(Amina) Laporan Home Visit
(Amina) Laporan Home Visit
SKIZOFRENIA RESIDUAL
Diajukan kepada:
dr. Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ (K)
Disusun oleh:
Amina Noor Aisyah
20130310099
Oleh:
Amina Noor Aisyah
20130310099
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RSUD Wonosari
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien (Autoanamnesis)
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Alamat : Wiyoko Tengah, Wonosari
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SD
Suku/Warganegara : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 6 November 2017
2. Identitas Keluarga (Alloanamnesis)
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Alamat : Wiyoko Tengah, Wonosari
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Suku/Warganegara : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Hubungan dengan pasien : Kakak pasien
3
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien sering mengalami bingung berlebihan dan sering berbicara
sendiri.
4
tetapi tidak ada satupun yang mampu membuat kondisi pasien menjadi
lebih baik. Karena tidak ada perubahan pada pasien, akhirnya pada tahun
1993 pasien dibawa oleh keluarga ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Soerojo
Magelang untuk diperiksa. Saat itu pasien mondok untuk pertama kalinya
selama kurang lebih 1 bulan. Gejala pasien mulai membaik dan pasien rutin
minum obat dan kontrol di RSJ Dr. Soerojo Magelang. Meskipun begitu
pasien hanya mengalami perbaikan gejala dan tidak pernah dinyatakan
sembuh. Saat pasien rutin minum obat dan mengalami perbaikan gejala,
pasien menjadi tidak terlalu sering berbicara sendiri, dapat tidur, tidak
mengamuk, tidak keluyuran, dan tidak mengambil barang milik
tetangganya lagi. Pasien dapat dinasehati dan dapat diajak berbicara
meskipun kadang masih tidak nyambung.
Pasien pernah berhenti minum obat pada tahun 1998 dan tahun
2013. Pada tahun 1998 pasien berhenti minum obat dikarenakan obat yang
habis dan pada tahun 2013 pasien berhenti minum obat dikarenakan tidak
ada yang bisa mengambilkan obat untuk pasien karena keluarga sibuk
mengurus ayah pasien yang sedang sakit sampai meninggal. Saat tidak
rutin minum obat, gejala-gejala pasien mulai memburuk dan kumat lagi
sehingga pasien mondok RSJ Magelang pada tahun 1998 dan RSJ Grhasia
pada tahun 2013. Setelah mondok di RSJ Grhasia pasien rutin kontrol ke
RSJ Grhasia dan kini pasien rutin kontrol dan minum obat dari RSUD
Wonosari. Pasien belum pernah kumat lagi semenjak keluar dari RSJ
Grhasia.
Saat ini kondisi pasien masih sering berbicara sendiri sampai larut
malam, nafsu makan tetap baik, pasien dapat tidur, dapat diajak berbicara
meskipun kadang tidak nyambung, dapat diminta untuk melakukan
pekerjaan rumah, dapat bersosialisasi dengan tetangga, dan sudah tidak
keluyuran lagi. Semenjak gejala pertama kali muncul, pasien tidak pernah
menunjukkan gejala gerakan-gerakan mematung atau mempertahankan
suatu gerakan tertentu, tidak ada pikiran-pikiran dikendalikan maupun
curiga oleh lingkungan sekitar, tidak pernah hilang nafsu makan, tidak
5
pernah menyakiti diri sendiri maupun orang lain, serta tidak ada sedih dan
cemas berlebihan.
6
Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di pabrik jamu di Solo selama kurang dari
satu tahun.
Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien pernah mendapatkan tuduhan melakukan pencurian dan
pernah ditangkap oleh polisi.
Riwayat Agama
Pasien beragama Islam sejak lahir.
Riwayat Aktivias Sosial
Pasien dapat bersosialisasi dengan tetangga-tetangga di
sekitarnya dan terkenal mudah bergaul.
7
6. Riwayat Personal Sosial
Pasien memiliki kebiasaan merokok sampai sekarang. Konsumsi
alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang disangkal. Pasien dapat
bersosialisasi dengan keluarga dan tetangganya dengan baik. Pasien sudah
dapat melakukan pekerjaan rumah sehari-hari. Hubungan pasien dengan
keluarganya dapat dikatakan baik dan keluarga pasien tampak sangat
menyanyangi dan perhatian kepada pasien serta merawat pasien dengan
baik.
C. STATUS PSIKIATRI
Tanggal pemeriksaan: 15 Desember 2017
1. Kesan Umum
Seorang laki-laki berusia 41 tahun, berbadan gemuk, tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu pendek, kulit berwarna kecoklatan, tampak berpakaian
rapi dan sederhana, tidak mencolok serta tidak beralas kaki. Tampak rawat
diri cukup baik. Pasien tampak bingung, terdapat kesan regresi dan tidak
sesuai usia. Tatapan mata terkadang kosong, ekspresi terkadang tampak
datar dan ekspresi tampak lambat dalam merespon situasi. Berbicara
banyak dan tidak relevan, senang melucu. Tidak tampak sedih. Rambut
pasien keriting dan tampak banyak ditumbuhi uban. Bibir tampak
kehitaman dan mulut bau rokok. Tidak tampak sakit.
2. Kognitif
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi : orang / waktu / tempat + / + / +
8
4. Persepsi
Halusinasi Auditorik :+
Halusinasi Visual : sulit untuk dievaluasi
Halusinasi Taktil : sulit untuk dievaluasi
Halusinasi Olfaktori : sulit untuk dievaluasi
Halusinasi Gustatorius : sulit untuk dievaluasi
Ilusi : sulit untuk dievaluasi
5. Pikiran
Bentuk Pikir : tidak realistis
Isi Pikir : sulit untuk dievaluasi
6. Pembicaraan
Pembicaraan pasien banyak, sering melucu, tidak terdapat hendaya
berbahasa, dan tidak relevan.
7. Psikomotor
Pasien tampak tenang, tidak tampak gelisah, tidak ada gerakan-gerakan
involunteer.
8. Insight
Derajat IV menyadari keadaan sakitnya disebabkan karena sesuatu yang
tidak diketahui dalam diri pasien.
9. Reliabilitas
Kurang dapat dipercaya.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 116/71 mmHg
9
Frekuensi Nadi : 103x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : afebris
4. Kepala dan Leher
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : deformitas (-), sekret (-/-)
Hidung : deformitas (-), sekret (-/+)
Mulut : tampak kehitaman, gigi menguning
Leher : pembesaran limfonodi (-)
5. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak pada SIC V linea
midclavicula sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea
midclavicula sinitra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Suara jantung I-II reguler, bising jantung (-)
6. Pulmo
Inspeksi : deformitas (-), simetris, tanda inflamasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing
(-)
7. Abdomen
Inspeksi : perut tampak lebih tinggi dibandingkan dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
8. Ekstremitas
Edema : (-)
Akral : hangat
10
E. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang pasien laki-laki berusia 41 tahun datang ke Poliklinik Jiwa
RSUD Wonosari dengan keluhan utama yaitu bingung berlebihan dan sering
berbicara sendiri. Keluhan ini pertama kali dirasajak sejak 24 tahun yang lalu.
Menurut keluarga pasien, selain keluhan di atas, pasien juga pernah
mengamuk, teriak-teriak, mengambil barang-barang milik tetangga tetapi jika
diminta akan dikembalikan, jarang tidur, tidur di luar dan keluyuran. Pasien
juga pernah menggelandang dan hilang dari keluarganya selama 1 bulan serta
berjalan kaki dari Jawa Barat sampai ke rumah di Wonosari. Keluhan-keluhan
ini terjadi tidak mengenal jam, dapat terjadi baik pada siang maupun malam
hari. Pasien sudah pernah mondok di RSJ Magelang dan RSJ Grhasia. Setelah
mondok yang terakhir, pasien rutin kontrol dan minum obat sehingga keluhan
membaik. Pasien pernah berhenti konsumsi obat dan gejala kembali muncul.
Pasien belum pernah sembuh total. Pada pemeriksaan status mental, tampak
kesan regresi dan tidak sesuai usia. Persepsi dan isi pikir sulit dinilai karena
pembicaraan pasien yang tidak relevan dan reliabilitas yang kurang. Halusinasi
auditorik dapat dikatakan ada berdasarkan penuturan keluarga yang
mengatakan pasien sering berbicara sendiri. Pasien sudah menyadari bahwa
sakit yang dirasakannya ini berasal dari dirinya sendiri namun pasien belum
menyadari penyebab dari munculnya sakit ini. Pasien belum pernah dinyatakan
sembuh total, tetapi kini kondisi pasien sudah membaik dan semakin berkurang
gejalanya.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia Residual (F20.5)
Aksis II : belum ditemukan adanya kelainan
Aksis III : belum ditemukan adanya kelainan
Aksis IV : trauma dengan polisi
Aksis V : 60 – 51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
11
Diagnosis Banding
Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)
G. TERAPI
1. Psikofarmakoterapi
Risperidone 2 mg 2 x 1
Clozapine 100 mg 1 x ¼ (malam hari)
Trihexyphenidyl 2 mg 2 x ½
2. Edukasi
a. Pada pasien
Edukasi mengenai keadaan penyakit pasien dan kondisi pasien
saat ini
Edukasi pada pasien mengenai pentingnya minum obat secara
teratur
Edukasi pada pasien mengenai kontrol rutin selama penggunaan
obat serta tidak menghentikan obat secara sembarangan
b. Pada keluarga
Edukasi mengenai keadaan penyakit pasien dan kondisi pasien
saat ini
Edukasi kepada keluarga untuk memantau kepatuhan pasien
dalam minum obat
Mendampingi pasien untuk kontrol rutin berikutnya
Edukasi kepada keluarga pasien untuk memberikan perhatian,
dukungan, serta semangat kepada pasien.
H. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dapat dikatakan sebagai dubia ad malam.
Prognosis pasien dikatakan dubia ad malam karena onset sakit pasien yang
muncul pada usia muda (muncul pada usia 17 tahun), status pasien yang masih
lajang, adanya gejala negatif dari sindrom psikosis seperti kemiskinan dalam
12
kuantitas pembicaraan dan afek yang inappropriate, serta tidak remisi selama
3 tahun.
13
BAB II
PEMBAHASAN
B. ANALISIS MASALAH
Pasien Tn. S diberikan psikofarmakoterapi berupa risperidone 2 mg 2
x 1, clozapine 100 mg 1 x ¼ , dan trihexyphenidyl 2 mg 2 x ½ . Risperidone
termasuk obat anti-psikosis atipikal yang memiliki mekanisme kerja berupa
serotonin-dopamine antagonist. Selain memblokade dopamine pada reseptor
pasca-sinaptik neuron di otak, obat ini juga memiliki afinitas pada “Serotonin
5 HT2 Receptors”. Obat anti-psikosis atipikal selain efektif untuk mengatasi
gejala positif dari sindrom psikosis, juga efektif untuk mengatasi gejala
negative dari sindrom psikosis. Gejala negative sendiri adalah gejala yang
menonjol atau khas pada Skizofrenia Residual. Pemberian dosis sejumlah 2 x
1 dengan sediaan 2 mg juga sudah sesuai dengan dosis anjuran penggunaan
risperidone, yaitu 2 – 8 mg/hari. Penggunaan risperidone juga dipertimbangkan
karena risperidone memiliki efek samping ekstrapiramidal yang paling kecil
dibandingkan dengan haloperidol dan chlorpromazine.
Clozapine 100 mg 1 x ¼ diberikan kepada Tn. S dikarenakan clozapine
termasuk obat anti-psikosis atipikal yang efektif baik untuk gejala positif
maupun negative dari sindrom psikosis. Selain itu, clozapine juga tidak
memliki efek samping sindrom ekstrapiramidal tetapi memiliki efek samping
berupa sedasi yang kuat. Penggunaan dosis 1 x ¼ dengan sediaan 100 mg dapat
dikatakan sebagai initial dosage untuk penggunaan clozapine. Penggunaan
clozapine pada malam hari juga ditujukan agar efek sedasi dari clozapine tidak
mengganggu aktivitas pasien pada siang hari. Penggunaan kombinasi 2 obat
anti-psikosis dikatakan tidak menunjukkan bukti efektifitas yang lebih baik.
Penggunaan kombinasi ini dapat dilakukan ketika akan dilakukan pergantian
jenis obat. Secara perlahan dosis dari risperidone akan diturunkan dan dosis
14
clozapine akan ditingkatkan, dan pada akhirnya hanya clozapine saja yang
digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis.
Obat trihexyphenydil 2 mg 2 x ½ diberikan untuk mengatasi munculnya
gejala dari sindrom ekstrapiramidal. Sindrom ekstrapiramidal ini dapat timbul
akibat penggunaan dari anti-psikosis. Meskipun risperidone memiliki efek
samping minimal terhadap sindrom ekstrapiramidal tetapi hal tersebut masih
tetap mungkin dan terjadi pada pasien. Maka penggunaan obat trihexyphenydil
ini dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan pasien.
C. KESIMPULAN
Skizofrenia merupakan sindrom dengan berbagai macam gejala, baik
gejala positif maupun gejala negatif. Pemberian obat-obatan atipikal seperti
risperidone dan clozapine adalah pilihan yang yang diberikan untuk mengatasi
gejala sindrom psikosis dengan gejala positif maupun gejala negatif.
15
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya Jakarta.
Maslim, R. 2014. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya Jakarta.
16