Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGANIAYAAN


GURU OLEH SISWA

Dosen Pembimbing
Dr. Tarto ST, M.Pd

Disusun Oleh

Mujiani (1625540017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA


2018

1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGANIAYAAN
GURU OLEH SISWA
Mujiani*
ABSTRAK
Pokok Permasalahan yang artikel Ini adalah upaya penanggulan
ganterhadap penganiayaan guru oleh siswa karena terdapat tindak pidana
penganiayaan yang dilakukan oleh siwa terhadap guru yang terjadi di sekolah –
sekolah. Kasus penganiayaan tersebut seperti memukul, menendang, menjambak,
mengunting rambut. Pembahasan artikel ini bertujuan untuk mengetahui upaya
yang dilakukan oleh sekolah untuk menanggulangi penganiayaan terhadap guru
dan apa faktor – faktor penyebab terjadinya penganiayaan kepada guru yang
dilakukan oleh siswa, serta mengetahui apakah diperlukan sebuah undang –
undang baru untukmemberikan perlindungan bagi guru dan dosen. Adapun upaya
yang dilakukan olehsekolah untuk menanggulangi penganiayaan siswa adalah
dengan melaksanakankoordinasi dan komunikasi para siswa. Faktor yang
mengakibatkan siswa melakukan penganiayaan kepada guru karena emosi saat
siswa di tegur. Maka dari itu Para guru berharap mereka diberikanperlindungan
dalam menjalankan tugasnya.
Upaya – upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mencegah
baik sebelummaupun sesudah terjadi penganiayaan tersebut tidak cukup hanya
berkoordinasi dan melakukan komunikasi dengan dewan guru atau pun orang tua
tetapi upaya yang paling penting dilakukan oleh seluruh pihak yaitu mengadakan
pertemuan bersama seperti komite, sekolah, dewan guru, dan para orang tua
menyatukan langkah demi mewujudkan pendidikanyang bermartabat dan
berkualitas. Upaya-upaya yang sering ditempuh oleh para guru dalam upaya
penanggulangan terhadap penganiayaan guru yaitu Upaya Non-Penal, merupakan
upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitik beratkan pada upaya-upaya
yang sifatnya preventif(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum
kejahatan tersebut meliputi mengadakan rapat dan pertemuan dengan para pihak

1
yang terkait. Pemerintah harus membuat sebuah perangkat hukum yang resmi dan
tinggi semacam sebuah undang – undang untuk memberikan perlindungan hukum
bagi seluruh Guru dan Dosen di seluruh Indonesia, karena sampai saat ini belum
ada undang – undang tentang perlindungan guru dan dosen.
Kata Kunci : Siswa, Guru, Penganiayaan, Penanggulangan.
ABSTRACT
The subject matter of this article is the countermeasures against teacher
abuse by students because of a criminal offense mistreatment committed by the
students against teachers that occurred in schools - school. Such cases of
persecution are like hitting, kicking, grabbing, haircutting. The discussion of this
article aims to determine the efforts made by schools to overcome the persecution
of teachers and what are the factors causing the persecution of teachers
conducted by students, as well as knowing whether a new law is required to
provide protection for teachers and lecturers. As for the efforts made by
school to cope with student persecution is to implement coordination and
communication of students. Factors that cause students to abuse the teacher
because of emotion when students are scolded. Therefore the teachers hope they
are given protection in carrying out their duties.
Efforts made by the government in an effort to prevent either before or
after the persecution is not enough just to coordinate and communicating with the
board of teachers or parents but the most effort it is important to be done by all
parties ie holding meetings such as committees, schools, teacher councils, and
parents unite steps to realize education
that is dignified and qualified.
Efforts that are often pursued by teachers in countermeasures against
the maltreatment of teachers that is Non-Penal Efforts, is a countermeasure
effortcrimes that focus more on preventive efforts (prevention / deterrence /
control) before the crime involves establishin meetings and meetings with related
parties. The government must create a legal and high legal device such as a law
for provide legal protection for all Teachers and Lecturers throughout Indonesia,
because until now there has been no law on protection of teachers and lecturers.

Keywords: Student, Teacher, Persecution, Countermeasures.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

2
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.2 Pendidikan
secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan.3 Pendidikan dan kualitas hidup merupakan dua
variabel dengan jalinan interdependensi yang cukup kuat dalam
pencapaian tujuan hidup manusia. Hubungan keduanya tidak hanya
dapat dimaknai sebagai hubungan sebab akibat belaka, namun
lebih tepat disebut sebagai hubungan yang saling menentukan
Artinya, untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan, manusia
harus memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidupnya. Kualitas
hidup tersebut umumnya sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan yang dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pernyataan permasalahan sebagaimana
diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan dalam artikel ini adalah
1. Mengapa terjadi penganiayaan terhadap guru oleh siswa dan apa akibat
jika guru tidak dilindungi dalam menjalankan tugas?
2. Bagaimana kebijakan hukum pidana untuk melindungi profesi guru
untuk masa yang akan datang dari tindakan penganiayaan oleh siswa?
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan pernyataan permasalahan sebagaimana
diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan tujuan dalam artikel ini adalah
1. Untuk mngetahui mengapa terjadi penganiayaan terhadap guru oleh
siswa dan apa akibat jika guru tidak dilindungi dalam menjalankan
tugas?

3
2. Unuk mengethui bagaimana kebijakan hukum pidana untuk
melindungi profesi guru untuk masa yang akan datang dari tindakan
penganiayaan oleh siswa?
II. PEMBAHASAN
Menurut Barda Nawawi Arief mengenai upaya penanggulangan
berbagai bentuk perilaku menyimpangadalah sebagai berikut: “Bahwa
upaya penanggulangan berbagai bentuk perilaku menyimpang dapat
ditempuh melalui upaya non-penal dan upaya penal. Upaya non-penal
biasanya menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya pencegahan
(preventive) terhadap terjadinya kejahatan, dengan cara menangani faktor-
faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Sedangkan, upaya penal
merupakan upaya penanggulangan dengan menggunakan hukum pidana.
Upaya penal ini menitikberatkan pada upayaupaya yang sifatnya
memberantas (repressive).12
Hoebel menyimpulkan13 ada empat fungsi dasar hukum :
1. Menetapkan hubungan – hubungan antara para anggota
masyarakat, dengan menunjukkan jenis – jenis tingkah laku-
tingkah laku apa yang diperkenankan dan apa pula yang dilarang,
2. Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang
boleh melakukan serta siapakah yang harus mentaatinya dan
sekaligus memilihkan sanksi – sanksinya yang tepat dan efektif,
3. Menyelesaikan sengketa,
4. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan kondisi – kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan
cara merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota –
anggota masyarakat.
Melalui norma hukum ditetapkan posisi masing – masing
anggota masyarakat dalam hubungannya dengan pemenuhan suatu
kebutuhan tertentu dan mengatur bagaimana keterkaitannya dengan
posisi anggota masyarakat yang lain. Kehadiran hukum diharapkan
dapat menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan dalam

4
menyelenggarakan kebutuhan – kebutuhan seluruh anggota
masyarakat. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan
peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama keseluruhan tentang
tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi14. Proklamasi
kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak
sejarah kemerdekaan Negara Indonesia lepas dari belenggu penjajahan.
Pernyataan kemerdekaan ini secara tegas dinyatakan dalam
Pembukaan Undang undang Dasar (UUD) 1945 alenia ke-3 yang
berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Penyataan ini
mengandung amanat dan bermakna bahwa bangsa Indonesia dalam
melaksanakan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat adalah
bebas sebagai suatu bangsa yang merdeka. Hal tersebut diatas tidak
terlepas dari tujuan politik hukum di Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945 terdapat cita – cita Negara
Indonesia ,yaitu :
1. Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Untuk memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut memelihara ketertiban dunia.
Korban kejahatan dalam Sistem Peradilan Pidana, menurut
Stanciu15 yang dikutip Teguh Prasetyo, yang dimaksud korban dalam arti
luas adalah orang yang menderita akibat dari ketidakadilan. Selanjutnya
Stanciu menyatakan , bahwa ada dua sifat yang mendasar (melekat) dari
korban tersebut, yaitu suffering (penderitaan) dan injustice (ketidakadilan).
Timbulnya korban tidak dapat dipandang sebagai akibat perbuatan yang
illegal sebab hukum (legal) sebenarnya juga dapat menimbulkan

5
ketidakadilan, selanjutnya menimbulkan korban, seperti korban akibat
prosedur hukum.
Batasan/pengertian perlindungan dalam Undang-undang No.13
tahun 2006 disebutkan sebagai segala upaya pemenuhan hak dan
pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau
korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban atau lembaga lainnya.16 Pentingnya perlindungan saksi dan
korban , dilatarbelakangi adanya perspektif pergeseran dari keadilan
retributive kepada keadilan tesroatif. Pergeseran ini merupakan pergeseran
filsafat keadilan dari hukum positif yang mendasarkan kepada asas hukum
materil dalam sistem peradilan pidana. Pergeseran ini telah membawa cara
pandang baru dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana, yakni
sebagai berikut:
1. Keadilan dalam hukum pidana berorientasi pada kepentingan atau
penderitaan korban (viktimisasi atau dampak kejahatan) dan
pertanggungjawaban pelanggar terhadap perbuatan dan akibatnya
pada diri korban.
2. Kejahatan atau pelanggaran hukum pidana adalah melanggar
kepentingan publik dan kepentingan korban adalah bagian pertama
dan utama dari kepentingan public. Jadi, kejahatan merupakan
konflik antara pelanggar dengan antar perseorangan (korban)
sebagai bagian dari kepentingan publik.
3. Korban adalah orang yang dirugikan karena kejahatan
(pelanggaran hukum pidana), pertama dan terutama adalah korban
(lansung), masyarakat, Negara, dan sesungguhnya juga pelanggar
itu sendiri.
4. Penyelenggaraan peradilan pidana berfungsi sebagai sarana
penyelesaian konflik (conflict resolution).
5. Pidana dan jenis pidana yang hendak dijatuhkan kepada pelanggar
adalah bagian dari penyelesaian konflik dengan menekankan

6
tanggungjawab pelanggar terhadap perbuatan beserta akibat –
akibatnya.
6. Korban, masyarakat, Negara , dan pelanggar dalam proses
peradilan pidana bersifat aktif.
7. Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang
paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak
memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh Undang-
Undang kepada pelaku kejahatan sebagaimana dikemukakan oleh
Andi Hamzah: “Dalam membahas hukum acara pidana khususnya
yang berkaitan dengan hak- hak asasi manusia, ada kecenderungan
untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka
tanpa memperhatikan pula hak-hak korban18 Perlindungan hukum
korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat,
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui
pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan
hukum.19 Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak
yang menderita kerugian sepadan dengan memperhitungkan
kerusakan yang dideritanya.20 Seorang korban ditempatkan pada
posisi sebagai akibat kejahatan yang dilakukan terhadapnya baik
dilakukan secara individu, kelompok atau pun oleh Negara.21
Perbedaan antar kompensasi dan restitusi adalah “kompensasi
timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau
merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat atau negara
(The responsible of the society), sedangkan restitusi lebih bersifat
pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar
oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban
terpidana.22
Menurut Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor. 13
Tahun2006 Tentang Perlindungan Sanksi Dan Korban,
perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/Korban

7
yangwajibdilaksanakan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan
Saksidan Korban) atau Lembaga lainnya sesuai dengan
ketentuanUndang-Undang ini.Pengertian Perlindungan Korban
dapat dilihat dari 2 (dua) makna:

1. Diartikan sebagai perlindungan hukum untuk tidak menjadikorban


kejahatan
(berarti perlindungan Hak Asasi Manusia(HAM) atau kepentingan
hukum seseorang).
2. Diartikan sebagai perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan
hukum atas penderitaan/kerugian orang yang menjadi korban (identik
dengan penyantunan korban). Bentuk santunan itu dapat berupa
pemulihan nama baik/rehabilitasi, pemulihan keseimbangan batinantara
lain dengan pemaafan, pemberian ganti rugi sepertirestitusi,
kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan sosial dan sebagainya23.
Menurut Hart,24 fungsi hukum pidana adalah untuk menjaga
keteraturan dan kesusilaan umum serta melindungi warga Negara dari
apa yang disebut asusila atau yang merugikan dan untuk memberikan
perlindungan atas eksploitasi dari pihak lain , khususnya bagi mereka
yang lemah karena masih muda, lemah fisik, pikiran atau pengalaman.
Berbeda dengan Hart, Sudarto membedakan fungsi hukum pidana
menjadi dua yaitu25 fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum
hukum pidana sama seperti fungsi hukum pada umumnya yaitu
mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata tertib
dalam masyarakat. Fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya
dengan sanksi berupa pidana. Terkait fungsi hukum pidana yaitu
melindungi kepentingan hukum, maka yang dilindungi tidak hanya
kepentingan individu tetapi juga kepentingan masyarakat
dankepentingan Negara. Oleh sebab itu, dalam KUHP ada pasal – pasal
yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan Negara, demikian

8
juga dalam KUHP terdapat pasal – pasal yang berhubungan dengan
kejahatan terhadap kepentingan umum sebagai wujud perlindungan
terhadap kepentingan masyarakat.
Berkaitan dengan perlindungan individu, paling tidak ada tiga
hal yang dilindungi,26
1. Perlindungan terhadap nyawa, oleh karena itu dalam KUHP
terdapat pasal – pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap
nyawa,
2. Perlindungan terhadap harta benda yang dituangkan dalam pasal –
pasal yang bertalian dengan kejahatan terhadap harta benda,
3. erlindungan terhadap kehormatan, baik kesusilaan maupun nama
baik, dituangkan dalam pasal – pasal di KUHP tentang kejahatan
terhadap kesusilaan dan kejahatan – kejahatan yang berkaitan
dengan pencemaran nama baik.
Menurut Thomas Aquinas bahwa hukum alam adalah ketentuan akal
yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat oleh
orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan.Eksistensi dam konsep
hukum alam selama ini, masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh
sebagian besar filosof hukum, tetapi dalam kanyataann justru tulisan-tulisan
pakar yang menolak itu, banyak menggunakan paham hukum alam yang
kemungkinan tidak disadarinya.Salah satu alasan yang mendasari penolakkan
sejumlah filosof hukum terhadap hukum alam, karena mereka masih
mengganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari hukum alam,
hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Adapun tujuan dari perlindungan korban adalah sebagaiberkut:
a. Memberikan rasa aman kepada korban, khususnya pada saat
memberikan
keterangan pada setiap proses peradilan pidana
b. Memberikan dorongan dan motivasi kepada korban agar tidak takut
dalam
menjalani proses peradilan pidana;

9
c. Memulihkan rasa percaya diri korban dalam hidup bermasyarakat;
d. Memenuhi rasa keadilan, bukan hanya kepada korban dan keluarga
korban, tapi
juga kepada masyarakat;
e. Memastikan perempuan bebas dari segala bentuk kekerasan;
f. Menempatkan kekerasan berbasis jender sebagai bentuk kejahatan yang
serius dan
merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia;
g. Mewujudkan sikap yang tidak mentolerir kekerasan berbasis jender;
h. Penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan terhadap
perempuan
(perkosaan).
Selanjutnya Soetjipto Rahardjo mengemukakan bahwa
perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula
bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah
memberikan perlindungan (Pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena
itu, perlindungan Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat
bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang
sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan
antisipatif.30 Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum
dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial,
ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.31
Perspektif Kejaksaan dalam perlindungan saksi dan korban bahwa secara
umum
merupakan salah satu konsekuensi dari Indonesia sebagai Negara yang
menganut sistem eropa Kontinental dimana penuntutan pidana hanya
dimonopoli oleh Negara yang diwakili oleh jaksa. Sehingga dalam hal
sistem pembuktian dalam hukum acara pidana memberik beban
pembuktian berada diatas pundak penuntut umum.32 Selanjutnya hakim

10
dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban bahwa
dilakukan dengan sederhana, cepat , dan biaya ringan. Tetapi pada
kenyataannya para saksi dan korban enggan datang ke pengadilan karena
berbagai alasan , tidak ada biaya, rasa takut karena ancaman, atau terror
dari pihak lain33. Prospektif perlindungan saksi dan korban yang
berorientasi masa depan, maka perlunya pemikiran perlindungan korban
kejahatan (victim of crime) dalam proses pemidanaan
merupakan wewenang pengundang-undangan sesuai dengan asas legalitas,
yang menegaskan bahwa baik poena maupun crimen harus ditetapkan
terlebih dahulu , apabila hendak menjatuhkan pidana pada seorang pelaku
tindak pidana. 34
Dalam konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan,
terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian.Hal ini
disebabkan dalam konteks hukum pidana, sebenarnya asas hukum harus
mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, maupun
hukum pelaksanaan pidana35.Adapun asas-asas yang dimaksud
sebagaiberikut Artinya perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi
tercapainya kemanfaatan (baik materiil maupun spiritual) bagi korban
kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat secara luas, khususnya
dalam upaya mengurangi jumlah tindak pidana serta menciptakan
ketertiban masyarakat.
2. Asas keadilan.
Artinya, penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi korban
kejahatan tidak berifat mutlak karena hal ini dibatasi pula oleh rasa
keadilan yang harus juga diberikan pada pelaku kejahatan.
3. Asas keseimbangan.
Karena tujuan hukum di samping memberikan kepastian dan
perlindungan terhadap kepentingan manusia, juga untuk memulihkan
keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu menuju pada keadaan
yang semula (restitutio in integrum), asas keseimbangan memperoleh
tempat yang penting dalam upaya pemulihan hak-hak korban.

11
4. Asas kepastian hukum.
Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi
aparat penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam upaya
memberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan. Selanjutnya
dijelaskan dalam Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen dan dijabarkan dalam Peraturan Pemrintah nomor 74 Tentang
Guru disebutkan bahwa Guru berhak mendapatkan perlindungan dalam
melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan
dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi
Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-
masing. Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui
perlindungan:
a. hukum;
b. profesi; dan
c. keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Masyarakat, Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dapat
saling membantu dalammemberikan perlindungan.
Perlindungan hukum kepada guru yang menjadi korban
penganiayaan oleh siswa selain kasus hukum tersebut diselesaikan secara
litigasi juga dapat diselesaikan secara Advokasi nonlitigasi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Perlindungan Hukum Bagi
Pendidik dan Kependidikan berupa fasilitasi penyelesaian perkara di luar
pengadilan dalam bentuk:
a. konsultasi hukum;
b. mediasi; dan/atau
c. pemenuhan dan/atau pemulihan hak Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pemenuhan dan/atau pemulihan hak Pendidik dan Tenaga Kependidikan
sebagaimana

12
dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berupa bantuan kepada Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan untuk mendapatkan penasihat hukum dalam penyelesaian
perkara melalui proses pidana, perdata, atau tata usaha negara, atau
pemenuhan ganti rugi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Perlindungan hukum terhadap guru yang mengalami kekerasan atau
penganiayaan oleh orang tua murid akibat menjalankan profesi sebagai
pendidik/pengajar di sekolah dilakukan oleh kepolisian sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku secara umum sesuai azas equality before of the
law. Berkaitan dengan kasus penganiayaan terhadap guru oleh siswa,
hukum yang diberlakukan bagi pelaku dapat mengacu pada KUHP,
dengan ancaman hukuman yang terdapat dalam Pasal 351 KUHP
(penganiayaan), Pasal 352 KUHP (penganiayaan ringan), Pasal 353 KUHP
(penganiayaan yang direncanakan, Pasal 354 KUHP (penganiayaan berat),
Pasal 355 KUHP (penganiayaan berat yang direncanakan).
III. PENUTUP
Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap guru
oleh siswa yang melakukan penganiayaan kepada Guru disebabkan oleh
kurangnya sosialisasi dan koordinasi antara pihak sekolah dengan siswa.
Kurangnya sosialisasi dan koordinasi tersebut membuat pelaku ( siswa )
marah dan emosi sehingga berpikir untuk melakukan penganiayaan kepada
guru. Kurangnya informasi yang akurat sehingga membuat siswa salah
paham dengan perlakuan guru kepada siswa yang menyebabkan para
orang tua mulai emosi dan melakukan penganiayaan seperti pemukulan
dengan kursi.
2. Guru-guru ditempat terjdinya peristiwa tersebut membiarkan anak apa
adanya bersikap apatis karena guru-guru takut diperlakukan sama oleh
orangtua murid.
3. Guru takut dilapor kepolisian karena dianggap melanggar Undang-Undang
Anak (UU Nomor 35 Tahun2014 tentang Perlindungan Anak).

13
4. Perlindungan hukum kepada Guru yang menjadi korban Penganiayaan
oleh siswa.
a. Perlindungan oleh kepolisian
Pihak kepolisian melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan
sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Pihak
kepolisian akan menahan pelaku demi kepentingan hukum untuk
memberikan perlindungan kepada korban.
b. Perlindungan dengan penetapan Pengadilan
Pengadilan akan mengadili pelaku untuk memberikan rasa keadilan
bagi korban sesuai dengan peraturan – perundang – undangan yang
berlaku. Mengadili Pelaku dan menjatuhkan Pidana Penjara.
c. Perlindungan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) akan memberikan
pendampingan baik secara psikologis dan hukum kepada korban agar
kondisi korban dapat kembali pulih untuk melaksanakan kegiatan belajar
– mengajar seperti biasa di Sekolah asalnya, dan melaporkan kasus
tersebut kepada yang berwewenang ( Aparat kepolisian ) untuk menindak
lanjuti kasus penganiayaan tersebut.
5. Akibat jika guru yang tidak dilindungi dalam menjalankan tugasnya
Guru tidak pergi mengajar ke sekolah apabila pemerintah dan
masyarakat tidak memberikan jaminan keselamatan kerja dalam
menjalankan tugasnya di sekolah, sebagian besar guru akan takut dan
enggan untuk pergi mengajar apabila tidak ada peraturan – perundang –
undangan yang sah mengatur tentang jaminan keselamatan kerja dalam
menjalankan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

14
Undang – Undang nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana , Solahudin, Visimedia, 2007

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10


Tahun2017 Tentang perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.

15

Anda mungkin juga menyukai