Anda di halaman 1dari 6

Definisi keperawatan komunitas

1 Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang
merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan
bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan
guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan
fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar ditujukan kepada
individu, keluarga yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi
masyarakat secara keseluruhan
2 American Nursis Association (1973), keperawatan komunitas merupakan suatu
sistem dari praktek kepeawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan
untuk meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk.
3 WHO (1974), keperawatan komunitas adalah kesaatuan mencakup perawatan
kesehatan kerluarga (nurse health family) juga kesehatan dan kesejahteraan
masayarakat luas, membantu masyarakat tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada
pada mereka sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain.
4 Ruth B.Freeman (1981), keperawtan komunitas adalah kesatuan yang unik dari
praktik keperawatan dan kesehatan masayarakat yang ditujukan pada pengembanagn
serta peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri sendiri sebagai perorangan
maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok khusus, atau masyarakat.
5 Pradley (1985), Logan dan Dawkin (1987), keperawtan komunitas adalah pelayanan
keperawatan profesional ynag ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal yang
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, jugan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan
6 Perawatan komunitas adalah perawatan yang diberian dari luar suatu institusi yang
berfokus pada masyarakat atau individu dan keluarga (Elisabeth, 2007).
Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas
Perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia dimulai pada abad ke-16,yaitu
dimulai dengan adanya upaya pembatasan penyakit cacar dan kolera yang sangat
ditakuti oleh masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke indonesia tahun 1927, dan
pada pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk
ke indonesia melalui singapura dan mulai berkembang di indonesia, sehingga berawal
dari wabah kolera tersebut pemerintah Belanda (pada waktu itu indonesia dalam
penjajahan Belanda) melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Gubernur
Jendral Deandles pada tahun 1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam
praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian
bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan
angka kematian bayi (infan mortality rate) yang tinggi. Namun, upaya ini tidak
bertahan lama, akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan. Baru kemudian di tahun
1930, program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya para dukun bayi sebagai
penolong dan perawat persalinan.pada tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh
dr. Bosch dan dr. Blekker-kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di
indonesia. Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA (SCHOOL Tot Oplelding van
Indiche Arsten) atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan
sekolah dokter yang ke-2 di S urabaya dengan nama NIAS ( Nederland Indische
Artsen School). Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan
sejak berdirinya universitas indonesia tahun 1947, STOVIA berubah menjadi
Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia. Selain itu, perkembangan kesehatan
masyarakat di indonesia juga ditandai dengan berdirinya pusat laboratorium
Kedokteran di Bandung tahun 1888- tahun 1938 pusat laboratorium ini berubah
menjadi lembaga Eykman. Selanjutnya, laboratorium-6 laboratorium lain juga
didirikan di kota-kota seperti medan, Semarang, makasar, surabaya, da
Yokyakarta dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar
serta penyakit lainnya. Bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan. Pada tahun
1922, penyakit pes masuk ke indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini menjadi
epidemis di beberapa tempat, terutama dipulau jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan
DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan vaksinasi masal. Tercatat sampai pada
tahun 1941, 15 juta orang telah di vaksinasi. Pada tahun 1945, hydrich- seorang
petugas kesehatan pemerintah Belanda- melakukan pengamatan terhadap masalah
tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas purwokerto. Dari hasil
pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya angka kesakitan dan
kematian dikedua daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, masyarakat buang air besar di sembarangan tempat, dan pengguna
air minum dari sungai yang telah tercemar.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi lingkungan dikarenakan
perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai upaya
kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan
cara melakukan promosi mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha
Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di indonesia. Memasuki
zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan masyarakat di
Indonesia adalah saat diperkenalkannya Konsep Bandung ( Bandung plane) pada
tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr.Patah-yang selanjutnya dikenalkan dengan
nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan
kesehatan masyarakat ,aspek preventif dan kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini
berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, kedua aspek ini
tidak boleh dipisahkan, baik dirumah sakit maupun dipuskesmas. Selanjutnya
pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr.
Y. Susanti dengan berdirinya proyek Bekasi ( lemah abang ) sebagai proyek
percontohan/ model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan
di indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga
menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk
melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa wilayah
pengembangan masyarakat.
1. Sumatra utara : indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat: Bojong Loa
4. Jawa tengah : Sleman
5. Yokyakarta : Godean
6. Jawa timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan november 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan
program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat
indonesia, yaitu mengenai konsep puskesmas- yang dipaparkan oleh dr. Achmad
Dipodilogo- yang mengacu pada konsep Bandung dan proyek Bekasi. Dalam
seminar ini telah disimpulakan dan disepakati mengenai sistem puskesmas yang
terdiri atas tipe A,B, dan C. Akhirnya pada pada tahun 1968 dalam rapat kerja
kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu sistem pelayanan
kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah ( Departemen
Kesehatan ) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas). Puskesmas
disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara
terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau
sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan
pembangunan kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu,
diperkenalkanlah program untuk selalu menguatkan puskesmas (strengthening
puskesmas). Di negara berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan
berlandaskan masyarakat disarankan lebih efektif dan penting. Departemen kesehatan
telah membuat usaha intensif untuk membangun puskesmas yang kemudian
dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi penguatan pelayanan kesehatan
nasional. Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18
kegiatan, yaitu :
1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)
2. Keluarga berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular serta imunisasi,
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulit
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatrik
14. Latuhan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obatan tradisional
16. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk sistem informasi kesehatan.

Pada tahun1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu puskesmas tipe A
yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang paramedis
Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979btidak
diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B- hanya ada satu puskesmas saja,
yang dikepalai oleh seorang dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas
mulai mengalami perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak harus dipimpin oleh
seorang dokter,tapi dapat juga dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini
tentunya diharapkan dapat membawa perubahan yang positif,dimana tenaga medis
lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien dan tidak disibukkan
dengan urusan administratif/manajerial, sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.
Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah dijumpai kepala puskesmas dari lulusan
sarjana kesehatan masyarakat seperti di kabupaten Gresik, Bojonegoro, dan lain
sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial guna penilaian
puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas,sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1, puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 , puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 , puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk perencanaan dan
lokakrya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan
berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (posyandu)
yang mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan
penyakit diare, dan imunisasi. Sampai dengan tahun 2002, jumlah puskesmas di
Indonesia mencapai 7.309. hal ini berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau
satu puskesmas melayani sekitar 28.144 penduduk. Sementara itu, jumlah desa di
Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003, yang berarti setidaknya satu puskesmas
untuk tiap sepuluh desa-dibandingkan dengan rumah sakit yang harus melayani
28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih teus dikembangkan dan diatur lebih lanjut
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh
dari memadai, terutama di daerah tepencil. Diluar jawa dan sumatra, puskesmas
harus menangani wilayah yang uas,( terkadang beberapa kali lebih luas dari satu
kabupaten di Jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas
terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi sebagian penduduk
puskesmas terlalu jauh untuk dicapai.

Anda mungkin juga menyukai