Anda di halaman 1dari 17

FAKTA DAN MITOS HIV/AIDS

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS yang


diampuh dr.Edwina R. Monayo, M.Biomed

OLEH
KELOMPOK 2 :

DIMAN APRIYADI MANTO (841416066)


CRISELA DEWI BOLOTA (841416010)
ZIAH ANISA SUNE (841416099)
LUTHFIAYYAH Q.A BUHUNGO (841416003)
CINDRAWATI (841416034)
FITRAH MEDYATI Z. MAKSUD (841416039 )
HASNI MONTAWALI (841416067)
ASNA DIDIPU (841416122)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU NERS
2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian HIV/AIDS .................................................................................. 3
2.2. Fakta dan Mitos HIV/AIDS ......................................................................... 3
2.3 Penularan HIV/AIDS ................................................................................... 6
2.4 Pencegahan HIV/AIDS ................................................................................ 8

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ................................................................................................ 12
3.2. Saran ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................iii


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang
diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang “FAKTA dan MITOS HIV/AIDS” yang akan sangat berguna terutama
untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.

Gorontalo, Maret 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena rumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan presemmal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,
berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa
lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien
AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah
geografis tempat hidup pasien.
Sel CD4 dan menjadikan virus sebagai tempat berkembang biak, kemudian
merusaknya sehingga tidak dapat berfungsi lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel
darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh
maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan
jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau
pilek biasa. Manusia yang terkena virus HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS,
melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV
untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa definisi dari HIV/AIDS?
2) Apa saja fakta dan mitos dari HIV/AIDS?
3) Bagaimana penularan HIV/AIDS?
4) Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?

C. TUJUAN PENULISAN
1) untuk mengetahui definisi HIV/AIDS.
2) untuk mengetahui fakta dan mitos HIV AIDS.
3) untuk mengetahui penularan HIV/AIDS
4) untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah virus. Kepanjangan singkatan HIV adalah Human
Immunodeficiency Virus (Virus yang melemahkan kekebalan tubuh manusia).
Artinya virus ini menyerang dan menghancurkan system kekebalan dalam
tubuh manusia. Sistem kekebalan merupakan system pertahanan tubuh yang
alami untuk melawan segala jenis infeksi dan penyakit. (Jurnal Sudikno, 2011)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu
sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan dari karena menurunnya system
kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan oleh infeksi
HIV. (Jurnal Sudikno, 2011)

2. Fakta dan Mitos HIV/AIDS


MITOS : virus HIV dapat menular melalui nyamuk :
 FAKTA : virus HIV tidak dapat menular melalui gigitan nyamuk karena
pada saat nyamuk menggigit dan menghisap darah manusia yang
kemugkinan telah terifeksi oleh virus HIV, virus akan masuk ke sistem
pencernaan nyamuk dan virus ini akan mati dan tidak mampu untuk
bertahan dalam tubuh nyamuk karena ketergantungan virus HIV terhadap
sel T yang hanya terdapat dalam tubuh manusia yang mana sel ini
berfungsi sebagai inang dalam perkembangan virus HIV. Sedangkan pada
nyamuk tidak terdapat sel T (menurut dr. Ady, 2013)

MITOS : saat ini sudah ada obat yang dapat menyembuhkan HIV dan
AIDS
 FAKTA : saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS.
Namun sekarang terdapat obat yang dapat menghambat perkembangan
virus HIV dalam tubuh manusia. Obat yang disebut dengan ‘antiretroviral’
dapat menekan laju perkembangan virus HIV dalam tubuh seseorang
hingga hampir ke tingkat yang tidak terdeteksi lagi. Obat tersebut
mencegah perkembangan reproduksi virus HIV dan penghancuran system
kekebalan tubuh. Walaupun demikian hingga saat ini, jika penderita AIDS
mengkonsumsinya sesuai aturan, obat tersebut mampu memperpanjang
hidup pasien tersebut untuk beberapa tahun bahkan juga sampai puluhan
tahun, daripada mereka yang tidak mendapat pengobatan ini.
(Kemendiknas, 2009)

MITOS : Berhubungan seks sekali saja tanpa kondom dengan orang yang
terinfeksi HIV tidak ada resiko tertular HIV.
 FAKTA : virus HIV menular melalui cairan tubuh (seperti Cairan vagina,
air mani, dan air susu ibu. Pada saat melakukan hubungan seks dengan
orang yang terinfeksi HIV tanpa menggunakan kondom (meskipun hanya
sekali) dapat sangat beresiko untuk menularkan HIV. Pada umumnya
setelah berhubungan seks dengan orang terinfeksi HIV maka virus itu akan
masuk ke dalam tubuh manusia dan awalnya tidak akan menimbulkan
gejala (asimptomatis) dan tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan
virus namun virus ini berkembang dan sudah bisa di tularkan ke orang
lain. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu. Maka dari itu untuk
memastikan tubuh terinfeksi HIV atau tidak yaitu dengan melakukan tes
HIV (tes darah).

MITOS : Bayi yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang HIV positif
pasti akan tertular HIV ibunya.
 FAKTA : tidak semua bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV pasti
positif HIV juga. Jika seorang wanita mengidap HIV, dipastikan 20%
hingga 45% dia akan menularkan virus HIV kepada anaknya pada saat
kehamilan, kelahiran atau pada masa menyusui. Melalui pengobatan
dengan obat-obatan tertentu penularan ini dapat direduksi menjadi 2-7%
atau bisa lebih rendah lagi. (Kemendiknas, 2009)
Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi
HIV merupakan inti dari intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak. Bentuk intervensi tersebut berupa penawaran tes HIV pada ibu
hamil, pemberian ARV bagi ibu hamil yang diketahui positif terinfeksi
HIV, persalinan yang aman, tatalaksana pemberian makanan pada bayi,
pemberian ARV profilaksis pada anak, dan pemeriksaan diagnosik HIV
pada anak. Keseluruhan jenis intervensi tersebut akan mencapai hasil yang
efektif jika dijalankan secara berkesinambungan. Kombinasi intervensi
tersebut merupakan strategi yang paling efektif untuk mengidentifikasi
perempuan yang terinfeksi HIV serta mengurangi risiko penularan HIV
dari ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran.
(Menurut Safitri, dkk. 2013).

MITOS : HIV/AIDS hanya menular pada pekerja seks


 FAKTA : HIV bisa menular pada siapa saja, tidak ditentukan oleh jenis
kelamin, pekerjaan, orientasi seksual. HIV bukan saja menyerang pada
kalangan WPS L (Wanita Pekerja Seks Langsung), WPS TL (Wanita
Pekerja Seks Tidak Langsung), Pengguna Narkotika Suntik, Waria, Gay,
dan Pasangan Beresiko Tinggi, tetapi juga pada bayi, remaja, perempuan
dan laki-laki yang taat pada agama, petugas kesehatan dan orang-orang
pada umumnya. HIV menyebar sangat pesat dikalangan ribuan remaja
melalui hubungan seksual. Dari data KPA Provinsi Kalimantan Selatan
pada bulan Maret 2013 menyebutkan tingginya persentase yang terkena
virus HIV pada rentang usia 20-29 tahun sebesar 38,9% yang mana pada
usia ini adalah masa transisi dari remaja akhir ke masa dewasa awal.
(Sudikno, dkk 2010)

HIV menular melalui penggunaan toilet yang pernah digunakan oleh


ODHA, Berenang bersama ODHA
 FAKTA : HIV tidak menular melalui kontak (kegiatan) sosial, misalnya:
penggunaan toilet dan penggunaan alat makan dan minum yang digunakan
ODHA. Berenang, bersalaman dengan ODHA tidak akan menularkan
HIV. (Kemenkes, 2009).
Prinsip pada kontak sosial ini tidak terjadi pertukaran cairan yang dapat
menularkan HIV. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa)
atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui. (Sudikno, dkk 2010)

MITOS : Boleh melakukan hubungan seks tanpa kondom jika anda dan
pasangan sama-sama positif
 FAKTA : untuk melakukan hubungan seksual tetp disarankan untuk
menggunakan kondom meski sama-sama HIV positif, karena tipe virus
pada satu penderita bisa saja berbeda dengan penderita lainnya. Maka bisa
terjadi pertukaran dan penambahan virus HIV ketika berhubungan seksual
tanpa kondom. Bila terjadi penambahan virus tipe baru , maka HIV yang
diderita bisa semakin parah dan meningkatkan peluang kematian karena
system kekebalan tubuh semakin rendah. (menurut dr. Aritha Herawati)

3. Penularan HIV/AIDS
Virus HIV tidak dapat tersebar dengan sendirinya atau bertahan lama di
luar tubuh manusia. Virus tersebut membutuhkan cairah tubuh manusia untuk
bisa hidup, bereproduksi dan mampu menularkan ke orang lain. Virus tersebut
ditularkan melalui darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu dari
pengidap HIV. Penyebaran/penularan virus HIV tersebut, yakni:
 Hubungan seks tidak aman
Hubungan seks (melalui vagina, anal, atau oral) dengan pengidap HIV atau
penderita AIDS merupakan cara yang banyak terjadi pada penularan HIV dan
AIDS. Secara biologis wanita berisiko tinggi terhadap infeksi HIV melalui
hubungan seks vagina daripada pria. Dari sisi budaya kaum wanita juga
rentan karena status gendernya seringkali tidak mampu untuk meminta
pasangannya agar melakukan hubungan seks yang aman yaitu dengan
menggunakan kondom. Berhubungan seks secara anal, baik antara pria
dengan pria maupun pria dengan wanita, berisiko sama tinggi, terutama bagi
pasangan yang tertular infeksi. Hal ini disebabkan karena lapisan anus dan
poros usus (rectum) mudah rusak selama berhubungan seks. Sementara itu
berhubungan seks secara oral juga berisiko tinggi pada saat air mani yang
keluar dari ejakulasi masuk ke dalam mulut, atau ketika terjadi luka atau
radang dalam mulut akibat infeksi menular seksual (Sexually Transmitted
Infections/STIs), atau akibat sikat gigi atau radang sariawan. Luka ini menjadi
penghantar masuknya virus HIV menuju aliran darah.
 Melalui Darah yang Tercemar HIV
Penyebaran juga terjadi di beberapa tempat-tempat perawatan kesehatan yang
tidak memenuhi standar, atau melalui transfusi darah yang belum dilakukan
screening / skrining terhadap HIV.
 Penggunaan jarum suntik tidak steril
Penyebaran virus HIV terjadi, ketika orang menggunakan jarum suntik atau
alat injeksi yang tidak steril secara bersama, biasanya terjadi di kalangan para
penyalahguna narkoba dan di antara mereka ada yang mengidap HIV.
 Melalui Ibu kepada Anaknya
Jika seorang wanita mengidap HIV, dipastikan 20% hingga 45% dia akan
menularkan virus HIV kepada anaknya pada saat kehamilan, kelahiran atau
pada masa menyusui. Melalui pengobatan dengan obat-obatan tertentu
penularan ini dapat direduksi menjadi 2-7% atau bisa lebih rendah lagi.
Sangat penting untuk diingat bahwa jarang sekali wanita merupakan
penyebab utama penularan virus HIV terhadap anaknya. Selalu ada rangkaian
peristiwa yang terjadi di antara sesama manusia dan di antara kejadian.
Banyak kemungkinan terjadi bagaimana seorang wanita terinfeksi virus HIV
dan menularkan kepada bayinya. Seorang wanita dapat terkena HIV transfusi
darah yang tercemar HIV atau melalui jarum suntik yang tidak steril. Atau dia
menjadi pengidap HIV karena melakukan hubungan seks tidak aman dengan
seorang pengidap HIV, baik atas kemauan sendiri maupun terpaksa. Atau
kemungkinan bisa terjadi jika ayah sang anak telah terinfeksi selama
berhubungan seks sebelum nikah dan menularkan virus tersebut kepada
istrinya tanpa sadar, atau juga sang suami telah berhubungan seks tanpa
pengaman dengan pasangan wanita lain tanpa memberitahu istrinya.

4. Pencegahan HIV/AIDS
Sejauh belum ada pengobatan terhadap virus HIV sangat mutlak untuk
mengetahui pencegahan penularan virus HIV:
 Hubungan seks.
Tiga strategi yang biasanya digunakan untuk mengurangi risiko penularan
infeksi virus HIV melalui hubungan seksual. Semakin banyak berganti
pasangan seks, semakin besar risiko terinfeksi virus HIV terutama hubungan
seks tanpa pengaman dengan kondom. Strateginya sebagai berikut:
- Abstinence - Pantangan melakukan hubungan seks
- Be faithful - Setia kepada satu pasangan
- Condom - Seks aman dengan menggunakan kondom, baik kondom untuk
perempuan maupun untuk laki-laki.
Tiga hal tersebut disebut dengan ‘Metode ABC’. Usaha pencegahan yang
menuntut tiga hal tersebut untuk mengurangi jejaring seks dan meningkatkan
seks aman. Pendekatan hanya dengan pantangan tidak akan efektif karena tidak
semua pria dan wanita yang aktif melakukan hubungan seks mampu
melakukan pantangan seks. Sementara itu Setia pada satu pasangan seks hanya
dapat dibuktikan secara efektif jika keduanya saling mematuhinya. Tiga
strategi di atas harus dihargai sebagai pendekatan terpadu untuk pencegahan
HIV. (Kemendiknas 2009)
 Jarum suntik dan alat tranfusi yang tidak steril.
Peralatan yang tidak steril mutlak harus dihindari, karena peralatan
semacam itu relative efektif bagi penularan HIV. Untuk mengurangi risiko,
maka jarum suntik sebelum digunakan harus disterilkan dari kuman dengan
desinfektan. Demikian juga peralatan tato harus steril. Penyalahguna narkoba
pun tidak boleh berbagi alat jarum suntik dengan orang lain. (Kemendiknas,
2009)
 Skrining Transfusi Darah
Transfusi darah harus dihindari jika darah yang tersedia belum diskrining
terhadap HIV dan AIDS tidak boleh berbagi alat jarum suntik dengan orang
lain. Transfusi darah harus dihindari jika darah yang tersedia belum diskrining
terhadap HIV dan AIDS. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2011,
pada pasal 11 dijelaskan bahwa skrining tes/uji saring darah wajib dilakukan.
Skrining tes/uji saring darah dimaksudkan untuk mencegah penularan infeksi
yang ditularkan lewat darah dari pendonor darah kepada pasien, pencegah
penyakit menular ini minimal meliputi pencegahan penularan penyakit
HIV/AIDS, Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis. HIV dapat menular melalui
berbagai cara, salah satu cara penularan virus HIV dengan transfusi darah
maupun produk darah lainnya. Dengan masa jendela yang cukup lama pada
tubuh penderitanya serta tidak adanya gejala khas bagi orang yang baru
terjangkit virus ini menyebabkan tidak sedikit orang yang tidak tahu bahwa ia
telah terinfeksi virus HIV. Sehingga bagi orang yang ingin mendonorkan
darahnya kepada orang yang membutuhkan darah maupun mendonorkan
darahnya secara sukarela namun setelah uji saring ditemukan adanya virus HIV
maka darah tidak dapat didonorkan. Karena hal ini tentunya justru akan
membahayakan jiwa penerima donor (Hutapea R, 2011 dalam jurnal Aminah,
Siti 2015)
 Penularan dari ibu ke anaknya.
Infeksi penularan dari ibu pengidap HIV kepada anaknya dapat dicegah
dengan obat-obatan yang dapat menghentikan masuknya virus HIV ke janin
bayi. Bila memungkinkan, ibu pengidap HIV disarankan untuk menyusui
secara ekslusif selama 6 bulan sebelum bayi mendapatkan makanan tambahan.
Perlu diperhatikan bagi wanita yang sedang hamil atau dipertimbangkan akan
hamil dan diperkirakan ia tertular virus HIV untuk segera menjalani konseling
dan tes HIV.
 Dalam pedoman nasional terapi ARV yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI
tahun 2007 mengacu pada rekomendasi WHO (2006), pemberian terapi ARV
disarankan bagi ibu hamil jika berada dalam salah satu dari ketiga situasi
berikut, yaitu stadium klinis 1 atau 2 dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm, atau
stadium klinis 3 dengan CD4 kurang dari 350 sel/mm, atau stadium klinis 4
tanpa mempertimbangkan jumlah CD4 (WHO, 2006; Kemenkes RI, 2011)
 Nielsen-Saines et al. (2012) melakukan studi komparatif untuk
membandingkan efikasi penggunaan AZT tunggal dengan dual terapi AZT
(kombinasi 2 obat yang mengandung AZT) atau AZT dalam kombinasi 3 obat
bagi bayi yang lahir dari ibu yang tidak menerima terapi ARV selama periode
antepartum dikarenakan keterlambatan diagnosis HIV. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa profilaksis dengan regimen 2 atau 3 obat ARV lebih
unggul dibandingkan dengan penggunaan AZT tunggal dalam pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak. Regimen dua obat dipilih karena memiliki
toksisitas yang lebih rendah dibandingkan regimen 3 obat (Nielsen-Saines et
al., 2012).
 Penelitian yang dilakukan oleh Lambert et al. (2003) menyebutkan bahwa
penggunaan kombinasi (ARV profilaksis) AZT dan 3TC pada bayi baru lahir
hingga usia 2 hingga 6 minggu dinilai aman berdasarkan pemeriksaan klinis,
hematologi, dan biokimia. Namun perlu dilakukan pemantauan terhadap
kejadian toksisitas hematologi pada bayi tersebut. Hasil penelitian tersebut juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chasela et al. (2010) yang
menemukan bahwa penggunaan NVP-sd pada bayi baru lahir, dilanjutkan
dengan kombinasi AZT dan 3TC hingga usia 7 hari terbukti tidak berhubungan
dengan kejadian merugikan fatal dari penggunaan ARV.
 Data mengenai cara persalinan ibu penderita HIV di RSUP Sanglah Denpasar
menunjukkan bahwa ibu yang telah menegakkan status terinfeksi HIV sebelum
kelahiran anak dianjurkan untuk memilih persalinan secara seksio sesarea,
sedangkan kelahiran pervaginam terjadi hanya karena anak lahir secara
spontan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa proses persalinan
merupakan kemungkinan terbesar terjadinya penularan HIV secara vertikal,
dengan risiko diperkirakan sebesar 10-20 % dari total 45% risiko transmisi
HIV dari ibu ke anak (IDAI, 2012; Kemenkes RI, 2012).Persalinan secara
seksio sesarea menunjukkan proteksi sebesar 80-89 % dalam pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak (Thorne et al., 2010; Delicio et al, 2011).
 Data mengenai jenis nutrisi yang diberikan pada anak yang lahir dari ibu
penderita HIV/AIDS yang mengikuti program PPIA di RSUP Sanglah
Denpasar menunjukkan bahwa seluruh (100%) anak tersebut diberikan susu
formula eksklusif, yaitu hanya diberikan susu formula tanpa cairan atau
makanan padat pada usia 0-6 bulan (Kemenkes RI, 2010). Hal ini didasarkan
pertimbangan bahwa pemberian susu formula memiliki risiko minimal (0%)
untuk penularan HIV dari ibu ke bayi, sedangkan pemberian ASI eksklusif dan
makanan campuran (campuran ASI dengan makanan atau cairan lain) berkaitan
dengan risiko penularan HIV berturut-turut sebesar 5-15 % dan 24,1%
(Kemenkes RI, 2011).
( menurut Safitri, dkk. 2013).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HIV adalah virus. Kepanjangan singkatan HIV adalah Human
Immunodeficiency Virus (Virus yang melemahkan kekebalan tubuh manusia).
Artinya virus ini menyerang dan menghancurkan system kekebalan dalam
tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan dari
karena menurunnya system kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun
yang disebabkan oleh infeksi HIV. Beberapa fakta dan mitos HIV AIDS
yakni penularan melalui nyamuk, penularan melalui kontak sosial, tentang
sudah ada obat yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS, dan lain lain.
Penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual, penggunaan
jarum suntik, transfuse darah tanpa melaui skrining, penularan dari ibu ke
anaknya. Untuk pencegahannya yaitu tidak sembarangan melakukan
hubungan seks, setia pada pasangan, tidak menggunakan narkoba, uji skrining
darah (transfuse), dan mencegah penularan dari bu ke anak dengan
pengobatan ARV.

B. SARAN
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar
bermanfaat untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan
dari makalah ini dapat memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti. 2015. HIV Reaktif pada Calon Donor Darah di Unit Donor Darah
(UDD) Pembina Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Lampung dan
Unit Transfusi Darah PMI RSUD Pringsewu tahun 2010 – 2014.
Lampung. Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
: Jurnal Volume 4, No. 2 September 2015

Andalia, Nurlena, dkk. 2017. Hubungan antara pengetahuan dan persepsi siswa
terhadap penularan penyakit AIDS. Universitas Serambi Mekkah. Jurnal
Serambi Ilmu, Edisi Maret 2017 Volume 28 Nomor 1

Dibyo, Prasojo. 2017. Peran Religiusitas Pada Penderita HIV dan AIDS yang
Mengalami Depresi. Banjarmasin. Jurnal Studia Insania, Mei 2017, hal
46-70 Vol. 5, No. 1

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009.


Modul Pelatihan Intervensi Perubahan Perilaku: Paket 1. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Huriati. 2014. HIV/AIDS pada anak. Makassar. Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN
Alauddin Makassar. Volume 9 Nomor 2 Tahun 2014

Saputri, L. O, dkk. Pelaksanaan intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke


anak (PPIA) di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2011. Bali. Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Udayana.
Sudikno,dkk. 2011. Pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2010. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan
Masyarakat. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No 3, Agustus 2011 :
145 -154

Widjajanti, Widaninggar, dkk. 2009. Pendidikan Pencegahan HIV. Jakarta.


Sekretariat Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Pusat Informasi
dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan Nasional RI

www.gacapus.com Georgia Department of Public Health 5/2016

Anda mungkin juga menyukai