Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perhitungan kimia sangat penting di laboratorium, di pabrik, tetapi juga
tidak jarang di rumah dan untuk kebutuhan-kebutuhan lain. Perhitungan ini
meliputi misalnya: berapa banyak bahan baku yang diperlukan bila ingin
memperoleh sejumlah hasil tertentu. Atau sebaliknya, bila tersedia sejumlah
bahan baku, berapa paling banyak hasil yang di dapat diperoleh. Dapat juga
ibu rumah tangga yang mempunyai hobi menanam anggrek dan tanaman hias
lain dan ingin menyemprot tanaman kesayangannya dengan pupuk langsung
ke daunnya, lalu perlu membuat larutan dengan konsentrasi tertentu.
Perhitungan ini menyangkut reaksi-reaksi kimia dan ini yang menjadi
sasaran utama dalam penulisan ini, akan tetapi seperti contoh ibu rumah
tangga tadi, juga diperlukan hitungan yang tidak langsung berhubungan
dengan reaksi kimia. Perhitungan semacam itu juga perlu dibahas karena
merupakan hal-hal yang kemudian dipakai dalam hitungan reaksi. Contoh
lain adalah perhitungan yang berkaitan dengan banyaknya gas, berapa mol
gas terdapat dalam gas dengan volume, tekanan dan suhu tertentu.
Stoikiometri sendiri adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang
berkaitan dalam suatu reaksi kimia. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita
menjumpai hal-hal yang berkaitan dengan stoikiometri, salah satu contoh
stoikiometri yang ada di lingkungan kita misalnya, makanan yang kita
konsumsi setiap hari setelah dicerna dan diubah menjadi tenaga bagi tubuh.
Adapun yang dapat kita temukan dialam misalnya, nitrogen dan hidrogen
bergabung membentuk amonia yang digunakan sebagai pupuk dan bahan
bakar yang dihasilkan oleh minyak bumi, ada pula beberapa bahan baku yang
diperlukan jika kita ingin memperoleh jumlah atau hasil tertentu, contoh pada
industri atau pabrik pertambangan yang dapat menjelaskan kualitas bijih,
karena persen komposisi massa dari unsur-unsur dalam senyawa dapat
dihitung dengan cepat. Ini juga termasuk dalam hukum ilmu kimia tentang

78
perbandingan massa. Contoh lainnya hubungan perbandingan pria dan wanita
dalam perlombaan dansa, jika ada 14 orang pria dan 9 orang wanita, sehingga
jumlah wanita membatasi jumlah pria serta ada beberapa pria yang berlebihan
jumlahnya.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk menentukan titik
maksimum dan titik minimum pada suatu sistem. Selain itu, untuk
menentukan reaksi itu berlangsung stoikiometri atau non stoikiometri.
Sedangkan reaksi stoikiometri adalah reaksi yang dimana reaksinya habis
bereaksi dan reaksi non stoikiometri adalah reaksi yang dimana reaktannya
tidak habis bereaksi. Selain itu, melalui percobaan ini dapat juga diketahui
apakah dalam proses pencampuran dari kedua larutan itu terjadi reaksi
eksoterm atau endoterm. Dimana reaksi eksoterm adalah reaksi melepas kalor
dari sistem ke lingkungan dan reaksi endoterm adalah reaksi menyerap kalor
dari lingkungan ke sistem. Dengan semua itu kita dapat memanfaatkan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan


- Untuk mengetahui titik maksimum dan titik minimum NaOH-H2SO4.
- Untuk mengetahui titik maksimum dan titik minimum NaOH-HNO3.
- Untuk mengetahui reaksi stoikiometri pada sistem NaOH-H2SO4.

79
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stoikiometri


Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheion, yang
artinya unsur dan metron yang artinya mengukur. Dari literatur, stoikiometri
artinya mengukur unsur-unsur. Istilah ini umumnya digunakan lebih luas
yaitu meliputi bermacam pengukuran yang lebih luas dan meliputi
perhitungan zat dan pencampuran kimia (Keenan, 1984).
Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas produk dan reaktan
dalam reaksi kimia. Perhitungan stoikiometri paling baik dikerjakan dengan
menyatakan kuantitas yang diketahui dan yang tidak diketahui dalam mol dan
kemudian bila perlu dikonversi menjadi satuan lain. Pereaksi pembatas adalah
reaktan yang ada dalam jumlah stoikiometri terkecil. Reaktan ini membatasi
jumlah produk yang dapat dibentuk. Jumlah produk yang dihasilkan dalam
suatu reaksi (hasil sebenarnya) mungkin lebih kecil dari jumlah maksimum
yang mungkin diperoleh (Syukri, 1999).

2.2 Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia


2.2.1 Hukum Kekekalan Massa
Pada tahun 1774, Lavoiser memanaskan timah dengan oksigen dalam
wadah tertutup. Dengan menimbang secara teliti ia berhasil membuktikan
bahwa dalam reaksi itu tidak terjadi perubahan massa. Ia mengemukakan
pernyataan yang disebut hukum kekekalan massa, yang berbunyi:
“Pada reaksi kimia, massa zat pereaksi sama dengan massa zat hasil
reaksi”.
Dengan kata lain, dapat dinyatakan: materi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan.
Pada mulanya para ahli meyakini kebenaran hukum ini karena berdasarkan
percobaan. Akan tetapi kemudian timbul masalah pada reaksi eksoterm dan
endoterm, karena menurut Albert Einstein massa setara dengan

80
energi, yaitu E= mc2 , dengan E=energi (s), m=massa materi (g) dan
c=kecepatan cahaya (3 x 108 m/s).
Artinya energi yang dtimbul dalam suatu peristiwa mengakibatkan
hilangnya sejumlah massa. Sebaliknya energi yang diserap suatu peristiwa
akan disertai terciptanya sejumlah materi. Namun demikian, perhitungan
menunjukkan bahwa perubahan massa dalam reaksi sangat kecil sehingga
dapat diabaikan. Contohnya reaksi 2 g hidrogen dengan 16 g oksigen menjadi
air melepaskan energi setara dengan 10-9 g massa. Jadi hukum kekekalan
massa masih tetap berlaku, dan dalam versi modern bunyi:
“Dalam reaksi kimia tidak dapat dideteksi perubahan massa” (Petrucci,
1987).
2.2.2 Hukum Perbandingan Tetap
Setelah diketahui adanya hubungan antara massa zat sebelum dan
sesudah reaksi kimia, dengan munculnya hukum kekekalan massa, maka pada
tahun 1799 Jossep Lowwis Proust melakukan penelitian hubungan massa
unsur-unsur yang membentuk suatu senyawa. Misalnya air, berapakah
perbandingan massa hidrogen dan oksigen. Bila direaksikan 10 g oksigen
ternyata diperlukan 0,125 g hidrogen. Sesuai dengan hukum Lavoisier akan
terbentuk 10,125 g air.
Oksigen + Hidrogen  Air
10 g 0,125 g 10,125 g atau
8g 1g 9g
Sebaliknya jika 100 g air diuraikan ternyata menghasilkan 88,9 g oksigen dan
11,1 g hidrogen, atau
Air  Oksigen + Hidrogen
100 g 88,9 g 11,1 g atau
9g 8g 1g
Percobaan diatas menunjukkan bahwa untuk membentuk air diperlukan
oksigen dan hidrogen dengan perbandingan yang tetap, yaitu 8 : 1. Demikian
juga jika direaksikan 28 g besi akan diperlukan 16 g belerang dan akan
terbentuk 44 g besi belerang, atau

81
Besi + Belerang  Besi Belerang
28 g 16 g 44 g atau
7g 4g 11 g
Bila direaksikan 14 g besi maka diperlukan 8 g belerang dan terbentuk
22 g besi belerang. Jadi, ternyata bahwa perbandingan massa besi dan
belerang dalam reaksi diatas adalah sama walaupun jumlah massanya diubah.
Dengan kata lain, perbandingan massa besi dan belerang dalam senyawa besi
selerang selalu tetap walaupun dibuat dengan cara apapun.
Berdasarkan percobaan seperti diatas, akhirnya Proust memutuskan
dan merumuskan pernyataan yang disebut hukum perbandingan tetap.
“Pada suatu reaksi kimia, massa zat yang bereaksi dengan zat lain
sejumlah tertentu zat lain selalu tetap. Atau suatu senyawa selalu terdiri
atas unsur-unsur yang sama dengan perbandingan massa yang tetap”.
Rumus yang pertama berlaku untuk semua reaksi kimia, sedangkan yang
kedua untuk senyawa, baik berupa padat, cair ataupun gas (Respati, 1992).
2.2.3 Hukum Perbandingan Ganda
John Dalton tahun 1804 adalah orang yang pertama kali meneliti
kasus adanya perbandingan tertentu suatu unsur-unsur yang dapat membentuk
senyawa lebih dari satu, yang dikenal dengan nama hukum perbandingan
tetap.
Molekul dalam sekumpulan atom-atom yang terikat dan merupakan
kesatuan serta mempunyai sifat-sifat fisik dan kimiawi yang khas. Rumus
kimia yang didasarkan pada satuan rumus disebut rumus sederhana atau
rumus empiris. Rumus yang didasarkan atas sebuah molekul yang sebenarnya
disebut rumus molekul.
Terdapat 3 kemungkinan hubungan yang perlu dipertimbangkan:
- Rumus empiris dan rumus molekul dapat identik, seperti CCl4.
- Rumus molekul dapat merupakan sebuah penggandaan dari rumus
empiris (rumus molekul H2O2,adalah 2 kali rumus empiris HO).
- Suatu senyawa dalam keadaan padat dapat memiliki rumus empiris
(seperti NaCl, MgCl2 atau NaNO3) dan tidak memiliki rumus molekul.

82
Hukum perbandingan ganda berbunyi:
“Bila dua macam unsur yang sama banyaknya, massa unsur
berikutnya dalam senyawa-senyawa itu akan berbanding sebagai
bilangan bulat positif dan sederhana”.
Sebagai gambaran atas temuan Dalton itu, misalnya senyawa CO dan
CO2. Pada senyawa CO dan CO2 perbandingan massa C dan O adalah 3 : 4.
Sedangkan pada senyawa CO2 perbandingan massa antara C dan O adalah 3 :
8. Data ini menunjukkan bahwa perbandingan massa O dalam senyawa CO
dan CO2 dengan massa C yang sama dengan 4 : 8 atau 1 : 2 (Respati, 1992).
2.2.4 Hukum Perbandingan Volume
Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam reaksi kimia
telah diselidiki oleh Joseph Wufs Gay-Lussac dalam tahun 1905. Konsep
hubungan antara volume gas-gas yang bereaksi dengan volume gas-gas yang
dihasilkan dari reaksi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan tentang
proses reaksi kimia yang terjadi.
Hasil penelitian ini lahir hukum perbandingan volume yang berbunyi:
“Volume gas-gas yang bereaksi, volume gas-gas hasil reaksi, bila
diukur pada suhu dan tekanan yang tetap akan berbanding sebagai
bilangan-bilangan bulat dan sederhana”.
2.2.5 Hukum Avogadro
Avogadro sangat tertarik mempelajari sifat gas dan pada tahun 1911
Avogadro membuat hipotesis Avogadro yang berbunyi:
“Pada suhu dan tekanan yang tetap, semua gas yang volumenya sama
akan mengandung molekul yang sama cacahnya” (Syukri, 1999).

2.3 Persamaan Kimia


Persamaan kimia terdiri dari 3 hal yaitu pereaksi, anak panah dan hasil
reaksi. Pereaksi adalah zat mula-mula yang terdapat sebelum terjadi reaksi.
Hasil reaksi adalah zat apa saja yang dihasilkan selama reaksi kimia
berlangsung. Suatu reaksi kimia berimbang menunjukkan rumus pereaksi

83
kemudian anak panah dan hasil reaksi dengan jumlah atom di kiri dan di
kanan anak panah sama.
Persamaan kimia memberikan 2 macam informasi penting yaitu tentang
sifat reaktan dan produk. Sifat reaktan dan produk harus ditentukan secara
percobaan. Persamaan reaksi yang ditunjukkan keadaan fisika reaktan dan
produk (Sastrohamidjojo, 2005).
2.3.1 Penulisan Rumus Kimia
Rumus suatu zat menyatakan banyaknya atom yang menyusun zat
tersebut. Ada beberapa jenis rumus antara lain:
a. Rumus unsur
Rumus unsur kebanyakan unsur ditulis berdasarkan lambangnya baik
yang monoatomik seperti Na, Ca dan Fe, diatomik seperti H2, C2 dan F2,
maupun berupa poliatomik seperti S8 dan P4.
b. Rumus empiris
Rumus empiris menyatakan perbandingan bilangan bulat terkecil dari
atom-atom yang membentuk suatu senyawa, misalnya H2O2 mempunyai
rumus empiris HO.
c. Rumus molekul
Rumus molekul menyatakan banyaknya atom yang sebenarnya yang
terdapat dalam molekul atau satuan terkecil dari suatu senyawaan.
2.3.2 Menulis Persamaan Berimbang
Untuk menulis suatu persamaan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
- Tulis nama pereaksi, kemudian anak panah dan kemudian hasil reaksi,
(metana  karbondioksida + air).
- Tulis ulang setiap pernyataan itu dengan menggunakan rumus tiap zat,
(CH4 + O2 CO2 + H2O).
- Berimbangkan persamaan dengan memilih koefisien bilangan bulat yang
sesuai untuk setiap rumus (CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O) (Petrucci 1987).
Mol dari suatu zat adalah banyaknya suatu zat yang mengandung 6,022 x
1023 satuan. Konsep mol sangatlah penting dalam ilmu kimia karena berguna

84
dalam menentukan jumlah partikel zat jika diketahui massa dan massa relatif.
Dalam perhitungan hubungan antara massa dengan mol adalah :
n = mv
keterangan : n = jumlah mol (mmol)
m = massa zat (m)
v = volume zat (ml)
Konsep mol juga terdapat pada gas dan suhu dengan tekanan yang sama.
Persamaan ini dikenal dengan persamaan gas ideal yang dinyatakan sebagai:
PV = nRT atau
𝑃𝑉
𝑛=
𝑅𝑇
keterangan : T = suhu
P = tekanan gas
V = volume
n = jumlah mol
R = tetapan gas (0,082)
Terdapat banyak metode untuk menentukan persentase bobot dari unsur-
unsur yang berbeda dalam suatu senyawa. 2 metode klasik, yaitu:
- Metode analisis pengendapan dapat digunakan bila berbentuk senyawa
yang sedikit sekali larut. Misalnya suatu senyawa baru mengandung
perak, maka dapat dilarutkan. Persentase perak dapat dihitung dengan:
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐴𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑔 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐴𝑔𝐶𝑙 × 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑔𝐶𝑙 atau

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐴𝑔
% 𝐴𝑔 = × 100
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐴𝑔𝐶𝑙
- Metode analisis pembakaran digunakan secara meluas. Jika suatu zat
mengandung karbon dan hidrogen. Contoh senyawa itu setelah ditimbang
dapat dibakar dalam suatu tabung tertutup dalam suatu aliran oksigen.
Untuk menghasilkan karbondioksida dan air (Syukri, 1999).
2.3.3 Hukum Boyle
Hukum Boyle berbunyi “ Pada suhu dan jumlah mol yang sama, maka
hasil kali tekanan dan volume selalu sama “.

85
P1V1 = P2V2
2.3.4 Hukum Boyle-Gay Lussac
Hukum Boyle-Gay Lussac berbunyi “ Untuk gas dengan massa
tertentu, massa hasil kali volume dengan tekanan dibagi oleh suhu
yang diukur dalam kelvin adalah tetap “. Untuk gas-gas yang
jumlahnya sama, maka berlaku:
𝑃1 𝑉1 𝑃2 𝑉2
=
𝑇1 𝑇2
2.3.5 Hukum Dalton
Hukum dalton berbunyi “ Tekanan total dari campuran berbagai
macam gas sama dengan jumlah tekanan parsial dan gas-gas yang
saling bercampur tersebut “ (Keenan, 1984).

86
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Gelas kimia
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Botol reagen
- Thermometer
- Botol semprot
3.1.2 Bahan
- Aquadest
- Tisu
- Kertas label
- Larutan NaOH 2 M
- Larutan NaOH 1 M
- Larutan H2SO4 4 N
- Larutan HNO3 2 M
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Stoikiometri sistem 4 mL NaOH 2 M-2 mL H2SO4 4 N
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 4 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan H2SO4 4 N sebanyak 2 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 4 mL NaOH 2 M dengan 2 mL larutan H2SO4 4 N.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.

87
3.2.2 Stoikiometri sistem 3 mL NaOH 2 M-3 mL H2SO4 4 N
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 3 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan H2SO4 4 N sebanyak 3 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 3 mL NaOH 2 M dengan 3 mL larutan H2SO4 4 N.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.
4.2.3 Stoikiometri sistem 2 mL NaOH 2 M-4 mL H2SO4 4 N
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 2 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan H2SO4 4 N sebanyak 4 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 2 mL NaOH 2 M dengan 4 mL larutan H2SO4 4 N.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.
4.2.4 Stoikiometri sistem 6 mL NaOH 2 M-10 mL HNO32 M
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 6 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan HNO3 2 M sebanyak 10 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 6 mL NaOH 2 M dengan 10 mL larutan HNO3 2 M.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.

88
4.2.5 Stoikiometri sistem 8 mL NaOH 2 M-8 mL HNO3 2 M
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 8 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan HNO3 2 M sebanyak 8 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 8 mL NaOH 2 M dengan 8 mL larutan HNO3 2 M.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.
4.2.6 Stoikiometri sistem 10 mL NaOH 2 M-6 mL HNO32 M
- Diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 10 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Diambil larutan HNO3 2 M sebanyak 6 mL.
- Diukur suhu dengan thermometer.
- Dicatat suhunya.
- Dicampurkan 10 mL NaOH 2 M dengan 6 mL larutan HNO3 2 M.
- Diukur suhu campurannya.
- Dicatat suhu campurannya.

89
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Stoikiometri sistem NaOH 2 M-H2SO4 4 N
T
V NaOH T NaOH V T H2SO4
No. Campuran
(mL) (°C) H2SO4(mL) (°C)
(°C)
1. 4 31 2 31 38
2. 3 30 3 31 37
3. 2 31 4 30 36

4.1.2 Stoikiometri sistem NaOH 2 M-HNO3 2 M


T
V NaOH T NaOH V T HNO3
No. Campuran
(mL) (°C) HNO3(mL) (°C)
(°C)
1. 6 31 10 31 38
2. 8 31 8 31 39
3. 10 32 6 31 38

4.2 Reaksi
4.2.1 NaOH dengan H2SO4
2NaOH + H2SO4Na2SO4 + 2H2O
4.2.2 NaOH dengan HNO3
NaOH + HNO3 NaNO3 + H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1 Stoikiometri sistem 4 mL NaOH 2 M-2 mL H2SO4 4 N
2NaOH +H2SO4Na2SO4 + 2H2O
Mula-mula : 0,008 mol 0,004 mol - -
Bereaksi : 0,008 mol 0,004 mol 0,004 mol 0,008 mol
Sisa : - - 0,004 mol 0,008 mol

90
- Merupakan jenis reaksi stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: tidak ada.
- Pereaksi sisa: tidak ada.
- Dik: Mr Na2SO4 = 142
n Na2SO4 = 0,004 mol
Dit: m =.....?
Peny: m = n x Mr
= 0,004 x 142
= 0,568 gram.
5.2.3 Stoikiometri sistem 3 mL NaOH 2 M-3 mL H2SO4 4 N
2NaOH +H2SO4Na2SO4 + 2H2O
Mula-mula : 0,006 mol 0,006 mol - -
Bereaksi : 0,006 mol 0,003 mol 0,003 mol 0,006 mol
Sisa : - 0,003 mol 0,003 mol 0,006 mol
- Merupakan jenis reaksi non stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: NaOH.
- Pereaksi sisa: H2SO4.
- Dik: Mr Na2SO4 = 142
n Na2SO4 = 0,003 mol
Dit: m =.....?
Peny: m = n x Mr
= 0,003 x 142
= 0,426 gram.
5.2.4 Stoikiometri sistem 2 mL NaOH 2 M-4 mL H2SO4 4 N
2NaOH +H2SO4Na2SO4 + 2H2O
Mula-mula : 0,004 mol 0,008 mol - -
Bereaksi : 0,004 mol 0,002 mol 0,002 mol 0,004 mol
Sisa : - 0,006 mol 0,002 mol 0,004 mol
- Merupakan jenis reaksi non stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: NaOH.
- Pereaksi sisa: H2SO4.

91
- Dik: Mr Na2SO4 = 142
n Na2SO4 = 0,002 mol
Dit: m =.....?
Peny: m = n x Mr
= 0,002 x 142
= 0,284 gram.
5.2.5 Stoikiometri sistem 6 mL NaOH 2 M-10 mL HNO32 M
NaOH +HNO3 NaNO3 + H2 O
Mula-mula : 0,012 mol 0,02 mol - -
Bereaksi : 0,012 mol 0,012 mol 0,012 mol 0,012 mol
Sisa : - 0,008 mol 0,012 mol 0,012 mol
- Merupakan jenis reaksi non stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: NaOH.
- Pereaksi sisa: HNO3.
- Dik: Mr NaNO3 = 85
n NaNO3 = 0,012 mol
Dit: m =.....?
Peny: m = n x Mr
= 0,012 x 85
= 1,02 gram.
5.2.6 Stoikiometri sistem 8 mL NaOH 2 M-8 mL HNO32 M
NaOH +HNO3 NaNO3 + H2 O
Mula-mula : 0,016 mol 0,016 mol - -
Bereaksi : 0,016 mol 0,016 mol 0,016 mol 0,016 mol
Sisa : - - 0,016 mol 0,016mol
- Merupakan jenis reaksi stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: tidak ada.
- Pereaksi sisa: tidak ada.
- Dik: Mr NaNO3 = 85
n NaNO3 = 0,016 mol
Dit: m =.....?

92
Peny: m = n x Mr
= 0,016 x 85
= 1,36 gram.
5.2.7 Stoikiometri sistem 10 mL NaOH 2 M-6 mL HNO32 M
NaOH +HNO3 NaNO3 + H2 O
Mula-mula : 0,02 mol 0,012 mol - -
Bereaksi : 0,012 mol 0,012 mol 0,012 mol 0,012 mol
Sisa : 0,008 mol - 0,012 mol 0,012 mol
- Merupakan jenis reaksi non stoikiometri.
- Pereaksi pembatas: HNO3.
- Pereaksi sisa: NaOH.
- Dik: Mr NaNO3 = 85
n NaNO3 = 0,012 mol
Dit: m =.....?
Peny: m = n x Mr
= 0,012 x 85
= 1,02 gram.
4.4 Grafik
4.4.1 Stoikiometri Sistem NaOH-H2SO4

38.5
38
37.5
Suhu (°C)

37
36.5
36
35.5
35
4+2 3+3 2+4
Volume Sistem (ml)

93
4.4.2 Stoikiometri Sistem NaOH-HNO3

39.2
39
38.8
38.6
Suhu (°C)

38.4
38.2
38
37.8
37.6
37.4
6+10 8+8 10+6
Volume Sistem (ml)

4.5 Pembahasan
Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani stoicheion, artinya unsur.
Dari literatur, stoikiometri artinya mengukur unsur-unsur. Istilah ini
umumnya digunakan lebih luas, yaitu meliputi bermacam pengukuran yang
lebih luas dan meliputi perhitungan zat dan campuran kimia. Jadi, dapat
dikatakan bahwa stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas produk
dan reaktan dalam reaksi kimia.
Pereaksi pembatas adalah zat pereaksi yang membatasi jumLah produk
yang dihasilkan pada suatu reaksi. Dikatakan membatasi jumLah produk yang
dihasilkan karena zat tersebut telah habis terlebih dahulu. Didalam suatu
reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang ditambahkan tidak
selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini menyebabkan
ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi terlebih dahulu. Hal inilah yang
disebut pereaksi pembatas. Sedangkan pereaksi sisa adalah zat pereaksi yang
masih tertinggal atau bersisa pada reaksi kimia. Reaksi stoikiometri adalah
suatu pereaksi yang jika direaksikan akan habis tanpa sisa, sehingga tidak ada
mol sisa dalam pereaksi atau tidak ada pereaksi pembatas. Reaksi non
stoikiometri adalah pereaksi yang jika direaksikan maka akan bersisa. Titik
maksimum adalah titik maksimal yang dicapai pada angka yang dihasilkan

94
dari suatu larutan dengan perbandingan suhu dan kuantitas molar pereaksinya
atau titik ketika dimana reaksi mencapai keadaan stoikiometri. Sedangkan
titik minimum adalah titik terendah yang dicapai pada angka yang dihasilkan
atau titik dimana reaksi mencapai keadaan non stoikiometri. Titik
stoikiometri adalah titik dimana terjadi netralisasi secara tepat. Titik
stoikiometri disebut juga dengan titik ekuivalen.
Faktor yang mempengaruhi stoikiometri adalah:
1. Konsentrasi pereaksi, untuk setiap reaksi kimia, selain sifat kimia
pereaksi, salah satu faktor penting pengendali reaksi kimia adalah
konsentrasi pereaksi. Umumnya, bila reaksi telah berlangsung lama maka
kecepatannya berangsur-angsur turun. Kecepatan reaksi tergantung pada
konsentrasi zat-zat yang bereaksi.
2. Suhu (temperatur), hampir semua jenis reaksi kimia berlangsung lebih
cepat bila temperaturnya dinaikkan.
3. Volume dan tekanan, penambahan tekanan dengan memperkecil volume
akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar
kecepatan reaksi.
Dalam suatu reaksi juga terdapat reaksi eksoterm dan endoterm. Reaksi
eksoterm adalah terjadinya perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau
reaksi yang melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, sehingga suhu
disekitar larutan menjadi panas. Contohnya, membakar minyak tanah di
kompor minyak, nyala api unggun, ledakan kembang api, reaksi pembakaran,
respirasi, reaksi korosi seperti oksida logam, dekomposisi tumbuhan menjadi
kompos. Sedangkan reaksi endoterm adalah terjadinya perpindahan kalor dari
lingkungan ke sistem atau reaksi yang menyerap panas dari lingkungan ke
sistem, sehingga suhu sistem menjadi lebih dingin. Contohnya, proses
fotosintesis pada tumbuhan, asimilasi, es batu yang meleleh, cracking alkana,
reaksi dekomposisi termal.
Pada percobaan yang dilakukan terdapat dua sistem, yaitu sistem NaOH-
H2SO4 dan sistem NaOH-HNO3. Pada kedua sistem tersebut memiliki prinsip
menentukan reaksi stoikiometri dan non stoikiometri. Pada stoikiometri

95
sistem NaOH-H2SO4 dilakukan tiga percobaan. Percobaan pertama, 4 mL
NaOH 2 M dengan 2 mL H2SO44 N. Pada percobaan ini, diambil larutan
NaOH 2 M sebanyak 4 mL, diukur suhu NaOH dengan menggunakan
thermometer dan di dapat suhu NaOH adalah 31°C, kemudian diambil larutan
H2SO44 N sebanyak 2 mL, diukur suhu H2SO4dengan menggunakan
thermometer dan di dapat suhu H2SO431°C. Kemudian kedua larutan tersebut
dicampurkan, dan diukur suhu campuran dengan menggunakan thermometer
adalah 38ºC. Reaksi ini merupakan reaksi stoikiometri, karena pereaksinya
habis bereaksi. Jadi, reaksi tersebut tidak memiliki pereaksi pembatas dan
pereaksi sisa. Garam yang terbentuk adalah Na2SO4 dengan mol sisa 0,004
mol. Didapatkan berat garam yang terbentuk adalah 0,568 gram. Percobaan
kedua, 3 mL NaOH 2 M dengan 3 mL H2SO44 N. Pada percobaan ini,
diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 3 mL, diukur suhu NaOH dengan
menggunakan thermometer dan di dapat suhu NaOH adalah 30°C, kemudian
diambil larutan H2SO44 N sebanyak 3 mL, diukur suhu H2SO4dengan
menggunakan thermometer dan di dapat suhu H2SO431°C. Kemudian kedua
larutan tersebut dicampurkan, dan diukur suhu campuran dengan
menggunakan thermometer adalah 37ºC. Reaksi ini merupakan jenis reaksi
non stoikiometri, karena NaOH telah habis terlebih dahulu dan H2SO4masih
bersisa dengan mol sisa 0,003 mol. Jadi, pereaksi pembatasnya adalah NaOH
dan pereaksi sisa adalah H2SO4. Garam yang terbentuk adalah Na2SO4
dengan mol sisa 0,003 mol. Dan didapatkan berat garam yang terbentuk
adalah 0,426 gram. Percobaan ketiga, 2 mL NaOH 2 M dengan 4 mL H 2SO44
N. Pada percobaan ini, diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 2 mL, diukur
suhu NaOH dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu NaOH
adalah 31°C, kemudian diambil larutan H2SO44 N sebanyak 4 mL, diukur
suhu H2SO4dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu
H2SO430°C. Kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan, dan diukur suhu
campuran dengan menggunakan thermometer adalah 36ºC. Reaksi ini
merupakan jenis reaksi non stoikiometri, karena NaOH telah habis terlebih
dahulu dan H2SO4masih bersisa dengan mol sisa 0,006 mol. Jadi, pereaksi

96
pembatasnya adalah NaOH dan pereaksi sisa adalah H2SO4. Garam yang
terbentuk adalah Na2SO4 dengan mol sisa 0,002 mol. Dan didapatkan berat
garam yang terbentuk adalah 0,284 gram. Pada grafik, dapat diketahui bahwa
titik maksimumnya adalah 38°C yaitu pada saat keadaan reaksi stoikiometri
dan titik minimumnya yaitu 36°C.
Pada stoikiometri sistem NaOH-HNO3 dilakukan tiga percobaan.
Percobaan pertama, 6 mL NaOH 2 M dengan 10 mL HNO3 2 M. Pada
percobaan ini, diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 6 mL, dan diukur suhu
NaOH dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu NaOH adalah
31°C, kemudian diambil larutan HNO3 2 M sebanyak 10 mL, diukur suhu
HNO3 dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu HNO3
adalah31°C. Kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan, dan diukur suhu
campuran dengan menggunakan thermometer adalah 38ºC. Reaksi ini
merupakan jenis reaksi non stoikiometri, karena NaOH telah habis terlebih
dahulu dan HNO3 masih bersisa dengan mol sisa 0,008 mol. Jadi, pereaksi
pembatasnya adalah NaOH dan pereaksi sisa adalah HNO3. Garam yang
terbentuk adalah NaNO3 dengan mol sisa 0,012 mol. Dan didapatkan berat
garam yang terbentuk adalah 1,02 gram. Percobaan kedua, 8 mL NaOH 2 M
dengan 8 mL HNO3 2 M. Pada percobaan ini, diambil larutan NaOH 2 M
sebanyak 8 mL, dan diukur suhu NaOH dengan menggunakan thermometer
dan di dapat suhu NaOH adalah 31°C, kemudian diambil larutan HNO3 2 M
sebanyak 8 mL, diukur suhu HNO3 dengan menggunakan thermometer dan di
dapat suhu HNO3 adalah 31°C. Kemudian kedua larutan tersebut
dicampurkan, dan diukur suhu campuran dengan menggunakan thermometer
adalah 39ºC. Reaksi ini merupakan reaksi stoikiometri, karena pereaksinya
habis bereaksi. Jadi, reaksi tersebut tidak memiliki pereaksi pembatas dan
pereaksi sisa. Garam yang terbentuk adalah NaNO3 dengan mol sisa 0,016
mol. Dan didapatkan berat garam yang terbentuk adalah 1,36 gram.
Percobaan ketiga, 10 mL NaOH 2 M dengan 6 mL HNO3 2 M. Pada
percobaan ini, diambil larutan NaOH 2 M sebanyak 10 mL, diukur suhu
NaOH dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu NaOH adalah

97
32°C, kemudian diambil larutan HNO3 2 M sebanyak 6 mL, diukur suhu
HNO3 dengan menggunakan thermometer dan di dapat suhu HNO3 adalah
31°C. Kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan, dan diukur suhu
campuran dengan menggunakan thermometer adalah 38ºC. Reaksi ini
merupakan jenis reaksi non stoikiometri, karena HNO3 telah habis bereaksi
terlebih dahulu sementara NaOH masih bersisa dengan mol sisa 0,008 mol.
Jadi, pereaksi pembatasnya adalah HNO3 dan pereaksi sisa adalah NaOH.
Dan didapatkan berat garam yang terbentuk adalah 1,02 gram. Pada grafik,
dapat diketahui bahwa titik maksimumnya adalah 39°C yaitu pada saat
keadaan reaksi stoikiometri dan titik minimumnya yaitu 38°C.
Fungsi alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
- Gelas kimia berfungsi sebagai wadah tempat zat yang akan diuji, untuk
melarutkan zat yang tidak butuh ketelitian tinggi.
- Pipet tetes berfungsi untuk meneteskan atau untuk mengambil larutan
dengan jumLah kecil.
- Gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume larutan.
- Botol reagen berfungsi untuk menyimpan larutan bahan kimia.
- Thermometer berfungsi untuk mengukur suhu pada larutan.
- Botol semprot berfungsi untuk menyimpan aquadest dan digunakan
untuk mencuci alat-alat dan bahan.
Fungsi bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
- Kertas label berfungsi untuk memberi nama pada botol reagen atau gelas
kimia.
- Tisu berfungsi untuk mengeringkan benda yang telah dicuci.
Fungsi reagen yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
- Aquadest berfungsi sebagai pelarut.
- Larutan NaOH berfungsi sebagai larutan yang diuji.
- Larutan H2SO4 berfungsi sebagai larutan yang di uji.
- Larutan HNO3 berfungsi sebagai larutan yang diuji.
Faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu :

98
- Ketika mengukur suhu pada larutan dengan menggunakan thermometer,
seringkali thermometer mengenai dinding gelas kimia.
- Pada saat memegang thermometer, tangan kurang ke atas sehingga
thermometer mengenai tangan.
- Kurang teliti dalam melihat perubahan temperatur pada skala
thermometer.

99
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Titik maksimum dari campuran NaOH-H2SO4 adalah 38°C, sedangkan
titik minimum dari campuran NaOH-H2SO4 adalah 36°C.
- Titik maksimum dari campuran NaOH-HNO3 adalah 39°C, sedangkan
titik minimum dari campuran NaOH-HNO3 adalah 38°C.
- Reaksi stoikiometri yang terdapat pada sistem NaOH-H2SO4 adalah 4 mL
NaOH 2 M-2 mL H2SO4 4 N.

5.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum selanjutnya, menggunakan larutan yang
lain seperti NaOH-HCl dan KOH-HCl sebagai pengganti larutan NaOH-
H2SO4 dan NaOH-HNO3. Agar praktikan dapat mengetahui perbedaan dari
masing-masing larutan.

100
DAFTAR PUSTAKA

Keenan. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia. Jakarta: Bineka Cipta.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM.

S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.

101

Anda mungkin juga menyukai