Anda di halaman 1dari 6

Teknik Hisab

Sistem hisab ini berdasarkan peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Umur bulan
kadang-kadang 29 hari, kadang 30 hari tergantung penampakan/wujud hilal. Dalam hisab
hakiki terdapat dua aliran yang besar, yaitu :

1. Aliran yang berpedoman kepada ijtima semata.


Aliran ini dalam menentukan awal bulan Qomariyah, biasanya memadukan saat-saat
ijtima dengan fenomena alam lain, sehingga kriteria tersebut menjadi berkembang dan
akomodatif. Fenomena alam yang dihubungkan dengan saat ijtima’ tersebut tidak
hanya satu, sehingga aliran ijtima ini terbagi lagi dalam sub-sub aliran yang lebih
kecil.

2. Aliran yang berpedoman kepada posisi bulan di atas ufuk pada saat matahari
terbenam.
Aliran ini menegaskan bahwa, awal bulan Qomariyah dimulai sejak saat terbenam
matahari setelah terjadi ijtima’ sementara hilal pada saat itu sudah berada di atas ufuk
pada saat malam hari. (Hamidi, 1995)

Metode hisab diformulasikan berdasarkan hasil penyelidikan empirik melalui observasi


terhadap posisi dan gerakan benda-benda langit, maka metode hisab akan berevolusi dengan
progres yang selaras dengan perkembangan hasil penyeledikan itu sendiri. Berikut adalah
rincian evolusi konsep hisab dalam bentuk klasifikasi metode hisab penentuan awal bulanb
Kamariah :

a. Hisab Urfi
Hisab Urfi merupakan sistem perhitungan waktu yang didasarkan pada peredaran
rata-rata bulan mengelilingi bumi, yang dimanifestasikan dalam bentuk siklus
aritrmatika penanggalan Hijriah. Sistem ini hampir serupa dengan kalender Masehi,
dengan deret unit-unitnya yang berbentuk konstanta dinamika angka. Metode hisab
urfi menetapkan 8 tahun sebagai satu siklus. Dalam satu siklus tersebut, terdapat 3
tahun kabisat dan 5 tahun Basitah.

Hisab urfi memungkinkan implementasinya dalam penyusunan kalender. Karena


dinamika perubahan jumlah hari tiap bulan dan tahun adalah konstan dan beraturan,
maka penetapan jangka waktu yang jauh kedepan dan kebelakang dapat
diperhitungkan. Namun, dari keakuratannya sistem ini belum mampu
mengsinkronkan diri dengan dinamika pergerakn objek-objek langit. Sehingga untuk
acuan kalender resmi dan penentuan waktu ibadah, sistem ini masih diasingkan.

b. Hisab Hakiki
Hisab hakiki adalah metode penentuan awal bulan kamriyah yang dilakukan dengan
menghitung gerak faktual bulan di langit sehingga bermula hingga berakhirnya bulan
kamriyah mengacu kepada kedudukan atau perjalanan bulan. Menurut metode ini
umur setiap bulan tidaklah kosntan dan tidak beraturan, melainkan bergantung posisi
hilal setiap bulannya.

Umur bulan yang tidak teratur, antara bulan sebelum dan sesudah, disebabkan karena
jarak antara dua ijtimak yang berurutan tidak selalu sama setiap bulannya. Kadang
hanya 29 hari lebih 6 jam dan kadang 29 hari lebih 19 jam. Dengan demikian, perlu
adanya pembulatan hari untuk menentukan masa sebuah bulan, yaitu antara 29 atau
30 hari.

Metode ini menentukan awal bulan diperhitungkan terlebih dahulu posisi rata-rata
matahari dan bulan serta kecepatan rata-rata gerakannya pada akhir bulan. Kemudian
posisi dan kecepatan keduanya dikoreksi dengan berbagai pertimbangan dan setelah
itu barulah ditentukan tinggi hilal. Perkembangan metode ini dikategorikan menjadi
tiga, yaitu hisab haliki takribiy, hisab hakiki bi tahqiq dan hisab hakiki kontemporer.

a. Hisab Hakiki Takbiri


Hisab hakiki takbiri merupakan sistem perhitungan posisi objek astronomis
berdasarkan gerak rata-rata objek tersebut. Sistem ini menggunakan metode koreksi
yang tidak dihitung secara teliti, yaitu hanya dengan membagi dua waktu antara ijtima
dengan waktu ghurub matahari untuk menentukan tinggi hilal di atas ufuk. Metode ini
pun belum memasukan unsur azimuth bulan, kemiringan ufuk, parallax dan lain-lain.
Sehingga hasilnya masih berupa perkiraan, sehingga belum dapat digunakan untuk
menentukan tempat dan kedudukan bulan.

Metode ini menggunakan data bulan dan matahari berdasrkan data dari tabel Ulugh
Bek dengan proses perhitungan yang sederhana. Hisab ini hanya dilakukan dengan
cara penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian tanpa mempergunakan ilmu
ukur segitiga bola (Spherical trigonometry). (Izzuddin, 2007)

b. Hisab Hakiki Tahkiki


Hisab Hakiki Tahkiki merupakan hisab hakiki yang berorientasi kepada teori-teori
astronomi modern, matematika, serta hasil observasi terbaru, metode ini juga
berpedoman pada dinamika peredaran objek-objek benda langit yang sebenarnya,
sehingga berimplikasi pada keakuratan hasil. Metode ini telah memasukan unsur
azimuth bulan lintang empat, kerendahan ufuk, refraksi semidiameter bulan, parallax
dan lainnya ke dalam proses koreksi perhitungan irtifa’ hilal. Selin itu juga
memperhatikan nilai deklinasi bulan (𝛿( ), sudut waktu bulan (𝑡( ), serta lintang
tempat (𝜑 𝑋 ) yang diproses dengan rumus ilmu ukur segitiga bola (Spherical
trigonometry). Untuk menentukan tinggi hilal, diperhitungkan menggunakan daftar
geniometri dan logaritma.

c. Hisab Hakiki Kontemporer


Hisab Hakiki Kontemporer merupakan sistem metide terbaru, yang paling teliti dan
akurat dalam sejarah perkembangan metode hisab. Metode ini menggunakan hasil
penelitian terakhir dan menggunakan matematik astronomis yang telah
dikembangkan. Sistem metodenya hampir sama dengan metode Hisab Hakiki
Tahkiki, hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan
kemajuan sains, pengaruh alam dan pembelokan cahaya (refraksi) telah
diperhitungkan dengan teliti. Rumus-rumusnya disederhanakan sedemikian rupa
sehingga untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau komputer.

Departemen Agama RI dalam menghisab awal Ramadhan dan awal Syawal


berpedoman kepada kitab-kitab ilmu falak yang tergolong nomor 2 dan nomor 3.

Seperti terdahulu telah dikemukakan, kriteria bulan baru kamariah adalah (1) telah
terjadi ijtimak, (2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam ( gurub ), dan (3) pada
saat terbenamnya matahari, Bulan berada di atas ufuk. Oleh karena itu untuk
penentuan awal bulan harus dilakukan perhitungan terhadap saat terjadinya ijtimak,
saat terbenamnya

matahari ( gurub ) dan posisi Bulan saat terbenamnya matahari. Langkah-langkah


yang harus ditempuh secara garis besar adalah pertama, siapkan data yang diperlukan
untuk perhitungan, kedua, lakukan perhitungan terhadap 1) saat terjadinya ijtimak, 2)
saat terbenamnya matahari, dan 3) posisi Bulan pada waktu terbenamnya matahari.

1. Menghitung Saat Terjadinya Ijtimak


Langkah-langkah menentukan saat terjadinya ijtimak adalah sebagai berikut:

1) Tentukan tanggal Masehi dari hari yang diperkirakan terjadi ijtimak jelang
bulan baru yang hendak dihitung dengan cara mengkonversi tanggal 29 bulan
sebelum bulan yang akan dihitung ke dalam tanggal Masehi dengan metode
perbandingan tarikh. Misalnya jika hendak menghitung awal bulan Syawal
1429 H, maka tentukanlah tanggal berapa Masehi jatuhnya tanggal 29
Ramadan 1429 H (konversikanlah tanggal 29 Ramadan 1429 H ke dalam
tanggal Masehi dengan menggunakan perbandingan tarikh).

2) Cari angka terkecil dari Fraction Illumination Bulan (FIB) pada tanggal hasil
konversi tersebut atau satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya, lalu
catat jam serta tanggalnya. Data tersebut dapat ditemukan dalam daftar data
matahari dan Bulan seperti Ephemeris Hisab Rukyat dan software Hisab
Muhammadiyah. Jam yang terdapat dalam Ephemeris Hisab Rukyat adalah
jam Waktu Umum (WU) atau Universal Time (UT).

3) Hitunglah kecepatan gerak matahari per jam (B") pada Ecliptic Longitude.
Caranya dengan mencari selisih besaran (derajat, menit dan detik) antara
Ecliptic Longitude Matahari (ELM) pada jam FIB terkecil dan ELM pada jam
yang mengapit saat kemungkinan terjadinya ijtimak dengan jam FIB terkecil
tersebut. Untuk menentukan jam yang mengapit saat kemungkinan terjadinya
ijtimak dengan jam FIB terkecil, perhatikan besaran ELM pada jam FIB
terkecil dan besaran Apparent Longitude Bulan (ALB) pada jam FIB terkecil.
Apabila ELM lebih besar dari ALB berarti ijtimak terjadi antara jam FIB
terkecil dan jam sesudahnya, dan apabila ALB lebih besar dari ELM berarti
ijtimak terjadi antara jam FIB terkecil dan jam sebelumnya.

4) Hitunglah kecepatan gerak Bulan per jam (B′) pada Apparent Longitude.
Caranya dengan mencari selisih besaran antara Ecliptic Longitude Matahari
(ELM) pada jam FIB terkecil dan ALB pada jam yang mengapit saat
kemungkinan terjadinya ijtimak dengan jam FIB terkecil tersebut.

5) Hitunglah selisih kecepatan gerak matahari per jam (B″) dan kecepatan gerak
Bulan per jam (B′) dengan cara mengurangkan kecepatan gerak Bulan per jam
(B′) dengan kecepatan gerak matahari per jam (B″).

6) Hitunglah jarak antara matahari dan Bulan dengan cara mencari selisih ELM
dan ALB pada jam sebelum saat kemungkinan terjadinya ijtimak.

7) Hitunglah titik ijtimak dengan cara membagi selisih ELM dan ALB (no. 6)
dengan selisih B′ dan B″ (no. 5).

8) Hitunglah saat terjadinya ijtimak dengan cara menambahkan waktu titik


ijtimak kepada jam sebelum saat kemungkinan terjadinya ijtimak.

9) Konversi jam terjadinya ijtimak yang menggunakan WU ke dalam WIB


dengan menambah 7 jam.

2. Menghitung Saat Terbenamnya Matahari

Setelah ditemukan saat terjadinya ijtimak, maka selanjutnya dihitung saat


terbenamnya matahari pada sore 29 bulan kamariah jelang awal bulan baru
bersangkutan. Untuk menghitung terbenamnya matahari ( gur−b ), maka dilakukan
langkah-langkah berikut:

1) Cari data koordinat tempat yang menjadi markaz perhitungan berikut dengan
ketinggian letaknya di atas permukaan laut.
2) Buat estimasi sementara saat terbenamnya matahari pada sore hari ijtimak
dengan cara melihat jadwal waktu salat bulan lalu atau tahun lalu atau dengan
cara ditetapkan saja di sekitar jam lazimnya matahari terbenam seperti pukul
18:00 WIB misalnya.

3) Cari data untuk empat hal berikut dalam daftar semisal Ephemeris Hisab
Rukyat : a. Data deknilasi matahari pada saat perkiraan gurub (𝛿𝑚 ) b. Data
semi diamaeter matahari pada saat perkiraan gurub (𝑠. 𝑑𝑚 ), c. data Equation
of Time pada waktu gurub (𝑒), dan d. Data refrarksi matahari gurub (𝑅 ′ 𝑚 )

Data a, b, dan c dapat dilihat dalam daftar data matahari dan Bulan seperti
Ephemeris Hisab Rukyat. Jika data bersangkutan sesuai dengan jam yang
dikehendaki tidak tersedia, lakukan interpolasi. Data refraksi matahari diambil
yang paling besar, yaitu pada waktu terbenam gurub, ialah 34’ 30’’.

4) Cari besaran sudut kerendahan ufuk (Dip) :


Dip = 1,76’ √ketinggian tempat yang menjadi markaz perhitungan
5) Hitunglah ketinggian matahari (hm):
(hm) = - (s. dm + R’m + Dip)
6) Hitung sudut waktu matahari (tm) :
(tm) : cos −1 {− tan 𝜑 tan 𝛿𝑚 + sin ℎ𝑚 sec 𝜑 sec 𝛿𝑚 }
7) Hitung ephemeris transit
e.t = 12j – e

8) Tentukan gurub jam setempat (GJS) :


GJS = tm + e.t
9) Cari selisih waktu bujur (𝑠𝑤𝜆)

(𝑠𝑤𝜆) = /𝜆𝑡𝑝 − 𝜆𝑑ℎ/: 15

10. tentukan waktu gurub menurut waktu lokal (local time (l.t.)), atau waktu
daerah misalnya WIB, WITA, WIT dengan rumus :

𝑙. 𝑡 = 𝐺𝐽𝑆 − 𝑠𝑤𝜆

Apabila hasil perhitungan terbenamnya matahari ini tidak sama dengan waktu
perkiraan terbenamnya seperti yang diestimasikan pada angka dua, maka lakukan
hitung ulang dengan bertitik tolak pada jam hasil perhitungan pertama dengan
menyesuaikan data lainnya

3. Menghitung Posisi Bulan Saat Matahari Terbenam


Untuk menghitung ketinggian Bulan pada saat matahari terbenam (gurub),
lakukan langkah-langkah berikut :
1) Carilah besaran deklanasi Bulan (𝛿0 ) pada jam terbenamnya matahari ( gurub
) dalam daftar ephemeris dengan melakukan interpolasi bila data untuk jam itu
tidak tersedia
2) arilah besaran right ascension Bulan (𝛼𝑏 ) pada jam terbenamnya matahari (
gurub ) dalam daftar ephemeris dengan melakukan interpolasi bila data untuk
jam itu tidak tersedia.
3) Carilah besaran right ascension matahari (𝛼𝑚 ) pada jam terbenamnya matahari
( gurub ), dalam daftar ephemeris dengan melakukan interpolasi bila data
untuk jam itu tidak tersedia
4) Hitunglah sudut waktu bulan (𝑡𝑏 ) dengan rumus :
𝑡𝑏 = (𝛼𝑚 −𝛼𝑏 ) + 𝑡𝑚
5) Hitunglah tinggi bulan hakiki (ℎ0 ) ( tinggi titik pusat Bulan dilihat dari titik
pusat bumi) :
ℎ0 = sin−1 (sin 𝜑 sin 𝛿𝑏 + cos 𝜑 cos 𝛿𝑏 cos 𝑡𝑏 )
6) Carilah Horizontal Paralax Bulan (HPb) pada jam terbenamnya matahari (
gurub ) dalam daftar ephemeris dengan melakukan interpolasi bila data untuk
jam itu tidak tersedia.
7) Hitunglah Paralax Bulan (Pb) :
Pb= cos ℎ0 × 𝐻𝑃𝑏
8) Carilah semi diameter Bulaan (s.db) pada jam terbenamnya matahari (gurub)
dalam daftar ephemeris dengan melakukan interpolasi bila data untuk jam itu
tidak tersedia.
9) Hitung tinggi Bulan mar’i (ℎ′𝑏 ) dengan rumus :
ℎ′𝑏 = (ℎ𝑏 − 𝑃𝑏 ) + 𝑅′𝑏 + 𝑠. 𝑑𝑏 + 𝐷𝑖𝑝
10) Catat hasilnya. Ini menunjukan tinggi piringan atas Bulan menurut pengamat.
(Muhammadiyah, 2009)

Anda mungkin juga menyukai