Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

LIPOSARCOMA

A. PENGERTIAN LIPOSARKOMA
Sarcoma adalah pertumbuhan maligna jaringan mesodermal (misal jaringan ikat, otot,
tulang) (Hinscliff, 1999 : 192).

Liposarkoma adalah tumor ganas atau kanker pada jaringan lemak, yang biasanya
dicirikan oleh adanya diferensiasi abortif sel – sel menjadi liposit (Behrman, 1992 :
30).

Liposarkoma dapat ditemukan dimana – mana, umpamanya di retroperitonium.


Tumor ini memang sudah ganas dari awalnya dan hampir tidak pernah berasal dari
perubahan keganasan suatu lipoma (Sjamsuhidajat, 1997: 1262).

Liposarkoma jarang terjadi dan cenderung lebih membentuk tonjolan. Terjadi dari sel-
sel mesenkim primitif, beberapa diantaranya membawa vakuola – vakuola lipid yang
harus ada paling sedikit beberapa sel. Sesungguhnya liposarkoma dapat timbul
dimana saja pada tubuh diluar jaringan adiposa. Sebagian besar terjadi di jaringan –
jaringan lunak dalam dan meneruskan perjalanan penyakit yang sangat tergantung
pada gambaran sistologiknya. Liposarkoma miksoid cenderung merupakan tumor –
tumor derajat rendah, yang sering kambuh, mempunyai perjalanan penyakit yang sulit
diobat dan metastasis lambat. Sebaliknya, liposarkoma sel bulat dan liposarkoma
pleomorfik adalah sarkoma – sarkoma derajat tinggi dan agresif (85% sampai 90%
bermetastase) (Robbins, 1999 : 758 – 759).

Liposarkoma merupakan tipe yang paling umum dari sarkoma jaringan lunak.
Sarkoma jaringan lunak merupakan tumor yang jarang, yang tumbuh dan berkembang
dalam jaringan yang diturunkan dari embrionik mesoderm. Sarkoma ini mungkin
terjadi dimana – mana tetapi paling sering terjadi pada daerah paha
(Gale, 1999 : 245).
B. ETIOLOGI
Etiologi secara umum dari kanker yaitu : virus, agens fisik, agens kimia, faktor–faktor
genetik, faktor makanan dan hormonal:
1. Virus : Virus sebagai penyebab kanker pada tubuh manusia sulit untuk dipastikan
karena virus sulit untuk diisolasi. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam
struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel
tersebut dan ini barang kali mengarah pada kanker (Smeltzer, 2001 : 321).
2. Agens Fisik : Faktor – faktor fisik yang mengarah pada karsinogenesis mencakup
pemanjanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi. Pemajanan berlebih
terhadap sinar ultraviolet terutama pada orang yang berkulit putih atau terang,
bermata hijau atau biru dapat meningkatkan resiko terkena kanker. Pemajanan
terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang atau
ketika terapi radiasi diberikan saat mengobati penyakit. Pemajanan terhadap
medan elektromagnetik dari kabel listrik, mikrowave, dan telepon seluler dapat
meningkatkan resiko kanker (Smeltzer, 2001 : 321).
3. Agens Kimia : Sekitar 85 % dari semua kanker diperkirakan berhubungan dengan
lingkungan. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik dan anilin,
arsenik, jelaga dan tar, asbeston, pinang dan kapus sirih, debu kayu, senyawaan
berilium, dan polivinil klorida (Smeltzer, 2001 : 322)
4. Faktor Genetik dan Keturunan : Faktor genetik juga memainkan peranan dalam
pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola
kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel - sel mutan. Pola kromosom yang
abnormal dari kanker berhubungan dengan kromosom ekstra, terlalu sedikit
kromosom, atau translokasi kromosom. Beberapa kanker pada masa dewasa dan
anak – anak menunjukkan predisposisi keturunan. Pada kanker dengan
predisposisi herediter, umumnya saudara dekat dan sedarah dan tipe kankernya
sama (Smeltzer, 2001 : 322).
5. Faktor – Faktor Makanan : Faktor – faktor makanan diduga berkaitan dengan 40%
sampai 60% dari semua kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proakif,
karsinogenik atau ko – karsinogenik. Resiko kanker meningkat sejalan dengan
ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya
substansi proaktif dalam diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko
kanker mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang
mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi (Smeltzer,
2001 : 322).
6. Agens Hormonal : Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya
gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh
sendiri atau pemberian hormon eksogenus (Smeltzer, 2001 : 321).

C. PATOFISIOLOGI LIPOSARKOMA
Pada sarkoma belum dikenal adanya kanker insitu, sehingga sukar sekali untuk
mengetahui kapan sarkoma itu muncul. Secara umum terjadinya kanker dimulai dari
tumbuhnya satu sel kanker yang besarnya 10 mU. Kanker itu tumbuh terus tanpa
batas, mengadakan invasi kejaringan sekitar dan menyebar sampai akhirnya penderita
meninggal. Perjalanan penyakit kanker sampai penderita meninggal dapat dibagi
menurut luas penyakit atau stadium penyakit. Stadium penyakit kanker dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Stadium Pra Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker belum dapat diketahui
adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada. Pada saat ini tumor yang lebih kecil
dari 0,5 cm hampir tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan klinik maupun
penunjang klinik. Diperkirakan lama stadium pra klinik itu 2/3 dari lama
perjalanan hidup kanker dan hanya 1/3 dari lama hidupnya berada dalam stadium
klinik.
2. Stadium Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker itu telah cukup besar atau telah
memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik
dan / atau penunjang klinik. Selanjutnya stadium klinik dibagi menjadi beberapa
stadium berdasarkan :
a. Kemungkinan Sembuh
1) Stadium Dini ( Early Stage ) : Dimana kanker itu belum lama diketahui
adanya, masih kecil, letaknya masih lokal terbatas pada organ tempat
asalnya tumbuh, belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada organ
yang ditumbuhinya dengan kemungkinan sembuh besar.
2) Stadium Lanjut ( Advance Stage ) : Stadium dimana kanker itu telah lama
ada, telah besar, telah menimbulkan kerusakan yang besar pada daerah
yang ditumbuhinya, telah mengadakan infiltrasi pada jaringan atau organ
disekitarnya dan umumnya juga telah mengadakan metastase regional.
Kemungkinan sembuh kecil.
3) Stadium Sangat Lanjut ( Far Advance Stage ) : Stadium dimana kanker
telah lama ada, telah besar dan keadaanya sama dengan stadium lanjut
dan disertai metastase luas diseluruh tubuh. Kemungkinan sembuh sangat
kecil atau tak dapat sembuh lagi (Sukardja, 2000 : 146 – 148).
b. Topografi Penyakit : Stadium penyakit berdasarkan letak topografi tumor
beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ. Berdasarkan topografinya
stadium kanker dibagi menjadi :
1) Stadium Lokal : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada organ
tempatnya semula tumbuh.
2) Stadium Metastase Regional : Kanker telah mengadakan metastase di
kelenjar lymfe yang berdekatan yaitu kelenjar lymfe regional. Pada kasus
liposarkoma dikaki pembesaran kelenjar limfe dapat dilihat pada kelenjar
limfe inguinalis.
3) Stadium Metastase Jauh atau Diseminasi : Kanker telah mengadakan
metastase di organ yang letaknya jauh dari tumor primer.
D. TANDA DAN GEJALA LIPOSARKOMA
Tumor ganas ini umumnya memberikan gejala dan tanda benjolan tanpa nyeri atau
tanda radang dan biasanya mempunyai simpai atau batas yang cukup jelas dengan
jaringan sekitarnya, sehingga kebanyakan tidak dianggap sebagai tumor ganas.
Benjolan tanpa gejala dan keluhan apapun karena tumbuh dalam jaringan lunak yang
mudah didesak dan sering kali jauh dari organ vital. Keluhan baru timbul setelah
ukuran sudah besar atau terjadi tarikan atau tekanan pada otot atau saraf
(Sjamsuhidajat, 1997 : 1261).
Gejala dan tanda kanker jaringan lemak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana
tumor berada, umumnya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang
tidak terasa sakit, hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit. Rasa sakit muncul
akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor dan bisa juga karena penekanan pada
saraf – saraf tepi. Kanker yang sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan
perdarahan kulit (http : // www. Pontianak Post. Com. 2005).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG LIPOSARKOMA


Untuk menentukan ganas atau jinak dari semua benjolan pada jaringan lunak yang
menetap perlu dilakukan biopsi. Benjolan yang mudah digerakkan dari jaringan
sekitarnya dan disangka lipoma dapat memberi hasil patologi yang mengejutkan.
Secara klinis diagnosis ditentukan dengan palpasi untuk memperkirakan ukuran
kelainan dan perlekatan dengan struktur dangkal maupun dalam.
Pemeriksaan pencitraan seperti radiografi, ultrasonografi, limfangiografi, payaran CT,
atau MRI sebaiknya digunakan dengan selektif. Angiografi bermanfaat karena dapat
menilai hubungan anatomi tumor dengan jaringan sekitarnya. Dalam perencanaan
pembedahan, angiografi menentukan jarak tumor dengan pembuluh darah utama.
Pemeriksaan pencitraan paru dilakukan karena kebanyakan tumor ganas jaringan
lunak lebih dulu beranak sebar ke paru – paru. Foto Rontgen dilakukan karena kanker
ini bisa menginvasi tulang, setelah foto Rongten dapat direncanakan untuk reseksi
tulang (Sjamsuhidajat, 1997 : 1261).

F. PENATALAKSANAAN LIPOSARKOMA
Sebelum kita memberikan terapi pada penderita kanker, terlebih dahulu perlu
diketahui bagaimana prinsip – prinsip pengelolaan kanker. Pastikan dulu diagnosa
klinis dan patologi, stadium dan keadaan penderita, serta buat rencana terapi yang
akan diberikan. Apa tujuan terapi, bagaiman caranya, bagaimana urutannya, kapan
dimulai dan hasil apa yang diharapkan.
Tujuan Terapi : Tujuan terapi kanker ada 2 yaitu : kuratif atau penyembuhan dan
paliatif atau meringankan.
Terapi kuratif ialah tindakan untuk menyembuhkan penderita yaitu membebaskan
penderita dari kanker yang dialami untuk selama – lamanya. Umumnya untuk
penyembuhan kanker ini hanya mungkin pada kanker dini yaitu kanker loko regional,
masih kecil. Kurang lebih 70 % kanker yang solid dapat disembuhkan dengan
pembedahan.
Terapi paliatif ialah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita kanker
terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Perawatan Paliatif bertujuan
untuk memperbaiki kualitas hidup agar dapat bekerja dan menikmati hidup.
Mengatasi komplikasi yang terjadi, dapat memperpanjang hidup dan tanpa
memperpanjang penderitaan. Mengurangi atau meringankan keluhan, keluhan yang
berat pada penderita kanker umumnya nyeri, ulkus berbau, perdarahan yang sukar
berhenti dan berulang – ulang, tidak ada nafsu makan, badan lemas dan mengurus,
dsb. Hilang atau berkurangnya keluhan maka penderita akan merasa lebih enak dan
sehat (Sukardja, 2000 : 210).
Ada bermacam – macam terapi kanker, yaitu : Terapi utama, ini merupakan
penatalaksanaan yang ditujukan kepada penyakit kanker itu sendiri, yang meliputi
pembedahan, radioterapi, khemoterapi, hormonterapi dan bioterapi.
Pada umumnya terapi yang diberikan kepada penderita kanker ialah cara sequential
yaitu setelah selesai dengan cara terapi yang satu, kalau perlu diikuti cara terapi yang
lain. Pada kasus kanker loko regional yang operabel, urutan terapi umumnya ialah
dimulai dengan operasi, kemudian radioterapi dan terakhir khemoterapi (Sukardja,
2000 : 214).
Pada sarkoma jaringan lunak seperti liposarkoma penatalaksanaan bukan hanya
tumornya saja yang diangkat, namun juga dengan jaringan sekitarnya sampai bebas
tumor menurut kaidah yang telah ditentukan, tergantung dimana letak kanker ini.
Tindakannya berupa operasi eksisi luas. Penggunaan radioterapi dan khemoterapi
hanyalah sebagai pelengkap. Untuk kanker yang ukurannya besar, setelah operasi
ditambah dengan radioterapi. Setelah penderita operasi harus sering kontrol untuk
memonitor ada tidaknya kekambuhan pada daerah operasi ataupun kekambuhan
ditempat jauh hasil metastase.

G. KOMPLIKASI LIPOSARKOMA
Komplikasi sarkoma dari proses penyakit meliputi metastase pada paru – paru, liver,
tulang. Komplikasi dari penatalaksanaan yaitu infeksi pada pembedahan, dan jika
dilakukan terapi radiasi mungkin akan terjadi perlambatan penyembuhan luka, dan
nekrosis dijaringan setelahnya. Jika dilakukan khemoterapi, akan didapat komplikasi
antara lain : mual, muntah, stomatitis, neuropati perifer, miopati jantung, dan
kerusakan hepar (Gale, 1999 : 246).

H. DIAGNOSA LIPOSARKOMA
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan kanker jaringan lunak antara
lain :
1) Ketakutan / Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian tentang hasil yang
diharapkan, perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan (Carpernito, 2001: 484).
2) Antisipasi Berduka berhubungan dengan kehilangan yang nyata dari bagian tubuh,
fungsi serta kehilangan hidup (Gale, 1999 : 247).
3) Gangguan Harga Diri berhubungan dengan kecacatan bedah, efek samping
kemoterapi atau radiasi (Doenges, 1999 : 1003).
4) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kompresi / destruksi jaringan
saraf (Doenges, 1999 : 1005).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetabolik berkenaan dengan kanker (Doenges, 1999 : 1006).
6) Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan interupsi pembedahan atau
pengangkatan otot – otot (Gale, 1999 : 250).
7) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan terhadap
pertahanan sekunder dan Imunosupresi (Doenges, 1999 : 1010).
8) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan dari terapi radiasi (Gale, 1999 : 253).

I. FOKUS INTERVENSI
1. Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ketidakpastian tentang hasil yang
diharapkan, perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan (Doenges, 1999 : 1000).
Tujuan : Rasa takut berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 kali 24
jam dengan Kriteri Hasil : berkurangnya rasa takut, tampak rileks dan melaporkan
ansietas berkurang, menggunakan koping mekanisme yang efektif.
Intervensi : Tinjau ulang pengalaman pasien terhadap kanker, hal ini dapat
membantu dalam mengidentifikasi rasa takut dan kesalahan konsep. Dorong
pasien untuk ungkapkan pikiran dan perasaan, hal ini dapat memberikan
kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang
diagnosis. Pertahankan kontak sering dengan pasien, hal ini dapat memberi
keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak. Berikan informasi yang akurat,
konsisten mengenai prognosis, hal ini dapat menurunkan ansietas dan
memungkinkan pasien membuat keputusan. Tingkatkan rasa tenang dan
lingkungan tenang, ini dapat memudahkan istirahat, menghemat energi, dan
meningkatkan kemampuan koping.
2. Antisipasi berduka berhubungan dengan kehilangan yang nyata dari bagian tubuh,
fungsi serta kehilangan hidup (Gale, 1999 : 247).
Tujuan : Perasaan berduka dapat diekspresikan dengan tepat, setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2 kali pertemuan dengan kriteria hasil : pasien melanjutkan
aktifitas kehidupan secara normal, merencanakan masa depan.
Intervensi : Kaji pasien / orang terdekat terhadap berduka. Dorong pengungkapan
pikiran / masalah dan penerimaan ekspresi kesedihan, marah, penolakan,
intervensi ini dapat mendukung pasien untuk mengekspresikan perasaan dengan
memahami bahwa konflik emosi yang dalam dan sering adalah normal. Sadari
perubahan alam perasaan, bermusuhan, dan prilaku lain yang ditunjukkan. Sadari
depresi yang melemahkan, tanyakan pada pasien tentang status pikirannya, karena
pasien kanker resiko tinggi untuk bunuh diri. Tinjau ulang pengalaman masa lalu,
bicara tentang sesuatu yang menarik perhatian pasien, karena intervensi ini dapat
mengidentifikasi ketrampilan yang dapat membantu individu menghadapi
berduka. Identifikasi aspek positif dari situasi, intervensi ini dapat menambah
percaya diri dan rasa optimis. Kolaborasi : rujuk pada konselor yang tepat sesuai
kebutuhan, intervensi ini dapat membantu mengurangi atau bahkan
menghilangkan stress (Doenges, 1999 : 1002).
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah, efek samping
kemoterapi atau radiasi (Doenges, 1999 : 1003 - 1004).
Tujuan : gangguan harga diri dapat diatasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang
perubahan tubuh, penerimaan diri dalam situasi, mengembangkanmekanisme
koping yang efektif.
Intervensi : Diskusikan dengan pasien / orang terdekat bagaimana diagnosis dan
pengobatan yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien, hal ini dapat
membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan
masalah. Akui kesulitan pasien yang mungkin dialami, karena dapat memvalidasi
realita perasaan pasien dan memberikan ijin. Berikan dukungan emosi pada pasien
atau orang terdekat pada saat tes diagnostik dan fase pengobatan. Rujuk pada
konseling profesional bila diindikasikan, karena hal ini mungkin perlu untuk
memulai dan mempertahankan struktur psikososial positif.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kompresi / destruksi jaringan
saraf (Doenges, 1999 : 1005).
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan 3
kali 24 jam, dengan kriteria hasil : melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1 – 4,
mendemonstrasikan ketrampilan tehnik relaksasi dan destraksi.
Intervensi : tentukan lokasi nyeri, frekuensi, skala, durasi, dan tindakan
penghilangan yang digunakan, hal ini dapat memberikan data dasar untuk
mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi. Berikan tindakan
kenyamanan dasar seperti : reposisi, gosokan punggung, intervensi ini dapat
meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian. Dorong
penggunaan ketrampilan manajemen nyeri yaitu tehnik relaksaksi, distraksi,
tertawa, musik dan sentuhan terapeutik, intervensi ini dapat memungkinkan pasien
untuk berpartisipasi aktif dan meningkatkan rasa kontrol. Ciptakan lingkungan
yang nyaman dan tenang, hal ini dapat mengurangi stressor nyeri. Kolaborasi
pemberian analgetik sesuai indikasi, hal ini dilakukan karena nyeri merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada kanker, meskipun respon individual berbeda,
analgetik merupakan obat anti nyeri.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetabolik berkenaan dengan kanker (Doenges, 1999 : 1006).
Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan, dengan kriteria hasil : berat badan stabil atau naik, bebas tanda mal
nutrisi, berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan.
Intervensi : pantau masukan makanan setiap hari, hal ini untuk mengidentifikasi
kekuatan / defisiensi nutrisi. Ukur tinggi, berat badan dan ketebalan lipatan kulit
trisep dan pastikan penurunan berat badan saat ini, hal ini dapat membantu dalam
identifikasi mal nutrisi protein kalori. Dorong pasien untuk makan diit tinggi
kalori kaya nutrien, dengan masukan cairan adekuat, karena jika kebutuhan
metabolik ditingkatkan maka kebutuhan cairan juga harus ditingkatkan, untuk
menghilangkan produk sisa. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml per hari, hal
ini dapat membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko
efek samping yang membahayakan, misal : Cytoxan. Kolaborasi pemberian cairan
intra vena sesuai indikasi, tindakan ini diberikan untuk hidrasi umum dan
mengencerkan obat antineoplastik dan menurunkan efek samping yang
merugikan, misal mual, muntah atau nefrotoksisitas.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan interupsi pembedahan atau
pengangkatan otot – otot (Gale, 1999 : 250).
Tujuan : pasien mampu untuk berpindah atau bergerak secara mandiri, dengan
kriteria hasil : mendemonstrasikan gerakan dalam ROM, memahami tentang
situasi, aturan tindakan dan tindakan keamanan. Keluarga aktif membantu pasien
dalam tinadakan.
Intervensi : Kaji tingkat mobilisasi pasien, hal ini untuk menentukan intervensi
yang tepat. Ajarkan cara latihan gerak atau ROM yang tepat, tidakan ini dapat
meningkatkan mobilitas. Jadwalkan aktifitas / tindakan dengan periode waktu
istirahat.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan terhadap
pertahanan sekunder dan imunosupresi (Doenges, 1999 : 1010 - 1011).
Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
kali 24 jam, dengan kriteria hasil : berpartisipasi dalam intervensi untuk
mengurangi resiko infeksi, tidak terjadi demam dan tanda – infeksi yang lain,
penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi : tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik dan batasi pengunjung
yang mengalami infeksi, hal ini bertujuan melindungi pasien dari sumber –
sumber infeksi. Tekankan personal hygiene, hal ini dapat membantu potensial
sumber infeksi dan / atau pertumbuhan skunder. Pantau suhu, karena peningkatan
suhu merupakan salah satu indikasi terjadinya infeksi. Terapkan tehnik aseptik
dan anti septik setiap tindakan keperawatan, hal ini dapat mengurangi transmisi
organisme. Kolaborasi pemberian antibiotik untuk membunuh bakteri penyebab
infeksi.
8. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan
penurunan imunologis, trauma jaringan dari terapi radiasi, khemoterapi (Doenges,
1999 : 1013 – 1015).
Tujuan : Kerusakan integritas kulit / jaringan dapat dicegah setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 kali 24 jam, dengan kriteria hasil : berpartisipasi dalam
tehnik untuk mencegah komplikasi, luka sembuh dengan cepat.
Intervensi : Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping terapi kanker,
perhatikan kerusakan / perlambatan penyembuhan luka. Anjurkan untuk
menghindari krim kulit apapun. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk, hal
ini mencegah keparahan dari kerusakan dan mencegah infeksi. Ubah posisi pasien
dengan sering untuk meningkatkan sirkulasi dan mengurangi penekanan. Beri
perawatan luka secara benar, intervensi ini untuk mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka. Cuci kulit dengan segera jika agen neoplastik
tercecer, karena ini dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kolaborasi pemberian
antidot yang tepat bila terjadi eksaserbasi, tindakan ini dapat mengurangi
kerusakan jaringan lokal.

Anda mungkin juga menyukai