Anda di halaman 1dari 9

Nama : Hasni Montawali

Nim : 841416067
Kelas :A
Semester : 4
RESUME
SOLUSIO PLASENTA
A. Definisi
Solusio Plasenta atau atau Abrupsio Plasenta merupakan perdarahan
uterus yang terjadi setelah pelepasan plasenta secara prematur yang terletak
diarea yang normal. Kondisi ini cenderung tersembunyi pada hampir
sepertiga kasus ( yaitu tidak terlihat pengeluaran darah pervagina) dan
terlihat pada dua pertiga kasus.
Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta
a Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan
lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas
sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum
tampak dan terdapat perdarahan hitam pervagina.
b Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai
dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai
tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat
janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban
tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat
sekitar 2 jam.
c Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua
pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba,
perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai
IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah
dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan
Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan
pembekuan darah fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. Pada saat ini
gangguan ginjal mulai nampak.
B. Etiologi
Pada kebayangkan kasus, solusio plasenta cenderung tidak diketahui,
meskipun bukti yang ada menunjukkan keterkaitan kasus ini dengan
gangguan invasi trofoblastik. Keterkaitan lainnya meliputi trauma
abdomen secara langsung (misalnnya kecelakaan lalu lintas, penyerangan,
versi sevalik external), paritas tinggi, overdistensi uterus (polihidramnion
dan kehamilan kembar), Dekompresi uterus secara tiba-tiba (misalnnya
pelahiran bayi kembar pertama atau lepasnya polidramnion) dan kebiasaan
merokok. Keterkaitan kondisi ini dengan hipertensi dapat merefleksikan
penyebab langsung atau dapat merupakan manifestasi dari buruknnya
invasi trofoblastik.
a. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen, pada bagian uterus tegang dan nyeri saat ditekan
Hal ini dikarnakan darah menembus selaput ketuban
sehingga darah masuk ke kantung ketuban hal ini menyebabkan
ekstravasasi hebat hal inilah yang memicu uterus couvelaira (perut
terasa sangat tegang dan nyeri saat ditekan).
2. Perdarahan pervagina darah yang keluar dari vagina biasannya
berwarna gelap dan tampa bekuan
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan
sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru
diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang
berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya
hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian
dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
C. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio
plasenta berlangsung.Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
1. Syok Perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum
karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada
pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah
asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit
volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun
kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal,
tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme
akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian
terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian
darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah
segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi
oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan
terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.
3. Kelainan Pembekuan Darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan
kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup
bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila
kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan
terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan
pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler,
venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated
intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah
kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya
kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut,
maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler
tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat
mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang
penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha
tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang
tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan
pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinikpengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena
pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu
lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan
penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini
harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan. Komplikasi yang
dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

a. Penanganan
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat
atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio PlasentaRingan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu
dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria,
bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.
b. Solusio PlasentaSedang dan Berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas
ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke
dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor
pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat
dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami
gangguan.
c. Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta
Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal
mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan
penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan
umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio
plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang
mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan
secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu
diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu
pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan
persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah
seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan
indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan.

b. Pengobatan
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan
kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid
(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan
dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret
sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

Anda mungkin juga menyukai