Anda di halaman 1dari 16

I.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Botani Tanaman
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tanaman temulawak termasuk dalam divisi Spermatophyta. Sub Divisinya
adalah Angiospermae dengan Kelas Monocotyledoneae. Tanaman ini termasuk
dalam bangsa Zingiberales dan suku Zingiberaceae. Marganya adalah Cucuma
dengan nama latin spesiesnya adalah Curcuma xanthorriza ROXB.
(Rosengarten, 1971).
2.1.2 Nama Daerah
Tanaman ini memiliki beberapa nama daerah seperti koneng gede
(Sunda), temo lobak (Madura), tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan), dan
di Ternate dengan nama karbanga (Sidik et al, 1995).
2.1.3 Habitat
Temulawak tumbuh dengan baik di lahan yang teduh dan terlindung dari
sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah
naungan pohon bambu atau jati. Temulawak juga dapat mudah ditemukan di
tempat yang terik seperti tanah tegalan. Tanaman ini memiliki daya adaptasi
yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.Suhu udara yang
baik untuk budidaya tanaman ini antara 19 - 30°C. Tanaman ini memerlukan
curah hujan tahunan antara 1.000 - 4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak
dapat beradaptasi dengan baik pada jenis tanah berkapur, berpasir, agak
berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun, untuk memproduksi
rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase
baik(Rukmana, 1995).
2.1.4 Morfologi
Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun.
Batangnya merupakan batang semu yang berasal dari modifikasi dari daun
tanaman dengan tinggi mencapai 2 – 2,5 meter. Tiap rumpun tanaman terdiri
atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap tanaman memiliki 2 – 9 helai daun.
Daun tanaman berbentuk panjang dan agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu
tulang daun bergaris hitam. Lebar helaian daun temulawak adalah ±18 cm
dengan panjang daunnya 50-55 cm, tiap helaian daun melekat pada tangkai
daun yang posisinya saling menutupi secara teratur. Perbungaan temulawak
bersifat lateral. Tangkai bunga ramping dan berbulu dengan panjang 4 – 37 cm.
Bunga berbentuk bulir, bulat memanjang yang panjangnya dapat mencapai 23
cm. Memiliki banyak daun pelindung pada bunga yang panjangnya melebihi
atau terkadang sebanding dengan panjang mahkota bunga. Mahkota bunga
berwarna putih sampai kuning dan bagian ujungnya berwarna merah dadu atau
merah.. Bunga temulawak memiliki benang sari dan putik sehingga setelah
terjadi fruitset maka akan terbentuk buah. Buah yang terbentuk merupakan
buah yang berbulu dengan panjang 2 cm. (Rukmana, 1995)
Menurut Sidik et al (1995),Temulawak memiliki rimpang induk yang
berbentuk membulat, kemudian dari rimpang induk ini keluar rimpang kedua
(rimpang cabang) yang berukuran lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping
dengan berbentuk bermacam-macam. Rukmana (1995) menambahkan, tiap
tanaman memiliki rimpang cabang antara 3 – 4 buah. Warna kulit rimpang
temulawak adalah kuning kotor. Warna daging rimpang adalah kuning, dengan
cita rasanya pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Rimpang
terbentuk dalam tanah pada kedalaman ±16 cm.
2.1.5 Makroskopik
Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut,
warna coklat kuning sampai coklat; bidang irisan berwarna coklat kuning
buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan
melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit,
tebal 3 mm sampai 4 mm. Berkas patahan berdebu, warna kuning jingga
sampai coklat jingga terang (Depkes RI, 1979).
Gambar 2.1 Makroskopik simplisia rimpang temulawak (Depkes RI,
2008)
2.1.6 Mikroskopik
Epidermis bergabus, terdapat sedikit rambut yang berbentuk kerucut,
bersel 1. Hipedermis agak menggabus, di bawahnya terdapat periderm yang
kurang berkembang. Korteks dan silinder pusat parenkimatik, terdiri dari sel
parenkim berdinding tipis berisi butir pati; dalam parenkim tersebar banyak
sel minyak yang berisi minyak berwarna kuning dan zat berwarna jingga, juga
terdapat idioblas berisi hablur kalsium oksalat berbentuk jarum kecil. Butir
pati berbentuk pipih, bulat panjang sampai bulat telur memanjang, panjang
butir 20 µm sampai 70 µm, lebar 5 µm sampai 30 µm, tebal 3 µm sampai 10
µm, lamella jelas, hilus di tepi. Berkas pembuluh tipe kolateral, tersebar tidak
beraturan pada parenkim korteks dan pada silinder pusat; berkas pembuluh
di sebelah dalam endodermis tersusun dalam lingkaran dan letaknya lebih
berdekatan satu dengan yang lainnya; pembuluh didampingi oleh sel sekresi,
panjang sampai 200 µm, berisi zat berbutir berwarna coklat yang dengan besi
(III) klorida LP menjadi lebih tua (Depkes RI, 1979).
Fragmen pengenal adalah fragmen berkas pengangkut; parenkim
korteks; serabut sklerenkim; butir amilum dan jaringan gabus (Depkes RI,
2008).
Berkas Pembuluh Jaringan Gabus

Parenkim Korteks Serabut Sklerenkim

Butir amilum
Gambar 2.2. Fragmen pengenal rimpang temulawak (Depkes RI, 2008)

2.2. Tinjauan Kimia Tanaman


2.2.1. Biosintesis Kurkumin
Gambar 2.3 Biosintesis kurkumin (Dewick, 2008)

2.3. Tinjauan Farmakologi Tanaman


2.3.1. Empiris
Khasiat temulawak sebagai obat telah dikenal, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, terutama di jerman dan belanda. Berdasarkan
penelitian dan pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat dalam
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Jika ditelusuri lebih lanjut,
temulawak telah lama digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan
kesehtan seperti menambah nafsu makan, memnyembuhkan sakit maag,
batuk, asma, sariawan, panas, malaria, ambeien, sembelit, dan diare. Di
samping itu, memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas
dan menstruasi, eksim kencing nanah atau sifilis, kembung dan mulas, asam
urat, sakit pinggang, pegal linu, hipertensi, kencing batu, membersihkan
darah, kutu air, muntah-muntah, muntaber, serta mengatasi gangguan cacing
pita, pemakaian temulawak untuk pengobatan umumnya dilakukan dalam
bentuk ramuan, baik tunggal maupun campuran (Afifah, 2005).
a) Memperbaiki Nafsu Makan (BPOM, 2004)
1. Cara Pemakaian dan Dosis: untuk memperbaiki nafsu makan, jika tidak
dinyatakan lain, dapat dipakai dosis rata-rata sehari sebesar 2 g
rimpang temulawak kering. Rimpang ini dibuat dalam bentuk infus, 2-
3 kali sehari yang digunakan diantara waktu makan.
2. Cara Pembuatan:
 Air mendidih dituangkan kedalam cangkir yang berisi setengah sendok
teh simplisia kering dan disaring setelah sepuluh menit.
 Sediakan 20 g rimpang temulawak segar yang telah diiris tipis-tipis
atau lebih kurang 6-10 simplisia kering, 10 g asam jawa, dan 30 g gula
enau. Masukkan bahan-bahan tersebut kedalam panci, lalu rebus
dalam 250 cc air sampai mendidih selama 15 menit. Selanjutnya,
saring dan minum ramuan tersebut selagi hangat. Sediaan ini
digunakan sehari 2 kali, masing-masing setengah bagian.
 Sediaan teh yang dibuat dengan cara: air mendidih dituangkan
kedalam cangkir yang berisi 0,5-1 g serbuk temulawak. Diamkan 5-10
menit kemudian disaring. Diminum beberapa kali sehari 1 cangkir.
b) Memelihara Kesehatan Fungsi Hati (BPOM, 2004)
Cara Pembuatan:
 Sediaan teh yang dibuat dengan cara: air mendidih dituangkan
kedalam cangkir yang berisi 0,5-1 g serbuk temulawak. Diamkan 5-10
menit kemudian disaring. Diminum beberapa kali sehari 1 cangkir.
 Air perasan temulawak: cuci bersih lebih kurang 25 g rimpang
temulawak segar, dibakar di atas bara api, kemudian diparut peras
airnya dengan bantuan 1 gelas air minum masak. Air perasan ini
diminum dua kali, pagi dan sore.
 Sediaan dipasaran pada umumnya terdapat dalam bentuk tunggal
maupun campuran dengan kadar kurkumin 30-40 mg dan minyak atsiri
60-80 mg. Untuk bentuk sediaan lain, perlu diperhitungkan setara
dengan dosis ini.
c) Mengurangi Nyeri dan Radang Sendi (BPOM, 2004)
Cara Pembuatan:
Cuci bersih 60 g rimpang temulawak segar, dibakar dibakar di atas bara
api, kemudian diparut peras airnya dengan bantuan 2 gelas air minum
masak.
d) Menurunkan Lemak Darah (BPOM, 2004)
Cara Pembuatan:
Lebih kurang 25-50 g simplisia kering didihkan dalam 200 ml air hingga
diperoleh air rebusan 100 ml. Air rebusan yang telah disaring diminum
dua kali sehari pada pagi dan sore hari.

2.3.2. Uji Pra-Klinik


Termulawak memiliki banyak sekali khasiatnya salah satunya memiliki
aktifivitas inflamasi yang disebabkan oleh komponen minyak atsiri juga
ditimbulkan oleh zat kurkumin. Hal ini dijelaskan bahwa pemberian kurkumin
mengakibatkan perbaikan secara nyata terhadap 45 orang penderita oedema
yang telah melakukan operasi.oedema atau edema merupakan
pembengkakan atau sembab yang disebabkan oleh penimbunan cairan
abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga-rongga badan sebagai akibat
adanya peningkatan vlume cairan ekstraseluer dan ekstravaskuler (Sidik,
1995).
2.3.3. Uji Klinik
Banyak sekali khasiat dari tanaman temulawak ini, selain memiliki khasiat
sebagai antiinflamasi, temulawak juga mempunyai aktivitas
hipokolesterolemik. Pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa pemberian
kurkuminoid kepada hewan percobaan yang mengalami hipokoleserolemia
mampu menurukan kadar kolesterol total dan mempunyai indikasi
meningkatkan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) kolesterol (Sidik, 1995).

Selain itu juga temulawak juga memiliki aktivitas antijamus terhadap


beberapa jamur golongan dermatphyta. Selain itu, temulawak juga bersifat
bakteriostatik atau antibakteri pada mikroba jenis staphylococcus dan
salmonella. Pada dunia kosmetika, temulawak digunakan sebagai antijerawat.
Hal ini disebabkan temulawak besifat astringen (Afifah, 2005).

Menurut Afifah (2005), temulawak dapat digunakan sebagai obat


antiinflamasi atau antiradang. Melalui aktivitas antiinflamasi, temulawak
efektif untuk mengobati radang sendi, reumatik, atau arthritis rematik,
menjelaskan bahwa aktivitas antiinflamasi disebabkan oleh komponen
turmerol, ar-turmerol, dan xanthorrhizol yang terdapat dalam minyak atsiri
rimpang temulawak. (Afifah, 2005).

2.4. Tinjauan Farmakognosi Tanaman


Parameter Persyaratan
Spesifik

Identitas Nama Latin : Curcuma xanthorrhiza Roxb


(Depkes RI, 1979).
Organoleptik Simplisia
Pemerian: Berupa keping tipis, bentuk bundar
atau jorong, ringan, keras, rapllh, garis tengah
hingga 6 m, tebal: 2-5 mm; permukaan luar
berkerut, warna cokelat kekuningnn hingga
cokelat; bidang irisan berwarna cokelat kuning
buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata,
sering dengan tonjolan melingkar pada batas
antara silinder pusat dengan korteks; korteks
sempit, tebal 3-4 mm. Bekas patahan berdebu,
warna kuning jingga hingga cokelat jingga
terang. Bau khas, rasa tajam dan agak pahit
(Depkes RI, 2008).
Ekstrak: Rimpang Temulawak
Pemerian: Ekstrak kental, warna kuning
kecoklatan, bau khas, rasa pahit
(Depkes RI, 2008).
Kadar Sari Larut Air Tidak kurang dari 9,1%
(Depkes RI, 2008).
Kadar Sari Larut Etanol Tidak kurang dari 3,6%
(Depkes RI, 2008).

Kadar Kandungan Simplisia :


Kimia Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 5,80%
Kadar kurkuminoid tidak kurang dari 4,0%
(Depkes RI, 2008).
Ekstrak :
Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 4,60%
Kadar kurkuminoid tidak kurang dari 14,20%
(Depkes RI, 2008).
Non Spesifik

Susut Pengeringan Simplisia Tidak lebih dari dari 13%


(Depkes RI,2008)
Kadar Air Tidak lebih dari 10%
(BPOM RI, 2014)
Kadar Abu Total Tidak lebih dari 4,8%
(Depkes RI,2008)
Kadar Abu Tidak Larut Tidak lebih dari 0,7%
Asam (Depkes RI,2008)
Cemaran Mikroba
● Angka Tidak lebih dari 106 koloni/g
Lempeng Total Tidak lebih dari 104 koloni/g
● Angka Kapang Negatif/g
Khamir Negatif/g
● Escherichia coli Negatif/g
● Salmonella spp
● Pseudomonas Negatif/g (BPOM RI, 2014)
aeruginosa
● Staphylococcus
aureus Tidak lebih dari 10 mg/kg atau mg/L atau ppm
Cemaran Logam Berat
● Timbal (Pb) Tidak lebih dari 0,3 mg/kg atau mg/L atau ppm

● Kadmium (Cd) Tidak lebih dari 5 mg/kg atau mg/L atau ppm

● Arsen (As) Tidak lebih dari 0,5 mg/kg atau mg/L atau ppm
(BPOM RI, 2014)
● Merkuri/Raksa
(Hg)

Tabel 1. Uji Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Rimpang


Temulawak

2.5. Tinjauan Metode


2.5.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat - zat berkhasiat atau zat - zat aktif
dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota
laut. Zat - zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan
berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. (Harborne,
1987; Dirjen POM, 1986)
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan prinsip
adanya difusi cairan penyari ke dalam sel tumbuhan yang mengandung
senyawa aktif. Difusi tersebut mengakibatkan perbedaan tekanan osmosis
didalam dan diluar sel. Senyawa aktif kemudian terdesak keluar akibat
adanya tekanan osmosis tersebut. Selain itu prinsip dari metode maserasi
ini adalah merendam bubuk simplisia dengan menggunakan pelarut
tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi dari cahaya (Tantrayana
dan Zubaidah , 2015).
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia
dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan
penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari
cahaya sambil diaduk sekali - kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya
dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah
pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup,
dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan
dipisahkan (Harborne, 1987; Dirjen POM, 1986).

2.5.2. Parameter Standar Spesifik dan Non Spesifik Tanaman


Parameter-parameter standar ekstrak terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan
Pengukuran dan sisa zat setelah pengeringan pada
temperature 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan,
yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI.
2000).
Prinsip dari susut pengeringan adalah gravimetric,
gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara
mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui
proses pemisahan (Khopkar, 1990).
b. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah masa per satuan volume pada suhu
kamar tertentu (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuannya yaitu memberikan
batasan tentang besarnya masa per satuan volume yang
merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat
(kental) yang masih dapat dituang (Depkes RI. 2000).
Prinsip dari bobot jenis adalah densitas suatu bahan
didefinisikan sebagai rasio massa per unit volume (Rivai, 2013).
Penentuan bobot jenis ini dilaksanakan di Laboratorium
Analisis Farmasi Sediaan Likuida dan Semisolida Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran.
c. Parameter Kadar Abu
Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap. Sehingga
tinggal unsur mineral dan organik. Tujuan dari parameter ini
adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak (Depkes RI. 2000).
Prinsip dari paramater kadar abu adalah penetapan
dilakukan dengan pemijaran terhadap 2 gram sampel pada suhu
600 C hingga bobot abu pijaran konstan (Depkes RI, 2000).
Penentuan parameter kadar abu ini dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Farmasi Sediaan Likuida dan Semisolida
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
d. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu pada
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ketika
dilarutkan dengan pelarut asam (Depkes RI. 2000).
Prinsip dari penetapan kadar abu tidak larut asam ini adalah
abu yang diperoleh dari penetapan abu tak larut dalam asam kuat
terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam %b/b (Depkes RI, 2000)
Penentuan abu tidak larut asam ini dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Farmasi Sediaan Likuida dan Semisolida
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.
e. Kadar Air
Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air
yang berada didalam bahan. Penetapan parameter dilakukan
dengan cara yang tepat yaitu titrasi, destilasi atau gravimetri.
Tujuan dari parameter ini adalah memberikan batasan maksimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan
(Depkes RI. 2000).
f. Sisa Pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang
memang ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi
gas. Untuk ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya
kadar alkohol (Depkes RI. 2000).
g. Parameter Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam berat adalah menetukan
kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau
lainnya yang lebih valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam
berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.) melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI. 2000).
h. Parameter Cemaran Aflatoksin
Parameter cemaran aflatoksin merupakan parameter yang
menetukan adanya aflatoksin dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Tujuan dari parameter ini adalah memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi batas
yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
aflotoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI. 2000).
i. Parameter Cemaran Mikroba
Parameter cemaran mikroba digunakan untuk menentukan
(identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis.
Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan
bahwa ekstrak mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang
ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI. 2000).
j. Residu Pestisida
Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin saja
pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan
simplisisa pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000).
2. Parameter Spesifik
a. Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
tata nama :
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya
senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode
tertentu (Depkes RI, 2000).
b. Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan
tujuan pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin
(Depkes RI. 2000).
c. Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut untuk ditentukan
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan
secara gravimetri (Depkes RI, 2000).
d. Uji Kandungan Kimia Ekstrak
1. Pola Kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan
gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan
pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku
yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
2. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetrik,
volumetrik, gravimetrik atau lainnya, dapat ditetapkan kadar
golongan kandungan kimia (Depkes RI, 2000).
3. Kadar Kandungan Kimia Tertentu
Instrumen yang dapat digunakan untuk uji ini yaitu
Densitometer, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi atau instrument lain yang sesuai (Depkes RI, 2000).

DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E. & Tim Lentera, 2005, Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang
Penyembuh Aneka Penyakit, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Badan POM. 2004. Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia. Jakarta : BPOM RI
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Cetakan Pertama.
Jakarta: BPOM RI.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dewick, M. Paul. 2008. Medicinal Natural Product : A Biosyhntetic Approach 3rd Edition.
United Kingdom : john Wiley and Sons Publisher
Rosengarten, F. 1973. The Book Of Spice. New York: A. Pyramid Book

Rukmana, Rahmat.1995. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta:


Kanisius.

Sidik, Moelyono, dan Mutadi, A. (1995). Temulawak; Curcuma xanthorrhiza Roxb.


Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.

Anda mungkin juga menyukai