Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

LATAR BELAKANG

Meningitis didefinisi sebagai infeksi pada meninges (pia dan araknoid mater)
yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Ketika meradang, meninges
membengkak karena infeksi yang terjadi. Sistem saraf dan otak bisa rusak pada
beberapa kasus. Tiga gejala meningitis yang patut diwaspadai adalah demam, sakit
kepala, dan leher yang terasa kaku. [1]

Data penderita meningitis di Indonesia yang terbaru berasal dari kedokteran


anak. Menurut data di rumah sakit rujukan nasional (RSCM), dalam satu tahun
(Oktober 2003 hingga Oktober 2004) jumlah bayi penderita meningitis bakterialis
berjumlah 18 jiwa dari total 3289 kelahiran dengan memenuhi kriteria positif pada
pemeriksaan kultur cairan sumsum tulang belakang dan gambaran pleiositosis
(peningkatan jumlah sel darah putih pada cairan sumsum tulang belakang). Terdapat
beberapa kasus meningitis di Bali, Indonesia pada tahun yang lalu. Pada tahun 2015,
terdapat 19 penderita meningitis bakteri di Canggu, Kuta Utara. Pada tahun 2016,
terdapat 4 penderita meningitis bakteri, di mana 1 penderita mati, di Bukti,
Kubutambahan, Buleleng. Pada tahun 2017, terdapat 13 kasus suspek meningitis, 4 di
Buleleng, 1 di Jembrana, 2 di Tabanan, dan 6 di Badung.[2]

Terdapat 4 penyebab meningitis, iaitu: bakteri, virus, parasit dan jamur. Gejala
meningitis terbahagi kepada dua, gejala pada bayi dan anak, dan gejala pada remaja
dan dewasa. Bagi anak, gejalanya adalah, mereka mungkin merasa gelisah tapi tidak
ingin disentuh, demam tinggi dengan tangan dan kaki terasa dingin, menangis seperti
melengking secara terus menerus, terlihat bingung, lemas, dan kurang responsif,
beberapa anak akan mudah mengantuk dan sulit dibangunkan, mungkin ada ruam
merah yang tidak hilang ketika gelas digulirkan dengan sedikit ditekan di atasnya,
menolak menyusu atau makan disertai muntah, dan kejang-kejang. Gejala pada
remaja dan dewasa adalah muntah-muntah, sakit kepala parah, leher kaku, demam
dengan tinggi suhu 38°C atau lebih dengan kaki dan tangan terasa dingin, napas
cepat, sensitif terhadap cahaya atau fotofobia, ruam kulit berupa bintik-bintik merah
yang tersebar, dan kejang-kejang. [3]
Kondisi pasien meningitis virus biasanya akan membaik dalam beberapa
minggu. Penanganan meningitis virus bisa dilakukan dengan banyak istirahat dan
minum obat pereda rasa sakit untuk sakit kepala. Sedangkan pengobatan meningitis
pada pasien meningitis bakterialis, bisa dirawat dengan antibiotik atau obat-obatan
untuk mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri. Perawatan perlu dilakukan di rumah
sakit. Untuk kasus yang lebih parah, disarankan dirawat di Unit Perawatan Intensif
(ICU) agar fungsi vital tubuh bisa dipantau dengan saksama.[4]

Di Indonesia, terdapat dua jenis vaksin meningitis, yaitu vaksin meningokokus


polysakarida dan vaksin meningokokus konjugat. Vaksin meningokokus polysakarida
bisa diberikan untuk usia berapa pun dan mampu memberi perlindungan sebesar 90-
95 persen. Untuk anak di bawah usia 5 tahun, vaksin ini bisa bertahan 1-3 tahun.
Sedangkan untuk dewasa akan melindungi selama 3-5 tahun. Untuk vaksin
mengingokokus konjugat hanya untuk usia 11-55 tahun, biasanya diberikan pada
jamaah haji dan tidak dianjurkan dijadikan sebagai imunisasi rutin. Cara terbaik untuk
mencegah meningitis adalah dengan menerima vaksinasi yang tersedia. Tetapi karena
penyakit ini bisa dibilang jarang, vaksinasi meningitis belum termasuk dalam jadwal
vaksin wajib di Indonesia.[4]

REFERENCES
1. World Health Organization, WHO
2.
3. https://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html
4. http://www.alodokter.com/meningitis

Anda mungkin juga menyukai