Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN


PENGGOLONGAN OBAT DAN KLASIFIKASI OBAT

OLEH :
NI KETUT VENNY KRISNA DEWI (P07124019014)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
KEBIDANAN
2020
A. PENGGOLONGAN OBAT
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan.
Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari
tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat
ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat
dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat harus
selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik yang
optimal. Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia ternyata juga dapat
memberikan masalah tersendiri dalam praktek, terutama menyangkut
bagaimana memilih dan menggunakan obat secara benar dan aman. Para
pemberi pelayanan (provider) atau khususnya para dokter (prescriber)
harus selalu mengetahui secara rinci, obat yang dipakai dalam pelayanan.
Di banyak sistem pelayanan kesehatan, terutama di negara-negara
berkembang, informasi mengenai obat maupun pengobatan yang sampai
ke para dokter seringkali lebih banyak berasal dari produsen obat.
Informasi ini seringkali cenderung mendorong penggunaan obat yang
diproduksi oleh masing-masing produsennya dan kurang obyektif.
Terdapat tujuh jenis golongan obat yaitu
1. obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Lingkaran Hijau → tanda khusus obat bebas

2. obat bebas terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa
dengan resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus
untuk obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Lingkaran Biru → obat bebas terbatas

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru,
diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran
dan kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri.

Tanda peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar
hitam yang terdiri dari 6 macam, yaitu:

3. obat keras
Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.
Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi
berwarna hitam, dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat
ini hanya boleh dijual di apotik dan harus dengan resep dokter pada saat
membelinya

Lingkaran merah,dengan huruf K di tengah → obat keras


Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan
ini, seperti:
Obat generic, Obat Wajib Apotek (OWA), Psikotropika, Obat yang mengandung
hormon, seperti obat penenang atau obat diabetes. Antibiotik, seperti tetrasiklin,
penisilin, ampisilin, sefalosporin.
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf
pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang
yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di
bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya
dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak
boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk
keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk
menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk
pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika
golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat
jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko
ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama
seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah.
Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan
ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang
sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah
loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu,
contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.

4. Obat jenis narkotika


Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman
maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis.
Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek
ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit,
nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di
apotek, namun harus di bawah resep dokter
Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di
kemasannya. 

Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan


tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan,
namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki
risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan
kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi
resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan.
Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk
menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan
heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina.
Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan
nikodikodina.

5. Obat jamu

Golongan jamu ditandai dengan logo bertuliskan jamu yang terdapat pada
kemasan. Golongan obat 1 sampai 4 sudah melalui sejumlah penelitian
ilmiah yang Panjang dengan khasiat yang dapat diprediksi dan terukur.
Berbeda dengan jamu yang cara penggunaan dan khasiatnya didasarkan
pada pengalaman turun-temurun.
Klaim khasiatnya dibuktikan secara turun-temurun (empiris) namun tidak
boleh mengklaim memberikan kesembuhan penyakit. Diproduksi secara
sederhana dengan peralatan yang sederhana dan bahan bakunya belum
terstandar.
Contohnya jamu beras kencur, dan jamu gendong lainnya.

5. Obat herbal terstandar

Klaim khasiatnya dibuktikan secara ilmiah yaitu melalui uji pre-klinik


(menggunakan hewan coba), bahan bakunya telah distandardisasi dan
diproduksi di fasilitas yang modern (CPOTB).

6. Fitofarmaka

Jamu yang telah diuji secara ilmiah dan dinyatakan berkhasiat, maka jamu
tersebut diberikan prediket fitofarmaka. Indonesia sampai saat ini baru
memiliki beberapa obat yang tergolong fitofarmaka, antara lain stimuno
(obat perangsang pembentukan sistem kekebalan tubuh) dan tensicap (obat
anti hipertensi).
Klaim khasiatnya dibuktikan secara ilmiah yaitu melalui uji pre-klinik dan
uji klinik (diuji coba ke manusia/sukarelawan), meggunakan bahan baku
yang sudah terstandar dan dibuat dengan menggunakan fasilitas produksi
yang memenuhi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB).
Oleh karena ketatnya persyaratan Fitofarmaka, maka Obat Bahan Alam
kategori ini setara dengan obat sintetis modern lainnya, serta bisa
diresepkan oleh dokter. Namun sayangnya, jumlah produk Fitofarmaka di
Indonesia masih sangat sedikit.
7. Obat Psikotropika
Golongan obat psikotropika ditandai dengan logo yang sama
dengan golongan obat keras. Perbedaannya adalah obat psikotropika dapat
menimbulkan efek adiksi atau ketergantungan dan dapat mempengaruhi
perilaku penggunanya. Dengan kata lain efek samping yang
ditimbulkannya lebih berat dan lebih berbahaya dibandingkan obat keras,
maka perlu dibawah pengawasan tenaga medis. Obat-obat ini sering
disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan kesenangan
sesaat. Contoh obat-obatnya yaitu : diazepam untuk obat penenang atau
epilepsi, fenobarbital untuk obat tidur atau penenang, obat -obat epilepsi,
obat anti depresi, dan lain sebagainya.

B. Klasifikasi Obat

1) Antibiotika

Antibiotik terbagi menjadi beberapa jenis, dan masing-masing digunakan


untuk mengatasi kondisi yang berbeda. Jenis-jenis antibiotik meliputi:

a. Penisilin
Penisilin digunakan untuk banyak kondisi akibat adanya infeksi bakteri,
beberapa di antaranya adalah infeksi  Streptococcus, meningitis, gonore,
faringitis, dan juga untuk pencegahan endocarditis. Terutama pada
penderita atau memiliki riwayat gangguan ginjal, akan lebih baik
penggunaan penisilin melalui anjuran dan pengawasan dokter.
Penisilin tersedia dalam berbagai bentuk, seperti kaplet, sirop kering, dan
suntikan. Masing-masing bentuk obat dapat digunakan untuk kondisi yang
berbeda. Baca keterangan yang ada di kemasan dan konsultasikan
penggunaan obat dengan dokter.
Berikut adalah jenis-jenis antibiotik penisilin:

 Amoxicillin
 Ampicillin
 Oxacillin
 Penicillin G

b. Sefalosporin
Sefalosforin tersedia dalam bentuk suntik, tablet, dan sirop kering.
Konsultasikan dengan dokter terkait cara penggunaan obat, karena beda
bentuk obat dapat berbeda pula kondisi yang ditangani.
Beberapa kondisi yang diobati menggunakan sefalosporin, di antaranya
adalah infeksi tulang, otitis media, infeksi kulit, dan infeksi saluran kemih.
Obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, nyeri
pada dada, bahkan syok. Penggunaan sefalosporin harus dengan anjuran
dan pengawasan dokter.
Jenis-jenis sefalosporin meliputi:

 Cefadroxil
 Cefuroxime
 Cefixime
 Cefotaxim
 Cefotiam
 Cefepime
 Ceftarolin

c. Aminoglikosida
Aminoglikosida adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi
banyak penyakit infeksi bakteri, seperti otitis eksterna, infeksi kulit,
dan peritonitis. Penggunaan aminoglikosida harus dengan anjuran serta
pengawasan dokter, karena obat ini berpotensi menimbulkan efek
samping berupa gangguan kesadaran.
Aminoglikosida tersedia dalam banyak bentuk, di antaranya adalah salep,
tetes mata, dan suntik. Masing-masing bentuk obat dapat diresepkan
untuk kondisi yang berbeda. Sebelum menggunakan obat, pasien
disarankan untuk membaca keterangan cara penggunaan yang ada di
kemasan obat.
Jenis-jenis aminoglikosida meliputi:

 Paromomycin
 Tobramycin
 Gentamicin
 Amikacin
 Kanamycin
 Neomycin

d. Tetrasiklin
Tetrasiklin tersedia dalam berbagai macam bentuk obat, yakni salep,
salep mata, kapsul, dan suntik.
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati berbagai macam kondisi yang
muncul akibat adanya infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah
sifilis, anthrax, tifus, brucellosis, dan jerawat. Tetrasiklin tertentu tidak
dapat digunakan pada anak usia di bawah 12 tahun. Jangan
menggunakan tetrasiklin tanpa anjuran dokter.
Jenis-jenis tetrasiklin meliputi:

 Doxycycline
 Minocycline
 Tetracycline
 Oxytetracycline
 Tigecycline

e. Makrolid
Beberapa kondisi yang diobati menggunakan antibiotik makrolid adalah
bronkitis, servisitis, penyakit Lyme, pemfigus, dan sinusitis. Makrolid
sendiri tersedia dalam banyak bentuk, yakni tablet, kaplet, sirop kering,
dan suntik.
Beberapa jenis makrolid tidak dapat digunakan bersamaan dengan obat
seperti cisapride. Dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan
dokter sebelum menggunakan makrolid atau mengombinasikannya
dengan obat lain.
Jenis-jenis makrolid meliputi:

 Erythromycin
 Azithromycin
 Clarithromycin

f. Quinolone
Quinolone memiliki bentuk yang berbeda, dan dengan indikasi yang
berbeda. Bentuk obat ini, di antaranya adalah tablet, suntik, dan kaplet.
Quinolone digunakan untuk mengatasi banyak kondisi yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah infeksi tulang, cystitis,
servisitis, dan infeksi kulit. Penggunaan quinolone dapat menimbulkan
efek samping berupa gangguan pada sistem saraf pusat. Maka dari itu,
jangan gunakan obat ini tanpa anjuran dokter.
Jenis-jenis quinolone meliputi:

 Ciprofloxacin
 Levofloxacin
 Moxifloxacin
 Norfloxacin

2. Analgesik

Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa sakit akibat radang sendi,
operasi, cedera, sakit gigi, sakit kepala, kram menstruasi, dan nyeri otot.

Ada berbagai jenis obat analgesik. Misalnya golongan opioid (opium) seperti
Oxycontin (oxycodone), Dolophine atau Methadose (methadone), Dilaudid
(hydromorphone), Demerol (meperidine), Duragesic atau Actiq (fentanyl), dan Kadian
atau Ms Contin (morfin). Obat-obatan analgesik kuat ini hanya bisa digunakan dengan
menebus resep dokter. Penakaran dosisnya pun diatur sangat ketat.

Selanjutnya ada paracetamol (acetaminophen), aspirin (acetylsalicylic acid),


serta golongan obat antiinflamasi non-steroid (NSAID), seperti Advil (ibuprofen), Aleve
(naproxen), Celebrex (celecoxib), dan lainnya. Analgesik kelompok ini bisa diperoleh
secara bebas tanpa harus menebus resep dokter.

3. Antipiretik

Obat analgetik bermanfaat untuk meredakan nyeri atau rasa sakit yang biasanya muncul
bersamaan dengan demam. Jadi, penggunaan obat analgetik antipiretik adalah untuk
meredakan nyeri dan menurunkan demam.

bat-obatan antipiretik dapat menurunkan demam dengan cara menghambat sintesa dan

pelepasan prostaglandin E2. Hambatan sintesa dan pelepasan ini distimulasi oleh
pirogen endogen pada hipotalamus.

Berikut ini adalah beberapa jenis obat antipiretik:

1. Salisilat (seperti aspirin, salisilamid)

2. Para-aminofenol (misalnya asetaminofen, fenasetin)

3. Obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) – ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen.

4. Antihistamin

Antihistamin adalah obat untuk meredakan gejala alergi. Namun, tidak semua
gejala alergi bisa diobati dengannya. Obat ini hanya bisa meredakan gejala ringan yang
berupa gatal-gatal, bersin, ruam biduran pada kulit, hidung berair, sesak napas, dan
mata merah berair. Obat ini tidak bisa digunakan untuk mencegah kekambuhan alergi
atau mengobati reaksi alergi yang parah seperti anafilaktik.

Anda mungkin juga menyukai