Anda di halaman 1dari 33

11

BAB II

LANDASAN TEORI.

2.1. Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Akuntansi keuangan daerah merupakan serangkaian prosedur yang

sistematik mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran hingga

pelaporan posisi keuangan (Neraca) dan operasi keuangan pemerintah (LRA).

Purdy (1993: 47) dalam Ratih (2012) menegaskan bahwa sebelum seseorang

menggunakan data yang diperoleh, orang tersebut harus dapat memahami

fungsi dari data tersebut, serta harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal

tersebut sejalan dengan Herbert et.al (1984:3) dalam Faizah (2009) yang

menyatakan pada organisasi pemerintah terdapat dua orientasi atau kepentingan

yang diperankan dalam menjalankan roda pemerintahan, yaitu orientasi laba dan

non laba.

Orientasi laba pada pemerintahan adalah Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD). Oleh sebab itu, pengelola administrasi pemerintahan perlu memahami

akuntansi. Mereka juga harus dapat memahami pelaporan akuntansi, dan juga

memahami bagaimana informasi akuntansi digunakan untuk perencanaan,

pembuatan keputusan dan pengendalian. Hal tersebut ditegaskan oleh Collier

(1997:7) dalam Syahrida (2009) bahwa akuntansi memiliki implikasi terhadap

hubungan antara pemegang kekuasan dan lingkungan organisasi, serta sistem

akuntansi manajemen merupakan suatu kekuatan yang mempengaruhi strategi.

Ini menandakan untuk memediasi hubungan antara pemerintah daerah dan

pemangku kepentingan lainnya yang ada di daerah diperlukan suatu media untuk

mengkomunikasikan program pemerintah. Salah satu media yang dianggap


12

relevan dalam mengkomunikasikan dan dijadikan sebagi alat untuk mengawasi

program-program pemerintah tercermin dalam APBD adalah sistem akuntansi

daerah. Akuntansi keuangan daerah akan membutuhkan dokumen-dokumen

yang merupakan sumber utama dalam melakukan pencatatan yang pada

akhirnya akan menghasilkan laporan keuangan (Sujarweni, 2015:159).

Sistem akuntansi keuangan daerah terdiri atas sistem akuntansi pejabat

pengelola keuangan daerah (PPKD) dan sistem akuntansi satuan kerja

perangkat daerah (SKPD). Sistem akuntansi PPKD meliputi teknik pencatatan,

pengakuan dan pengungkapan atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA,

belanja, transfer, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan

koreksi, penyusunan laporan keuangan PPKD serta penyusunan laporan

keuangan konsolidasian pemerintah daerah. Sedangkan Sistem akuntansi SKPD

meliputi teknik pencatatan, pengakuan dan pengungkapan atas pendapatan-LO,

beban, pendapatan-LRA, belanja, aset, kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan

koreksi serta penyusunan laporan keuangan SKPD. Berikut ini adalah sistem

akuntansi PPKD menurut Sujarweni (2015):

1. Sistem Akuntansi Pendapatan


Pihak–pihak yang terkait dalam sistem akuntansi pendapatan pada PPKD

antara lain :
a. Bendahara PPKD
Bendahara PPKD mencatat dan membukukan semua penerimaan

pendapatan ke dalam buku kas penerimaan, membuat rekap penerimaan

harian yang bersumber dari pendapatan, dan melakukan penyetoran

uang yang diterima ke kas daerah setiap hari.

b. Fungsi Akuntansi PPKD


Fungsi Akuntansi PPKD mencatat transaksi/kejadian pendapatan LO dan

pendpaatan LRA berdasarkan bukti-bukti transaksi yang sah dan valid ke


13

buku jurnal LRA dan buku jurnal LO dan Neraca, melakukan posting

jurnal–jurnal transaksi/kejadian pendapatan LO dan pendapatan LRA

kedalam buku besar masing–masing rekening, dan menyusun laporan

keuangan, yang terdiri dari laporan relaisasi anggaran (LRA), laporan

perubahan ekuitas (LPE), neraca, laporan arus kas dan catatan atas

laporan keuangan.
c. PPKD selaku BUD
PPKD selaku BUD menandatangani/mengesahkan dokumen surat

ketetapan pajak/retribusi daerah dan menandatangani laporan keuangan

yang telah disusun oleh Fungsi Akuntansi SKPD


2. Sistem Akuntansi Beban dan Belanja
Pihak pihak yang terkait dalam sistem akuntansi beban dan belanja antara

lain:
a. Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD (PPK-PPKD)
PPK-PPKD mencatat transaksi/kejadian beban dan belanja berdasarkan

bukti-bukti transaksi yang sah dan valid ke buku jurnal LRA dan buku

jurnal LO dan neraca, melakukan posting jurnal-jurnal transaksi/kejadian

pendapatan LO dan pendapatan LRA kedalam buku besar masing-

masing rekening (rincian objek), dan menyusun laporan keuangan, yang

terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), laporan operasional (LO),

laporan perubahan SAL, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,

neraca dan catatan atas laporan keuangan.


b. Bendahara Pengeluaran PPKD
Bendahara Pengeluaran PPKD mencatat dan membukukan semua

pengeluaran beban dan belanja kedalam buku kas umum PPKD dan

membuat SPJ atas beban dan belanja.


3. Sistem Akuntansi Transfer
Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi transfer masuk dan transfer

keluar antara lain Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD dan Bendahara

Pengeluaran PPKD.
4. Sistem Akuntansi Pembiayaan
14

Pihak-pihak yang terkait dengan sistem akuntansi pembiayaan antara lain

Fungsi Akuntansi PPKD, BUD, dan PPKD.


5. Akuntansi Kas dan Setara Kas
Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi kas dan setara kas pada

PPKD antara lain pejabat penatausahaan keuangan PPKD (PPKPPKD),

bendahara penerimaan PPKD, bendahara pengeluaran PPKD.


6. Sistem Akuntansi Piutang
Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi piutang antara lain pejabat

penatausahaan keuangan PPKD (PPK-PPKD) dan bendahara penerimaan

PPKD.
7. Sistem Akuntansi Investasi
Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi investasi antara lain pejabat

penatausahaan keuangan PPKD (PPK-PPKD) dan PPKD.


15

8. Akuntansi Dana Cadangan


Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi dana cadangan antara lain :
a. Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD (PPK-PPKD)
PPK-PPKD memiliki tugas mencatat transaksi/kejadian dana cadangan

berdasarkan bukti-bukti transaksi yang sah ke Buku Jurnal Umum,

memposting jurnal-jurnal transaksi/kejadian Dana Cadangan ke dalam

buku besar masing-masing rekening (rincian objek), dan membuat

laporan keuangan, yang terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA),

laporan operasional (LO), laporan perubahan SAL (LPSAL), laporan

perubahan ekuitas (LPE), laporan arus kas (LAK), neraca dan catatan

atas laporan keuangan (CaLK).


b. PPKD dalam sistem akuntansi dana cadangan, PPKD memiliki tugas

menandatangani laporan keuangan PPKD sebelum diserahkan dalam

proses penggabungan/konsolidasi yang dilakukan oleh fungsi akuntansi

PPKD dan menandatangani surat pernyataan tanggung jawab PPKD


2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pengawasan

keuangan daerah. Keuangan Daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri (Permendagri) No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Dalam permendagri No.13 tahun 2006 dinyatakan bahwa keuangan daerah

adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala

bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

proses pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/

penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan

rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui


16

bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan

daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara

eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan

dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.

Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan

pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Sesuai

dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

pasal 17-18, yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus

didasarkan pada penetapan skala prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja

Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama

antara DPRD dengan Pemerintah Daerah.

Jika disederhanakan, sistem pengelolaan keuangan daerah meliputi tiga

siklus utama, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan dan

pertanggungjawaban. Pada tahap perencanaan input yang digunakan adalah

aspirasi masyarakat melalui penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan

oleh DPRD dan pemerintah daerah (Yuwono, 2005:58).


17

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP

Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.


b. Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran (KUA).
c. Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS).
d. Penetapan prioritas dan plafon anggaran Satuan Kerja

Pemerintah Daerah (SKPD).


e. Penyusunan rancangan pera APBD.
f. Penetapan APBD.
g. Pelaksanaan APBD.

Ruang lingkup pengelolaan keuangan daerah meliputi :

1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi serta melakukan

pinjaman.
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urursan pemerintahan

daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.


3. Penerimaan daerah.
4. Pengeluaran daerah.
5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,

surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai

dengan uang. Kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah.


6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan atau kepentingan

umum.
18

Keuangan daerah dikelola dengan azas tertentu. Keuangan daerah dikelola

secara tertib, taat pada peraturan perundangan-undangan, efektif, efisiensi,

ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas

keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Berikut ini adalah uraian

terhadap azas umum pengelolaan keuangan daerah tersebut :

a. Tertib
Keuangan daearah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang

didukung dengan bukti–bukti administrasi yang dapat

dipertanggungjawabkan.
b. Taat pada peraturang perundang–undangan
Keuangan daerah dikelola dengan berpedoman pada peraturan

perundang–undangan.
c. Efektif
Pencapaian Hasil program dengan tepat yang telah ditetapkan, yaitu

dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.


d. Efisien
Pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau

penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.


e. Ekonomis
Memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

ringkat harga yang rendah.


f. Transparan
Prisnisp keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui

dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan

daerah.
g. Bertanggungjawab
Perwujudan kewajiban seseorang untuk memungkinkan

mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya

dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan


h. Keadilan
19

Keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan atau

keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan

yang obyektif.
i. Kepatuhan
Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan

proporsional.
j.Manfaat
Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Daerah

yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan

keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Kepala Daerah selaku Pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan melimpahkan sebagian atau seluruh

kekuasaannya kepada :

1. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola kekuangan daerah


2. Kepala SKPKD selaku PPKD
3. Kepala SKPD selagu pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

(Kepala Daerah)

Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

(Sekretaris Daerah)

Pengguna Anggaran PPKD/BUD

(Kepala SKPD) (Kepala SKPD)

KPA PPTK PPK BPN BPG Kuasa BUD


20

Sumber : Siregar (2015, 14)

Gambar 2.1
Struktur Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

2.4. Pengelolaan Barang Milik Daerah

Berdasarkan Perarutan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 1. Barang Milik

Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran

pendapatan dan Belanja Daerah atau bersal dari perolehan lainnya yang sah.

Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik

Daerah.

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas

fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian

nilai. Pengeloloaan barang milik daerah meliputi :

1. Pernecanaan Kebutuhan dan pengaggaran,


2. Pengadaan,
3. Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran,
4. Pemeliharaan,
5. Penatausahaan,
6. Penggunaan,
7. Pemanfaatan,
8. Pengamanan,
9. Penilaian,
10. Penghapusan,
11. Pemindahtanganan,
12. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
13. Pembiayaan,
14. Tuntutan ganti rugi.
Siklus yang terkait dengan perencanaan, pengadaan, dan pemeliharaan

mempunyai tanggung jawab masing-masing dan memiliki prosedur pelaksanaan


21

yang berbeda-beda. Proses perencanaan dilaksanakan dengan prosedur yang

berjenjang sesuai mekanisme perencanaan yang didasarkan pada Undang-

Undang nomor 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Nasional dan

Peraturan Pelaksanaannya yang dimulai dari usulan Kepala SKPD kepada tim

anggaran eksekutif untuk dimasukkan ke dalam RAPBD. Usulan tersebut

dilakukan dengan berbagai tahapan. Selanjutnya, RAPBD di sampaikan kepada

DPRD untuk mendapatkan legalisasi menjadi APBD dengan dilengkapi dengan

berbagai dokumen seperti dokumen pelaksanaan anggran (DPA), kemudian

dilaksanakan pengadaan berdasarkan kewenangan masing-masing instansi

dengan prosedur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011.


Selanjutnya adalah proses penerimaan, penyimpanan, serta penyaluran.

Semua proses itu bukan hanya dilaksanan oleh pejabat yang menangani

administrasi aset, melaikan juga perlu melibatkan Pemimpin Pelaksana Teknis

Kegiatan (PPTK). Hal ini menjadi penting untuk dilakukan sebab penerima aset

dari pihak ketiga terlebih dahulu diterima PPTK apabila diberi kewenangan oleh

pengguna anggaran/pengguna barang selaku kepala SKPD. Setelah itu PPTK

menyerahkan kepada bendahara aset untuk disimpan dan dicatat aset-aset

daerah kedalam buku inventaris. Kemudian, dengan data yang ada pada

bendahara aset/barang diberi kepada pembuat laporan keuangan yang

didalamnya adalah membuat neraca daerah.


Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Setiap aset yang dibeli perlu

dirawat dengan baik agar aset tetap terawat dan umur ekonomisnya dapat

bertambah dan akan lebih efisien pengelolaannya. Siklus lainnya adalah

penatausahaan. Pencatatan dilakukan dalam rangka memberikan kepastian

catatan atas setiap barang yang dibeli atau berubah keadaan karena terjadi
22

mutasi maupun karena adanya pemusnahan, dan sebagai dasar dalam

memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan dalam rangka

pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan aset milik daerah secara transparan.


Selanjutnya adalah siklus penggunaan, pemanfaatan, dan pengamanan.

Ketiga siklus itu dilakukan dalam rangka memperjelas status aset daerah.

Apabila tidak dilakukan dengan jelas maka pemerintah daerah atau pihak yang

berkepentingan terhadap aset tersebut sangat mudah sekali mengusulkan untuk

dialihfungsikan.
Siklus penilaian dilakukan ketika aset akan dihapus untuk dijual atau

dilakukan tukar-menukar atau untuk dilakukan kerjasama pemanfaatan. Siklus

pengendalian, pengawasan, serta pembiayaan dan tunututan ganti rugi dilakukan

agar tidak mudah dimanipulasi pengguna aset karena aset daerah memiliki

banyak ragam dan kepentingannya yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola

aset/barang milik daerah dan aparat pengawas, sedangkan siklus pembiayaan

perlu dilakukan dalam rangka pembelian atau pemeliharaan, yang terakhir

adalah siklus tuntutan ganti rugi yaitu setiap aset yang hilang baik dilakukan oleh

bendahara maupun oleh pejabat atau pegawai berdasarkan kelalaiannya harus

dilakukan tuntutan ganti rugi aset/barang milik daerah agar aset tetap terjaga

dengan baik (Yusuf: 2015).

Oleh karena itu, aset daerah yang pada dasarnya merupakan bagaian dari

asset negara harus dikelola secara optimal dengen memperhatikan prinsip

efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas.

Pada dasarnya, kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis,

yaitu :

1. Kekayaan yang sudah ada (eksis) sejak adanya daerah tersebut.

Kekayaan jenis ini meliputi kekayaan alam dan geografis kewilayahan.


23

2. Kekayaan yang telah dan dimiliki baik yang berasal dari pembelian

maupun yang akan dibangun sendiri. Kekayaan jenis berasal dari

aktivitas pemerintah daerah yang di danai dari APBD serta kegiatan

perekonomian daerah lainnya.


24

Aset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh

daerah. Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang

bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang bisa menunjang peran dan

fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada

masyarakat.

2.5. Kinerja SKPD


Dengan adanya reformasi pengelolaan keuangan daerah dibutuhkan tenaga

kerja yang profesional dibidang pengelolaan keuangan daerah. Kinerja atau

prestasi kerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan

kontirbusi ekonomi. Prawirosentono (1999:2) mengartikan kinerja sebagai hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu

organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam

upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Tolak ukur kinerja

adalah keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kineja perangkat daerah.

Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah

untuk menciptkan kesejahtaraan masyarakaat. Kesejahteraan masyarakat

merupakan subuah konsep yang sangat multikompleks. Kesejahteraan

masyarakat tidak hanya berupa kesejahteraan fisik yang bersifat material saja,

namun termasuk kesejahteraan nonfisik yang lebih bersifat immaterial.

Hubungan antara pemerintah dan masyarakat merupakan hubungan

pertanggungjawaban, dalam hal ini pemerintah sebagai agen harus

mempertanggungjawabkan aktivitas dan kinerjanya kepada masyarakat yang

telah memberikan dana pada pemerintah. Pertanggungjawaban kepada

masyarakat ini disebut Akuntabilitas Publik.


25

Orang yang berkompeten adalah orang yang memiliki pengetahuan,

keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan.

Seorang pegawai pemerintah yang berkompeten harus memiliki pengatahuan,

keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan bidang tugasnya. Harus diakui

bahwa semua tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintahan berbeda-beda.

Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi.

Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan

digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan

menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui kamampuan organisasi

dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas.

Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator

tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif.

Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik

lebih lebih banyak bersifat intangible output, maka ukuran finansial saja tidak

cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan ukuran kinerja non-finansial (Mardiasmo, 2002:122).

Menurut Mardiasmo (2002), Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah

suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai

pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Kinerja

tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja. Pengukuran

kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.

Menurut Mahmudi (2015), dalam organisasi sektor publik pengukuran kinerja

untuk mengukur 3E yaitu: ekonomi, efisiensi dan efektivitas (value for money).

Apabila suatu kegiatan/aktivitas tidak memiliki ukuran kinerja, maka akan sulit
26

bagi organisasi untuk menuntukan apakah kegiatan/aktivitas tersebut sukses

atau gagal.

Menurut Sujarweni (2015), tujuan dilakukannya pengukuran kinerja sekotr

publik antara lain :

1. Akan dapat memperbaiki kinerja masa yang akan datang agar lebih

baik dalam mencapai tujuan organisasi sektor publik.


2. Pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan

misalnya mengganti kebijakan, mempertahankan pimpinan.


3. Mewujudkan tanggung jawab publik.
4. Untuk mengkomunikasikan strategi menjadi lebih baik antara atasan

dan bawahan.
5. Mengalokasikan sumber daya.
6. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang

sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.


7. Pengukuran kinerja pendorong terciptanya akuntabilitas publik.

Setelah tujuan pengukuran kinerja dicapai maka perusahaan akan mendapat

manfaat langsung yaitu seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2004) :

1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk

menilai kinerja manajemen.


2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan

korektif untuk memperbaiki kinerja.


4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara

objektif atas pencapaian yang diukur sesuai dengan sistem pegukuran

kinerja yang telah disepakati.


5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka

memperbaiki kinerja organisasi.


6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah

terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastiakn bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
27

Dalam organisasi sektor publik, ikatan batin antara pegawai dengan

organisasi dapat dibangun dari kesamaan misi, visi, dan tujuan organisasi, bukan

sekedar ikatan kerja. Di Indonesia terdapat fenomena unik, misalnya masyarakat

berjuang keras untuk bekerja pada instansi pemerintah atau sebagai PNS

meskipun mereka digaji lebih rendah dibandingkan apabila mereka bekerja di

sektor bisnis (Sujarweni, 2015).

Apabila setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan

prestasi terbaiknya bagi negara dan pelayanan terbaik bagi masyarakat, maka

tentunya kinerja sektor publik akan meningkat. Untuk menciptakan sistem

manajemen kinerja yang optimal, setiap pegawai dalam organisasi harus aktif

mencari umpan balik (feedback) atas kinerja mereka.

Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang

telah dietapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor

keberhasilan utama organisasi (critacal succes factors) dan indikator kinerja

kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area

yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini

merefleksikan referensi manjerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci

finasial dan non-finasial pada kondisi waktu tertentu. Indikator kinerja kunci

merupakan sekumpulan indikator yang padat dianggap sebagai ukuran kinerja

kunci baik yang bersifat finansial maupun non-finansial untuk melaksanakan

operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator digunakan oleh manajer untuk

mendeteksi dan memonitor capaian kinerja (Sujarweni, 2015:116).

Menurut Mohammad (2006:77) dalam Hidayat (2015), indikator kinerja

pemerintah daerah terdapat beberapa jenis yaitu :


28

a. Indikator masukan (input), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.


b. Indikator proses (process). Dalam indikator ini. Organisasi/instansi

merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan,

maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.


c. Indikator keluaran (Output), adalah sesuatu yang diharapkan langsung

dapat dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau non-fisik.
d. Indikator hasil (outcomes), segala sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).


Menurut Sujarweni (2015:108) elemen pokok pengukuran kinerja sebagai

berikut:
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi.
Untuk mengukur kinerja yang perlu dilihat adalah elemen tujuan, sasaran

dan strategi organisasi sektor publik.


29

2. Merumuskan idikator dan ukuran kinerja.


Untuk mengukur kinerja perlu indikator-indikator (penilaian kinerja secara

tidak langsung, hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi

kinerja) apa saja yang akan digunakan.


3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Untuk mengukur kinerja dengan cara mengukur seberapa besar

pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.


4. Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas).


Untuk mengukur kinerja dengan cara mengevaluasi kinerja dengan cara :
a. Feedback: yaitu seberapa pencapaian kinerja dijadikan dasar

pengelola organisasi untuk perbaikan berikutnya.


b. Penilaian kemajuan organisasi : penilaian kinerja dilakukan setiap

periode dengan penilaian berupa kriteria-kriteria. Jika pencapaiannya

lebih rendah dari tujuan yang telah ditetapkan maka perlu

ditemukannya sumber penyebabnya.


c. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas:

pengukuran kinerja akan menghasilkan informasi untuk pengambilan

keputusan manajemen dan membantu menilai keberhasilan

manajemen.
30

2.6. Konsep Pengukuran Kinerja Value For Money


Konsep value for money terdiri atas 3 elemen utama, yaitu :
1. Ekonomi
Ekonomi terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber

daya keuangan menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan.

Infrastruktur, dan barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan

operaso organisasi.
2. Efisiensi
Efisiensi terkait dengan input dan output. Efisiensi terkait dengan

hubungan output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan

dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output

tersebut. Secara matematis, efisiensi merupakan perbandingan antara

output dengan input atau dengan istilah lain output per unit input. Suatu

kegiatan dapat dikatakan efisien apabila mampu mengahasilkan output

tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu

menghasilkan output sebesar-besarnya.


3. Efektivitas
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin

besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin

efektif kegiatan tersebut. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi

berfokus pada output atau proses,maka efektifitas berfokus pada

outcome (hasil).
31

Value For Money

INPUT INPUT OUTPUT OUTCOME


PRIMER (masukan) (keluaran) (hasil)

Sumber : Mahmudi (2015)

EKONOMI EFISIENSI EFEKTIVITAS


Gambar 2.2
Value for Money Chain
32

2.7. Penelitian Terdahulu


Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi, pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja satuan kerja

pemerintah daerah di Kabupaten Maluku Tengah. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa secara parsial menunjukkan bahwa pemahaman sistem

akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja

SKPD. Secara simultan menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi

pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja

SKPD.
Syahrida (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja

SKPD pada pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa secara parsial pemahaman sistem akuntansi dan

pengelolaan keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD.

Secara simultan pemahaman sistem akuntansi pemerintahan dan pengelolaan

keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD.


Ratih (2012), melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah, dan pengelolaan

barang milik daerah tergadap kinera SKPD pada pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara

simultan pemahaman sistem akuntansi keuangan daeraah, penatausahaan

keuangan daerag dan pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap

kinerja SKPD pada pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Secara parsial,

pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap

kinerja SKPD. Sedangkan, pemahaman penatausahaan keuangan daerah tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD. Pemahaman pengelolaan barang

milik daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD.


33

Aprilia (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi pemerintahan dan penatausahaan keuangan daerah terhadap kinerja

pengelola keuangan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pemahaman sistem akuntansi pemerintahan tidak berpengaruh terhadap kinerja

pengelola keuangan daerah, sedangkan pemahaman penatausahaan keuangan

daerah berpengaruh terhadap kinerja pengelola keuangan daerah.


Usman (2014), melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja SKPD pada pemerintah daerah

kabupaten Bone Bolango. Hasil peneliian ini menunjukkan bahwa pemahaman

sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja SKPD.


Hidayat (2015), melakukan penelitian tentang pengelolaan keuangan daerah

dan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial pengelolaan keuangan daerah

dan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh signifikan positif terhadap

kinerja pemerintah daerah.


Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneitian yang peneliti lakukan yakni

dari jumlah variabel, penelitian terdahulu menggunakan 2 (dua) variabel

independen dan 1 (satu) variabel dependen, sedangkan yang peneliti gunakan 3

(tiga) variabel independen dan 1 (satu) variabel dependen. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Ratih (2012) salah satu variabel independen yang digunakan

adalah penatausahaan keuanagan daerah, sedangkan yang peneliti gunakan

yakni pengelolaan keuangan daerah dimana pengelolaan keuangan daerah

memiliki cakupan yang lebih luas dan penatausahaan keuangan daerah

termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah.


Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel Hasil
1 Askam Tuasikal, Pengaruh 1. Pengaruh Pemahaman sistem
2007 pemahaman Sistem pemahaman sistem akuntansi,
Akuntansi, akuntansi, pengelolaan
Pengelolaan pengelolaan keuangan daerah
34

Keuangan Daerah keuangan daerah berpengaruh


Terhadap Kinerja sebagai variabel terhadap kinerja
Satuan Kerja independen. satuan kerja
Pemerintah Daerah 2. Kinerja satuan pemerintah daerah
di Kabupaten kerja pemerintah secara parsial dan
Maluku Tengah daerah sebagai simultan.
Provinsi Maluku. variabel dependen.
2 Cut Faizah Pengaruh 1. Pemahaman 1. Pemahaman
Syahrida, 2009 Pemahaman Sistem sistem akuntansi sistem akuntansi
Akuntansi keuangan daerah berpengaruh
Keuangan Daerah dan pengelolaan terhadap kinerja
dan Pengelolaan keuangan daerah SKPD secara
Keuangan Daerah sebagai variabel signifikan.
terhadap Kinerja independen. 2. Pemahaman
SKPD pada 2. Kinerja SKPD pengelolaan
Pemerintah Provinsi sebagai variabel keuangan daerah
Sumatera Utara. dependen. tidak berpengaruh
terhadap kinerja
SKPD.

3 Asri Eka Ratih, Pengaruh 1. Pemahaman 1.


Pemahaman
2012 Pemahaman Sistem sistem akuntansi
sistem akuntansi
Akuntansi keuangan, keuangan,
Keuangan Daerah, penatausahaan penatausahaan
Penatausahaan keuangan daerah keuangan daerah
Keuangan Daerah dan pengelolaan
dan pengelolaan
dan Pengelolaan barang milik
barang milik
Barang Milik daerah sebagai
daerah
Daerah Terhadap variabel berpengaruh
Kinerja SKPD pada independen. secara simultan
Pemerintahan 2. Kinerja SKPDterhadap kinerja
Provinsi Kepulauan sebagai variabel
SKPD.
Riau. depanden. 2.
Pemahaman
sistem akuntansi
keuangan daerah
berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja SKPD.
3. Penatausahaan
keuangan daerah
tidak berpengaruh
secara signifikan
terhadap kinerja
SKPD.
4. Pengelolaan
barang milik
daerah
berpengaruh
secara signifikan
terhadap kinerja
SKPD.
4 Erna Sari, Pengaruh 1. Pemahaman 1. Pamahaman
Saiful, Nila Pemahaman Sistem sistem akuntansi sistem akuntansi
Aprilia (2013) Akuntansi pemerintahan dan pemerintah tidak
Pemerintahan dan penatausahaan berpengaruh
35

Penatausahaan keuangan daerah terhadap kinerja


Keuangan Daerah sebagai variabel pengelola
terhadap Kinerja independen. keuangan daerah.
Pengelola 2. Kinerja pengelola 2. Pemahaman
Keuangan Daerah keuangan daerah penatausahaan
sebagai variabel keuangan daerah
dependen berpengaruh
terhadap kinerja
pengelola
keuangan daerah.
5 Usman dan Pengaruh 1. Pengaruh Sistem akuntansi
Lukman pakaya Pemahaman Sistem pemahaman keuangan daerah
(2014) Akuntansi sistem skuntansi berpengaruh positif
Keuangan Daerah keuangan daerah terhadap kinerja
terhadap Kinerja sebagai variabel SKPD.
SKPD pada independen.
Pemerintah Daerah 2. Kinerja SKPD
kabupaten Bone sebagai variabel
Bolango. dependen.
6 Rahmad Pengaruh 1. Pengelolaan secara parsial
Hidayat (2015) Pengelolaan keuangan daerah pengelolaan
Keuangan Daerah dan sistem keuangan daerah
dan Sistem akuntansi dan sistem akuntansi
Akuntansi keuangan daerah keuangan daerah
Keuangan Daerah sebagai variabel berpengaruh
terhadap Kinerja independen. signifikan positif
Pemerintah Daerah 2. Kinerja pemerintah terhadap kinerja
daerah sebagai pemerintah daerah.
variabel dependen.
36

2.8. Rerangka Berfikir

Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai

perubahan regulasi dari waktu ke waktu, hal tersebut merupakan rangkaian

bagaimana suatu pemerintah daerah dapat menciptakan good governance

dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Keberhasilan di suatu

daerah tidak terlepas dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang dikelola

dengan manajemen yang baik pula. Di era reformasi saat ini dengan peraturan

tentang adanya otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mengelola

keuangan dengan baik dan benar. Untuk menciptakan pengelolaan keuangan

yang transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel di haruskan semua

pelaksana keuangan daerah mampu mengelola keuangan dan mampu

memahami sistem akuntansi, oleh sebab itu pemahaman pengelola keuangan

daerah mengenai sistem akuntansi pemerintah sangat penting dan harus

diperhatikan. Keberhasilan dari pengembangan sistem akuntansi sangat

bergantung pada keterlibatan pegawai pemerintah daerah.

Indikator keberhasilan pengelolaan keuangan dapat dilihat dari beberapa

indikator, misalnya penyusunan APBD yang tepat waktu, PAD, rendahnya SiLPA,

realisasi APBD, dan penyampaian laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)

tepat waktu serta indikator pokok keberhasilan adalah peningkatan kualitas Opini

BPK atas LKPD yang meningkat (Aprilia, 2013).

Abdul (2009) dalam Hidayat (2015) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa, kinerja pemerintah daerah dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan

daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kinerja

menunjukkan adanya akuntabilitasi kinerja yang terdapat keterkaitan antara

sasaran strategis yang ingin dicapai dengan jumlah dana yang dialokasikan
37

maka dapat diasumsikan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang baik

mempunyai pengaruh terhadap kinerja suatu instansi atau organisasi.

Sistem akuntansi keuangan yang memadai tidak hanya dapat memberikan

bantuan untuk memverivikasi transaksi-transaksi agar dapat ditelusuri dana-dana

sesuai dengan tujuannya, serta mengecek otoritas, efisiensi, dan keabsahan

pembelajaran dana, tetapi sistem akuntansi keuangan daerah tersebut juga

dapat mendukung pada pencapaian kinerja, peniliaian pemerintah yang baik

dapat dilihat dari pencapaian kinerja pemerintahan itu sendiri, pengukuran dalam

pencapaian kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan

manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik (Wawan dan Lia,

2009).

Menurut Descopa dalam penelitiannya menyatakan, dalam hal pengelolaan

aset milik daerah persoalan-persoalan yang seringkali terjadi karena pengguna

aset milik daerah tidak memahami tugas dan kewajibannya sebagai pengguna

aset milik daerah sesuai dengan yang tercantum dalam Permendagri Nomor 17

tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah. Pengguna

aset tidak memahami pentingnya kedudukan aset milik daerah sebagai satu

kesatuan tak terpisahkan dari keuangan daerah. Penggunaan adalah kegiatan

yang dilakukan oleh pengguna/kuasa pengguna dalam mengelolaa dan

mentausahakan aset milik daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan. Seringkali terjadi kesalahan

dan kelalaian dalam pengelolaan barang milik daerah karena penggunaan aset

milik daerah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.


38

Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Kabupaten Bangkalan tahun 2010, 2011, 2012, 2013 oleh Badan Pemeriksaan

Keuangan RI menyatakan Wajar Tanpa Pengecualian hal ini merupakan capaian

yang luar biasa namun pada tahun 2014 BPK-RI menyatakan WDP atas LKPD

Kabupaten Bangkalan, hal itu dapat dikatakan bahwa telah terjadi kemerosotan

atas kinerja keuangan Kabupaten Bangkalan. LKPD merupakan rapor

pemerintah daerah dalam mempertanggungjawabkan amanat yang dipercaya

rakyat, utamanya yang terkait dengan penggunaan anggaran, juga kepada

stakeholder lainnya. Tidak hanya dalam hal pengelolaan keuangaan tetapi juga

dalam hal pengelolaan aset milik daerah. Dengan langkah inventarisasi dan

revaluasi aset/kekayaan negara diharapkan akan mampu memperbaiki/

menyempurnakan administrasi pengelolaan aset mikik daerah pada saat ini.

Berdasarkan hal di atas, pengelolaan aset milik daerah merupakan satu

yang harus dilakukan dengan baik tentunya didukung dengan Sumber Daya

Manusia (SDM) yang paham tentang pengelolaan aset milik daerah agar dapat

memberikan gambaran tentang kekayaan daerah, adanya kejelasan status

kepemilikan, pengamanan barang daerah, peningkatan PAD dengan

pemanfaatan aset daerah yang ada, serta dapat digunakan untuk dasar

penyusunan laporan keuangan.

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, penelitian ini

mengidentifikasi 3 variabel independen yaitu Pemahaman Sistem Akuntansi

Pemerintahan (X1), Pengelolaan Keuangan Daerah (X2), Pengelolaan aset milik

daerah (X3), yang diperkirakan mempengaruhi baik simultas maupun parsial

terhadap kineja SKPD (Y). Kerangka konseptual yang digunakan dalam

penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut :


39

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemahaman Sistem
Akuntansi Pemerintahan
(X1)

Pemahaman Pengelolaan Kinerja SKPD


Keuangan Daerah
(Y)
(X2)

Pemahaman Pengelolaan
Aset Milik Daerah
(X3)

Gambar 2.3
Kerangka penelitian

Keterkaitan antara variabel dependen dan variabel independen adalah

Kinerja SKPD (Y) sebagai variabel dependen diperkirakan baik secara simultan

maupun parsial dipengaruhi oleh beberapa bariabel independen X yaitu

Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan (X1), Pengelolaan Keuangan

Daerah (X2), Pengelolaan aset milik daerah (X3) dapat diurakan sebagai berikut :

a. Semakin tinggi/rendah pemahaman sistem akuntansi pemerintahan,

maka semakin tinggi/rendah kinerja SKPD.


b. Semakin tepat/tidak tepat pengelolaan keuangan daerah, maka

semakin tinggi/rendah kinerja SKPD.


c. Semakin tepat/tidak pengelolaan aset milik daerah, maka semakin

tinggi/rendah kinerja SKPD.


40

2.9. Pengembangan Hipotesis


2.9.1.Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap Kinerja SKPD
Collier (1997 : 7) dalam Syahrida (2009) berpendapat bahwa akuntansi

memiliki implikasi terhadap hubungan antra kekuasaan dan lingkungan

organisasi, serta sistem akuntasi merupakan suatu sumber kekuatan yang

mempengaruhi strategi organisasi. Hal ini menandakan bahwa untuk menengahi

hubungan antara pemerintah daerah dan stakeholder diperlukan adanya suatu

media untuk mengkomunikasikan program pemerintah. Salah satu media yang

dianggp relevan untuk dijadikan sebagai alat untuk mengawasi program-program

pemerintah yang tercermin dalam APBD adalah sistem akuntansi pemerintah.


Tausikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan

kerja pemerintah daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi pemerintah berpengaruh

terhadap kinerja SKPD.


Syahrida (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja

SKPD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa sistem akuntansi keuangan berpengaruh terdahap kinerja

SKPD. Hal ini menandakan bahwa bila pemahaman eksekutif tentang sistem

akuntansi keuangan daerah ditingkatkan maka dapat mendorong kinerja satuan

kerja pemerintah daerah.


Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan

barang milik daerah terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhapad kinerja SKPD.


41

Aprilia (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi pemerintahan dan penatausahaan keuangan daerah terhadap kinerja

pengelola keuangan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pemahaman sistem akuntansi pemerintahan tidak berpengaruh terhadap kinerja

pengelola keuangan daerah.


Usman (2014), melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja SKPD pada pemerintah daerah

kabupaten Bone Bolango. Hasil peneliian ini menunjukkan bahwa pemahaman

sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja SKPD


Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :
H1 : Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan Berpengaruh Positif

Signifikan Terhadap Kinerja SKPD.


2.9.2.Pemahaman Pengelolaan keuangan Daerah Terhadap Kinerja SKPD

Tausikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan

kerja pemerintah daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pemahaman pengelolaan keuangan daerah berpengaruh

terhadap kinerja SKPD.

Syahrida (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja

SKPD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pemahaman pengelolaan keuangan daerah tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD. Kemungkinan hal itu

terjadi disebabkan ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu adanya kebijakan

dari Kepala Daerah sehingga pengelolaa keuangan daerah tidak dikelola secara

tertib,efektif, efisien, dan juga kesulitan teknis dalam pelaksanaan pengelolaan

keuangan daerah karena pemahaman pelaksana yang kurang memadai.


42

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :

H2 : Pemahaman Pengelolaan Keuangan Daerah Berpengaruh Positif

Signifikan Terhadap Kinerja SKPD.

2.9.3. Pemahaman Pengelolaan Aset Milik Daerah Terhadap Kinerja SKPD

Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan

barang milik daerah terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman pengelolaan

barang milik daerah berpengaruh terdadap kinerja SKP

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :

H3 :Pemahaman Pengelolaan Aset Milik Daerah Berpengaruh Positif

Signifikan Terhadap Kinerja SKPD.

2.9.4.Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan, Pengelolaan Keuangan

Daerah dan Pengelolaan Aset Milik Daerah Terhadap Kinerja SKPD


Tausikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan

kerja pemerintah daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi pemerintahan,

pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD.


Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan

barang milik daerah terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman sistem

akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan

barang milik daerah berpengaruh terhapad kinerja SKPD.


43

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :

H4 : Pemahaman Sistem akuntansi Pemerintahan, Pengelolaan

Keuangan Daerah dan Pengelolaan Aset Milik Daerah Berpengaruh

Signifikan Terhadap Kinerja SKPD.

Anda mungkin juga menyukai