Anda di halaman 1dari 40

Blok Panca Indera

PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL


Wrap Up

Kelompok : B-9
Ketua : Muhamad Harys Maulana (1102010173)

Sekretaris : Rizka Utami (1102010251)

Anggota : Nova Anggar K.M 1102009207


Muhammad Ario Akbar 1102010177
Nidya Febrina 1102010206
Novi Alfirahmi 1102010209
Novi Septiani 1102010210
Rahayu Kartika Utami 1102010226
Rininta Nurrahma Dwiputri 1102010243
Silmi Arfiyani 1102010269

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2012/2013
PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL

2
SKENARIO 2
PEGAWAI KAMAR MESIN KAPAL

Seorang laki-laki bernama A usia 43 tahun, adalah seorang pegawai pengawas kamar mesin
pesawat udara. A bekerja sejak usia 20 tahun. A Menjaga mesin pesawat di hanggar setiap
hari dan terpapar bising mesin 90 sampai 110 desibel (90-110 db) selama kurang lebih 8
jam setiap harinya. Setiap bekerja menggunakan ear plug.
Saat ini A mengeluhkan telinganya. Sebelum bekerja kedua telinga A sehat. A Memeriksakan
ke dokter perusahaan dengan keluhan kurang pendengaran pada kedua telinga. A
mengeluh kurang jelas menerima pembicaraan bila diajak berbicara dengan teman sekantor,
apalagi saat menelpon. Hal ini dirasakan semakin memberat dalam kurun waktu setahun
belakangan ini.
Pada pemeriksaan garpu tala dan audiometri didapatkan tuli perseptif derajat berat pada
kedua telinga. A menanyakan kepada dokter kemungkinan sembuh dapat mendengar seperti
semula.
Dokter menyarankan pasien untuk lebih menjaga kesehatan indera pendengaran baik secara
medis maupun secara islam.

3
KATA-KATA SULIT
1. Tuli perseptif : pasien lebih mendengar di telinga yang kondisinya baik. Kerusakan
pada koklea
2. Audiometri : Alat untuk mengukur fungsi pendengaran
3. Garpu Tala : Alat untuk mengetahudi fungsi pendengaran dan fungsi sensorik

4
PERTANYAAN

1. Mengapa pasien bisa tuli padahal sudah menggunakan ear plug ?


2. Apa saja gejala derajat berat tuli perseptif ?
3. Berapa batas maksimum frekuensi bunyi yang dapat di terima oleh telinga manusia ?
4. Apakah tuli pada pasien dapat di sembuhkan ?
5. Apa faktor yang dapat membuat tuli semakin memberat ?
6. Berapa lama batas paparan yang dapat menerima suara keras ?

JAWABAN
1. Karena ear plug tidak dapat menutupi seluruh telinga, sehingga tidak dapat
mengurangi intensitas bunyi secara maksimal.
2. Sukar menangkap pembicaraan orang seperti biasa.
3. 40 sampai 75 desibel
4. Karena tuli terjadi pada saraf koklea yang sifatnya menetap maka sulit untuk
disembuhkan.
5. Yang membuat tuli semakin memberat yaitu lamanya terpapar di lingkungan yang
memiliki frekuensi 90-100 db.
6. Frekuensi suara 90-100 db seharusnya lama terpapar hanya 15 menit sampai 2 jam.

5
HIPOTESIS

Seringnya terpapar suara bising 90-100 desibel, selama 8 jam setiap harinya, selama 20
tahun. Hanya dilindungi oleh ear plug belaka. Maka dapat menyebabkan berkurangnya
pendengaran. Sehingga dilakukan pemeriksaan menggunakan garpu tala dan audiometri. Dan
di duga pasien mengalami tuli perseptif.

6
SASARAN BELAJAR

1. Mampu menjelaskan dan memahami Anatomi Telinga


1.1 Makroanatomi Telinga
1.2 Mikroanatomi Telinga
2. Mampu menjelaskan dan memahami Fisiologi Pendengaran
3. Mampu menjelaskan dan memahami Gangguan Pendengaran
3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
4. Mampu menjelaskan dan memahami pemeriksaan telinga dan tes pendengaran
5. Mampu menjelaskan dan memahami Tuli akibat bising
5.1 Definisi
5.2 Etiologi
5.3 Klasifikasi
5.4 Patofisiologi
5.5 Manifestasi klinik
5.6 Diagnosis dan diagnosis banding
5.7 Tata laksana
5.8 Prognosis
5.9 Pencegahan
6. Mampu menjelaskan dan memahami kesehatan indera pendengaran menurut
pandangan islam

7
PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR
1. Mampu menjelaskan dan memahami Anatomi Telinga
1.1 Makroanatomi Telinga

Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas:


 Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran
udara. Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit.

8
Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n.
facialis.
 Meatus acusticus externus
Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane
timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke
membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm).
Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam
adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan
1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei
superfisialis, mastoidei dan cervicales superfisialis.
 Membrana timpani

2. Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh
membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah
mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan
dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
cavum timpani dari meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum
timpani dari bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavum timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak
pyramis ini dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial
dibentuk oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat
penonjolan bulat (promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea
yang ada dibawahnya.

9
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve,
menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh
sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.

Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
- Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
- Insertio = pada manubrium mallei.
- Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis
(cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus).
- Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan
membrane tympani.
b. Muskulus Stapedius
- Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
- Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
- Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
- Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah
cartilage. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas
M. constrictor pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum tympani dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan
berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus.
- Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
- Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
- Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
- Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.

10
- Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan
lobus temporalis cerebri.
- Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastodeae.
Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus,
yang diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh
membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum.
Cabang-cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major,
saraf ke M. stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan
pada permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus
tympanicus (mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus
petrosus minor).

3. Telinga dalam
- Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea
dan anterior terhadap canalis semisirkularis. Di dalam vestibulum terdapat
sacculus dan utriculus labyrintus membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian
posterior vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum.
Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 ½ putaran. Modiolus
mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.

11
- Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh
perilympha. Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam
vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis
semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan
tidak langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus
utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus
setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam
kantung buntu kecil yaitu saccus endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
dengan lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus
melalui ductus reunions.

Perdarahan

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

12
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian
dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus

1.2 Mikroanatomi Telinga

a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit
dan jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan
lamina propia yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi
mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.

13
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis
cuboid/ silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan
silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
- Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
- Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
- Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
- Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang
terdiri dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
- Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan
cabang-cabang sitoplasma halus.
g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai
silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).

Canalis Semicircularis, sacculus

14
Cochlea

1 = skala media (organ corti) berisi


endolimf
2 = skala vestibuli, berisi perilimf
3 = skala timpani, berisi perilimf
4 = ganglion spiralis
5 = N. cochlearis

Organ Corti

15
2. Mampu menjelaskan dan memahami Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-
daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang
ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang
lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap
perubahan cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran
, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan
frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara
1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan
tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran,
semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam
(terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-. Karena hubungan yang
bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan
dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap
berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah
dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius
eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu
lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial
menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan
demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau
belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak

16
lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai
telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang
terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial
mengganggu perambatan gelombang suara.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-
partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah
partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat
menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.

Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan
tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka
tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga
terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam
gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan
atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke
faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka
dengan gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut
memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan
atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.

Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu


pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri
karena tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak
berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua
sisi membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang
telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-
kadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang
terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran
suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga


dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang
dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga
tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes
melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana
timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut
juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut
dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran
yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam
dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler

17
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di
membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek
pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan.
Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval
sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval.
Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.

Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan
tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga
tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk
melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks
ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan
demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang
berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara
ledakan.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke
dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen


atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat
gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga
telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak
mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir
dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak
menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil


“jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa
transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak
naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut
akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser
posisinya terhadap membrana tektorial.

18
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran
ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di
serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika
sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 11. Transmisi gelombang suara

Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan


berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-
rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan
kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini,
gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak
sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,


diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang
suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang
menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-
titik tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar
maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan

19
helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di
sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada


Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus.
Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus
menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal
pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-
sertanya bersilangan secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur
pendengaran tidak mengganggu pendengaran di kedua telinga.

3. Mampu menjelaskan dan memahami Gangguan Pendengaran


3.1 Definisi

Gangguan pendengaran merupakan ketidak mampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan rusaknya salah satu atau beberapa bagian dari
telinga luar, tengah atau dalam. Gangguan pendengaran harus didiagnosis oleh ahli
audiologi atau spesialis THT. Audiologi memiliki makna serupa dengan otologi, yakni
pengetahuan tentang penyakit telinga. Untuk menentukan tipe dan tingkat kerusakannya,
ahli audiologi atau spesialis THT akan menguji pendengaran pasien tersebut. Catatan
mengenai ketajaman pendengaran terhadap berbagai nada (dinyatakan dalam bentuk
grafik garis) akan tergambar pada sebuah audiogram.

Etiologi
 Faktor genetik
 Faktor didapat, misalnya akibat terjadi infeksi, neonatal hiperbilirubinemia (terjadi
pada bayi yang baru lahir), masalah perinatal (prematuritas, anoksia berat), konsumsi
obat ototoksik (beberapa golongan antibiotika), terjadi trauma (fraktur tulang temporal,
pendarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi osikular, dan trauma suara), dan
neoplasma (misalnya, tumor pada telinga tengah).

3.2 Klasifikasi

Empat tipe gangguan pendengaran, yakni:

 Gangguan pendengaran sensorineural merupakan jenis gangguan pendengaran yang


disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel rambut) di dalam koklea atau
rumah siput dan biasanya bersifat permanen. Gangguan pendengaran sensorineural
disebut juga tuli saraf. Untuk gangguan pendengaran ringan hingga berat dapat diatasi
dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan, untuk gangguan
pendengaran berat atau parah sering dapat diatasi dengan implan rumah siput.
 Gangguan pendengaran konduktif, yang menunjukkan adanya masalah di telinga luar
atau tengah yang menyebabkan tidak terhantarnya bunyi dengan tepat ke telinga
dalam. Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran jenis ini biasanya bersifat
sementara. Pengobatan atau bedah, alat bantu dengar maupun implan telinga tengah
dapat membantu mengatasi gangguan pendengaran jenis ini tergantung pada penyebab
khusus masalah pendengaran tersebut.

20
 Gangguan pendengaran campuran, yang merupakan gabungan pendengaran
sensorineural dan konduktif. Pilihan penanganan untuk mengatasi gangguan
pendengaran jenis ini dapat dengan melakukan pengobatan, bedah, alat bantu dengar
atau implan pendengaran telinga tengah.
 Gangguan pendengaran saraf merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan
tidak adanya atau rusaknya saraf pendengaran. Hal tersebut dapat terjadi jika saraf
auditori tidak dapat mengirim sinyal ke otak. Gangguan pendengaran jenis ini
biasanya parah dan permanen. Dalam banyak kejadian, implan Batang Otak Auditory
(ABI) dapat menjadi pilihan.

Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Gangguan Pendengaran:

1. Tinnitus

Definisi: Tinnitus (telinga mendenging) adalah suara gaduh berasal di dalam telinga
melebihi lingkungan sekitar. Tinnitus adalah sebuah gejala dan bukan suatu penyakit
tertentu. Sangat sering terjadi-10 sampai 15% orang mengalami beberapa tingkat
tinnitus.

Etiologi : Lebih dari 75% masalah yang berhubungan dengan telinga termasuk tinnitus
sebagai sebuah gejala, termasuk luka dari suara gaduh atau ledakan, infeksi telinga,
saluran telinga yang tersumbat atau pipa Eustachian, otosclerosis (salah satu jenis
kehilangan pendengaran), tumor telinga bagian dalam, dan penyakit meniere. Obat-
obatan tertentu (seperti antibiotik aminoglikosid dan aspirin dosis tinggi) juga bisa
menyebabkan tinnitus.

Tinnitus juga bisa terjadi dengan gangguan dari luar telinga, termasuk anemia, jantung
dan gangguan pembuluh darah seperti hipertensi dan arterisclerosis, kelenjar tiroid jinak
(hypothyroidism), dan luka kepala. Tinnitus yang hanya pada salah satu telinga atau
berdenyut adalah tanda yang lebih serius. Suara bergetar bisa dihasilkan dari tumor
tertentu, arteri tersumbat, sebuah pembengkakan pembuluh darah, atau gangguan
pembuluh darah lainnya.

Gejala: Suara gaduh yang terdengar oleh orang yang menderita tinnitus bisa jadi
berdengung, berdering, meraung, bersiul, atau suara berdesis. Beberapa orang
mendengar suara yang rumit yang naik turun setiap waktu. Suara ini lebih jelas di
lingkungan yang sunyi dan ketika seseorang tidak konsentrasi pada hal tertentu. Maka,
tinnitus cenderung lebih mengganggu orang ketika mereka berusaha untuk tidur.
Bagaimanapun, pengalaman tinnitus adalah sangat individual ; beberapa orang sangat
terganggu dengan gejala-gejalanya, dan orang yang lainnya sungguh dapat bertahan.

Diagnosa: Karena seseorang yang menderita tinnitus biasanya kehilangan pendengaran,


melalui test pendengaran dilakukan sebaik mungkin sebagaimana magnetic resonance
imaging (MRI) pada kepala dan computed tomography (CT) pada tulang rawan (tulang
tengkorak yang mengandung bagian pada saluran telinga, telinga bagian tengah, dan
telinga bagian dalam).

Pengobatan: Upaya untuk mendeteksi dan mengobati penyebab gangguan tinnitus


seringkali tidak berhasil. Berbagai teknik bisa membantu meredam tinnitus, meskipun
kemampuan untuk meredam hal itu berbeda dari orang ke orang. Seringkali alat Bantu

21
dengar membantu menahan tinnitus. Banyak orang menemukan keringanan dengan
memainkan musik merdu untuk menyembunyikan tinnitus. Beberapa orang
menggunakan topeng tinnitus, sebuah alat yang dikenakan seperti Alat Bantu Dengar
yang menghasilkan tingkat tetap pada suara netral. Untuk orang yang sangat tuli,
sebuah cochlear yang ditanam dalam telinga bisa mengurangi tinnitus.

2. Otosklerosis

Definisi: Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga


tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan
tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya
tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya. Penyakit ini
biasanya mulai timbul pada akhir masa remaja atau dewasa awal.

Etiologi
 Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering
dari tuli konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.

 Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural.
Gejala: Tuli dan telinga berdenging (tinnitus).
Diagnosa:
 Untuk mengetahui beratnya ketulian pemeriksaan audiometri/audiologi.
 CT scan/rontgen kepala: membedakan otosklerosis dg penyebab ketulian lainnya.
Pengobatan: Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa
mengembalikan pendengaran penderita. Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:
 Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)
 Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese).
Jika penderita enggan menjalani pembedahan, bisa digunakan alat bantu dengar.

3. Ketulian Mendadak

Definisi: Ketulian Mendadak adalah kehilangan pendengaran yang berat, biasanya


hanya menyerang 1 telinga, yang terjadi selama beberapa jam atau kurang.

Etiologi: Ketulian mendadak biasanya disebabkan oleh penyakit virus, seperti:


- Gondongan
- Campak
- Influenza
- Cacar air
- Mononukleosis infeksiosa.

Kadang aktivitas yang berat (misalnya angkat besi) bisa menekan dan menyebabkan
kerusakan pada telinga dalam sehingga terjadi ketulian mendadak dan vertigo (perasaan
berputar). Ketulian mendadak juga bisa terjadi akibat suara ledakan yang hebat.

22
Gejala
 Biasanya ketulian bersifat berat tetapi sebagian besar penderita mengalami
penyembuhan total dalam waktu 10-14 hari dan hanya sebagian kecil yang mengalami
penyembuhan parsial.
 Ketulian mendadak bisa disertai oleh tinnitus (telinga berdenging) dan vertigo.
Vertigo biasanya menghilang dalam waktu beberapa hari tetapi tinnitus seringkali
menetap.
Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Pengobatan: Belum ada pengobatan yang memuaskan. Biasanya diberikan
corticosteroid per-oral (melalui mulut) dan penderita dianjurkan untuk menjalani tirah
baring.
4. Berkurangnya Pendengaran Akibat Kegaduhan

Definisi: Berkurangnya Pendengaran Akibat Kegaduhan adalah penurunan fungsi


pendengaran yang terjadi setelah telinga menerima suara-suara yang berisik/gaduh.

Etiologi

 Suara bising, misalnya yang berasal dari alat-alat tukang kayu, gergaji, mesin besar,
tembakan atau pesawat terbang bisa menyebabkan ketulian dengan cara merusak sel-
sel rambut penerima pendengaran di telinga dalam. Penyebab lainnya adalah
pemakaian headphone dan berdiri di dekat speakers (pengeras suara).

 Kepekaan terhadap suara bising pada setiap orang berbeda-beda, tetapi hampir setiap
orang akan mengalami ketulian jika telinganya terpapar oleh bising dalam waktu
cukup lama. Setiap bunyi dengan kekuatan diatas 85 dB bisa menyebabkan kerusakan.
Ledakan juga bisa menyebabkan ketulian yang sama (trauma akustik).

Gejala: Penurunan fungsi pendengaran yang terjadi biasanya bersifat menetap dan
disertai dengan telinga berdenging (tinnitus).

Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Pengobatan: Penderita yang mengalami penurunan fungsi pendengaran yang berat


biasanya akan memerlukan alat bantu dengar.

Pencegahan : Hindari suara-suara yang bising/gaduh. Gunakan pelindung telinga


(misalnya menggunakan plastik yang dimasukkan ke saluran telinga atau penutup
telinga yang mengandung gliserin).

5. Berkurangnya Pendengaran Akibat Pertambahan Usia

Definisi: penurunan fungsi pendengaran sensorineural yg terjadi sebagai bagian dari


proses penuaan yg normal.

Etiologi: Penurunan fungsi pendengaran ini merupakan bagian dari proses penuaan.
Lebih sering terjadi pada pria dan penurunan fungsi pendengarannya lebih berat.

23
Gejala
 Fungsi pendengaran mulai menurun setelah usia 20 tahun, yang pertama kali terkena
adalah nada-nada tinggi dan kemudian disusul dengan nada-nada rendah.
 Beratnya penurunan fungsi pendengaran bervariasi; beberapa orang hampir tuli total
pada usia 60 tahun, sedangkan yang lainnya pada usia 90 tahun memiliki pendengaran
yang masih berfungsi dengan baik.
Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Pengobatan
 Tidak ada pengobatan yang dapat mencegah atau memperbaiki penurunan fungsi
pendengaran akibat penuaan.
 Untuk mengatasinya, penderita bisa belajar membaca isyarat bibir, isyarat tubuh
atau menggunakan alat bantu dengar.

6. Kerusakan Telinga Akibat Obat-obatan

Beberapa obat, seperti:


- antibiotik tertentu
- diuretik (terutama asam etakrinat dan furosemid)
- Aspirin dan zat-zat yang menyerupai Aspirin (salisilat)
- kuinin

bisa menyebabkan kerusakan pada telinga. Obat-obat tertentu menyebabkan gangguan


pendengaran dan keseimbangan, tetapi sebagian besar obat lebih banyak menyebabkan
gangguan pendengaran. Hampir seluruh obat tersebut dibuang dari tubuh melalui
ginjal. Karena itu setiap kelainan fungsi ginjal akan meningkatkan kemungkinan
penimbunan obat di dalam darah dan mencapai kadar yang bisa menyebabkan
kerusakan.

Dari semua jenis antibiotik, neomisin memiliki efek yang paling berbahaya terhadap
pendengaran, diikuti oleh kanamisin dan amikasin. Viomisin, gentamisin dan
tobramisin bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Antibiotik streptomisin
lebih banyak mempengaruhi keseimbangan. Vertigo (perasaan berputar) dan gangguan
keseimbangan akibat streptomisin cenderung bersifat sementara. Tetapi kadang bisa
terjadi sindroma Dandy, dimana gangguan keseimbangan bersifat menetap dan berat
sehingga penderita mengalami kesulitan jika berjalan dalam ruangan yang gelap.

Jika diberikan suntikan asam etakrinat dan furosemid kepada penderita gagal ginjal
yang juga menjalani pengobatan dengan antibiotik, akan terjadi tuli permanen atau tuli
sementara. Aspirin dalam dosis yang sangat tinggi yang digunakan dalam jangka
panjang bisa menyebabkan tuli dan tinnitus (telinga berdenging), yang biasanya bersifat
sementara. Kuinin bisa menyebabkan tuli permanen.

Jika terjadi perforasi gendang telinga, obat-obat yang bisa menyebabkan kerusakan
telinga tidak dioleskan/diteteskan langsung ke dalam telinga karena bisa diserap ke
dalam cairan di telinga dalam.

24
Antibiotik yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran tidak diberikan kepada:
- wanita hamil
- usia lanjut
-orang yang sebelumnya telah menderita ketulian.

Kepekaan setiap orang terhadap obat-obat tersebut bervarisi, tetapi biasanya ketulian
bisa dihindari jika kadar obat dalam darah berada dalam kisaran yang dianjurkan.
Karena itu biasanya dilakukan pemantauan terhadap kadar obat dalam darah. Jika
memungkinkan, sebelum dan selama menjalani pengobatan dilakukan tes pendengaran.

Biasanya tanda awal dari kerusakan adalah ketidakmampuan untuk mendengarkan suara
dengan nada tinggi. Bisa terjadi tinnitus (telinga berdenging) atau vertigo.

4. Mampu menjelaskan dan memahami pemeriksaan telinga dan tes pendengaran

Alat-alat
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
- Pelilit kapas
- Pengait serumen
- Pinset telinga
- Garputala

Cara umum
 Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan
membrane tympani.
 Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga,
 apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi.
 Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih
lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane
tympani.
 Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan
pada pipi pasien.
 Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus
dikeluarkan.

Jenis-jenis Tes Pendengaran

 Tes berbisik

Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” /
gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa) :
 Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir.
 Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa.

25
 Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin).
 Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
 Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa.
 Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
Pemeriksaan :
Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa
maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa
maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-
kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai
jarak pendengaran. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
Hasil tes :
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis
ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF

FUNGSI SUARA BISIK


PENDENGARAN

Normal 6m TULI SENSORINEURAL

Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis


(frekuensi tinggi), seperti huruf s – sy –
Tuli ringan 4m c

Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF

Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak


(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w

 Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran
mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

26
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan


pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
- Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini
kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar
20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-
20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan Klasifikasi
dalam
Desibel
0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai


berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

27
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator
(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

- Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih
yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk
mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir
sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat
dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan
audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa
pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita
rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila
kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan,
pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang
ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan
pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar,
sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
o Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi
tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
o Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi
tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata
yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian,
berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran
pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas
artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan
kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli :


o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
o Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
o Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
o Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih


memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing
AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar.

28
Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap
suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan
intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada
audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang
dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB
bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0
dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu
pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada
kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan
penyabab kurang pendengaran.

Tujuan
- Mediagnostik penyakit telinga
- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh
alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang
kedokteran kehkiman dan asuransi).
- Skrinig anak balita dan SD
- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

 Tes Penala

Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :


- Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus
eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya
tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
- Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan
meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus
(planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus

29
eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan
meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :


- Normal : tes rinne positif
- Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
- Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
o Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
o posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
o Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,
tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum
pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512
Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien,
telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien
mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga
tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar
maka berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:
- Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke
kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
- Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
o Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
o Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
o Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.
o Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah
kanan.
o Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

30
Test Swabach

Tujuannya untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara


pemeriksa (normal) dengan probandus.
Dasar gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang
datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporale

Cara kerjanya yaitu penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada
puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama
makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala
tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala
itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.

Tes Tes Weber Tes Diagnosis


Rinne Schwabach
Positif Tidak ada Normal
lateralisasi Sama
dengan
Negatif Lateralisasi pemeriksa Tuli
ke telinga konduktif
yang sakit Memanjang
Positif
Lateralisasi Tuli
ke telinga Memendek sensorineural
yang sehat

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

5. Mampu menjelaskan dan memahami Tuli akibat bising


5.1 Definisi

Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced hearing loss )
adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat
permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus
dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas
kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para
pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja
tersebut Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis

5.2 Etiologi

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari definisi
ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-

31
masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising
adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
 Intensitas kebisingan
 Frekwensi kebisingan
 Lamanya waktu pemaparan bising
 Kerentanan individu
 Usia
 Kelainan di telinga tengah

5.3 Klasifikasi

Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu :
 Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada
frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada
frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang
disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran
dapat kembali normal.
 Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss” atau kehilangan
pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
o tingkat suara bising
o kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan
menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz) keluhan akan
timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan
pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih
rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch
bermula pada frekuensi 3000-6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram
menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi
4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
perkembangannya menjadi lebih lambat.

5.4 Patofisiologi

Pengaruh kebisingan pada pendengaran


Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi bunyi,
intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa:
 Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena
suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

32
 Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila
pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara
akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing
individu.
 Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi
pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat
permanen, tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap
dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan
baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak
menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan audiogram.

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh


setelahistirahat beberapa jam (1-2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang
cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai
terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena
rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan
metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel
rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya
frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000-6000 Hz
dankerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekuensi 4000 Hz
(4 K notch).

Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak
disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri.
Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi
percakapan (500-2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak
dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.

Patogenesis
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang
pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang
meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar
menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya
intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya
stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya
stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas
paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya
kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di
nukleus pendengaran pada batang otak.

33
Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising
Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana basilaris meregang
sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini
terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering
mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan
merupakan penyebab mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya
bersinggungan dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang
paling sering rusak.

Saluran transduksi berada pada membran plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip
atau sepanjang tangkai (shaft), yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia
bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas
membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++dan menghasilkan depolarisasi
membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup saluran serta
menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat
memacu peristiwa intraseluler. Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen
dan banyak efferen. Gerakan mekanis membrana basilaris merangsang sel rambut luar
berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan
mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan
sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak.

Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan
kutikuler sel rambut. Liberman dan Dodds (1987) memperlihatkan keadaan akut dan kronis
pada awal kejadian dan kemudian pada stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan
hubungan dengan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising.Fraktur daerah basal menyebabkan
kematian sel.

Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur
daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah
basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversibel.

Perubahan Histopatologi Telinga Akibat Kebisingan


Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah sebagai
berikut :
 Kerusakan pada sel sensoris
o degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis
o pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris
o anoksia
 Kerusakan pada stria vaskularis
Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh karena
penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen spiralis
sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.
 Kerusakan pada serabut saraf dan “ nerve ending “
Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini merupakan
akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.
 Hidrops endolimf

34
5.5 Manifestasi klinik

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech


discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali.
Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan
dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss )
adalah :

 Bersifat sensorineural
 Hampir selalu bilateral
 Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ). Derajat
ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
 Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
 Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,
dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
 Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga


mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara,
gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan
pendengaran yang terjadi

5.6 Diagnosis dan diagnosis banding

Didalam menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis yang teliti,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.18 Dari anamnesis didapati riwayat
penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup
lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak
ditemukan kelainan.Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan
jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.
Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya
terjadi dalam 8 – 10 tahun pertama paparan.Pemeriksaan audiometri nada murni
didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi ( umumnya 3000 – 6000 Hz ) dan
pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik ( notch ) yang patognomonik untuk jenis
ketulian ini. Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment
Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech
Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment ) yang khas untuk
tuli saraf koklea. Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh
bising dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan
faktor-faktor berikut :

 Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.


 Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.

35
 Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.
 Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang
menyebabkan ketulian.
 Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya
mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan
audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat
diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.
 Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti
riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.

5.7 Tata laksana

 Dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising.


 Bila tidak, dapat dipergunakan alat pelindung telinga (ear plug, ear muff dan helmet).
 Karena menetap dan sulit berkomunikasi maka dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar/ ABD (hearing aid).
 Bila pendengarannya sedemikian buruk sehingga ABD pun tidak maka perlu
psikoterapi untuk menerima keadaannya.
 Latihan pendengaran, membaca ucapan bibir, mimik dan gerakan anggota badan.
 Rehabilitasi suara karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah sehingga
pasien dapat mengendalikan volume tinggi rendah dan irama percakapan.

5.8 Prognosis

Karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural cochlea yang
sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan obat atau pun pembedahan maka
prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya
ketulian.

5.9 Pencegahan

 Bising lingkungan kerja, dengan meredam sumber bunyi.


 Jika bising akibat alat-alat (mesin tenun, kilang minyak) maka pekerja tersebut harus
dilindungi oleh alat pelindung bising (sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala).
 Adanya ketentuan pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85 dB tanpa
menimbulkan ketulian.
 Penyelenggaran Program Konservasi Pendengaran untuk mencegah atau mengurangi tenaga
kerja dari kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan ditempat kerja.

Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL
yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
 Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
o Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
o Pengukuran pendengaran secara periodik.
 Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
o Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff (tutup
telinga), ear plugs (sumbat telinga) dan helmet (pelindung kepala).

36
o Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
 memasang peredam suara
 menempatkan suara bising (mesin) di dalam suatu ruangan yang terpisah dari
pekerja
 Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekuensi bising, lama
dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam
pengukuran kebisingan adalah sound level meter.

Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999
Lama pajan/hari Intensitas dalam dB
Jam 24 80
16 82
8 85
4 88
2 91
1 94
Menit 30 97
15 100
7,50 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
Detik 28,12 115
14.06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

6. Mampu menjelaskan dan memahami kesehatan indera pendengaran menurut


pandangan islam

Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan.
Yaitu,yang kedua dalam mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena itu,Al-Haris
Al-Muhasibi berkata,"tidak ada luka yang lebih berbahaya bagi seorang hamba setelah
lisannya selain pendengarannya,karena pendengaran itu utusan yang lebih cepat pada
hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah.

Pendengan hati terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-Quran :

 MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI.

Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran.


Sebagaimana yang diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin yang
37
beriman, mereka berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang
menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)

 MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI.

Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka


berpaling dan lalai, sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan
sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar dan menjadikan orang-
orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka berpaling kebelakang”. (Ar-
Rum [20]:52).

Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa yang
dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang
didalam kubur dapat mendengar". (Al-Fathir [35]:22)
Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan. Demikian
juga firman Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka,tentu dia
jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat
mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang mereka memalingkan diri".(Al-Anfal
[8]:23)

Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat
penerimaan dan ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami.
Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan. Seandainya
Allah menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak akan tunduk dan tidak
mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam hati mereka terdapat
faktor yang menolak dan menghalang-halangi mereka untuk mengambil manfaat dari apa
yang mereka dengar

 MENDENGARKAN UNTUK MENERIMA DAN MEMENUHI PANGGILAN.

Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman Allah


yang menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka berkata, "kami
mendengar, dan kami taat". (QS.An-Nur [24]:51)

Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang berbuah
ketaatan. Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini mencakup 2
macam sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk mengetahui dan memperdengarkan untuk
memahami.
Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga
mendengar sebagaimana orang kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk memahami
juga,sedikitpun tidak berguna,karena orang-orang yang hatinya membatu juga dapat
memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.

Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat
memberatkan timbangan amal kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan hati
anda serta beredarnya denyutan didalamnya.

Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika perkataan
yang didengar itu bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika dalam kondisi
bertaubat, atau ketika merasa terpukul dengan dosanya,atau hanya dengan pertolongan

38
Allah yang tersembunyi, atau juga dengan kelembutan yang jelas,dengan sebab ataupun
tanpa sebab.

Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati terbuka,sehingga terjadilah pengaruh yang
luar biasa dan kondisi hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati yang mati menuju hati
yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang kuat.

39
DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company. 2003.

Junqueira, Luiz Carlos dan Jose Carneiro. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta: EGC

Murni Rambe, AY. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdf

Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson Corporation. 2007

Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta EGC

Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI

Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada


Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja,
Jakarta, 2 Juni, 2001.
Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi EA, Iskandar
N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h.
37-9.

40

Anda mungkin juga menyukai