Anda di halaman 1dari 26

PENGGOLONGAN OBAT

Untuk memudahkan pengawasan, penggunaan dan pemantauan, obat digolongkan


sebagai berikut :
1. Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan (Permenkes No. 725a/1989)

a. Obat Bebas
Simbol :

Obat golongan ini termasuk obat yang paling relatif aman, dapat diperoleh
tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung.
Obat Bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau.
Contohnya adalah Parasetamol, Vitamin-C, Asetosal (aspirin), Antasida Daftar
Obat Esensial (DOEN), dan Obat Batuk Hitam (OBH).
b. Obat Bebas Terbatas
Simbol :

Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan
pakai yang ada. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran
berwarna biru dan 6 peringatan khusus. Peringatan berupa empat persegi
panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam
yaitu :
P. No. 1 yaitu: Awas ! Obat Keras Bacalah aturan memakainya
P. No. 2 yaitu: Awas ! Obat Keras Hanya untuk kumur, jangan ditelan
P. No. 3 yaitu: Awas ! Obat Keras Hanya untuk bagian luar badan
P. No. 4 yaitu: Awas ! Obat Keras Hanya untuk dibakar
P. No. 5 yaitu: Awas ! Obat Keras Tidak boleh ditelan
P. No. 6 yaitu: Awas ! Obat Keras Obat Wasir, jangan ditelan
Sebagaimana Obat Bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter
di apotek, toko obat atau di warung-warung. Contohnya obat flu kombinasi
(tablet), Klotrimaleat (CTM), dan Mebendazol.

c. Obat Keras
Simbol :
Golongan ini pada masa penjajahan Belanda disebut golongan G (gevaarlijk)
yang artinya berbahaya. Disebut obat keras karena jika pemakai tidak
memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat
menimbulkan efek berbahaya. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter di apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah
dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah Amoksilin, Asam
Mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi, dan semua obat baru.
d. Psikotropika

Psikotropika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras tertentu,
sebenarnya termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat
mempengaruhi aktivitas psikis. Psikotropika dibagi menjadi :
- Golongan I, sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan.
Contohnya : Metilen Dioksi Metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine
(LSD), dan Metamfetamin.
- Golongan II, III, dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftarkan. Namun, kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV
saja yang terdaftar dan digunakan, seperti Diazepam, Fenobarbital,
Lorasepam, dan Klordiazepoksid.
e. Narkotika

Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat


menimbulkan addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter. Karena berbahaya, dalam peredaran,
produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi secara ketat.

Berdasarkan Cara Atau Jalur Pemakaian


a. Obat Luar
Obat Luar ialah obat yang pemakaiannya tidak melalui saluran
pencernaan (mulut). Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion,
tetes hidung, tetes telinga, dan krim. Obat golongan ini jika diserahkan
oleh apotek kepada pasien selalu diberikan dengan etiket berwarna biru.
b. Obat Dalam
Obat Dalam ialah semua obat yang penggunaannya melalui mulut, masuk
pada saluran pencernaan, bermuara pada lambung, dan usus halus.
Contohnya obat-obat yang berbentuk tablet, kapsul, dan sirup. Jika
diserahkan oleh apotek kepada pasien selalu diberikan dengan etiket
berwarna putih.

Berdasarkan Bentuk Sediaan


a. Padat, meliputi ekstrak, serbuk, pil, tablet, suppositoria, kapsul, dan ovula.
b. Cair, meliputi sirup, larutan, suspensi, linimen, lotion, dan infus.
c. Semi padat, meliputi salep, krim, gel, dan pasta.
d. Gas, yaitu aerososl, oksigen, dan inhaler

Berdasarkan Penamaan
a. Obat Generik
b. Obat dengan nama dagang,
obat diberi nama sesuai keinginan dari produsennya, seperti panadol,
ponstan, amoksan, dan adalat.
c. Obat dengan nama kimia.
Penamaan ini jarang digunakan dalam praktek sehari-hari karena sulit
dihafalkan dan disebutkan, nama itu hanya untuk di buku-buku untuk
menjamin tidak keliru dengan zat lain. Contoh penamaan obat seperti
asetosal (generik), asam asetil salisilat (nama kimia), dan aspirin (nama
dagang).

Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan Jika Diberikan Selama


Kehamilan
a. Kategori A
Obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai
kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Misalnya
Parasetamol, Penisilin, Eritromisin, Digoksin, Isoniazid, dan Asam Folat.
b. Kategori B
Obat-obat yang pengalaman pemakaiannya pada wanita hamil masih
terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau
pengaruh buruk lainnya pada janin. Kategori B dibagi lagi berdasarkan
temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
 B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian
kerusakan janin. Contoh simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin.
 B2: Data dari penelitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk
tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh tikarsilin,
amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna.
 B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan
janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia. Misalnya
karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.
c. Kategori C
Obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai
malformasi anatomic semata-mata karena efek farmakologiknya. Efeknya
bersifat reversibel. Contoh narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, AINS, dan
diuretika.
d. Kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi
janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat
ireversibel. Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek farmakologik
yang merugikan terhadap janin. Misalnya: androgen, fenitoin, pirimidon,
fenobarbiton, kinin, klonazepam, asam valproat, dan steroid anabolik.
e. Kategori X
Kategori obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi terjadinya
pegaruh buruk yang menetap (irreversibel) pada janin jika diminum pada
masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak
selama kehamilan. Misalnya isotretionin dan dietilstilbestrol, talidomid.

Penggolongan Obat Berdasarkan Kelas Terapi


Penggolongan berdasarkan kelas terapi umumnya digunakan dalam buku-
buku seperti DOEN, formularium (daftar obat yang digunakan Rumah Sakit),
dan panduan terapi. Contoh kelas terapi :
a. Analgetik, antipiretik, antiinflamasi non steroid
b. Anestetik
c. Antialergi
d. Antidotum dan obat lain untuk keracunan (Priyanto, 2008).
Sebelum menggunakan obat, termasuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
harus diketahui sifat dan cara memakainya agar penggunaannya tepat dan
aman. Informasi tersebut dapat diperoleh dari etiket atau brosur pada
kemasan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
Cara Penyimpanan Obat
Obat merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelayanan kesehatan, oleh
karena itu penting sekali untuk memperhatikan tata cara penyimpanan obat yang
baik. Beberapa tujuan kenapa obat harus disimpan secara baik, diantaranya adalah :
1. Persediaan aman dan tidak mudah hilang

2. Memudahkan pengawasan persediaan stok, khususnya bagi obat yang


mempunyai waktu kadaluarsa dan obat dengan golongan psikotropika dan
narkotika.

3. Memelihara mutu obat (menjaga stabilitas obat) dan perbekalan farmasi lain

4. Mempermudah dan mempercepat pelayanan, karena penyimpanan dilakukan


menurut sistem tertentu.
Ada beberapa sistem atau tata cara penyimpanan obat yang diterapkan di Apotek,
Instalasi Farmasi dan Gudang Farmasi diantaranya adalah :
a. FIFO dan FEFO
FIFO (First in first out) artinya barang yang datang terlebih dahulu,
dikeluarkan pertama. Biasanya penyimpanan obat dengan menggunakan
sistem FIFO ini digunakan untuk menyimpan obat tanpa memperhatikan
tanggal kadaluarsa. Tetapi pada sistem FIFO ini memiliki kekurangan jika diterapkan
dalam penyimpanan obat yaitu Jika obat yang datang belakangan lebih dekat
waktu kadaluarsanya dari pada obat yang datang lebih dahulu maka obat rentan
kadaluarsa sebelum digunakan.
FEFO (first expiry first out) yang artinya barang yang lebih dahulu
kadaluarsa (ED), yang akan dikeluarkan terlebih dahulu. Tempatkan obat
dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek di depan obat yang kadaluarsa lebih
lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang baru
diterima di belakang obat yang sudah berada di atas rak.
Penggabungan 2 sistem tersebut yaitu FIFO dan FEFOadalah hal yang paling
ideal dilakukan. Karena dengan menggabungkan ke dua sistem tersebut obat-obat
yang ada di penyimpanan lebih terpantau tidak akan terbuang karena kadaluarsa.
b. Berdasarkan abjad
Penyimpanan obat berdasarkan abjad bertujuan untuk mempermudah
pengambilan obat, pelayanan obat dituntut agar sesingkat mungkin. Apabila obat
tidak disusun secara alfabetis maka akan mnyulitkan petugas dalam mengambil obat.
Misal sediaan tablet kita urutkan dari huruf A (Amoxilin), B (Betametason), C
(Ciproheptadin) dan seterusnya
c. Berdasarkan generik dan non generik
Obat generik dan non generik dipisahkan dan disusun berdasarkan abjad dan
berdasarkan bentuk sediaan, hal tersebut untuk memudahkan pengambilan obat baik
yang generik maupun non generik terutama diera BPJS sekarang ini.

d. Berdasarkan kelas terapi obat


Obat ini dikelompokkan berdasarkan khasiat atau indikasi obat tersebut, misal
golongan antibiotika dikelompokkan jadi satu dengan golongan antibiotika, golongan
analgetik-antipiretik dan lain sebagainya.
e. Berdasarkan bentuk sediaan
Obat memiliki bermacam-macam bentuk sediaan. Untuk memudahkan dalam
pengelolaan dan dalam penyiapan obat, obat sebaiknya dipisahkan berdasarkan
bentuk sediaan.
f. Berdasarkan Stabilitas Obat
Dikarenakan obat-obat yang kita simpan bisa mengalami kerusakan karena
stabilitas obatnya terganggu maka dalam penyimpanan kita juga harus
memperhatikan unsur-unsur kestabilan obat diantaranya :
 Suhu
Obat yang membutuhkan penyimpanan dengan suhu tertentu harus disimpan
sesuai dengan instruksi yang sesuai dengan yang tertulis pada label atau box
obat. Misalnya untuk vaksin disimpan pada suhu 2-8 oC, jg untuk obat-obat
supositoria dan ovula harus disimpan dalam suhu yang sejuk (5-15°C, krn pada
suhu tinggi, dapat membuat obat ini meleleh). Obat-obatan tersebut jika tidak
disimpan sesuai dengan persyaratan akan rusak dan kehilangan aktivitas
obatnya
 Cahaya
Hampir semua obat kestabilannya akan terpengaruh oleh sinar cahaya,
sehingga untuk obat-obat tersebut biasanya dikemas dalam kemasan tahan
cahaya disimpan dalam wadah gelap, seperti epinefrin inj, vit c inj, vit k inj,
impugan inj
 Kelembaban
Karena Obat bersifat dapat menyerap uap air udara maka banyak obat dalam
kemasan disertai pengering (silica gel) agar tidak lembek . Contohnya obat
dalam bentuk kapsul yang dalam kemasan seperti botol biasanya disertai
dengan silica gel agar tidak lembek dan lengket.
Untuk itulah tidak disarankan untuk mengeluarkan obat terutama dalam bentuk
kapsul di telapak tangan dalam jangka waktu yang lumayan lama karena
ditakutkan obat tersebut bisa mengalami kerusakan
g. Berdasarkan Undang-Undang
Point terpenting pada penyimpanan obat ini adalah penyimpanan berdasarkan
undang-undang yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. Obat-obat
yang termasuk dalam psikotropika dan narkotika harus disusun dan disimpan secara
terpisah dengan obat-obat yang lain dikarenakan ada pelaporan khusus yang harus
kita serahkan ke dinas kesehatan setiap bulannya.
Obat narkotika disimpan pada lemari narkotika yang yang kuat dan stabil dan dapat
mencegah dari kehilangan dan kerusakan.
Lemari narkotika ini diberi kunci ganda dan diletakkan menempel pada
tembok, begitu pula untuk lemari psikotropika juga harus terkunci.
h. Metode kombinasi
Idealnya, penyimpanan obat dilakukan menggunakan metode kombinasi
dasar penyimpanan obat. Hal ini dapat memudahkan dalam pengelolaan,
pembersihan serta dalam penyiapan obat.

PENGKAJIAN RESEP DOKTER

Resep Dokter
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan,
ditujukan kepada apoteker, berisi satu atau lebih sediaan obat serta regimennya
untuk diserahkan kepada penderita yang namanya tertera pada resep tersebut
untuk digunakan pada waktu yang ditetapkan.
.
Komponen Resep Dokter
Resep ditulis pada kertas blanko resep yang merupakan hasil cetakan (bukan
foto copy) yang memuat ruang kosong untuk menulis isi resep dan di atasnya
tercantum nama dokter, tempat praktek, alamat dan nomor telepon tempat praktek.
Isi resep terdiri dari:
 Informasi penderita terdiri dari nama, usia, berat badan (untuk pasien anak),
alamat jika perlu.
 Tanggal penulisan resep. Tanggal resep penting untuk menelusuri bila ada
kesalahan dalam penulisan resep atau pengerjaan dispensing, pertimbangan
urgensi obat dalam resep tersebut jika obat ditebus pasien di luar tanggal
penulisan resep sehingga kondisi pasien mungkin sudah berubah, pengarsipan
resep dan pelaporan bila obat tersebut merupakan golongan narkotika/
psikotropika.

 Simbol R/ (“Recipe”: ambillah) diikuti nama obat, jumlah, kekuatan sediaan.


Nama obat bisa berupa nama generik ataupun merk obat tertentu.
 Petunjuk dispensing merupakan petunjuk untuk apoteker ataupun asisten
apoteker untuk pengerjaan resep tersebut misalnya permintaan untuk meracik
obat.
 Signatura/ “Sig” (“beri tanda”): merupakan petunjuk penggunaan obat untuk
dituliskan di etiket yang akan dibaca pasien dan juga dijelaskan secara lisan oleh
apoteker saat penyerahan obat.
 Instruksi lain: misalnya petunjuk pengulangan obat (“iter”)

 Paraf dokter

Tanggungjawab Apoteker terhadap Resep Dokter


Dispensing obat sesuai resep
Pada dasarnya apoteker bertanggungjawab menyerahkan sediaan obat sesuai
permintaan dokter, kecuali bila terdapat penetapan kebijakan untuk substitusi
dengan produk yang setara (terutama untuk pasien yang ditanggung asuransi),
ataupun atas permintaan pasien sesuai dengan daya belinya. Sebaiknya substitusi
terapi ataupun substitusi generik dilakukan atas persetujuan dokter. Substitusi terapi
adalah pertukaran satu sediaan obat dengan yang lain, yang berbeda dalam
komposisi, tetapi dianggap memiliki kerja farmakologi yang mirip, sesuai dengan
protokol tertulis yang sebelumnya ditetapkan. Substitusi generik adalah
mendispensing suatu obat dengan merk berbeda atau dengan produk tidak
bermerek untuk produk yang ditulis, yang secara kimiawi identik dalam bentuk
sediaan yang sama, identik dalam kekuatan sediaan, konsentrasi dan rute
pemberian.

Pengkajian/ analisa resep


Pengkajian resep dimulai dari validasi kebenaran resep, apoteker harus
waspada terhadap adanya kemungkinan resep palsu yang dibuat untuk
penyalahgunaan obat. Kelengkapan resep juga perlu diperhatikan untuk memastikan
tidak ada informasi yang terlewat misalnya dari nama dan jumlah obat serta signa.
Apabila ada isi resep yang meragukan atau tidak lengkap, apoteker perlu segera
menghubungi dokter penulis resep.
Setelah resep dipastikan berasal dari sumber yang valid dan memenuhi
kelengkapan, apoteker melakukan pengkajian terhadap regimen obat yang
diresepkan. Obat yang tepat diberikan dengan dosis, rute, dan frekuensi yang tepat.
Adanya human error dalam penulisan resep mungkin saja terjadi, maka pemeriksaan
oleh apoteker dapat meminimalisir medication error. Adanya kemungkinan interaksi
obat dapat dideteksi pada tahap ini. Untuk itu apoteker perlu mengetahui obat-obat
yang dapat saling berinteraksi. Efek samping obat pun dapat diantisipasi dan
dicegah atau ditangani secara tepat. Bila dari hasil pengkajian ini apoteker
menemukan adanya potensi terjadi efek merugikan bagi pasien ataupun
ketidakrasionalan, apoteker dapat memberi masukan kepada dokter penulis resep.

Fokus Pengkajian dan Interpretasi Resep


Apoteker hendaknya mengkaji hal-hal berikut pada resep yang diterima:
• Ketepatan nama obat dan dosis
• Urgensi obat
• Efek obat
• Jangka waktu pengobatan
• Efek samping obat
• Interaksi obat
• Kompatibilitas komponen obat pada resep racikan
Kesimpulan yang diperoleh dari interpretasi resep dapat menjadi informasi
atau saran bagi pasien, juga masukan kepada dokter berdasar kepada
pustaka informasi obat yang ilmiah.

Masalah Terkait Resep


Berdasarkan pengalaman, masalah-masalah berikut pernah ditemukan saat
pengkajian resep:
 Pasien menerima lebih dari 1 lembar resep dari dokter/poliklinik yang
berbeda sehingga terjadi duplikasi obat yang tidak diketahui sebelumnya
oleh dokter.
 Data pasien keliru, misalnya salah menulis nama pasien.
 Data obat keliru, misalnya salah menulis nama obat, salah jumlah atau salah
aturan pemakaian (signa).
 Resep sulit dibaca sehingga rentan salah pembacaan.
 Resep berasal dari sumber yang tidak valid (resep palsu).
 Obat yang diminta dokter tidak tersedia
PRAKTEK DISPENSING OBAT YANG BAIK

Pengertian Dispensing

Dispensing adalah proses yang mencakup berbagai kegiatan, yang dilakukan


oleh seorang farmasis, mulai dari penerimaan resep/ order atau permintaan obat
bagi pasien rawat tinggal (PRT) dan pasien rawat jalan (PRJ)/ ambulatori dengan
memastikan penyerahan obat yang tepat pada penderita tersebut serta
kemampuannya mengonsumsi sendiri dengan baik.
Kegiatan dispensing mencakup semua kegiatan yang terjadi antara waktu
resep/ order diterima dan obat /suplai lain yang ditulis disampaikan ke penderita,
yaitu terdiri dari:
 Menerima dan memvalidasi resep
 Menginterpretasi maksud dokter dalam resep/ order obat
 Solusi jika ada masalah dengan resep
 Mengisi P3 (Profil Pengobatan Penderita)
 Menyediakan/ meracik dengan teliti
 Memberi wadah dan etiket yang benar
 Merekam semua tindakan (resep, salinan faktur diarsipkan)
 Mendistribusikan obat ke PRT atau PRJ
 Disertai nasehat/ informasi yang diperlukan ke penderita/ perawat
Dispensing obat merupakan bagian vital dari pengobatan rasional, sehingga
tidak dapat disepelekan dan dianggap proses yang rutin dan sederhana.

Pengertian Praktek Dispensing yang Baik

Praktek dispensing yang baik adalah suatu proses praktek yang memastikan
bahwa suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, dihantarkan kepada
penderita yang benar, dalam dosis dan kuantitas yang tertulis, dengan instruksi yang
jelas, dan dalam suatu kemasan yang memelihara potensi obat.
Untuk dapat melakukan dispensing yang baik, perlu diperhatikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi proses dispensing, yaitu mencakup lingkungan dan
personel dispensing.

Faktor yang Mempengaruhi Dispensing

Lingkungan Dispensing
Lingkungan tempat dispensing obat harus bersih ,aman dan nyaman.
Lingkungan menjamin kesehatan dan tidak terkontaminasi. Ruangan diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga dispensing akurat dan efisien (perhatikan jarak/
jangkauan).
Staf farmasi harus memelihara kebersihan pribadi, memakai pakaian
dan/atau jas kerja yang bersih, untuk menghindari kontaminasi terhadap sediaan
obat, terutama terhadap obat racikan.
Sekeliling fasilitas fisik harus dipelihara kebersihannya, sedapat mungkin
bebas debu dan kotoran, sirkulasi udara terjaga dan suhu ruangan diatur untuk
menjaga kenyamanan staf dan kualitas sediaan obat. Instalasi Farmasi RS pusat dan
cabangnya ditempatkan pada tempat terlindung dari sorotan cahaya matahari
berlebih, debu, atau polusi.
Ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan fasilitas di dalamnya (meja,
rak obat) secara berkala dibersihkan. Ada petugas khusus yang membersihkan lantai
dan permukaan tempat kerja/ meja kerja setiap hari. Terdapat jadwal tetap untuk
memeriksa, membersihkan, dan mencairkan es di lemari pendingin. Tumpahan2
harus segera dibersihkan apalagi yang menarik serangga. Makanan dan minuman
tidak boleh ditempatkan di daerah dispensing dan lemari pendingin tempat
menyimpan obat.
Alat dispensing seperti alat meracik harus selalu bersih dan kering sebelum
digunakan untuk setiap peracikan produk yang berbeda dan pada akhir kerja. Antara
lain mortir-stamper, gelas takar, timbangan-anak timbangan, sendok obat, spatula,
alat penghitung tablet/kapsul, papan alas pembungkus sediaan serbuk, dll. Selain itu
timbangan harus ditara/ kalibrasi secara berkala.
Wadah persediaan obat disimpan tersusun rapi dalam rak berdasarkan
bentuk sediaan (solid, semisolid, liquid, alkes), diurutkan secara alfabetis,
memisahkan obat oral dengan obat luar. Wadah persediaan secara jelas diberi etiket
dan memastikan pemilihan yang benar dan meminimalkan kesalahan.
Dalam pengaturan penyimpanan stok obat, perlu diberlakukan sistem “first
in first out” (FIFO) dan “first expiry first out” (FEFO). Obat “fast movers” (permintaan
banyak) ditempatkan di daerah yang paling mudah dicapai. Botol tempat persediaan
harus selalu tertutup bila tidak digunakan. Perhatikan aturan penyimpanan setiap
produk mencakup suhu, cahaya dan kelembaban untuk menjaga kualitas produk.

Personel Dispensing
Adalah pandangan yang keliru bahwa proses menyediakan sediaan farmasi
berdasarkan resep dapat dilakukan oleh siapa saja yang dapat membaca resep,
menghitung, dan menuang. Anggapan ini irasional dan berbahaya. Dispensing
haruslah dilakukan oleh personel terlatih dan terdidik mengenai ilmu farmasi serta
mempunyai izin praktek atau izin kerja yaitu apoteker dan asisten apoteker, guna
menjamin kebenaran dan mutu obat yang disiapkan terutama menyangkut dosis
dan kekuatan sediaan, serta pemahaman terhadap efek obat dan informasi yang
diperlukan untuk disampaikan kepada pasien.
Personel dispensing memerlukan pengetahuan dan keterampilan:
 Membaca (terutama membaca resep)
 Keterampilan menghitung/ kalkulasi yang baik
 Menuang, meracik, membungkus
 Pengetahuan tentang obat yang didispensing (farmakologi)
 Keterampilan mengases mutu sediaan
 Bersifat bersih , teliti, dan jujur
 Berkomunikasi secara efektif dengan penderita dan profesional kesehatan

Tahap Proses Dispensing

Menerima dan memvalidasi resep

Saat menerima resep, pasien diberi nomor tunggu. Lakukan identifikasi penderita
dan verifikasi nama penderita serta asal resep (nama dan klinik dokter penulis
resep). Order obat secara lisan oleh dokter bisa dilakukan pada kondisi darurat/ luar
biasa. Order dibaca ulang kepada dokter untuk memastikan akurasi. Waspadai akan
kemungkinan resep palsu.

Perhatikan nama penderita, ruangan, kamar, dan nomor penderita (untuk pasien
rawat tinggal), tanggal dan jam penulisan resep untuk memastikan kesesuaian resep
dengan kondisi pasien terkini, nama obat, kekuatan sediaan, bentuk sediaan,
kuantitas, aturan pakai, tanda tangan dokter dan instruksi lain dari dokter

Interpretasi Resep

Interpretasi isi resep mencakup interpretasi singkatan tertentu yang ditulis dokter,
memastikan dosis berada dalam rentang normal (jenis kelamin dan usia/ BB),
perhitungan dosis dan kuantitas, mengkaji ketidak tepatan pada resep
(kontraindikasi, interaksi, duplikasi, inkompatibilitas). Setiap perhitungan harus
diperiksa ganda oleh staf/ personel yang lain.

Menapis Profil Pengobatan Penderita (P3)

Dimulai dari memasukkan semua data obat yang tertulis pada formulir P3 (bisa
terkomputerisasi), kemudian pengkajian terhadap profil tersebut yaitu terhadap
data informasi penderita (umur, bobot badan, alergi) dan data terapi obat (dosis,
frekuensi, kontraindikasi, interaksi, duplikasi, Reaksi Obat Merugikan/ ROM).

Menyiapkan Meracik Sediaan Obat

Tahap ini adalah bagian utama dispensing. Harus ada pemeriksaan ganda untuk
ketelitian. Langkah penyiapan: menemukan/ memilih wadah obat persediaan,
formulasi (membuat, menghitung, mengukur, menuang), kemudian membungkus
obat dengan wadah yang sesuai, pemberian etiket, dan penghantaran obat kepada
pasien ataupun perawat.

Dalam memilih wadah obat persediaan, hati-hati membaca etiket pada wadah. Lihat
dengan teliti nama zat aktif/ produk, kekuatan sediaan, kadaluwarsa (jika ada).
Ulangi pembacaan 2 sampai 3 kali (sebelum dan setelah pengambilan). Wadah
persediaan kembalikan ke tempat sebelumnya di rak.

Dalam tahap formulasi, perhitungan harus akurat dan perlu pemeriksaan ganda. Jika
dosis kurang maka efek tidak tercapai. Jika dosis berlebih maka akan terjadi efek
toksik. Personel harus menguasai teknik pembuatan sediaan termasuk urutan
pencampuran, seleksi eksipien, dsb. Peracikan dilakukan di meja khusus yang tahan
getaran dan mudah dibersihkan.
Pada tahap pengemasan, tablet/ kapsul dikemas ke wadah (biasanya plastik) yang
bersih dan kering. Cairan masukkan ke botol bersih dan tertutup rapat. Kemasan
kemudian ditempel etiket yang memuat nama penderita, nama obat, kekuatan,
aturan penggunaan, kuantitas obat. Sekarang beberapa rumah sakit menerapkan
pembuatan etiket secara komputerisasi agar lebih mudah dibaca pasien dan lebih
estetik.

Cara Penyiapan obat, meliputi ;


a. Cara Penyiapan Obat Jadi. Obat jadi disiapkan berdasarkan jenis dan jumlah
sesuai permintaan dalam resep. Dalam penyiapan obat jadi perlu diperhatikan
informasi yang terdapat pada kemasan seperti nomor batch dan kadaluarsa
sebisa mungkin tetap tercetak jelas dan tidak terpotong sebagai informasi bagi
pasien mengenai kadaluarasa obat tersebut. Apabila informasi tersebut rusak,
sebaiknya informasi kadaluarsa obat ditambahkan didalam etiket.
b. Cara Penyiapan Obat Racikan. Obat racikan disiapkan berdasarkan jenis,
jumlah dan permintaan pembuatan obat racikan. Petugas penyiapan sebaiknya
melakukan pengecekan kembali rasionalitas obat yang ingin diracik seperti
 Rasionalitas dosis, obat racikan umumnya diberikan untuk pasien anak
sehingga rentang dosis yang diberikan untuk setiap pasien dapat berbeda
bergantung pada umur dan berat badan pasien. Sehingga apabila dosis yang
diberikan ternyata berlebih dapat menyebakan hal yang tidak diinginkan.
 Interaksi antar obat, obat racikan mengandung lebih dari satu oabt. Sehingga
harus diperhatikan interaksi antar obat baik secara farmakologis maupun
farmasetik.
 Antibiotik tidak boleh diracik bersama obat lain. Antibiotik harus diminum
hingga habis satu siklus, apaila tidak dapat menimbulkan reaksi resistensi
mikroba terhadap antibiotik sehingga infeksi sulit sembuh. Sedangkan obat-
obat lain seperti obat yang bertujuan untuk meringankan gejala hanya
diminum apabila gejala timbu, sehingga apabila gejala sudah hilang, obat
tersebut dihentikan penggunaannya.
Dalam proses peracikan juga harus memperhatikan kebersihan peralatan
peracikan seperti
 Mortir dan stamper harus dipastikan dalam keadaan bersih, cucilah mortir dan
stamper setiap selesai meracik. Hal ini untuk menjaga tidak adanya
kontaminasi baik oleh mikroba maupun kontaminasi silang dari obat lain.
Apabila ada residu oabt lain yang terbawa pada obat racikan, dapat
mebahayakan pasien.
 Dalam membagi oabt racikan, harus dipastikan isi obat seragam, hal ini dapat
mempengaruhi efektifitas pengobatan karena apabila tidak seragam dapat
menyebabkan sudosis atau overdosis. Selain itu sebaiknya tidak
menggunakan resep sebagai alas karena dapat memberikan kontaminasi
terhadap obat racikan. Jangan sampai pasien menjadi sakit karena meminum
obat racikan yang tidak terjaga kebersihannya.
c. Cara Penyiapan Sirup Kering
Sirup kering disiapkan dengan cara merekonstitusi atau mencampur obat
dengan air yang sesuai untuk pelarutan. Jumlah pelarut yang ditambahkan
dalam sediaan harus sesuai dengan yang tertera dalam label kemasan.
Sebaiknya tidak dibiasakan mencampur langsung tanpa takaran, meskipun
sudah terbiasa, takaran yang tidak tepat dapat menyebabkan ukuran dosis
salah sehingga menyebakan takaran subdosis atau overdosis, terutama untuk
antibiotik dapat menyebabkan resistensi.

Distribusi Obat Ke Penderita

Distribusi obat ke pasien rawat jalan diberikan langsung ke pasien/ keluarga.


Sedangkan untuk pasien rawat tinggal tergantung sistem distribusi yang diterapkan
oleh rumah sakit, bisa melalui perawat atau langsung kepada keluarga pasien.
Penyerahan obat disertai dengan informasi obat yaitu nama obat, indikasi obat/ efek
obat, waktu penggunaan, cara menggunakan obat, cara menyimpan obat,
peringatan efek samping yang dianggap perlu diketahui pasien.
CARA PENGGUNAAN SEDIAAN OBAT

Bab ini membahas cara penggunaan sediaan obat yang perlu diinformasikan
oleh apoteker dan asisten apoteker kepada pasien terutama pasien rawat jalan
ataupun konsumen apotek. Untuk dapat memberikan informasi yang tepat, terlebih
dahulu seorang farmasis harus menguasai cara penggunaan sediaan obat seperti
diuraikan di bawah ini.

Cara Penggunaan Sediaan Oral


Sediaan dengan rute oral adalah sediaan yang paling umum digunakan.
Walaupun begitu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasien ketika
menggunakan sediaan oral:
 Sebaiknya minum obat dengan segelas air putih, jangan minum dengan
minuman lain, kecuali atas petunjuk dokter/ apoteker.
 Obat ada yang harus diminum pada saat perut kosong, bersama makanan,
atau setelah makan, tergantung jenis obatnya.
 Ikuti aturan pakai yang tertera pada etiket atau tanyakan pada apoteker.
 Obat ada yang harus diminum pada waktu tertentu misalnya pagi atau
malam antara lain untuk mencapai efek optimal.
 Akan lebih baik menggunakan obat dengan selang waktu yang sama,
khususnya untuk obat antibiotik. Contoh:
o 1x1 tablet: minum 1 tablet pada jam yang sama setiap harinya
o 2x1 tablet: sehari dua kali, sekali minum 1 tablet, setiap 12 jam
o 3x1 tablet: sehari tiga kali, sekali minum 1 tablet, setiap 8 jam
 Ada jenis tablet tertentu yang cara pakainya berbeda
o Tablet kunyah seperti antasida (obat maag) harus dikunyah sebelum
ditelan
o Tablet hisap digunakan dengan cara dihisap oleh lidah hingga habis
o Tablet salut enterik dan tablet lepas lambat harus ditelan seluruhnya,
tidak boleh digerus atau dikunyah
Untuk mengetahui jenis tablet, lihat keterangan pada kemasan
 Untuk sediaan cair, gunakan sendok takar/ gelas takar khusus untuk
memperoleh dosis yang tepat.
o 1 sendok takar = 5 mL

o 1 sendok makan = 15 mL (3 sendok takar)


Jangan gunakan sendok makan atau sendok teh biasa karena dosisnya
kurang dari yang dimaksud pada etiket.
 Obat yang berupa drop digunakan dengan cara diteteskan pada mulut bayi/
anak menggunakan pipet yang disediakan, sesuai takaran pada etiket.
 Selalu kocok dahulu obat sebelum diminum.
 Perhatikan aturan penyimpanan dan batas waktu obat sirup tersebut boleh
digunakan.

Cara Penggunaan Obat Tetes Hidung


Berikut ini cara menggunakan obat tetes hidung yang benar dan akan
memberikan efek yang optimal:
1. Bersihkan hidung lalu cuci tangan
2. Duduk dan tengadahkan kepala atau berbaringlah dengan kepala dimiringkan ke
belakang, tempatkan bantal di bawah leher dan bahu
3. Jika obat akan digunakan pada bayi, pegang bayi sehingga leher bayi berada
pada lengan anda dan kepala miring ke belakang
4. Kocok botol obat tetes hidung
5. Tempatkan ujung penetes ke dalam lubang hidung dan teteskan obat sesuai
dosis. Usahakan agar ujung penetes tidak mengenai dinding hidung
6. Tundukkan kepala mendekati lutut dan gerakkan kepala perlahan ke kiri dan ke
kanan, agar obat masuk ke dalam tenggorokan.
7. Biarkan tubuh tetap dalam posisi tersebut minimal selama 5 menit.
8. Lakukan cara yang sama pada lubang hidung yang lain jika diperlukan.
9. Bilas ujung penetes dengan air hangat kemudian tutup botol.
10. Cuci tangan kembali

Cara Penggunaan Nasal Spray


Berikut ini cara menggunakan obat nasal spray yang benar untuk
memberikan efek yang optimal:
1. Cuci tangan.
2. Bersihkan hidung sebelum menggunakan obat semprot.
3. Duduk dan tundukkan kepala sedikit.
4. Kocok wadah obat semprot.
5. Masukkan ujung penyemprot ke dalam salah satu lubang hidung. Tutup mulut
dan lubang hidung yang lain.
6. Semprot obat dengan cara memencet wadah atau dengan menekan ke bawah
bagian penyemprot (lihat keterangan pada kemasan atau tanyakan pada
apoteker) dan hirup obat perlahan.
7. Keluarkan ujung penyemprot dari hidung dan tundukkan kepala serendah
mungkin (letakkan kepala di antara kedua lutut).
8. Tunggu beberapa detik sebelum duduk tegak.
9. Bernapaslah melalui mulut.
10. Ulangi tahap-tahap di atas untuk lubang hidung yang lain jika diperlukan.
11. Bersihkan ujung penyemprot dengan air hangat.
12. Cuci tangan.

Cara Penggunaan Obat Tetes Mata

Berikut ini cara menggunakan obat tetes mata yang benar untuk
memberikan efek yang optimal dan kenyamanan kepada penggunanya:
1. Cuci tangan
2. Buka tutup botol
3. Hindari menyentuh ujung penetes pada mata dan benda lainnya
4. Tengadahkan kepala ke belakang
5. Jepit botol diantara jempol dan jari telunjuk, letakkan ujung penetes sedekat
mungkin ke kelopak mata
6. Letakkan sisa jari tangan yang memegang botol ke pipi atau hidung
7. Tarik ke bawah kelopak mata bawah agar membentuk kantung menggunakan
jari telunjuk dari tangan lainnya
8. Teteskan sejumlah obat sesuai aturan pada kantung kelopak mata bawah yang
terbentuk
9. Tutup mata sambil menekan bagian pangkal hidung dekat mata menggunakan
jari secara perlahan selama 2-3 menit untuk menjaga obat tetap di mata dan
jangan berkedip
10. Segera tutup botol hingga kencang, jangan usap atau basuh bagian penetes
11. Bersihkan sisa cairan yang ada di pipi dengan tisu yang bersih

12. Cuci tangan kembali.


Keterangan:
 Obat tetes mata umumnya maksimal boleh dipakai sampai 30 hari setelah tutup
dibuka.
 Setiap tube obat tetes mata minidose umumnya boleh dipakai sampai 3 hari
setelah tutup dibuka (kecuali dinyatakan lain). Baca keterangan pada kemasan.
 Jika menggunakan lebih dari satu jenis obat tetes mata, gunakan obat tetes
berikutnya selang 3-5 menit setelah penggunaan tetes mata pertama. Begitu
pula jika anda akan menggunakan salep mata setelah tetes mata.
 Obat tetes mata tidak boleh digunakan bergantian dengan orang lain.

Cara Penggunaan Salep Mata

Berikut ini cara pakai salep mata yang benar:


1. Cuci tangan.

2. Buka tutup tube, jangan sentuh ujung tube.


3. Tarik ke bawah kelopak mata bawah agar membentuk kantung.
4. Jepit tube diantara jempol dan jari telunjuk, letakkan ujung tube sedekat
mungkin ke kelopak mata.
5. Letakkan sisa jari tangan yang memegang tube ke pipi atau hidung anda.
6. Tekan tube sehingga mengeluarkan salep mata sekitar 1 cm langsung ke
permukaan dalam kelopak mata tanpa ujung tube mengenai kelopak mata.
Jangan oleskan dengan tangan.
7. Tutup mata dan gerakkan bola mata dalam keadaan mata tertutup selama 1-2
menit agar salep merata pada mata.
8. Bersihkan kelebihan salep yang mengenai luar kelopak mata dengan tissue yang
bersih.
9. Lap ujung tube dengan tissue yang bersih kemudian tutup rapat tube.

10. Cuci tangan kembali.


Ket : Jika menggunakan lebih dari satu salep mata, gunakan salep mata berikutnya
setelah selang waktu sekitar 15 menit setelah salep mata pertama. Begitu pula jika
akan menggunakan tetes mata setelah salep mata.
 Ujung tube jangan sampai mengenai permukaan apapun agar tidak
terkontaminasi.
 Jangan gunakan salep mata bergantian dengan orang lain.
 Setelah menggunakan salep mata, penglihatan mungkin menjadi buram untuk
sementara waktu.

Cara Penggunaan Inhaler

Berikut ini cara pakai inhaler jenis “metered dose inhaler” (inhaler jenis lain
yang lebih modern dijelaskan melalui video saat perkuliahan).
1. Cuci tangan.
2. Buka tutup inhaler dan pegang botol inhaler dengan posisi tegak dan
mouthpiece berada di bagian bawah.
3. Kocok botol inhaler sebelum digunakan.
4. Hembuskan nafas melalui mulut.
5. Katupkan bibir pada mulut inhaler.
6. Tekan inhaler untuk melepaskan obat ke dalam mulut sambil menarik nafas
dalam-dalam.
7. Tahan nafas selama 10-15 detik.
8. Hembuskan nafas melalui hidung.
9. Ulangi tahap 3 sampai 8 untuk dosis berikutnya sesuai petunjuk dokter
10. Bersihkan mulut dengan berkumur, air jangan sampai tertelan.

Cara Penggunaan Obat Tetes Telinga

1. Cuci tangan.
2. Bersihkan dan keringkan bagian luar telinga secara hati-hati.
3. Hangatkan obat tetes telinga dengan menggenggam botol beberapa menit oleh
kedua telapak tangan, agar suhunya mendekati suhu tubuh.
4. Jika obat berupa cairan kental, kocok botol selama 10 detik.
5. Miringkan kepala sehingga telinga yang sakit menghadap ke atas.
6. Dengan hati-hati buka tutup botol. Dekatkan bagian penetes ke lubang telinga,
tetapi jangan sampai mengenai telinga agar obat tidak terkontaminasi.
7. Tarik daun telinga ke belakang atas untuk membuka lubang telinga. Jika
digunakan untuk anak yang berusia di bawah usia 3 tahun, tarik telinga ke
belakang bawah.
8. Teteskan obat sesuai takaran yang tertera pada etiket ke dalam lubang telinga
dan tutup botol kembali.
9. Dengan lembut tekan bagian daun telinga yang kecil menonjol menutupi lubang
telinga untuk membantu obat turun ke dalam saluran telinga.
10. Tetap miringkan kepala selama beberapa menit, atau tutup lubang telinga
dengan kapas lembut yang bersih jika direkomendasikan oleh dokter atau
apoteker.
11. Lakukan cara yang sama pada telinga yang lain jika sakit pada kedua telinga.
12. Lap obat yang menetes ke luar telinga. Cuci tangan kembali.

Cara Penggunaan Suppositoria Rektal


Suppositoria rektal adalah obat berbentuk padat mirip torpedo yang
digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam rektum/ anus. Berikut cara
penggunaannya yang benar:
1. Cuci tangan.
2. Jika suppositoria terlalu lembek, siram dengan air dingin/air es atau simpan 30
menit dalam lemari es sebelum melepaskan pembungkusnya.
3. Buka foil pembungkus suppositoria.
4. Gunakan sarung tangan untuk memegang suppositoria jika ada.
5. Sebagai pelincir jika diperlukan, lembabkan suppositoria dengan sedikit air keran
yang bersih sebelum dimasukkan dalam anus.
6. Berbaringlah dengan posisi tubuh miring. Tekuk salah satu kaki.
7. Tarik pantat yang berada di bagian atas untuk membuka anus.
8. Masukkan suppositoria ke dalam lubang anus secara perlahan. Bagian yang lancip
masuk lebih dahulu.
9. Setelah terdorong seluruhnya, rapatkan kaki dan pantat.
10. Tunggu sekitar 5 menit sebelum bangun. Cuci tangan sampai bersih dengan
sabun.

Ket:
 Gunakan suppositoria setelah buang air besar (ketika anus/ rektum kosong),
kecuali dinyatakan lain.
 Hindari buang air besar minimal selama 1 jam setelah menggunakan
suppositoria.
 Hindari gerakan berlebihan minimal selama 1 jam setelah menggunakan
suppositoria.
 Obat suppositoria bukan untuk digunakan melalui mulut.
 Simpan suppositoria dalam tempat yang sejuk agar tidak meleleh. Taruh dalam
lemari es jika dinyatakan dalam label.

Cara Penggunaan Krim Rektal (Rectal Tube)


Rectal tube adalah obat topikal yang dikemas dalam tube untuk dioleskan di
permukaan sekitar anus (berupa krim) atau disemprotkan ke dalam rektum/ anus
(berupa cairan/krim). Berikut cara pakainya:
1. Bersihkan dan keringkan area rektum/ anus.
2. Cuci tangan sampai bersih.
3. Jika akan digunakan pada bayi/ anak, baringkan badan dengan posisi
menelungkup.
4. Jika digunakan untuk mengobati permukaan luar anus, cukup oleskan krim
menggunakan jari tangan di permukaan yang sakit.
5. Jika digunakan untuk mengobati bagian dalam anus, maka lakukan tahap
berikut:
a. Buka segel pembungkus aplikator (serupa pipa di bagian atas tube) atau
pasang aplikator pada tube jika tube sebelumnya terpisah dengan aplikator.
b. Tekan tube perlahan sampai sedikit krim/cairan dalam tube melumuri bagian
luar aplikator.
c. Masukkan aplikator ke dalam rektum Jika digunakan pada anak di bawah 3
tahun, masukkan hanya setengah panjang aplikator.
d. Pencet tube perlahan untuk mengeluarkan sejumlah krim/cairan yang
diperlukan dari tube (bila berupa kemasan sekali pakai maka masukkan
seluruh isi tube).
e. Tarik aplikator keluar dari lubang anus sambil tetap memencet tube.
f. Diamkan selama beberapa menit sebelum bangun.
g. Pisahkan kembali aplikator dari tube dan tutup rapat tube.
h. Cuci aplikator dengan air dan sabun, keringkan untuk pemakaian selanjutnya.
i. Bila berupa kemasan sekali pakai, buang tube setelah pemakaian.

6. Cuci tangan dengan sabun.

Cara Penggunaan Tablet Vagina


Tablet vagina disebut juga ovula atau pessari digunakan oleh pasien wanita
melalui lubang vagina dengan cara sebagai berikut:

1. Cuci tangan.
2. Berbaring terlentang dengan nyaman, kaki terbuka dan lutut ditekuk.
3. Buka pembungkus pessari atau tablet vagina dan aplikator yang disediakan jika
ada.
4. Pasang pessari atau tablet vagina ke dalam ujung aplikator.
5. Masukkan aplikator perlahan sejauh mungkin ke dalam vagina tanpa
menimbulkan rasa sakit.
6. Tekan pendorong pada pangkal aplikator untuk memasukkan pessari atau tablet
vagina ke dalam vagina. Jika tidak tersedia aplikator, maka obat dimasukkan
langsung ke dalam vagina. Untuk memudahkan penggunaan tanpa aplikator,
celupkan dahulu pessari/ tablet vagina ke dalam air hangat kuku sebelum
digunakan, sekedar untuk membasahkan.
7. Setelah obat masuk ke dalam vagina, tarik keluar aplikator perlahan dari vagina.
8. Tunggu beberapa menit sebelum bangun.
9. Buang aplikator (untuk kemasan sekali pakai) atau cuci aplikator dengan air
hangat dan sabun (jika bukan kemasan sekali pakai).
10. Cuci tangan.
Ket:
 Lebih baik digunakan malam hari ketika akan tidur, kecuali jika dinyatakan lain.
 Pasien yang sedang hamil sebaiknya berkonsultasi dengan dokter mengenai
penggunaan aplikator untuk memasukkan obat ini.

Cara Penggunaan Krim Vaginal


Krim vaginal dikemas dalam tube dan dilengkapi aplikator untuk
memasukkan isi tube ke dalam lubang vagina. Berikut ini cara pakainya:

A. Jika tube terpisah dengan aplikator:


1. Cuci tangan.
2. Buka tutup tube dan pasang aplikator pada tube.
3. Pencet tube sampai sejumlah obat yang dianjurkan masuk ke dalam aplikator.
4. Lepaskan aplikator dari tube (pegang pipanya).
5. Bubuhkan sedikit krim di bagian luar aplikator sebagai pelincir.
6. Berbaring terlentang dengan nyaman, kaki terbuka dan lutut ditekuk.
7. Masukkan aplikator yang telah berisi krim perlahan ke dalam vagina tanpa
menimbulkan rasa sakit.
8. Tekan alat pendorong pada aplikator untuk memasukkan krim ke dalam vagina.
9. Tarik keluar aplikator.
10. Buang aplikator (untuk kemasan sekali pakai) atau cuci aplikator dengan air
hangat dan sabun (jika bukan kemasan sekali pakai).
11. Cuci tangan.

B. Jika tube bersatu dengan aplikator:


1. Cuci tangan.
2. Berbaring terlentang dengan nyaman, kaki terbuka dan lutut ditekuk.
3. Buka pembungkus aplikator (serupa pipa di bagian atas tube).
4. Keluarkan sedikit krim untuk melumuri bagian luar pipa aplikator sebagai
pelincir.
5. Masukkan aplikator perlahan ke dalam vagina tanpa menimbulkan rasa sakit.
6. Pencet tube untuk mendorong krim dalam tube masuk ke dalam vagina.
7. Tarik keluar aplikator perlahan dari vagina sambil tetap memencet tube.
8. Tunggu beberapa menit sebelum bangun.
9. Cuci tangan.

Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur

Pada setiap kemasan obat selalu dicantumkan:

 Nama obat
 Komposisi

 Indikasi

 Informasi cara kerja obat

 Aturan pakai

 Peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas)

 Perhatian

 Nama produsen

 Nomor batch/lot

 Nomor registrasi

Nomor registrasi dicantukan sebagai tanda izin edar abasah yang diberikan

oleh pemerintah pada kemasan obat.

 Tanggal kadaluarsa

Kadaluarsa dan Obat Rusak

Tanggal kadaluarsa menunjukkan bahwa sampai dengan tanggal yang dimaksud,


mutu dan kemurnian obat dijamin masih tetap memenuhi syarat. Tanggal
kadaluarsa biasanya dinyatakan dalam bulan dan tahun. Tanggal kadaluarsa
berlaku untuk obat dalam kemasan aslinya.

Perubahan mutu obat dapat terlihat pada:

1. Tablet

• Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa

• Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah,retak dan

atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab

• Kaleng atau botol rusak

2. Kapsul

• Perubahan warna isi kapsul


• Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu sama lain

3. Tablet salut

• Pecah-pecah, terjadi perubahan warna

• Basah dan lengket satu dengan lainnya

• Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik

4. Cairan

• Menjadi keruh atau timbul endapan

• Konsistensi berubah

• Warna atau rasa berubah

• Botol plastik rusak atau bocor

5. Salep

• Warna berubah

• Pot atau tube rusak atau bocor

• Bau berubah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Hal-hal yang harus Diperhatikan

1. Kemasan/wadah

Harus tersegel dengan baik, tidak rusak, tidak berlubang, tanggal kadaluarsa

jelas terbaca.

2. Penandaan pada wadah

• Baca zat berkhasiat dan manfaatnya

• Baca aturan pakainya, misalnya sebelumdan sesudah makan

• Untuk pencegahan overdosis, jangan minum obat 2 kali dosis bila

sebelumnya lupa minum obat

• Baca kontraindikasinya
Misalnya:

- tidak boleh diminum oleh ibu hamil/menyusui

- tidak boleh diminum oleh penderita gagal ginjal

• Baca efek samping yang mungkin timbul

• Baca cara penyimpanannya

3. Bila ragu tanyakan pada Apoteker di apotek

4. Bila sakit berlanjut hubungi dokter

Cara Merekap dan Menyimpan Resep (Harian, Bulanan, Tahunan)

 Petugas farmasi memberikan tanda pada resep yang telah diserahkan kepada
pasien dan menyimpannya pada tempat terpisah
 Petugas farmasi melakukan rekap resep dalam buku laporan harian meliputi :
nama, umur, alamat dan jenis kelamin pasien, penulis resep, nama dan jumlah
obat yang diberikan, dosis, dan informasi obat yang diberikan (indikasi, cara
pakai, interaksi obat dan makan, efek samping, penyimpadan, lain-lain)
 Petugas farmasi melakukan penyimpanan resep berdasarkan hari dan bulan,
disimpan selama 3 tahun
 Petugas farmasi melakukan pemusnahan setelah masa penyimpanan resep
berakhir
 Petugas farmasi membuat berita acara pemusnahan resep

Anda mungkin juga menyukai