Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring
darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui
oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20
sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien
mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang
memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit
ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di
tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan
diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah
terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit

1
ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika
dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap
penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko
untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyakit gagal ginjal kronik ?
2. Apa etiologi dari gagal ginjal kronik ?
3. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Ginjal?
4. Apa patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?
5. Apa manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?
6. Apa komplikasi dari gagal ginjal kronik ?
7. Bagaimana Patoflow dari gagal ginjal kronik?
8. Apa prognosis dari gagal ginjal kronik?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik ?
10. Bagaimana penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik ?
11. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier dari gagal ginjal
kronik?
12. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada gagal ginjal Kronik?

C. Tujuan Penulisan
1. Umum :
Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien
gagal ginjal kronik.
2. Khusus :
- Mengetahui gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui dari gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari Ginjal?
- Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik ?

2
- Mengetahui Patoflow dari gagal ginjal kronik?
- Mengetahui prognosis dari gagal ginjal kronik?
- Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik ?
- Mengetahui pencegahan primer, sekunder dan tersier dari gagal ginjal
kronik?
- Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada gagal ginjal Kronik?

3
BAB II

KONSEP TEORI GAGAL GINJAL KRONIK

A. Jenis Penyakit Sistem Perkemihan Pada Usia Dewasa


a) Benigna Prostatis Hiperplasia (BPH)
Bedah prostat biasanya dilakikan pada BPH atau kangker prostat.
penatalaksanaan bedah tergantung pada ukuran kelenjar,beratnya sumbatan,
penyakit yang mendasari, dan penyakit prostat
b) Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut atau dikenal dengan Acute Renal Failure (ARF) adalah
sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secata mendadak.
c) Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronis atau Chronic Renal Failure (CRF) adalah kerusakan
ginjal progresif yang berkibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika
tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal).
d) Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis Akut merujuk pada kelompok penyakit ginjal, dimana
terjadi reaksi peradangan diglomerolus. Glomeruonefritis bukanlah
merupakan infeksi pada ginjal, tetapi gangguan akibat mekanisme tubuh
terhadap system imun.
e) Nefrotik Sindrom
Nefrotik syndrome adalah gangguan klinis yang ditandai dengan
peningkatan protein urin (protein uria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein kedalam
urin karena peningkatan permeabilitas membrane kapiler glomerulus.
f) Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai
kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia diatas 50 tahun.

4
B. Definisi
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia(Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi
ginja (Nursalam, Batticaca Fransisca, 2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal
untuk memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddart, 2001).
Jadi, Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia yang memiliki gangguan fungsi pada renal
yang progresif dan irreversible.

C. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial
Pielonefritis kronik atau refluks nefropati Pielonefritis kronik adalah infeksi
pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam,
menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran
mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan
gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis

5
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth,
2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering
timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis
yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein
dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus
dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan
jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes
yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis.
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil
(arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi
gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua
pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal
membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan
ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif

6
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena adanya perubahan sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis.
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

D. Anatomi dan Fisiologi


a) Anatomi

b) Fisiologi
Sistem urinaria merupakan salah satu sistem utama untuk mempertahankan
homeostatis tubuh.
1. Komponen
Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urine, 2 ureter
yang membawa urine kedalam sebuah kandung kemih untuk

7
penampungan sementara. Dan uretra yang mengalirkan urine keluar
tubuh melalui orifisium uretra eksterna.
2. Fungsi ginjal.
a. Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mengeksresi urea, asam urat,
kreatinin dan produk penguraian hemoglobin dan hormone.
b. Pengaturan konsentrasi ion – ion penting. Ginjal mengeksresi ion
natrium, kalium, calcium, magnesium, sulfat dan fosfat. Eksresi ion
ion ini seimbang dengan asupan dan eksresinya melalui rute lain.
c. Pengaturan keseimbangan asam dan basa tubuh. ginjal
mengendalikan eksresi ion hydrogen, bikarbonat dan ammonium
Serta memproduksi urine asam atau basa, bergantung pada kebutuhan
tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin
yang mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang
esensial bagi pengaturan tekanan darah dan uga memproduksi enzim
rennin. Rennin adalah komponen penting dalam mekanisme rennin-
angiotensin aldosteron, yang meningkatkan tekanan darah dan retensi
air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam
amino darah. Ginjal, melalui eksresi glukosa dan asam amino
berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrient dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
3. Struktur ginjal
a. Hillus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
b. Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hillus,
sinus ini membentuk perlengketan untuk jalan masuk dan keluar
ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan limfatik.
c. Parenkim ginjal terbagi 2 bagian yaitu kortek dan medulla ginjal
d. Medulla terdiri dari massa-massa triangular yang disebut piramida
ginjal.

8
e. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang
merupakan unit structural dan fungsional ginjal.

9
4. Struktur nefron
Satu ginjal mengandung 1,2 juta nefron yang merupakan unit pembentuk
urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapiler) dan satu
komponen tubular. terdiri dari:
a. Glomerulus yaitu untuk tempat filtrasi dan pembentukan urine.
b. Tubulus proksimal dan tubulus ansa henle yaitu untuk reabsorbsi zat
yang masih dapat dipakai oleh tubuh.
c. Tubulus distal yaitu untuk proses sekresi
d. Tubulus kolectivus yaitu untuk eksresi zat yang harus dibuang dalam
tubuh. (Ethel Sloane, 2003)
e. Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang berfungsi
sebagai kontainer penyimpanan urine.
5. lokasi.
Pada laki-laki. Kandung kemih terletak tepat di belakang simfisisi pubis
dan di depan rektum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah
uterus di depan vagina. Ukuran organ ini sebesar kecangkenari dan
terletak di pelvis saat kosong; organ berbentuk seperti buah pir dan dapat
mencapai umbilikus dalam rongga abdominopelvis jika penuh berisi
urine.
6. Struktur.
Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dengan lipatan-lipatan
peritoneum dan kondensasi fasia.
a. Dinding kandung kemih terdiri dari 4 lapisan:
1. Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan
perpanjangan lapisan peritoneal rongga abdominopelvis dan
hanya ada di bagian atas pelvis.
2. Otot detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari
berkas-berkas otot polos yang satu sama lain saling membentuk
sudut. ini untuk memastikan bahwa selam urinasi, kandung kemih
akan berkontraksi dengan serempak ke segala arah.
3. Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah
mukosa dan menghubungkannya dengan muskularis.

10
4. Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan
epitel yang tersusun dari epitelium transisional. Pada kandung
kemih yang relaks, mukosa membentuk ruga (lipatan-lipatan)
yang akan memipih dan mengembang saat urine berakumulasi
dalam kandung kemih.
b. Trigonum adalah area halus, triangular, dan relatif tidak dapat
berkemang yang terletak secara internal di bagian dasar kandung
kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari tiga lubang. Di sudut atas
trigonum, dua ureter bermuara ke kandung kemih. Uretra keluar dari
kandung kemih di bagian apeks trigonum.
c. Perkemihan (urinasi) bergantung pada inervasi parasimpatis dan
simpatis juga impuls saraf volunter. Pengeluaran urine membutuhkan
kontraksi aktif otot detrusor.
- Bagian dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra
berfungsi sebagai sfingter uretra internal yang menjaga saluran
tetap tertutup otot ini diinvervasi oleh neuron parasimpatis.
- Sfingter uretra eksternal terbentuk dari otot rangka dari otot
perineal transversa yang berbeda di bawah kendali volunter.
Bagian pubokoksigeus pada otot levator ani juga berkontribusi
dalam pembentukan sfingter.
- Perkemihan terjadi saat peregangan kandung kemih sampai
sekitar 300 ml sampai 400 ml urine menstimulasi reseptor
perengan pada dinding kandung kemih.
o Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan
menghasilkan impuls parasimpatis yang menjalar melalui
saraf splanknik pelvis ke kandung kemih.
o Refleks perkemihan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
relaksasi sfingter internal dan eksternal mengakibatkan
pengosongan kandung kemih.
o Pada laki-laki, serabut simpatis menginvernasi jalan keluar
uretra dan mengkonstriksi jalan tersebut untuk mencegah
refluks semen ke dalam kandung kemih saat orgasme.

11
d. Pencegahan refluks perkemihan melalui kendali volunter sfingter
eksternal adalah respons yang dapat dipelajari.
e. Pencengahan volunter bergantung pada integrasi saraf terhadap
kandung kemih dan uretra, trakus yang keluar dari medulla spinalis
menuju dan dari otak, dan area motorik serebrum. Cedera pada lokasi
ini dapat menyebabkan inkotinensia.
f. Kendali volunter urinasi (“latihan toileting”) adalah respons yang
dapat dipelajari. Hal ini tidak dapat dilatih pada SSP yang imatur dan
sebaiknya ditunda sampai paling tidak berusia 18 bulan.
g. Sistem vaskularisasi di kandung kemih di perankan oleh arteri iliaka
interna dan vena iliaka interna
h. Proses miksi (proses berkemih)
Pertambahan vol urine => tekanan intra vesicalis meningkat =>
keregangan dinding vesicalis (muskulus detrusor) => sinyal- sinyal
miksi ke pusat saraf lebih tinggi => untuk diteruskan kembali ke
saraf-saraf spinal ( sacrum 2-3) => timbul refleks spinal => melalui
nervus pelvicus => timbul perasaan tegang pada vesica urinaria
sehingga mengakibatkan permulaan perasaan ingin berkemih
(Virgiawan, 2008).

E. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal
yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring
dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut
rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron - nefron, terjadi

12
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang
(Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah
menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai
respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron
yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh
beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan
reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa
nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme
adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun
akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi
dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan
glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada
proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi
berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit
nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron.
Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan
berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan
plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).

13
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a) Sistem kardiovaskuler; Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital,
Pembesaran vena leher, Friction sub pericardial
b) Sistem Pulmoner; Krekel, Nafas dangkal, Kusmaull, Sputum kental dan liat
c) Sistem gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan pardarahan mulut
- Nafas berbau ammonia
d) Sistem musculoskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
e) Sistem Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Pruritis
- Kulit kering bersisik
- Ekimosi
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
f) Sistem Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis

14
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah
(Baughman, 2000):
a) Penyakit Tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi
rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur
pathologis.
b) Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan
hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
c) Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d) Disfungsi Seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia

15
H. Prognosis
Pada gagal ginjal akut, ginjal mulai bekerja mengikuti perawatan intensif
dan meralat kondisi dasar yang menyebabkan masalah. Sedangkan pada gagal
ginjal kronik, pasien dapat meninggal akibat komplikasi dari penyakit (DiGiulio,
Mary, 2014 : 397).

I. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah. ( Wanita di bawah 50 tahun: < 20 mm / jam. Pria
di bawah 50 tahun: < 15 mm / jam).
- Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun. ( Pria dan Wanita Nilai Normal Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL dan
Nilai Normal Ureum : 15-40 mg/dL).
- Hiponatremi : Kadar natrium dalam darah yang lebih rendah dari batas
normal. (Nilai Normal 135-145 mEq/liter)
- Hiperkalemia atau Kadar kalium darah yang tinggi : suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L darah. ( Nilai
Normal : 3,5-5,5 mEq/liter)
- Hipokalemia atau kadar kalium yang rendah dalam darah : suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3,8 mEq/liter darah.
- Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang. (nilai normal 30-120 Unit/L)
- Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein. (nilai normal albumin
dalam darah 3,8-5,1 g/dl)

16
- Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer). (
nilai normal gula darah sebelum makan : 70-130 mg/dL. Dua jam setelah
makan : kurang dari 180 mg/dL. Setelah tidak makan (puasa) selama
setidaknya delapan jam : kurang dari 100 mg/dL)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase. (Nilai
normal trigliserida : kurang dari 150 mg/dL)
- Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal
ginjal.
Jenis Gangguan pH PCO2 HCO3
Murni Turun Normal Turun
Asidosis Terkompensasi Turun Turun Turun
Metabolik sebagian
Terkompensasi Normal Turun Turun
penuh

b) Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses diagnostik akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
c) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary, dengan melihat
kerja ginjal dan sistem urinary pasien serta digunakan untuk mengetahui
gejala seperti kencing darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
d) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.

17
e) EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

J. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami
CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
a) Penatalaksanaan medis
- Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditambah dengan
IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan
tersebut.
- Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak
cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
- Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan
makanan.
- Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan
control volume intravaskuler.
- Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis
metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
- Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.

18
- Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan
tiga kali seminggu.
- Transplantasi ginjal.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
- Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
- Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium
dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
c) Penatalaksanaan Diet
- Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
- Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
- Lemak diberikan bebas.
- Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin
dan asam folat.
- Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat
dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang
diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

K. Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial pada penderita GGK dimaksudkan memberikan
keadaan pada masyarakat umum yang memungkinkan faktor predisposisi
terhadap GGK dapat dicegah dan tidak mendapat dukungan dasar dari
kebiasaan, gaya hidup, dan faktor risiko lainnya.1 Misalnya dengan
menciptakan prakondisi sehinggga masyarakat merasa bahwa minum 8
gelas sehari untuk menjaga kesehatan ginjal merupakan hal penting,
berolahraga teratur, konsumsi makanan yang berlemak dan garam yang

19
berlebihan merupakan kebiasaan kurang baik yang pada akhirnya
masyarakat diharapkan mampu bersikap positif terhadap konsumsi yang
sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan skunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri atas
pengobatan penyakit-penyakit komorbid (penyakit penyerta) untuk
menghambat progresifitas, mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik
dan menurunkan mortalitas.1 Penatalaksanaan pencegahan skunder dapat
dibagi 2 golongan :
- Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang
masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat
progresivitas ginjal sedini mungkin. Pengobatan konservatif penyakit
Gagal ginjal Kronik (GGK) terdiri dari :
- Deteksi dini dan terapi penyakit primer
Identifikasi (deteksi dini) dan segera memperbaiki (terapi) penyakit
primer atau faktor-faktor yang dapat memperburuk faal ginjal sangat
penting untuk memperlambat laju progresivitas gagal ginjal menjadi
gagal ginjal terminal.
- Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan.
- Protein
Diet protein yang tepat akan memperlambat terjadinya keracunan ureum.
Pembatasan protein dimulai pada saat permulaan terjadinya penyakit
ginjal dengan masukan protein sebesar 0,5-0,6 g/kg BB/hari, dengan nilai
biologik yang tinggi. Pembatasan protein dalam makanan pasien GGK
dapat mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah, dan apabila
diberikan secara dini dapat menghambat progresifitas penyakit.
- Kalium
Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia adalah
membatasi pemasukan kalium dalam makanan.20 Kalium sering
meningkat pada akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang.
Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian

20
mendadak. Maka dihindari konsumsi makanan atau obat yang tinggi
kadar kaliumnya seperti ekspektoran, kalium sitrat, sup, kurma, pisang,
dan sari buah murni.
- Natrium
Pengaturan diet natrium penting pada penderita gagal ginjal. Jumlah
natrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1 sampai 2 gr
natrium).Asupan natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri
untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat tetap dipertahankan.
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan,
edema perifer, edema paru-paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
- Cairan
Asupan cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi dengan
seksama. Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intoksitasi air. Sedangkan
asupan yang terlalu sedikit mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan
gangguan fungsi ginjal.

21
3. Pencegahan Tersier
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan melakukan
penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan
adalah pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik
dapat dikendalikan. Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat
berupa :
- Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai
normal untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal.
- Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
- Penghentian merokok
- Pengendalian berat badan.
- Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu
menampung/melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan
batu.
- Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin tinggi
ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah
terbentuknya kristalisasi.
- Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol
tinggi.

22
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PENYAKIT GAGAL GINJAL


KRONIK

a. Pengkajian
1. Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
a) Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b) Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
c) Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton,
severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia,
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit

23
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga,
ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan
riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
- Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
- Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat.
- TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) Pemeriksaan Fisik :
- Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
- Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat,
akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari
penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi
elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

24
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak
nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
- Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
- Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
- Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
- Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan
sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.

25
b. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan
membrane mukosa mulut.
c) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik,
kalsifikasi jaringan lunak.

26
c. Intervensi dan Rasional

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan meliputi : 1. Pengkajian merupakan dasar
cairan berhubungan tindakan keperawatan - Timbang berat badan harian berkelanjutan untuk memantau
dengan penurunan selama (… x 24 jam) - Keseimbangan masukan dan perubahan dan mengevaluasi
haluaran urine, diet diharapkan, pasien dapat haluaran intervensi.
berlebihan dan retensi mempertahankan - Turgor kulit dan adanya edema
cairan dan natrium. keseimbangan cairan - Distensi vena leher
dengan kriteria hasil : - Tekanan darah, denyut dan irama
- Mempertahankan nadi.
pembatasan diet dan 2. Identifikasi sumber potensial 2. Sumber kelebihan cairan yang
cairan. cairan. tidak diketahui dapat
- Menunjukkan turgor - Medikasi dan cairan yang diidentifikasi.
kulit normal tanpa digunakan untuk pengobatan,
edema. oral dan intravena
- Makanan
3. Batasi masukan cairan. 3. Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,

27
haluaran urine dan respons
terhadap terapi.
4. Bantu pasien dalam menghadapi 4. Kenyamanan pasien
ketidaknyamanan akibat meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan Cairan. pembatasan diet.
5. Jelaskan pada pasien dan keluarga 5. Pemahaman meningkatkan
tentang pembatasan cairan. kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi 1. Menyediakan data dasar untuk
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Perubahan berat badan memantau perubahan dan
intake inadekuat, selama ( …x 24 jam) - Pengukuran antropometrik mengevaluasi intervensi.
mual, muntah, pasien diharapkan - Nilai laboratorium (elektrolit
anoreksia, pembatasan Mempertahankan asukan serum, BUN, kreatinin, protein,
diet dan penurunan nutrisi yang adekuat transferin dan kadar besi).
membrane mukosa dengan kriteria hasil : 2. Kaji pola diet dan nutrisi pasien 2. Pola diet sekarang dan dahulu
mulut. - Memilih makanan yang - Riwayat diet dapat dipertimbangkan dalam
menimbulkan nafsu - Makanan kesukaan menyusun menu.
makan dalam - Hitung kalori.
pembatasan diet 3. Kaji faktor-faktor yang dapat 3. Menyediakan informasi mengenai
- Mematuhi medikasi merubah masukan nutrisi: faktor lain yang dapat diubah atau

28
sesuai jadwal untuk - Anoreksia, mual dan muntah dihilangkan untuk meningkatkan
mengatasi anoreksia - Diet yang tidak menyenangkan masukan diet.
dan tidak menimbulkan bagi pasien
rasa kenyang. - Depresi
- Melaporkan - Kurang memahami diet
peningkatan nafsu
makan. 4. Menyediakan makanan kesukaan 4. Mendorong peningkatan masukan
pasien dalam batas-batas diet. diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang 5. Protein lengkap diberikan untuk
mengandung nilai biologis tinggi: mencapai keseimbangan nitrogen
telur, produk susu, daging. yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Ubah jadwal medikasi sehingga 6. Ingesti medikasi sebelum makan
medikasi ini tidak segera diberikan menyebabkan anoreksia dan rasa
sebelum makan. kenyang.
7. Anjurkan camilan tinggi kalori, 7. Mengurangi makanan dan protein
rendah protein, rendah natrium, yang dibatasi dan menyediakan
diantara waktu makan. kalori untuk energi, membagi
protein untuk pertumbuhan dan
penyembuhan jaringan.

29
8. Jelaskan rasional pembatasan diet 8. Meningkatkan pemahaman pasien
dan hubungannya dengan penyakit tentang hubungan antara diet,
ginjal dan peningkatan urea dan urea, kadar kreatinin dengan
kadar kreatinin. penyakit renal.
3 Resiko penurunan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat aktivitas dan respon 1. Ketidakseimbangan dapat
curah jantung tindakan keperawatan terhadap aktivitas. mengangu kondisi dan fungsi
berhubungan dengan selama ( …x 24 jam) jantung.
ketidakseimbangan curah jantung dapat 2. Auskultasi bunyi jantung dan paru, 2. Mengkaji adanya takikardi,
cairan mempengaruhi dipertahankan dengan evaluasi adanya edema perifer atau takipnea, dispnea, gemerisik,
sirkulasi, kerja kriteria hasil : kongesti vaskuler dan keluhan mengi dan edema.
miokardial dan - Tanda-tanda vital dispnea, awasi tekanan darah,
tahanan vaskuler dalam batas normal: perhatikan postural misalnya:
sistemik, gangguan tekanan darah: 90/60- duduk, berbaring dan berdiri.
frekuensi, irama, 130/90 mmHg, nadi 3. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi 3. Mengkaji adanya kedaruratan
konduksi jantung, 60-80 x/menit, kuat, friction rub, tekanan darah, nadi medik.
akumulasi toksik, teratur. perifer, pengisisan kapiler, kongesti
kalsifikasi jaringan - Akral hangat vaskuler, suhu tubuh dan mental.
lunak. - Capillary refill kurang
dari 3 detik
- Nilai laboratorium

30
dalam batas normal
(kalium 3,5-5,1
mmol/L, urea 15-39
mg/dl)

31
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi
ginjal. Jadi, Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia yang memiliki gangguan fungsi pada renal
yang progresif dan irreversible.

B. Saran
Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya kita banyak melakukan olahraga,
menjaga asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang teratur. Semoga dengan
pembelajaran ini kita sebagai mahasiswa keperawatan, akan lebih mudah
mengetahui seluk beluk penyakit Gagal Ginjal Kronik, bagaimana gejala hingga
komplikasinya sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang
tepat untuk pasien penderita gagal ginjal kronik kelak.

32
DAFTAR PUSTAKA

DiGiulio, Mary, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Rapha


Publishing.
Nursalam, Batticaca Fransisca, 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Prabowo Eko, Pranata Eka. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Taylor, Cynthia M. 2010. Diagnosis Keperawatan : Dengan Rencana Asuhan
Ed. 10. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik Ed. 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wilkinson Judith. 2016. Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda – I,
Intervensi Nic, Hasil Noc Ed. 10. Jakarta : EGC.

33

Anda mungkin juga menyukai