Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nada Premawedia

NIM : 04011281621135
Kelas : Beta 2016
Grup : B8

Tutorial Skenario B Blok 14

Learning Issue 1 : Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk
mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan
oleh kadar hemoglobin.

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan
intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
obat-obatan tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker),
indometasin (obat antiradang).

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun


(COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb
yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk
infeksi pada kulit

2. White Blood Cell


Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian
dari sistem kekebalan tubuh.

Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses


infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang
selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan lain-Iain.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid,
alopurinol, antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan
Iain-Iain.

Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu
terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan
obat-obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika
oral, antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti
infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
3. Trombosit
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan
perdarahan dengan membentuk gumpalan.

Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi


perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh manusia
adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan penyakit demam
berdarah.

Learning Issue II : Pemeriksaan THT

1. Otoskopi

Pemeriksaan telinga dengan tujuan untuk memeriksa mae & MT dengan


meneranginya memakai cahaya lampu . Alat yang di gunakan untuk memeriksa
telinga : lampu kepala, otoskop, spekulum telinga dengan berbagai ukuran, aplikator
kapas, alat penghisap, cerumen hook dan cerumen spoon, forsep telinga, balon
politzier, dan semprit telinga.

Pelaksanaan:

Pemakaian lampu kepala:

 Pasang lampu kepala,sehingga tabung lampu berada diantara kedua mata


 Letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm didepan mata kanan
 Mata kiri di tutup
 Proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan saling
bersinggungan
 Diameter proyeksi ± 1 cm

Cara duduk:

 Penderita duduk di depan pemeriksa


 Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri penderita
 Kepala dipegang dengan ujung jari
 Waktu memeriksa telinga yang kontralateral, hanya posisi kepala penderita yang
di rubah
 Kaki, lutut penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula

Cara memegang telinga Kanan :


 Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedang jari III,IV, V pada planum
mastoid.
 Aurikulum ditarik ke arah postero superior untuk meluruskan MAE (Meatus
Auditorius Eksternal)

Cara memegang telinga Kiri :


 Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedang jari III,IV, V di depan
aurikulum
 Aurikulum ditarik ke arah postero superior

Cara memegang otoskop


 Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan besar lumen MAE
 Nyalakan lampu otoskop
 Masukkan spekulum telinga pada MAE

Cara memilin kapas :


 Ambil sedikit kapas, letakkan ujung aplikator berada didalam tepi kapas.
 Pilin perlahan lahan searah jarum jam
 Untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar berlawanan arah dengan jarum
jam

2. Tes Bisik

Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan test ini ialah :


a. Ruangan Test.
Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter.
Ruangan sunyi dan tidak ada gema ( diding dibuat tidak rata atau dilapisi “soft
board”/ korden)

b. Pemeriksa.
Menggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal. Kata-kata yang
dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiri dari kata-kata
sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama

c. Penderita.
Mata di tutup agar tidak bisa membaca gerak bibir. Telinga yang akan di test
dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak sedang ditest harus ditutup
dengan kapas yang di basahi gliserin. mengulang denga keras kata yang telah di
bisikkan.

Teknik pemeriksaan :

Penderita dan pemeriksa sama sama berdiri, Penderita tetap berdir di tempat hanya
pemeriksa yang pindah tempat, mulai jarak 1 meter dibisikkan 5-10 kata, bila semua
kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 meter dibisikkan kata yang lain
sampai jarak dimana penderita mendengar 80%. Untuk memastikan apakas hasil tes
benar maka tes dapat diulang.

Hasil tes:
Fungsi pendengaran Jarak suara bisik yang
masih terdengar

Normal 6m

Tuli ringan 4-6 m

Tuli sedang 1m–4m


Tuli berat < 10 cm

Tuli total Bila berteriak di depan telinga


penderita tatap tidak
mendengar

Rinoskopia Anterior
Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :
 Cermin rinoskopi posterior.
 Pipa penghisap.
 Aplikator.
 Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).
 Spekulum hidung Hartmann.
 Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga
unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.

Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan


kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya di pegang di bagian lateral, sedangkan
mulutnya di medial.
Untuk memasukkan spekulum  mulut spekulum dalam keadaan tertutup,
masukkan ke dalam kavum nasi.dan mulut speculum di buka pelan-pelan.
Untuk mengeluarkan  masih dalam kavum nasi, menutup mulut spekulum
kira-kira 90%.
5 tahap pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan,
yaitu:

 Pemeriksaan vestibulum nasi.


 Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
 Fenomena palatum mole.
 Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
 Pemeriksaan septum nasi.

Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior


3 hal penting kita perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan sebelum
menggunakan spekulum :
 Posisi septum nasi.
 Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
 Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.

Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah dengan mendorong ujung hidung
pasien menggunakan ibu jari.
 Spekulum hidung digunakan untuk pemeriksaan vestibulum nasi dengan
tujuan melihat keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior
vestibulum nasi.
 Sisi medial vestibulum nasi mendorong spekulum ke arah medial.
 sisi lateral vestibulum nasi mendorong spekulum ke arah lateral.
 Sisi superior vestibulum nasi terlihat lebih baik mendorong spekulum ke
arah superior.
 sisi inferior vestibulum nasi lebih jelas mendorong spekulum ke arah
inferior
 Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum
hidung, kita perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau
raghaden.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior


• Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah 
mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi yang searah dengan
konka nasi media.

Ada empat hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang
hidung) bagian bawah, yaitu :
 Warna mukosa dan konka nasi inferior.
 Besar lumen lubang hidung.
 Lantai lubang hidung.
 Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.

Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior


Cara memeriksa fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan cahaya
lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya
yaitu terlihat cahaya lampu yang terang benderang. Pada saat pasien diminta
mengucapkan “iii”gerakan palatum mole perubahan dinding belakang nasofaring
menjadi lebih gelap cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding
belakang nasofaring. pasien mengucapkan “iii”palatum mole bergerak ke bawah
benda gelap menghilang dan dinding belakang nasofaring terang kembali.
Fenomena palatum mole positif palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan
“iii” tampak benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring
menjadi lebih gelap. Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4
kelainan, yaitu :
 Paralisis palatum mole pada post difteri.
 Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
 hipertrofi adenoid
 Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior


memeriksa kavum nasi bagian atas dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke
dalam kavum nasi bagian atas pasien.
4 hal penting pada pemeriksaan kavum nasi bagian atas, yaitu :
 Kaput konka nasi media.
 Meatus nasi medius : pus dan polip.
 Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
 Fissura olfaktorius.

Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan
konka nasi media pasien. Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior, Kita
dapat menemukan septum nasi berbentuk krista, spina dan huruf S.
Rinoskopia Posterior
Prinsip rinoskopi posterior adalah menyinari koane dan dinding nasofaring dengan
cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.
• Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior :

• Penempatan cermin.

o ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring  menempatkan


cermin.
o Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya.
o menekan lidah dengan spatula (spatel).

• Penempatan cahaya.

 ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring pasien  cahaya lampu
dapat masuk dan menerangi nasofaring.
 Cara bernapas melalui hidung.

• 4 alat dan bahan yang digunakan pada rinoskopia posterior :

 Cermin kecil.
 Spatula.
 Lampu spritus.
 Solusio tetrakain (- efedrin 1%).

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior:


 Cermin kecil pegang tangan kanan.
 terlebih dahulu memanaskan dengan lampu spritus
 pasien buka mulutnya lebar-lebar. Lidah didalam mulut, jangan
digerakkan dan dikeraskan.
 Bernapas melalui hidung.
 Spatula pegang tangan kiri. Ujung spatula tempatkan pada punggung
lidah depan uvula. Punggung lidah tekan ke bawah di paramedian
kanan lidah terbuka ruangan untuk menempatkan cermin kecil
dalam nasofaring.
 Masukkan cermin kedalam faring, tempatkan antara faring dan palatum
mole kanan pasien.
 Sinari Cermin.
 Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan
lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.
 4 tahap pemeriksaan saat melakukan rinoskopia posterior :
 Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
 Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.
 Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.
 Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior.
Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
- cermin berada di paramedian  memperlihatkan keadaan kauda konka nasi
media kanan.

- Putar Tangkai cermin ke medial tampak margo posterior septum nasi.


Putar ke kanan,berturut-turut tampak konka nasi terutama kauda konka
nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi superior, meatus nasi medius,
ostium dan dinding tuba.

Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri


- Putar tangkai cermin ke medial tampak margo posterior septum nasi. Putar
cermin terus ke kiritampak kauda konka nasi media kanan dan tuba
kanan.

Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring


 putar tangkai cermin ke medialTampak margo posterior septum nasi.
 memasukkan tangkai cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita
rendahkanmemeriksa atap nasofaring

Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior


 memeriksa kauda konka nasi inferior cermin sedikit ditinggikan atau
tangkai cermin sedikit direndahkan.
 Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali hipertrofi 
tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).

Dua kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior :


- Peradangan. Misalnya pus meatus nasi medius & meatus nasi superior,
adenoiditis, dan ulkus pada dinding nasofaring (tanda TBC).
- Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.

Tiga sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :


 Pihak pemeriksa : tekanan, posisi, dan fiksasi spatula.
 Pihak pasien : cara bernapas dan refleks muntah.
 Alat-alat : bahan spatula dan suhu & posisi cermin.

Anda mungkin juga menyukai