Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan penyebab katarak
yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain: trauma toksin, penyakit sistemik,
merokok, dan herediter (Vaughan, 2015). Katarak dapat terjadi akibat pengaruh
kelainan kongenital atau penyulit mata lokal menahun, dan bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaucoma, ablasi, uveitis dan
retinitis pigmentosa (Setiohadji, 2006).

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak tujuh belas


juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh katarak dan dijangka
menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat menjadi empat puluh juta
(Setiohadji, 2006).

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun


tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak berdasar usia bisa
dibagi menjadi katarak kongenital, juvenile, dan senilis. Katarak berdasar usia yang
tersering adalah katarak senilis ,dimana 90 % dari seluruh kasus katarak adalah
katarak senilis. Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi pada usia lebih dari 50
tahun. Berdasarkan kekeruhannya katarak dapat dibagi kembali menjadi katarak
imatur, matur dan hipermatur (Setiohadji, 2006).

Pengobatan pada katarak adalah tidakan pembedahan. Setelah pembedahan,


lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraocular.
Dengan peningkatan pengetahuan mengenai katarak, penatalaksanaan sebelum,
selama, dan post operasi, diharapkan penganganan katarak dapat lebih diperluas
sehingga prevalensi kebutaan di Indonesia dapat diturunkan (Setiohadji, 2006).

1
Penulis akan membahas lebih lanjut mengenai kasus pada pasien laki-laki
berusia 66 tahun. Hal yang perlu diperhatikan pada penyusunan laporan ini yaitu cara
menegakkan diagnosis, penatalaksanaan, dan edukasi yang diberikan kepada pasien
agar tingkat kesembuhan yang didapatkan lebih optimal dan dapat mencegah
terjadinya rekurensi ataupun komplikasi yang dapat mengurangi kualitas hidup.
Penyusunan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah khasanah medis dalam
ilmu oftalmologi serta menjadi pedoman klinis, khususnya pada penyedia layanan
kesehatan primer.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lensa

2.1.1. Anatomi Lensa

Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan. 2,3
Lensa terletak di belakang iris. Lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Dalam axis penglihatan, lensa berperan untuk berakomodasi dan
memfokuskan cahaya ke retina.1,3

2.1.2. Histologi Lensa

Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di antara
iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan 3,5 mm – 5
mm.3 Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat
zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari
kapsul lensa.4 Kapsul merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan
epitel lensa. Permukaan anterior dan posterior lensa memiliki beda kelengkungan, dimana
permukaan anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian posterior. 3,4 Kedua
permukaan ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa memiliki indeks
refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan hingga 15-16 dioptri. Dengan bertambahnya
usia, kemampuan akomodasi lensa akan berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan
menurun.2

Adapun struktur lensa, sebagai berikut:

a. Kapsul lensa

Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa tersusun dari kolagen
tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul berfungsi untuk mempertahankan bentuk

3
lensa saat akomodasi. Kapsul lensa paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona
preekuator (14 um,) dan paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um). 4,5

b. Epitel anterior

Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior. Merupakan selapis sel
kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lensa dan regenerasi serat lensa. Pada
bagian ekuator, sel ini berproliferasi dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru. 3,4

Gambar 2.1. Gambar Struktur Lensa

c. Serat lensa

Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa yang matur adalah
serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk korteks dari lensa. Serat-serat
3,5
yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa yang baru dibentuk ke tengah lensa.

d. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)

Ligamentun suspensorium merupakan tempat tergantungnya lensa, sehingga lensa terfiksasi


di dalam mata. Ligamentum suspensorium menempel pada lensa di bagian anterior dan
posterior kapsul lensa. Ligamentum suspensorium merupakan panjangan dari corpus
silliaris.4,5

2.1.3. Fisiologi Lensa

4
2.1.3.1. Transparansi lensa

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. 5,6 Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena
aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur
komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction
antar sel.3

2.1.3.2. Akomodasi lensa

Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah
fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan yang
terbentuk tepat jatuh di retina. 3,4 Akomodasi terjadi akubat perubahan lensa oleh badan silluar
terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi
sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat.
Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan,
kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada
nukelus.4,5

Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar2.2. Akomodasi Lensa Pada Mata Normal

2.2. Katarak

5
2.2.1. Definisi

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Kata katarak berasal
dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Katarak sendiri sebenarnya merupakan
kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau denaturasi protein sehingga memberikan gambaran
area berawan atau putih. 2,3

2.2.2. Epidemiologi

Angka kejadian katarak di dunia baik di dunia maju maupun berkembang cukup
besar yang sebagian besar merupakan katarak senilis, yaitu sebesar 90%, dimana 20-40%
merupakan usia 60 tahun ke atas yang mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. 4,6
Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran.
Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang
mengalami kebutaan akibat katarak.5,6

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti
merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam
bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal. 3,4

Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak. 3

Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
congenital. Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau
penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolic lainnya seperti diabetes mellitus. 2,4

2.2.4. Patofisiologi

6
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina.5,6 Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks ir
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 4,7

2.2.5. Klasifikasi

Pembagian katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab, morfologi, dan


berdasarkan usia. Adapun dalam tinjauan pustaka ini akan dijabarkan klasifikasi katarak
berdasarkan usia, yaitu sebagai berikut: 2

1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.

2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.

3. Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun.

2.3. Katarak Senilis

2.3.1. Definisi dan Epidemiologi


Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair
90% individu mengalami katarak senilis. 4,5 Umumnya mengenai kedua mata dengan salah
satu mata terkena lebih dahulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara
lain:2,3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan

7
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2.3.2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan
β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk
menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga
lensa tetap jernih.2,5 Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.3,7
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan asam
amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium meningkat. 5,7 Hal ini menyebabkan
lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti oleh koagulasi protein. Sehingga akan
menyebabkan kekeruhan pada lensa. Pada katarak senilis terjadi derajat maturasi sebagai
berikut:2,6

1. Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya area yang jernih
diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat
dimulai dari sentral (kupuliform). Kekeruhan ini menimbulkan poliopia oleh karena indeks
refaksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu lama.

2. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa. Volume lensa dapat
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat
terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi ion Ca dapat
menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat
menyebabkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal

8
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan keluar dari
kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut. Kelanjutan dari katarak hipermatur
adalah katarak morgagni, dimana nukleus lensa menggenang bebas di dalam kantung kapsul.
Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi
longgar.

2.3.3. Manifestasi Klinis


Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut: 2,4
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut: 4,6
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

Tabel 2.1. Derajat kekerasan nukleus yang dapat dilihat pada slit lamp

9
2.3.4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan.5,7 Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak
hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam
evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.5,7

2.3.5. Diagnosis Banding

10
Adapun diagnosis banding katarak senilis matur, yaitu sebagai berikut:

a. Katarak Traumatik

Pada katarak traumatic, lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aquous dan kadang-kadang
vitreus masuk ke dalam struktur lensa.

b. Katarak Sekunder Akibat Penyakit Intraokular (Katarak Komplikata)

Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraokular yang memengaruhi
fisiologi lensa. Penyakit-penyakit intaokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik, rekuren, glukoma, retinitis pigmentosa,
dan ablation retina. Katarak ini biasanya bersifat unilateral.

c. Katarak Terinduksi Obat

Akibat pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama, baik secara sistemik
mapun dalam bentuk obat tetes.

2.3.6. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.


Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). 2,5

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, SICS, dan
phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

11
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang
dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.2,5

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.2,6

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan di Negara
berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat
berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan
dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat
sklera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan CCC, hidrodiseksi, hidridelinasi,
dan nucleus dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dipasang IOL. 2,3

12
4. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan


kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.3,4

Gambar 2. 3. Teknik Pembedahan pada Katarak

13
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


No. Rekam Medis : 17018936
Nama : INN
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir : 31 December 1950
Umur : 66 tahun
Alamat : Desa Batudawa, Tulamben Kubu,Karangasem
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2017
Cara Bayar : Umum

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Pandangan mata kanan Kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh anaknya ke Poliklinik Mata RSUP Sanglah pada tanggal 3
Mei 2017 pukul 11.00 WITA dengan keluhan pandangan kabur pada mata kanan.
Pandangan kabur dialami sejak 1 tahun yang lalu sebelum ke Poliklinik Mata. Kabur
pandangan dikatakan seperti ada awan yang menghalangi penglihatan pasien. Hal
tersebut dikatakan berlangsung secara bertahap, awalnya sedikit namun semakin lama
pandangan pasien semakin kabur. Keluhan tersebut dirasakan sepanjang hari, tidak
ada faktor yang memperberat maupun yang memperingan keluhan. Keluhan lain yang
dirasakan pasien adalah sering merasa silau jika terkena sinar. Riwayat trauma pada
mata disangkal oleh pasien. Riwayat penglihatan double juga disangkal oleh pasien.

14
Riwayat Penyakit Dahulu, Alergi, dan Pengobatan
Pasien mengatakan ini merupakan keluhan pertama untuk mata kanan pasien. Pasien
mengatakan pernah mengalami hal serupa pada mata kiri pasien 5 tahun yang lalu dan
sudah dilakukan operasi katarak. Pasien sempat meneteskan mata kanan dengan tetes
mata Rohto sejak 2 bulan terakhir jarang-jarang, namun tidak ada perubahan. Riwayat
menggukaan kacamata disangkal oleh pasien. Riwayat penggunaan obat-obatan
jangka panjang disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik lainnya seperti
Diabetes Mellitus, Hipertensi maupun penyakit jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan bahwa di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama seperti pasien. Riwayat memiliki penyakit sistemik di keluarga seperti diabetes
mellitus, hipertensi dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat Sosial
Pasien memiliki riwayat pekerjaan sebagai seorang petani, namun saat ini pasien
sehari-hari sudah tidak bekerja. Saat ini pasien masih dapat melakukan aktivitas
dirumah seperti biasa. Pasien menyangkal bahwa di lingkungan pasien ada yang
memiliki keluhan serupa dengan pasien. Rwayat merorok maupun mengkonsumsi
alcohol disangkal oleh pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36 °C

15
Status General
Mata : dijelaskan pada status Oftalmologi
THT : kesan tenang
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : simetris (+)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat + + edema - -


+ + - -
Pemeriksaan Fisik Khusus
Tabel 3.1 Status Ophtalmology
OD OS
LP GB Visus 6/48 PH 6/30
Normal Palpebra normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, regular,
Iris Bulat, regular
iris shadow (-)
Middilatasi on
farmacologis, RP (-) Pupil RP (+) RAPD (-)
RAPD (-)
Keruh Lensa IOL
Refleks fundus (-) Vitreous Refleks fundus (+)
Reflex Fundus (-) Funduskopi Reflex Fundus (+)
10 Tekanan Intraokular 11

16
Gambat 3.1 Mata ocular dextra

Gambar 3.2 Mata ocular sinistra

3.4 Diagnosis Banding


1. Karatak Senilis Matur

2. Katarak Traumatika

3. Katarak Terinduksi Obat

3.5 Diagnosis Kerja


OD Katarak Senilis Matur + OS Pseudophakia

17
3.6 Pemeriksaan Penunjang
a. USG OD
b. Biometri
c. Cek Darah lengkap, BT, CT, GDS

3.7 Penatalaksanaan
a. OD Pro SICS + IOL dengan anesthesia lokal

KIE
1. Menjelaskan tentang kondisi pasien dan penanganannya
2. Istirahat, makan dan minum yang bergizi untuk menambah daya tahan tubuh.
3. Menjelaskan kepada pasien tentang proses operasi yang akan dilakukan,
resiko tindakan, dan prognosisnya.

3.8 Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad fungsionam : dubius ad bonam
Ad sanationam : dubius ad bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 66 tahun yang datang dengan keluhan
utama pandangan kabur. Pandangan kabur dialami pada mata kanan sejak 1 tahun
lalu. Kabur dikatakan seperti berawan yang berlangsung perlahan. Keluhan dirasakan
sepanjang hari tanpa adanya faktor yang memperburuk maupun memperingan.
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah silau bila melihat sinar. Riwayat trauma
mata dan penggunaan obat-obatan jangka panjang disangkal pasien. Mata kiri pasien
pernah mengalami keluhan yang sama 5 tahun lalu dan didiagnosis dengan katarak
yang saat ini sudah dilakukan operasi. Riwayat penyakit sistemik, merokok, maupun
mengonsusmsi alkohol pada pasien disangkal. Riwayat keluhan serupa pada keluarga
maupun penyakit sistemik pada keluarga disangkal oleh pasien.

Berdasarkan anamnesis dengan prinsip sacred seven basic four tersebut


didapatkan bahwa pasien diduga mengalami katarak senilis pada mata kanan. Katarak
merupakan kekeruhan lensa akibat proses degeneratif dengan angka kejadian 20-40%
pada usia diatas 60 tahun. Kekeruhan tersebut menimbulkan keluhan berupa
penurunan tajam pengelihatan atau mata kabur, silau, adanya pandangan ganda, halo
berwarna, maupun bitnik hitam di depan mata.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus mata kanan light perception good
projection. Palpebra, konjungtiva, kornea, dan bilik mata depan kedua mata dalam
batas normal. Iris mata kanan bulat, regular, dan tidak ada iris shadow. Pupil mata
kanan pupil mid dilatasi, refleks pupil negatif, dan RAPD negatif sedangkan mata kiri
normal. Pada pemeriksaan lensa pada mata kanan didapatkan kekeruhan lensa dan
mata kiri terdapat IOL (intraocular lens). Pemeriksaan refleks fundus pada mata

19
kanan negatif sedangkan mata kiri positif. Tekanan intraokular kedua mata dalam
batas normal.

Dari hasil pemeriksaan oftalmologi pasien sesuai dengan gambaran katarak


senilis matur yakni adanya kekeruhan pada lensa, pupil mid dilatasi dengan refleks
pupil negatif, refleks fundus negatif, penurunan visus yang berkisar antara 6/9 hingga
light perception, serta shadow test negatif,

Tatalaksana definitif untuk katarak senilis adalah pembedahan untuk ekstraksi


lensa. Terdapat beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan antara lain ICCE
(Intra Capsular Cataract Extraction), ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction),
phacoemulsification, serta SICS (Small Incision Cataract Surgery). Berdasarkan pada
pertimbangan usia pasien, gejala yang dikeluhkan, serta tingkat maturitas katarak
pada pasien ini dipilih pembedahan jenis SICS. Diharapkan dengan teknik SICS,
visus yang dihasilkan pasca operasi lebih baik.

BAB V

20
SIMPULAN

Laporan kasus kali ini didapatkan pasien laki-laki berusia 66 tahun, yang mengeluh
pandangan mata kanannya kabur, sejak 1 tahun yang lalu, yang didahului oleh
penglihatan pasien seperti dihalang oleh awan, bertahap-tahap sehingga pasien hilang
kelihatannya. Pasien mengalami kabur mata kanan ini sepanjang hari, dan diikuti
silau jika terkena sinaran matahari. Ini merupakan keluhan pertama bagi mata kanan
pasien, tetapi pasien pernah mengalami keluhan katarak di mata kirinya 5 tahun yang
lalu, dan telah dilakukan pembedahan untuk mengekstrak dan memasang IOL. Pasien
telah menggunakan tetes mata rohto sejak 2 bulan yang lalu, tanpa mengalami
perubahan terhadap keluhannya. Pasien pernah bekerja sebagai petani, tetapi sudah
berhenti dan tidak bekerja sejak kebelakangan ini, dan sekarang melakukan aktivitas
di rumah seperti biasa. Tidak ada faktor yang memperberatkan atau meringankan
keluhan pasien. Pasien menyangkal riwayat trauma, penggunaan obat – obatan jangka
panjang, menggunakan kaca mata, mengalami penyakit sistemik, alergi obat, ahli
keluarga yang mempunyai keluhan sama, dan lingkungan pasien yang mempunyai
keluhan sama. Tanda vital pasien ini adalah dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan oftalmologi, pasien dijumpa mengalami kekeruhan pada lensa, pupil mid
dilatasi dengan reflex pupil negative, refleks fundus negatif, penurunan visus yang
berkisar antara 6/9 hingga light perception serta shadow test negatif. Hasil
pemeriksaan oftalmologi yang lain sekitar batas normal. Hal ini sesuai dengan
gambaran katarak senilis matur. Penanganan bagi katarak sinilis matur adalah
pembedahan, di mana ekstraksi lensa dilakukan, iaitu ICCE. Edukasi untuk pasien
dan keluarganya adalah penjelasan tentang kondisi pasien dan penanganannya,
istirahat, makan dan minum yang bergizi untuk menambah daya tahan tubuh, dan
menjelaskan kepada pasien tentang process operasi yang akan dilakukan, resiko
tindakan dan prognosisnya.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Eva, P.R., dan Whitcher, J.P. 2015. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi
17. Jakarta: EGC.

2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-
Hill; 2007

3. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.

4. Illyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier :
2011. (e-book)
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J
Ophthalmol. 2011.
7. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 3
Mei 2017
8. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
9. Setiohadji, B., Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006.

22

Anda mungkin juga menyukai