Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGANTAR ILMU FARMASI


SEMESTER GANJIL 2016 - 2017

PENANDAAN DAN REGISTRASI OBAT

1. Putri Kholilah Maulida A. B. 260110160153


2. Cinthia Carmelita Rinaldy 260110160154
3. Nurul Fitri Rahmawati 260110160155
4. Alvin Albaihaqi 260110160156
5. Adrian 260110160157
6. Fanny Seftiani Dwi S. 260110160158
7. Ulfa Rahmatul F. 260110160159
8. Bima Kinayan S. 260110160160
9. Anggun Nurlatifah 260110160161

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
1. PENANDAAN OBAT (KLASIFIKASI OBAT UNTUK IBU HAMIL)
Obat adalah zat yang berasal baik dari alam maupun zat kimia yang berfungsi
untuk mengobati, meredakan, memulihkan atau mencegah suatu penyakit.
Selain menggolongkan obat berdasarkan fungsi terapeutik, dibuat pula
penggolongan obat untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan
serta pengamanan distribusi obat-obatan. Berdasarkan Undang-Undang
Kefarmasian, obat-obatan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1. Obat Bebas,
yaitu obat yang boleh dibeli tanpa resep dokter atau lebih
dikenal dengan obat OTC (Over the Counter). Obat
bebas terbagi lagi atas dua macam, yaitu obat bebas
dan obat bebas terbatas.
Obat Bebas, yaitu obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Pada
kemasan obat ditandai dengan penandaan lingkaran warna hijau, garis tepi
warna hitam. Contoh obat ini adalah vitamin, multivitamin dan obat
penurun panas seperti parasetamol bentuk tablet dan sirup.
2. Obat bebas terbatas
Y aitu obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dengan dosis
tertentu atau jumlah tertentu. Di kemasan obat
ditandai dengan lingkaran biru garis tepi warna hitam.
Contohnya golongan ini adalah obat flu. Pada kemasan obat ini
biasanya disertai dengan adanya tanda peringatan yang ditulis dalam kotak kecil.
3. Obat Keras
yaitu obat berbahaya yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter, ditandai
dengan lingkaran warna merah dengan Tulisan K di
dalamnya dan garis tepi warna hitam. Contoh obat ini
adalah antibiotik dan obat jantung.

4. Obat Wajib Apotek

Obat-obat keras jenis ini dimasukan dalam golongan tersendiri, yaitu obat
wajib apotik (OWA). berdasarkan keputusan mentri kesehatan republik
indonesia No.347/Menkes/SK/VII/1990, obat wajib apotik adalah obat
keras yang dapat diserahkan oleh apoteker diapotek tanpa resep dokter.
contoh OWA
a. obat wajib apotek No.1
obat kontrasepsi:linestrenol
obat saluran cerna:antasid dan sedativ/spasmodic
obat mulut dan tenggorokan:hexetidine untuk obat sariawan dan
obatradang tenggorokan
obat salran nafas:ketotifen untuk obat asma
b. obat wajib apotek No.2
bacitrcin sebagai obat luar untuk infeksi kulit
clindamicin sebagai obat obat luar untuk acne
flumetason sebagai obat luar untuk inflamasi
ibuprofen
c. obat wajib apotek No.3
ranitidine
asam fusidat
alopurinol
penandaan obat wajib apotek pada dasaranya adalah
obat keras maka penandaanya sama dengan obat keras.
Berdasarkan kemenkes republik indonesia
No.02396/A/SK/VIII/1986,tanda khusus untuk obat kers
daftar "G" adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garos tepi brwarna
hitam dengan huruf"K"yang menyentuh garis tepi.
obat narkotik adalah obat yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pada
kemasan ditandai dengan lingkaran warna putih dan tanda
palang merah, garis tepi warna hitam. Contohnya adalah
codein berbentuk tablet atau syrup.

Sedangkan Obat Psikotropik adalah obat yang secara efektif dapat


mempengaruhi susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi tingkah laku dan
aktivitas. Contohnya adalah amfetamin.
Bagi masyarakat umum kode-kode berupa logo berwarna tersebut
dapat digunakan sebagai sarana mengetahui tingkat bahaya suatu obat.
Diharapkan dengan adanya pengetahuan tentang obat oleh masyarakat, akan
semakin meningkatkan tanggung jawab akan kesehatan masyarakat itu
sendiri.

INDEKS KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN


Hingga kini kita di Indonesia masih menggunakan kriteria keamanan
obat bagi ibu hamil yang dilansir oleh FDA (Food and Drug Administration)
sebagai pedoman dalam memberikan obat pada ibu hamil.
Terdapat 5 kategori keamanan obat ibu hamil, yaitu A, B, C, D, X.
Kategori-kategori tersebut dibuat berdasarkan ada tidaknya (besar kecilnya)
resiko terhadap sistem reproduksi, efek samping dan manfaat yag diharapkan.
1. Obat Kategori A : adalah golongan obat yang pada studi (terkontrol)
pada kehamilan tidak menunjukkan resiko bagi janin pada trimester 1
dan trimester berikutnya. Obat dalam kategori ini amat kecil
kemungkinannya bagi keselamatan janin. ex: parasetamol, penisilin,
eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik
seperti besi dan asam folat
2. Obat Kategori B: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem
reproduksi binatang percobaan tidak menunjukkan resiko bagi janin.
Belum ada studi terkontrol pada wanita hamil yang menunjukkan
adanya efek samping, kecuali adanya penurunan fertilitas pada
kehamilan trimester pertama, sedangkan pada trimester berikutnya tidak
didapatkan bukti adanya resiko.
B1 : Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian
kerusakan janin (fetal damage). Contoh simetidin, dipiridamol, dan
spektinomisin.
B2 : Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada
petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh
ikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna.
B3 : Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan
kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada
manusia. Contoh adalah karbamazepin, pirimetamin,
griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.
3. Obat Kategori C: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem
reproduksi binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping bagi
janin. Sedangkan pada wanita hamil belum ada study terkontrol. Obat
golongan ini hanya dapat dipergunakan jika manfaatnya lebih besar
ketimbang resiko yang mungkin terjadi pada janin. Contoh analgetik-
narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, antiinflamasi non-steroid dan
diuretika.
4. Obat Kategoti D: adalah golongan obat yang menunjukkan adanya
resiko bagi janin. Pada keadaan khusus obat ini digunakan jika
manfaatnya kemungkinan lebih besar dibanding resikonya. Penggunaan
obat golongan ini terutama untuk mengatasi keadaan yang mengancam
jiwa atau jika tidak ada obat lain yang lebih aman. Misalnya: androgen,
fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kinin, klonazepam, valproat, steroid
anabolik, dan antikoagulansia.
5. Obat Kategori X: adalah golongan obat yang pada studi terhadap
binatang percobaan maupun pada manusia menunjukkan bukti adanya
resiko bagi janin. Obat golongan ini tidak boleh dipergunakan (kontra
indikasi) untuk wanita hamil, atau kemungkinan dalam keadaan hamil.
Sebagai contoh adalah isotretionin dan dietilstilbestrol.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang pemberian obat selama
kehamilan antara lain (MIMS, 1998):
1. Tidak ada obat yang dianggap 100% aman bagi perkembangan janin.
2. Obat diberikan jika manfaatnya lebih besar daripada resikonya baik
bagi ibu maupun janin. Jika mungkin, semua obat dihindari pada tiga
bulan pertama kehamilan (trimester I), karena saat ini organ tubuh janin
dalam masa pembentukan.
3. Metabolisme obat pada saat hamil lebih lambat daripada saat tidak
hamil, sehingga obat lebih lama berada dalam tubuh.
4. Pengalaman penggunaan obat terhadap wanita hamil sangat terbatas,
karena uji klinis obat saat hendak dipasarkan tidak boleh dilakukan
pada wanita hamil.

2. REGISTRASI OBAT (TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT, UU


YANG BERSANGKUTAN, CARA PENOMORAN REGISTRASI OBAT)
Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.
Untuk Memperoleh izin edar, obat harus dilakukan registrasi yang diajukan
kepada Kepala Badan oleh Pendaftar. Kriteria obat yang dapat memiliki izin
edar antara lain
A. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui ui non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan
status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
B. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif, dan
tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
rasional dan aman.
C. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
D. Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia, dan untuk
kontrasepso atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat
dipersyaratkan uji klinik di Indonesia

Registrasi obat terdiri atas:

- Registrasi Baru
Registrasi baru dibagi menjadi 3 kategori :
1. Registrasi baru kategori 1. Registrasi obat baru dan produk biologi,
termasuk produk biolohi sejenis (PBS)/Similar Biotherapeutic Product
(SBP).
2. Registraso baru kategori 2. Registrasi obat copy.
3. Registrasi baru kategori 3. Registrasi sediaan lain yang mengandung
obat
- Registrasi Variasi
Registrasi variasi dilakukan terhadap obat yang telah mendapat nomor izin
edar tetapi mengalami perubahan.
Registrasi variasi dibagi menjadi 3 kategori :
1. Registrasi variasi kategori 4. Registrasi variasi major (VaMa)
dilakukan terhadap obat yang mengalami perubahan
1.1. Perubahan informasi produk yang memengaruhi aspek
khasiat keamanan yang memerlukan data uji klinik
a. Perubahan indikasi dan/atau pasologi; penambahan indikasi
dan/atau posolohi baru.
b. Perubahan informasi produk yang memengaruhi aspek
keamanan
1.2. Perubahan terkait zat aktif dan/atau formula yang
memengaruhi aspek khasiat keamanan yang memerlukan data uji
klinik.
a. Perubahan terkait zat aktif dan/atau formula yang memerlukan
uji klinik
b. Penggantian Master Cell/Seed Bank
1.3. Perubahan informasi produk yang memengaruhi aspek
keamanan yang tidak memerlukan data uji klinik.
1.4. Perubahan terkait mutu zat aktif.
a. Perubahan dan/atau penambahan produsen zat aktif
b. Perubahan proses pembuatan zat aktif atau bahan awal/produk
antara zat aktif
c. Perubahan spesifikasi IPC dalam proses pembuatan zat aktif
d. Perubhan spesifikasi zat aktif non farmakope
e. Perubahan spesifikasi release dan shelf-life zat aktif
f. Perubahan zat tambahan pada zat aktif produk biologi
g. Perubahan prosedur pengujian IPC, release dan stabilitas zat
aktif
h. Perubahan sistem kemasan zat aktif
i. Penambahan/update/perubahan pada plasma master file
- Registrasi Variasi Kategori 5; registrasi variasi minor yang memerlukan
persetujuan (VaMi-B)
- Registrasi Variasi Kategori 6; registrasi variasi minor dengan notifikasi
(VaMi-A)
- Registrasi Ulang
Yang termask registrasi ulang adalah kategori 7

3. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSANGKUTAN


1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesianomor 007 Tahun
2012 Tentangregistrasi Obat Tradisional
2. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008
Tentang Pembatasan Distribusi Obat
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1120/Menkes/Per/Xii/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/Xi/2008 Tentang Registrasi Obat

Sudah hampir setahun sejak ditandatanganinya Permenkes RI Nomor


1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat Jadi tidak jelas lagi
kapan akan dilakukan sosialisasi secara resmi dari Badan POM ataupun dari
Depkes RI kepada pihak industri farmasi sebagai pihak yang paling
berkepentingan berkaitan dengan Permenkes tersebut. Ataukah memang
pihak industri dituntut untuk mengerti dengan sendirinya untuk
mengimplementasikan Permenkes tersebut dengan interpretasinya masing-
masing? Masih banyak memang PR bagi Badan POM ataupun Depkes
yang menelorkan Permenkes ini untuk menerbitkan peraturan-peraturan
teknis sehubungan dengan implementasi Permenkes 1010 ini, seperti
misalnya Buku Coklat yang selama ini menjadi kitab wajib bagi para
registration officer dalam menyiapkan dossier registrasi yang harus segera
direvisi untuk disesuaikan dengan Permenkes 1010 ini dan yang terutama
adalah disesuaikan dengan ketentuan ACTD (Asean Common Technical
Dossier) yang implementasinya sudah mulai diberlakukan sejak awal 2008
lalu.
Kembali ke belakang sebagaimana yang telah disampaikan penulis
melalui milist salah satu forum registrasi di Indonesia beberapa waktu yang
lalu, beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati dari
Permenkes 1010 yang ditandatangani tgl. 3 Nov 2008 lalu adalah sebagai
berikut:
Pasal 6: Ayat (1): Registrasi obat produksi dalam negeri hanya
dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang
dikeluarkan oleh Menteri.
Ini berarti bahwa PBF sudah tidak diperbolehkan lagi untuk mengajukan
aplikasi registrasi obat produksi dalam negeri ke POM.
Pasal 9: Obat impor diutamakan untuk obat program kesehatan
masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat
diproduksi di dalam negeri.
Ini artinya bahwa untuk obat-obat copy yang sudah dapat diproduksi
di dalam negeri sudah tidak dapat di-impor lagi.
Pasal 10 : Ayat (1): Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri
farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi
di luar negeri.
Ayat (2): Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu
5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.
Ini berarti bahwa untuk impor obat-obat yang termasuk dalam kategori
Pasal 9 di atas, pada LoA-nya (Letter of Authorization) harus
mencantumkan statement bahwa harus ada proses alih teknologi dan
setelah 5 tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.
Ayat (3): Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
obat yang masih dilindungi paten.
Ini artinya bahwa untuk obat yang masih dalam masa perlindungan paten
tidak perlu mencantumkan statement di atas pada LoA.
Pasal (12): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten
di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang
hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
Ini berarti bahwa untuk registrasi obat yang masih dalam masa
perlindungan paten di Indonesia kita harus memperoleh surat penunjukan
dari pemegang hak paten.
Pasal (13):
(Ayat 1): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di
Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan
pemegang hak paten.
(Ayat 2): Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan
mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.
(Ayat 3): Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa
perlindungan paten obat inovator.
Ini berarti bahwa kita bisa mengajukan aplikasi registrasi obat yang masih
dalam masa perlindungan paten 2 (dua) tahun dimuka sebelum masa
perlindungan patennya berakhir dan obat tersebut hanya boleh dipasarkan
setelah masa perlindungan patennya berakhir.
Pasal (22):
Ayat (2): Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap:
1. Obat dengan resiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan
efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan.
2. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari placebo.
3. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
Ayat (3): Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat
tersebut dari peredaran.
Ini berarti bahwa Badan POM dengan alasan di atas bisa menarik kapan
saja suatu produk yang sudah beredar di pasaran yang dinilai tidak
memenuhi criteria tersebut di atas terutama criteria BE.
Pasal 24:
Ayat (1): Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi
dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini tetap akan
diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi.
Sudah cukup jelas.
Ayat (2): Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi
Obat Jadi yang habis masa berlakunya setelah ditetapkannya Peraturan ini,
dapat diperpanjang untuk paling lama (2) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkannya Peraturan ini.

4. ARTI NOMOR REGISTRASI OBAT DAN OBAT TRADISIONAL


BPOM

akan membuat kita mengetahui rincian apa saja yang dimiliki oleh obat
tersebut. Tiap obat, makanan, minuman, kosmetika resmi yang beredar di
Indonesia memiliki nomor registrasi yang unik.

Cara membaca nomor registrasi obat modern


Nomor pendaftaran untuk obat modern terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit
pertama berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa angka. Berikut
penjelasannya:
1. Digit ke-1
Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat, yaitu:
- D berarti Obat dengan merek dagang
- G berarti obat dengan nama generik
2. Digit ke-2
Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, yaitu
- B berarti golongan obat bebas
- T berarti golongan obat bebas terbatas
- K berarti golongan obat keras
- P berarti golongan obat Psikotropika
-N berarti golongan obat Narkotika
3. Digit ke-3
Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut diproduksi atau tujuan
diproduksinya obat tersebut, yaitu:
- L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi
dengan lisensi.
- I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
- X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,
misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana.
4. Digit ke-4 dan 5
Digit ke-4 dan 5 menunjukkan tahun persetujuan obat tersebut oleh
BPOM. Contohnya:
- 09 berarti obat tersebut telah disetujui pada periode tahun 2009
5. Digit ke-6, 7, dan 8
Digit ke-6, 7, dan 8 menunjukkan nomor urut pabrik, dengan persyaratan
nomor urut pabrik harus lebih besar dari 100 dan lebih kecil dari 1000.
6. Digit ke-9, 10, dan 11
Digit ke-9, 10, dan 11 menunjukkan nomor urut obat yang disetujui untuk
masing-masing pabrik, dengan persyaratan nomor urut obat harus lebih
besar dari 100 dan lebih kecil dari 1000.
7. Digit ke-12 dan 13
Digit ke-12 dan 13 menunjukkan bentuk sediaan obat. Beberapa contoh
sediaan obat antara lain:
01 = Kapsul
23 = Powder/Serbuk Oral
43 = Injeksi
02 = Kapsul Lunak
24 = Bedak/Talk
44 = Injeksi Suspensi Kering
04 = Kaplet
28 = Gel
09 = Kaplet Salut Film
29 = Krim, Krim Steril
46 = Tetes Mata
10 = Tablet
30 = Salep
47 = Tetes Hidung
11 = Tablet Effervescent
31 = Salep Mata
48 = Tetes Telinga
12 = Tablet Hisap
32 = Emulsi
49 = Infus
14 = Tablet Lepas Terkontrol
33 = Suspensi
53 = Supositoria, Ovula
34 = Elixir
56 = Nasal Spray
15 = Tablet Salut Enterik
36 = Drops
58 = Rectal Tube
16 = Pil
37 = Sirup/Larutan
62 = Inhalasi
17 = Tablet Salut Selaput
38 = Suspensi Kering
63 = Tablet Kunyah
22 = Granul
41 = Lotion/Solutio
81 = Tablet Dispersi
8. Digit ke-14
Digit ke-14 menunjukkan kekuatan sediaan obat, misalnya:
A menunjukkan kekuatan obat jadi yang pertama di setujui
B menunjukkan kekuatan obat jadi yang kedua di setujui
C menunjukkan kekuatan obat jadi yang ketiga di setujui, dst.
9. Digit ke-15
Digit ke-15 menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan,
dan bentuk sediaan obat (untuk satu nama, kekuatan, dan bentuk sediaan
obat diperkirakan tidak lebih dari 10 kemasan), misalnya:
1 : menunjukkan kemasan utama
2 : menunjukkan beda kemasan yang pertama
3 : menunjukkan beda kemasan yang kedua, dst.

Cara membaca nomor registrasi obat tradisional


Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 digit
pertama berupa huruf dan 9 digit kedua berupa angka. Berikut
penjelasannya:
1. Digit ke-1
Digit ke-1 menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan
huruf T.
2. Digit ke-2
Digit ke-2 menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi,
misalnya:
TR berarti obat tradisional produksi dalam negeri
TL berarti obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi
TI berarti obat tradisional produksi luar negeri atau impor
BTR berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam
negeri.
BTL berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam
negeri dengan lisensi.
BTI berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar
negeri atau impor.
3. Digit ke-3 dan 4
Digit ke-3 dan 4 merupakan tahun didaftarkannya obat tradisional tersebut
ke Kemenkes RI.
4. Digit ke-5
Digit ke-5 merupakan bentuk usaha pembuat obat tradisional tersebut,
yaitu:
1 : menunjukkan pabrik farmasi
2 : menunjukkan pabrik jamu
3 : menunjukkan perusahaan jamu
5. Digit ke-6
Digit ke-6 menunjukkan bentuk sediaan obat tradisional, di antaranya:
1 = bentuk rajangan
2 = bentuk serbuk
3 = bentuk kapsul
4 = bentuk pil, granul, boli, pastiles, jenang, tablet/kaplet
5 = bentuk dodol, majun
6 = bentuk cairan
7 = bentuk salep, krim
8 = bentuk plester/koyo
9 = bentuk lain seperti dupa, ratus, mangir, permen
6. Digit ke-7, 8, 9, dan 10
Digit ke-7, 8, 9, dan 10 menunjukkan nomor urut jenis produk yang
terdaftar.
7. Digit ke-11
Digit ke-11 menunjukkan jenis atau macam kemasan (volume), yaitu:
1 = 15 ml
2 = 30 ml
3 = 45 ml

Anda mungkin juga menyukai