Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

Azithromycin vs. Chloramphenicol untuk


Demam Tifoid tanpa Komplikasi pada Anak

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSU Kartini Jepara

Pembimbing :

dr. Fenty Karuniawati, Msi Med SpA

Disusun oleh :

Retno Sulistyo Unggul Pertiwi

30101307057

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSU Kartini Jepara

Telah disetujui dan dipresentasikan pada : Januari 2018

Disusun oleh :

Retno Sulistyo Unggul Pertiwi


30101307057

Jepara, Januari 2018

Dosen Pembimbing

dr. Fenty Karuniawati, Msi Med SpA


Azithromycin vs. Chloramphenicol untuk
Demam Tifoid tanpa Komplikasi pada Anak
Yulia Antolis, Tony Rampengan, Rocky Wilar, Novie Homenta Rampengan

Abstrak

Latar belakangMunculnya berbagai obat yang resisten terhadap Salmonella


typhi sehingga perlu mengevaluasi agen baru untuk pengobatan demam
tifoid. Azitromisin memilikiaktivitas in vitro terhadap patogen enterik,
termasuk Salmonella spp.Namun, tidak ada bukti yang cukup untuk membandingkan
azitromisindengan antibiotik lini pertama yang saat ini digunakan.

TujuanUntuk menganalisis efektivitas azitromisin dibandingkandengan


kloramfenikol sebagai obat lini pertama dalam terapidemam tifoid tanpa komplikasi
pada anak-anak.

MetodeKami melakukan randomized open trial dari November 2011 sampai Maret
2012 pada 60 anak yang berumur 2-13 tahun dengan demam tifoid tanpa
komplikasi. Subyek secara acak menerima azitromisin (10 mg/kgBB/hari peroral 1x
sehari) atau kloramfenikol ( 100 mg/kgBB/hari peroral dibagi dalam 4 dosis) selama
7 hari. Efektifitas diukur dengan mencatat penurunan gejala dan tanda klinis dan
waktu penyembuhan demam. Data dianalisis denganChi-square dan T-tes.

HasilDari 30 pasien dalam grup azitromisin dan 28 pasien dari 30 pasien dalam grup
kloramfenikol sembuh (P= 0.246). Waktu penyembuhan demam lebih pendek pada
grup azitromisin (mean 37,9 (SD 32,75) jam, 95 % CI 25,67 sampai 50,13)
dibanding grup kloramfenikol (mean 49 (SD 45,83) jam, 95 % CI 31,89 sampai
66,11).
KesimpulanEfektifitas azitromisin mirip dengan choramphenicol dalam
pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi pada anak-anak. Azitromisin memiliki
waktu penyembuhan demam lebih pendek dan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi
dibandingkan kloramfenikol, meskipun hasil ini tidak signifikan secara statistik.

Kata kunci: azitromisin, kloramfenikol, efektifitas, pengobatan, demam tifoid

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan olehbakteri Salmonella


typhi.Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemik
dengankejadian yang tinggi.Munculnya beberapa obat yang resisten terhadap
Salmonella typhi seperti kloramfenikol, ampisilin dan trimethoprim-sulfametoxazole,
sehingga perlu dilakukan evaluasi agen baru untuk pengobatan demam
tifoid.Kekambuhan dan carrier kronis ditemukan setelah terapi kloramfenikol. Efek
samping darikloramfenikol seperti depresi sumsum tulangdan anemia aplastik
memaksa dokter dalam mencari alternatif untuk terapi dengankloramfenikol.

Azitromisin adalah turunan dari macrolide dasardengan aktivitas yang lebih


baik daripada eritromisin terhadap bakteri Gram negatif.Azitromisin memiliki
aktivitas in vitro terhadap patogen enterik, termasuk Salmonella spp.Namun,tidak ada
cukup bukti untuk membandingkan azitromisindengan antibiotik lini pertama yang
saat ini digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
efektivitasazitromisin, sebuah makrolida baru, dibandingkan dengankloramfenikol,
sebagai obat lini pertama untuk terapidemam tifoid tanpa komplikasi pada anak-anak.

Metode

Kami melakukan randomized open trial dari November 2011 sampai Maret
2012, di Departemen Kesehatan Anak, Universitas Sam Ratulangi/ Rumah sakit Prof.
Dr. R. D. Kandou, Manado. Penelitian ini disetujuioleh Komite Etik dari Fakultas
kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Rumah sakit Prof. Dr. R. D. Kandou.

Subjek penelitian adalah anak usia 2-13 tahun dengan demam tifoid tanpa
komplikasi. Demam tifoid tanpa komplikasididefinisikan sebagai riwayat demam
selama 7 hari dengan satu gambaran klinis sugestif demam tifoid (perutsakit dan
nyeri, diare atau sembelit, mual atau muntah, lidah kotor dan hepatosplenomegali)
dan tes tubex positif (≥4).). Peneliti meminta persetujuan semua orang tua subjek
sebelum penelitian. Kita mengeklusi anak dengan malnutrisi, riwayat reaksi
hipersensitivitasuntuk azitromisin atau kloramfenikol, riwayat
infeksi S.enteritidis, penyakit lain seperti demam berdarah, malaria, pneumonia,
tuberkulosis atau Infeksi saluran kencing, serta mereka yang telah menerima
azitromisin atau kloramfenikol selama 7 hari tetapi kita tidak mengeklusi anak yang
menerima antibiotik lain.

Subyek secara acak berdasarkan padadaftar acak yang dihasilkan oleh


komputer untuk menerima baik azitromisin (oral 10 mg/kgBB/hari 1x sehari) atau
kloramfenikol (oral 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis) selama 7 hari.
Pemeriksaan darah lengkap, tes tubex dan urinalisa dilakukan sebelum terapi.Kultur
urin tambahan dilakukan pada pasiendengan hitung sel darah putih lebih dari 5 sel
per lapang pandang besar di urinalisa mereka, untuk menyingkirkan Infeksi saluran
kemih.

Pasien diuji setiap hari sampai pasien keluar dari rumah sakit, dengan
referensi khusus untuk gejala klinis, waktu penyembuhan demam , efek sampingobat,
dan komplikasi dari penyakit.Respon terhadap pengobatan dinilai dengan parameter
klinis (resolusi dari tanda dan gejala klinis), waktu penyembuhan demam (waktu
awal pemberian antibiotik sampai suhu tubuh turun menjadi kurang dari 37,5 dan
tetap demikian selama 48 jam) dan pengembangan komplikasi. pasiendianggap
sembuh jika demam menghilang, Semua tandadan gejala demam tifoid teratasi, dan
tidak ada komplikasi atau efek samping yang parah hingga hari terakhir
pengobatan. Kegagalan pengobatan klinis didefinisikan sebagai demam dan gejala
yang menetap setelah menyelesaikan pengobatan atau berkembang menjadi
komplikasi berat (perdarahan gastrointestinal yang parah, perforasi usus, syok, atau
koma) selama pengobatan, membutuhkan perubahan dalam terapi .pasien yang gagal
diterapi ulang dengan ceftriaxon 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari.

Asumsi tingkat kegagalan dari azitromisin 5%, ukuransample minimal 24


pasien per kelompok akan memberikan kekuatan 80% untuk mendeteksi perbedaan
20% di tingkat kegagalan pada tingkat signifikansi 5%. Proporsi kesembuhan klinis
dibandingkan dengan uji Chi-square. Waktu penyembuhan demam dibandingkan
dengan menggunakan t-test independent. Nilai p <0,05 menunjukkanperbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok.
Hasil

Dari november 2011 sampai maret 2012, 65 anak-anak dengan demam tifoid
tanpa komplikasi berusia 2-13 tahun direkrut ke dalam penelitian kami. Tiga anak
dari kelompok azitromisin dan dua anak-anak dari kelompok kloramfenikol keluar
dari penelitian. Enam puluh Anak menyelesaikan studi, dengan 30 anak-anak di
setiap kelompok Gambar 1
Tabel 1 menunjukkan epidemiologi, klinis, dan fitur laboratorium antar
kelompok penelitian.

Ada17 dan 16 laki-laki di masing-masing kelompok azitromisin dan


kloramfenikol,. Usia rata-rata adalah 6,04 (SD 3,09) tahun pada kelompok
azithromycin dan 6.18 (SD 2,55) tahun pada kelompok
kloramfenikol. Anoreksia adalah yang paling umum muncul setelah demam, diikuti
mual dan muntah. Nilai laboratorium hitung darah lengkap dalam batas normal untuk
kedua kelompok studi.
Tabel 2 menunjukkan hasil pengobatan untuk kedua kelompok.

Waktu penyembuhan demam lebih pendek pada Kelompok azitromisin (rata-rata 37,9
jam) dibandingkan dengan kelompok kloramfenikol (rata-rata 49 jam) tetapi hasilnya
tidak signifikan secara statistik (p = 0,285). Semua pasien yang diobati dengan
azitromisin dan semua kecuali dua dari pasien yang diobati dengan kloramfenikol
sembuh. Dua pasien dengan kegagalan klinis pada kelompok kloramfenikol yang
dianggap tidak sembuh sebagai hasil dari resolusi demamyang lambat tanpa gejala
lainnya. Kedua subyek penelitian menerima ceftriaxone untuk tambahan 7 hari
setelah 7 hari pemberian kloramfenikol. Keduanya kemudian mendapatkan
penyembuhan tanpa konsekuensi yang signifikan.

Efek samping terjadi pada dua pasien yang diobati dengan azitromisin, dengan
perkembangan ketidaknyamanan perut dan batuk, tapi tidak satu pun dari pasien yang
diobati dengan kloramfenikol. Efek samping yang tidak parah dan tidak
menimbulkan perubahan dalam pengobatan.

Diskusi

Hasil dariperbandingan,uji acak azitromisin dan kloramfenikol untuk demam


tifoid menunjukkan bahwa kedua perawatan yang sama efektif, sehingga tingkat
kesembuhan klinis dari 93-100% dalam waktu 7 hari.

Dalam penelitian kami, tingkat kesembuhan klinis 100% untuk subyek yang
menerima azitromisin dibandingkan dengan temuan dari percobaan azitromisin masa
lalu untuk pengobatan demam tifoid. Waktu penyembuhan demam rata-rata 1,5-2,0
hari setelah awal pengobatan dalam dua kelompok perlakuan menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien merespon segera terapi yang diberikan. Hasil ini baik
dibandingkan dengan agen antimikroba lainnya yang diuji untuk demam tifoid,
termasuk ceftriaxone, sefiksim, dan fluoroquinolones, serta menegaskan temuan uji
coba di Mesir, India dan Vietnam azitromisin dianggap efektif melawan infeksi yang
disebabkan oleh S. typhi.

Sangat menarik bahwa dalam penelitian kami waktu penyembuhan demam


lebih pendek daripada penelitian terdahulu. Butler et al. melaporkan bahwa uji acak
pada pasien dewasa yang menerima azitromisin 500 mg oral sekali sehari selama 7
hari atau kloramfenikol 2-3 g secara oral dalam empat dosis terbagi selama 14 hari,
waktu penyembuhan demam lebih pendek pada kelompok azitromisin (rata-rata 98 ,
4 jam) dibandingkan pada kelompok kloramfenikol (rata-rata 103,2 jam) tetapi
hasilnya tidak signifikan secara statistik. Ada tanda heterogenitas untuk waktu
penyembuhandemam padaanak-anak danorang dewasa yang menggunakan
azitromisin untuk tipus dalam studi masa lalu oleh parry et al (139,2 jam), dolecek et
al (106 jam), Aggarwal et al (82,8 jam) dan Girgis et al (91,2 jam). Selanjutnya,
frenck et almenemukan bahwa waktu penyembuhan demam pada anak-anak dan
remaja dengan gejala klinis demam tifoid yang diobati dengan azitromisin oral 10 mg
/ kg / hari selama tujuh hari adalah 4,1 hari.

Perbedaan waktu penyembuhan demam antara beberapa penelitian dapat


disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan metodologi, lokasi geografis
yang berbeda, usia kelompok penelitian, dosis obat yang digunakan, tingkat
keparahan penyakit atau kondisi klinis pasien, pengobatan antibiotik sebelumnya dan
status kekebalan seseorang . Uji coba terakhir dilakukan di negara-negara Asia di
mana MDRS. typhi telah dilaporkan, termasuk Pakistan, India, dan Vietnam. Sebuah
studi prospektif yang dilakukan di Delhi pada interval tiga tahun (1999, 2002, dan
2005) menemukan bahwa kejadian MDRS. typhi berurutan meningkat dari 34%
pada tahun 1999 menjadi 66% pada tahun 2005. Percobaan terdahulu yang lain
dilakukan di Southern Vietnam, daerah dengan proporsiMDR sangat tinggi
,88%. Tidak seperti daerah lain di Asia Tenggara di mana MDR adalah umum,
dilaporkantingkat resistensi antibiotik di S. typhi dari Indonesia, hanya 6,8% pada
tahun 2007. Ia telah mengamati dalam beberapa studi , dibandingkan dengan anak
yang terinfeksi oleh sensitif strain S. typhi, anak-anak dengan MDRS.typhi lebih
sakit dan terlihat lebih beracun . Ini bisa menjelaskan waktu penyembuhan demam
relatif singkat dalam penelitian kami untuk kedua kelompok antibiotik. Dalam
penelitian kami, 23 dari 60 subyek penelitian yangmenerima antibiotik lain (selain
kloramfenikol dan azitromisin)sebelum penelitian. Ini juga bisa mempengaruhi waktu
penyembuhan demam, meskipun proporsi subjek dalam menerima antibiotik
sebelumnya antara kelompok penelitian adalah serupa.

Kedua obat dalam penelitian berbeda dalam hal penyerapan , farmakokinetik,


prinsip terapi dan efek samping terapi. Azitromisin diberikan satu hari dalam dosis
10 mg / kgbb per hari selama 7 hari, sedangkan kloramfenikol diberikan empat kali
sehari dalam dosis 100 mg / kgbb per hari selama 7 hari. Kedua antibiotik menembus
ke dalam sel secara efektif, dan penetrasi intraseluler ini menjelaskan aktivitas terapi
yang efektif terhadap patogen intraseluler terutama S. typhi. Di sisi lain, konsentrasi
serum azitromisin yang telah dilaporkan di kisaran 0,04-0,4 mg / l selama pengobatan
kurang dari konsentrasi minimum penghambatan (MIC) azitromisin terhadap S. typhi
.lebih kecil konsentrasi serum 5,5-57 mg / l dilaporkan untuk
kloramfenikol selama pengobatan demam tifoid.Kemampuan azitromisin untuk
mencapai konsentrasi intraseluler di monosit231 kali lebih besar dari konsentrasi
serum, dan di polimorfonuklear leukosit 83 kali lebih besar dari konsentrasi serum,
serta waktu paruh konsentrasi intraseluler 2-3 hari , tampaknya menjadi penting
untuk aktivitas terapeutik azithromycin pada demam tifoid.

Efek samping, termasuk gejala gastrointestinal dan batuk, dilaporkan oleh dua
pasien yang diobati dengan azitromisin dalam penelitian kami, tapi peristiwa ini
tidak serius dan tidak memerlukan penghentian terapi. Peristiwa ini terutama terjadi
dalam 1-2 hari pertama pengobatan dan tidak membutuhkan terapi atau perubahan
rejimen pengobatan.Meskipuntidak dapat dibuktikan, banyak peristiwa
gastrointestinal kemungkinan besar terkait dengan penyakit yang mendasari dan tidak
dengan pengobatan.

Penelitian ini bukan uji buta, yang merupakan salah satu


keterbatasan. Keterbatasan lain adalah bahwa kitatidak melakukan kultur darah
sebagai gold standar untuk mendiagnosis demam tifoid, atau apakah kita melakukan
tes sensitivitas antimikroba pada bakteri.

Kesimpulannya, khasiat azitromisin adalah mirip dengan choramphenicol


dalam pengobatandemam tifoid tanpa komplikasi pada anak-anak. Azitromisin
menunjukkan waktu yang lebih pendek pada waktu penyembuhan demam dan tingkat
kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kloramfenikol, dalam terapi
demam tifoid tanpa komplikasi pada anak-anak, meskipun hasil ini tidak signifikan
secara statistik.

Anda mungkin juga menyukai