Anda di halaman 1dari 3

Guru Kita "Lupa" Hak dan

Kewajibannya (Dilema Penolakan UKG)


29 Juli 2012 13:11 Diperbarui: 25 Juni 2015 02:28 2217 14 0

SUTARNO. Uji Sertifikasi Guru (UKG) merupakan salah satu langkah yang ditempuh
pemerintah untuk menguji kembali guru-guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi dari
tahun 2007 – 2011. Hal ini dipandang perlu oleh pemerintah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pelaksanaan sertifikasi yang telah dilaksanakan. UKG merupakan langkah awal
pemetaan yang dilakukan pemerintah. Dari hasil pemetaan inilah, pemerintah berharap akan
mengetahui lebih detail kemampuan guru untuk selanjutnya akan dilakukan pembinaan dalam
rangka peningkatan kompetensi guru. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mendikbud,
“Uji kompetensi guru digunakan sebagai pemetaan untuk peningkatan kemampuan dan
perbaikan kualitas pendidikan. Tidak ada hubungannya dengan tunjangan profesi yang telah
diterima para guru”.UKG yang rencananya akan dilaksanakan pemerintah mulai 30 Juli – 12
Agustus 2012 mendatang, menimbulkan banyak kontroversi antara yang pro dan kontra.
Sesuatu yang wajar tentunya, sebuah kebijakan akan menuai hal semacam itu. Berbagai pihak
telah melemparkan statmennya untuk melakukan penolakan UKG 2012 ini. PGRI yang
notabene nya sebagai wadah guru melalui Ketua Umumnya mengatakan bahwa, “Jangan
berfikir karena guru kompetensinya belum baik, terus di UKG kan. Alasan itu sama dengan
menghina atau menghukum guru”. Begitu juga Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)
melalui sekjennya mengungkapkan bahwa penolakan karena UKG dinilai tidak punya dasar
hukum dan hanya pemborosan. Pada dasarnya kualitas pendidikan Indonesia saat ini adalah
hasil pembangunan system yang dijalankan pemerintah bersama pelaku pendidikan dan
masyarakat kita selama lebih dari 30 tahun.
Dengan adanya berbagai pola perubahan yang akan dilaksanakan pemerintah saat ini
(mulai dari peningkatan anggaran, kurikulum dan kompetensi guru) merupakan bentuk
kesadaran pemerintah akan pentingnya peningkatan mutu pendidikan yang ada di negeri ini.
Pemerintah sadar, bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak semudah membalikkan tangan.
Tetapi terlepas dari semua hal tersebut, mestinya kita perlu berfikir sejenak dengan kepala
dingin, bukan menggunakan emosi sesaat. Rupanya bapak / ibu guru kita lupa dengan apa
yang telah diajarkan kepada kita, yaitu masalah HAK dan KEWAJIBAN serta masalah
KEPENTINGAN UMUM dan KEPENTINGAN PRIBADI. HAK dan KEWAJIBAN.
Secara sederhana, bapak / ibu guru kita sewaktu SD mengajarkan bahwa kewajiban adalah
sesuatu yang wajib kita penuhi, sedangkan hak adalah sesuatu yang dapat kita minta setelah
kewajibannya kita penuhi. Jika bapak / ibu guru MENGINGAT hal ini, dan dihubungkan
dengan sertifikasi, mungkin bapak/ibu guru akan kembali membuka wawasan baru. Guru
BERHAK mendapatkan tunjangan sertifikasi jika dinyatakan sebagai guru professional.
Untuk mencapai guru professional, maka guru WAJIB mengikuti sertifikasi baik melalui
portofolio maupun pendidikan. Jika dari hasil sertifikasi ini guru dinyatakan lolos /
profesional maka guru BERHAK mendapatkan tunjangannya.
JADI SYARAT UTAMANYA ADALAH PROFESIONAL. Lalu bagaimana jika
seiring berjalannya waktu guru tidak profesional kembali ? Jika kita memahami antara hak
dan kewajiban, maka pertanyaan ini hanya sebuah pertanyaan retoris
semata. KEPENTINGAN UMUM dan KEPENTINGAN PRIBADI. Masih menganut
pelajaran SD dahulu, kita diajarkan bahwa kepentingan umum harus diletakkan di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Kembali pada masalah sertifikasi, tujuan utama
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya pendidikan ini adalah untuk
kepentingan umum, bukan kepentingan guru atau murid semata. Pendidikan adalah masa
depan bangsa kita. Jika pemerintah melaksanakan perubahan system pendidikan yang ada
saat ini (termasuk adanya UKG), hal ini bertujuan untuk kemajuan Negara ini ke depan. Jika
kita telah menasbihkan diri sebagai pendidik mestinya kita sadar betul, bahwa profesi kita
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan untuk diri kita sendiri. UKG dirancang
pemerintah sebagai alat bantu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini melalui pelaku
pendidikan yaitu guru. Jika guru-guru kita mempunyai kemampuan yang lebih, dengan
didukung perubahan anggaran dan sarana pendidikan yang baik, harapan pemerintah Negara
kita akan mampu bersanding dengan Negara-negara maju. Di lain pihak walaupun sarana dan
anggaran pendidikan telah dipenuhi, tetapi guru sebagai pendidik dengan kemampuan yang
rendah, apa jadinya kondisi SDM bangsa ini ke depan. Kita akan semakin terjerembab dalam
ketertinggalan dengan Negara- Negara lain. Kita sebagai guru harus berfikir ulang, apa yang
dilakukan pemerintah ini adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa 10 – 20 tahun
yang akan datang. Bukan hanya semata nilai tunjangan sertifikasi kita. Jika dikemudian hari
bagi yang tidak lulus UKG harus kehilangan tunjangan sertifikasi, guru harus legowo dan
berterimakasih, karena yang bersangkutan tidak mengambil hak orang lain. Era globalisasi
telah merambah semua sector yang ada, termasuk dalam dunia pendidikan. Sudah selayaknya
jika dunia pendidikan mengikuti perubahan yang ada. Dunia pendidikan kita selama ini telah
terlindas oleh kemampanan yang kita rasakan. Hal ini terbukti, jika ditahun 1970an
Pemerintah Malaysia mendatangkan guru-guru kita, saat ini kita berbalik kita yang menimba
ilmu ke negeri jiran. Merubah system pendidikan tidak semudah membalik telapak tangan.
Sistem pendidikan yang kita tanamkan saat ini akan dipanen oleh anak cucu kita 10 – 20
tahun yang akan datang. Jika Negara-negara lain melakukan berbagai inovasi pendidikan
untuk mampu bersaing di era globalisasi, apakah kita harus berpangku tangan dan menjadi
penonton di negeri sendiri ? Memang tidak semua guru menolak adanya UKG. Banyak guru
yang mendukung adanya UKG dilaksanakan sebagai upaya pemetaan. Dengan adanya UKG
sebagai upaya pemetaan ini, mestinya guru harus berterima kasih. Karena dengan adanya
UKG ini seorang guru akan mengetahui titik lemah kompetensinya yang perlu ditingkatkan.
Oleh sebab itulah, sudah saatnya bapak / ibu guru bertanya kepada dirinya sendiri.

1. Apakah bapak / ibu guru sudah merasa kompeten dengan kemampuannya, sehingga harus
menolak UKG ?
2. Apakah bapak / ibu guru sudah puas dengan hasil pendidikan yang dihasilkan selama ini ?
3. Jika siswa diuji kemampuan kompetensinya, mengapa guru harus menolak diuji
kompetensinya selaku jembatan ilmu pengetahuan ?
4. Jika mampu mengapa harus menolak UKG ?
5. Jika tidak mampu mengapa kita harus menutup mata, jika pemerintah akan memberikan jalan
terang kepada guru ?
6. Mengapa guru menghadapi UKG tidak sesuka cita seperti halnya pada saat awal
diluncurkannya sertifikasi guru atau pada saat menerima tunjangannya ?
7. Bagaimanakah dengan hak yang diterima dan diberikan kepada bapak / ibu guru oleh
pemerintah melalui tunjangan sertifikasi ?
8. Salahkan jika pemerintah menuntut kewajiban bapak / ibu guru atas pemberian tunjangan
tersebut ?
9. Jika UKG dianggap pemborosan, lebih boros manakah peningkatan kompetensi guru tanpa
melalui pemetaan, sehingga pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk diklat/pelatihan
secara acak tanpa mengetahui lebih dahulu mana yang kurang dan manakah yang lebih ?
10. Jika UKG dianggap kurang tepat, bagaimanakah pola yang lebih baik ?

Anda mungkin juga menyukai