penguapan sulfucid acid, phosphorus halidies, hydrogen
peroxide, chromium (VI) oxide, potassium permanganate, peroksida,
oksidator kuat, maka menimbulkan bahaya ledakan. Sedangkan untuk resiko
ignisi dan pembentukan gas atau uap yang tidak menyala dengan logam,
besi, seng, magnesium dan baja lunak.
Berikut informasi ekologi dari senyawa asam asetat
Tabel 2.5 Toksisitas pada air

Toksisitas Jenis Dosis

Tes semi-statik LC50 >300,8 mg/l ; 96

Keracunan untuk ikan Oncorhynchus myskiss jam (pedoman Tes

(ikan rainbow trout) OECED 203)

Derajat racun bagi EC5 E.Sulcatum 78mg/l ; 72 jam


35

daphnia dan binatang (netral)


tak bertulang belakang
lainnya yang hidup EC50 Daphnia magna 47 mg/l ; 24 jam
dalam air (kutu air)

Keracunan untuk IC5 Scendedesmus 4.000 mg/l ; 16

ganggang quadricuda (alga hijau) jam

Keracunan untuk 2.850 mg/l ; 16


EC5 Pseudomonas putida jam
bakteri

(Sumber : Merck Industri, 2017).

Tabel 2.6 Pesistensi dan Penguraian oleh lingkungan


Daya hancur secara biologis 99 %

Siap dengan mudah ditiadakan dari 880mg/g


air
Permintaan oksigen biokimiawi 880 mg/g
(BOD)
Ratio BOD 76 %

(Sumber : Merck Industri, 2017).

Adapun sifat fisika dan sifat kimia asam asetat antara lain sebagai
berikut:
Tabel 2.6 Sifat kimia dan fisika asam asetat
Sifat Nilai

Bentuk Cair

warna Tidak berwarna

bau Pedih

Ambang bau 0,2-100,1 ppm

pH 2,5 pada 50 g/liter dengan suhu 20


36

o
C

Titik lebur 17 oC

Titik didih/ rentang didih 116-118 oC pada 1.013 hPa

Titik nyala 39 oC

Laju penguapan Tidak tersedia informasi

Flambilitas (padatan, gas) Tidak berlaku

Terendah batas ledakan 4% (V)

Tertinggi batas ledakan 19,9% (V)

Tekanan uap 15,4 hPa pada 20 oC

Kerapatan (densitas) relatif Tidak tersedia informasi

Kelarutan dalam air 602,9 g/l pada 25oC

Koefeisien partisi Log Pow: -0,17 (25oC)

Suhu penguraian Dapat didistilasi dalam kondisi


tidak terurai (undecomposed) pada
tekanan normal

Viskositas, dinamis 1,22 mPa.s pada suhu 20 oC

Sifat peledak Tidak dikalsifikasikan sebagai


mudah meledak

Suhu menyala 485 oC

Viskositas kinematis 1,17 mm2/s

Korosi Dapat korosif terhadap logam

(Sumber : Merck Industri, 2017).


37

a. Sifat fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah bentuk cairan jernih, tidak
berwarna, berbau menyengat, pH asam, memiliki rasa asam yang sangat
tajam,mempunyai titik beku 16,6 oC, titik didih 118,1 oC dan larut dalam
air, alkohol, dan eter. Asam asetat di buat dengan fermentasi alkohol oleh
bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan cara ini bisa digunakan dalam
pembuatan cuka. Asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH
dan bobot molekul 60,05 (Depkes RI, 1995).
b. Sifat kimia
Beberapa anggota awal dari deret asam karboksilat yakni asam
asetat berwujud cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Asam asetat
yang menyusun sekitar 4-5% cuka, memberi ciri bau dan cita rasanya.
Asam karboksilat tergolong polar dan dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan sesamanya atau dengan molekul 5 lain. Jadi asam karboksilat
seperti asam asetat memiliki titik didih tinggi untuk bobot
molekulnya.Asam karboksilat seperti asam asetat mengurai di dalam air,
menghasilkan anion karboksilat dan ion hidronium. Atom hidrogen (H)
pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam
asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+(proton), sehingga memberikan
sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik basa
konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Asam asetat adalah pelarut
protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat
bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya
seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan
bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam
industri kimia dan laboratorium ( Hart, 2003).
Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah terbakar,
dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat jika di
reaksikan dengan karbonat akan menghasilkan karbon dioksida.
Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium
38

hidroksida, dimana 1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg


CH3COOH (Depkes RI,1995).

2.13 Pembuatan Asam Asetat


Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang
dapat diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan,kulit nanas,
pulp kopi, dan air kelapa. Tersedianya air kelapa dalam jumlah besar di
Indonesia, yaitu dari 900 juta liter per tahun merupakan potensi yang belum
dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini pemanfaatan air kelap belum
optimal, selain sebagai bahan baku nata de coco, air kelapa dapat dibuat
cuka secara tradisional oleh masyarakat. Pembuatan asam asetat dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintesis atau khemis dan secar
mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih
disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan resiko kegagalan relatif lebih
kecil. Pada fermentasi asam asetat dari substrat cair umumnya hanya
dilakukan dua tahap fermentasi yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi
asam asetat. Fermentasi alkohol dilakukan jika bahan yang digunakan kaya
akan gula namun tidak mengandung alkohol. Pada bahan yang miskin gula
maka penambahan alkohol secar langsung dianggap lebih efektif daripada
menambahkan gula untuk diubah menjadi alkohol dalam pembuatan asam
asetat harus dibuat dengan baik karena jika tidak dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan.
Penggunaan teknik kolom bio-oksidasi dalam upaya meningkatkan
efisiensi produksi asam asetat dengan bahan baku air kelapa, dan
mengetahui pengaruh kecepatan aerasi dan tinggi partikel dalam kolom
berikut interaksinya terhadap pembentukan asan asetat. Kolom bio-oksidasi
diisi dengan kerikil atau partikel yang dapat menyangga kehidupan
mikrobia. Udara masuk dari dasar fermentor sehingga mikrobia dapat
menggunakan substrat secara effisien. Untuk mendapatkan hasil (kadar
asam asetat) yang kenaikannya relatif konstan, maka digunakan sistem
kontinyu (kultur sinambung). Bertujuan untuk mengetahui kondisi yang
39

optimum produksi asam asetat dari air kelapa secara fermentasi kontinyu
dengan menggunakan kolom biooksidasi. Asam Asetat dengan oksidasi
alkohol dibuat dengan pengaruh bakteri asetobacter dan dibuat dengan
bantuan udara pada suhu 35 oC.
Pada proses fermentasi alkohol ini, asam asetat didapat dari bahan yang
kaya gula seperti anggur, apel, malt, gula, dan sebagainya (A.O.A.C, 1970).
Asam asetat termasuk asam organik yang dapat dibuat dengan banyak cara,
empat diantaranya yaitu: oksidasi alkohol primer atau aldehid, oksidasi
rantai samping alkil pada cincin aromatik,dengan karbon dioksida, dan
hidrolisis alkil sianida (nitril) ( Hart, 2003). Asam asetat glasial komersial
dibuat dengan mereaksikan methanol dan karbon monoksida atau oksida
etilen. Bahan asal dari reaksi ini di sintesa dari gas alam, minyak bumi, atau
batu bara dan jenis tambang lainnya.

2.14 Kegunaan Asam Asetat

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
penting untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Asam asetat
digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam
asetat digunakan sebagai pengatur keasaman dalam industri makanan. Asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air di rumah tangga.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif
kecil (Setiawan, 2007).
Asam asetat digunakan untuk rumah tangga, industri dan kesehatan yaitu
sebagai berikut :
a.Bahan penyedap rasa pada makanan
b.Bahan pengawet untuk beberapa jenis makanan dan merupakan pengawet
makanan secara tradisional. Daya pengawet disebabkan karena kandungan
asam asetatnya sebanyak 0,1 % asam asetat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri spora penyebab keracunan makanan.
c.Pembuatan obat-obatan (Aspirin).
40

d.Bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang sangat penting


diperlukan untuk asetilasi terutama di dalam pembuatan selulosa asetat.
e.Bahan dasar untuk pembuatan banyak persenyawaan lain seperti asetil
klorida.
f.Di bidang industri karet (menggumpalkan karet).
g.0,3 % asam asetat yang dapat mencegah pertumbuhan kapang penghasil
mikotoksin (Tjokroadikoesoemo, 1986).

2.15 Kloroform
Kloroform merupakan senyawa turunan dari alkana yaitu 3 atom
hidrogen dari metana digantikan oleh 3 atom klor. Kloroform mempunyai
bau yang khas, tidak berwarna, tidak larut dalam air, dan mudah larut dalam
eter dan alkohol. Titik didihnya 61,2 ⁰C dan titik lelehnya -62°C.Kloroform
merupakan turunan asam formiat dan termasuk senyawa polihalogen yaitu
senyawa turunan karboksilat yang mengikat lebih dari satu atom halogen.
Kata kloroform berasal dari kata halogen dan formiat yang artinya struktur
senyawa dapat diturunkan dari asam formiat dengan menggantinya dengan
atom halogen. Kloroform disebut juga haloform karena Brom dan Klor juga
bereaksi dengan metal ketin, yang menghasilkan masing-masing
Bromoform (CHBr3) dan Kloroform (CHCl3). Hal ini disebut CHX3 atau
haloform, karena itulah reaksi ini seringkali disebut sebagai reaksi haloform
(Martunus, 2016)
Tabel 2.7 Sifat kimia dan Fisika Kloroform

Sifat Nilai

Tekanan uap 211 hPa pada 20OC

Bentuk Cair

warna Tidak berwarna

bau Manis
41

Ambang bau 84,9-201,5 ppm

pH Tidak tersedia informasi

Titik lebur -63oC

Titk didih/rentang didih Kira-kira 61oC pada 1013 hPa

Metoda : DIN 51755-1 tidak


Titik nyala menyala
Laju penguapan Tidak tersedia infomasi

Densitas uap relatif 4,26

Densitas 1,48 g/cm3 pada suhu 20oC

Kelarutan dalam air 8,7 g/l pada suhu 23oC

Viskositas dinamis 0,67 mPa.s pada suhu 20oC

Kerapatan (densitas) relatif Tidak tersedia informasi

(Sumber : Merck Industri, 2017).


Pembuatan kloroform :
a) pengfotokloran metana.
b) penurut reaksi haloform
Zat + Halogen + Basa (halogen + basa = hipoklorit). Syarat untuk zat
ini yaitu mempunyai atau pada saat oksidasi menghasilkan gugus CH3COO
(asetil) yang terikat pada atom H atau C. Reaksi haloform ini berlangsung
dalam tiga tahap yaitu:
a) oksidasi (bila perlu)
b) substitusi
c) penguraian oleh basa
Kegunaan kloroform :
a) pelarut untuk minyak asetat, lemak alkaloid, lilin, dammar dan
lainnya.
42

b) pelarut yang baik untuk banyak senyawa organik seperti garam


amonium, sulfanium dan fosfonium.
c) pelarut dalam spektroskopi inframeram
d) menurunkan suhu beku karbon tetraklorida dalam industri karet
anastetik.
e) obat bius, untuk tujuan ini dibubuhi etanol, disimpan di dalam botol
coklat, diisi sampai penuh.
Senyawa halokarbon seperti contohnya kloroform mudah dibuat,
metana berklorin dibuat melalui klorinasi metana. Kloroform (CHCl3), tidak
larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik dan merupakan pelarut
yang efektif bagi senyawa organik lainnya. Dalam pembuatan atau
pensintesisan kloroform perlu diperhatikan beberapa hal yaitu dengan
adanya oksigen dan udara serta sinar matahari maka kloroform dapat
teroksidasi dengan lambat menjadi fosgen (gas yang sangat beracun).
Senyawa halokarbon seperti contohnya kloroform mudah dibuat, metana
berklorin dibuat melalui klorinasi metana. Maka untuk mencegah terjadinya
fosgen ini maka kloroform disimpan dalam botol berwarna coklat yang
terisi dan mengandung 0,5 – 1 % etanol (untuk mengikat bila terjadi fosgen)
(Putranto, 2009).
Berat molekul dari kloroform = 119,35 gram/mol
Dimana : C = 10,06 %
H = 0,84 %
O = 59,09 %
Senyawa kloroform adalah senyawa haloalkana yang mengikat tiga
atom halogen klor (Cl) pada rantai C nya. Senyawa kloroform dapat dibuat
dengan bahan dasar berupa senyawa organik yang memiliki gugus metil (-
CH3) yang terikat apada atom C hidroksi yang direaksikan dengan pereaksi
halogen (Cl2). Beberapa semyawa yang dapat membentuk kloroform dan
senyawa haloform lainnya adalah etanol, 2-propanol, 2-butanol, propanon,
2-butanon. Halogenisasi sering berjalan secara eksplosif dan hampir tanpa
terkecuali menghasilkan campuran produk, karena alasan inilah halogenasi
43

kadang saja digunakan di laboratorium. Struktur senyawa alkana yang


terbentuk dari halogenasi terdiri dari ikatan sigma karbon halogen yang
terbentuk oleh saling menindihnya suatu orbital atom halogen dan suatu
orbital hibrida atom karbon.struktur senyawa alkana yang terbentuk dari
halogenasi terdiri dari Sebuah halogen membentuk suatu. ikatan kovalen
dan karena itu tidak terdapat sudut ikatan disekitar atom ini. Struktur
senyawa alkana yang terbentuk dari halogenasi terdiri dari ikatan sigma
karbon halogen yang terbentuk oleh saling menindihnya suatu orbital atom
halogen dan suatu orbital hibrida atom karbon.struktur senyawa alkana yang
terbentuk dari halogenasi terdiri dari Sebuah halogen membentuk suatu.
ikatan kovalen dan karena itu tidak terdapat sudut ikatan disekitar atom ini.
Namun, karbon menggunakan orbital yang sama tipenya untuk mengikat
atom halogen, hidrogen maupun atom karbon lainnya. Kloroform yang
terdapat dari alkohol dengan kapur klor (0) melalui tiga tingkatan reaksinya,
yaitu:
a) Oksidasi halogen
CH3CH2OH + Cl2 CH3CHO
b) Klorinasi dari hasil oksidasi
CH3CHO + Cl2 CCl3CHO + HCl
CCl3CHO + Ca(OH)2 CHCl3 + (HCOO)2Ca
Sedangkan pada reaksi dengan aseton lebih kuat, sehingga dalam
proses sintesa digunakan alat yang agak berbeda.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
CH3COCH3 + 3 Cl2 CCl3COCH3 + 3 HCl
CCl3COCH3 + Ca(OH)2 CHCl3 + (CH3COO)2Ca

Anda mungkin juga menyukai