Gito Sugiyanto 1)
ABSTRACT
This research is aimed at defining the optimum axle load of trucks, in a way to produce an
overall minimum transportation cost. Apart from formulating ways to minimize government
expenditures in handling road maintenance, this research has investigated a new paradigm as an
alternative of road maintenance considering the principles of cost recovery. This means that
overloading trucks will have to bear road user tax - a tax reflecting their destructive impacts on roads.
Data was taken by field research and quiz. Survey has been take place in Solo-Sragen-
Mantingan streets which divided in 4 post. Primary data covers gross vehicle weight, travel time,
average of rise and fall of road and data from quiz to look for vehicle operating cost. Secondary data
was taken from P3JJ, DLLAJ and Bina Marga, Central Java.
The result indicate that: Light good vehicles have an optimum load of 2,500 ton and minimum
transport cost of Rp 2758,67 per vehicle-trip, Medium good vehicles have an optimum load of 7,667
ton and minimum transport cost of Rp 12.382,93 per vehicle-trip, Heavy good vehicle (HGV) trucks 2
axles 13 ton have an optimum load of 12,833 ton and minimum transport cost of Rp 41.704,04 per
vehicle-trip, HGV trucks 3 axles 20 ton have an optimum load of 21,00 ton and minimum transport
cost of Rp 44.695,33 per vehicle-trip and HGV trucks 4 axles have an optimum load of 26,50 ton and
minimum transport cost of Rp 44.080,03 per vehicle-trip. The average of Road User Tax in effort of
the pure cost recovery for: Light good vehicles have Rp 5,53 per vehicle-trip, Medium good vehicles
have Rp 20,89 per vehicle-trip, HGV trucks 2 axles 13 ton have Rp 195,68 per vehicle-trip, HGV
trucks 2 axles 13 ton have Rp 142,96 per vehicle-trip, and HGV trucks 2 axles 13 ton have Rp 489,66
per vehicle-trip. A trip in this case is 41,80 km.
Keywords : road user tax, overloading, transport cost, vehicle axle load
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini terjadi penurunan umur rencana konstruksi jalan maupun jembatan
disebabkan terjadinya muatan berlebih (overloading), prediksi jumlah lalu lintas pada akhir
umur rencana yang tercapai lebih awal (sebelum n tahun), dan perawatan yang kurang
memadai. Hal itu akan berakibat pada kerusakan lebih cepat pada konstruksi jalan dan
umurnya menjadi lebih pendek dari yang direncanakan.
Permasalahan ini muncul seiring dengan perkembangan dunia industri di Provinsi
Jawa Timur yang telah menyebabkan pertumbuhan arus lalu lintas yang sangat pesat terutama
lalu lintas angkutan barang di ruas-ruas jalan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini disebabkan
karena letak Provinsi Jawa Tengah yang sangat strategis yaitu berada di antara Provinsi Jawa
Barat dan Jawa Timur, sehingga dijadikan sebagai jalur angkutan barang serta sebagai
wilayah tujuan dan atau transit baik barang mentah maupun barang jadi.
1)
Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Program Sarjana Teknik
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. E-mail : gito_98@yahoo.com.
2
Telah disinyalir bahwa pertumbuhan lalu lintas angkutan barang terutama kendaraan
truk-truk pengangkut bahan mentah maupun barang jadi hasil produksi telah menimbulkan
permasalahan terjadinya kelebihan beban (overloading) dari muatan sumbu terberat yang
diizinkan.
Hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen
Pekerjaan Umum menunjukkan terjadinya muatan berlebih pada sebagian ruas-ruas jalan di
Pulau Sumatra dan Jawa yang berakibat menurunnya umur rencana jalan atau kerusakan jalan.
Akibat muatan berlebih ini negara diperkirakan dirugikan sebesar Rp 1,22 triliun pada tahun
anggaran 1998 (Waluyo, 1999).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut di bawah ini.
1. Berapakah beban optimal kendaraan sumbu tunggal dan sumbu ganda agar biaya
transportasi dan tingkat kerusakan konstruksi jalan raya minimal ?
2. Berapakah disparitas atau perbedaan biaya transportasi beban sumbu truk pada kondisi
beban normal (beban yang diizinkan saat ini), beban optimum dan beban berlebih ?
3. Berapakah retribusi akibat adanya kelebihan muatan per kg kendaraan barang ?
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengusulkan skenario batasan beban kendaraan pengangkut barang (khususnya truk)
yang ekonomis, sehingga menghasilkan biaya transportasi dan kerusakan konstruksi jalan
minimum, supaya terjadi trade off yang membawa pada kondisi win-win solution antara
pihak pembina jalan dan pihak perusahaan jasa angkutan barang,
2. merumuskan besarnya retribusi kelebihan muatan untuk masing-masing sumbu
kendaraan angkutan barang yang beroperasi di ruas jalan Solo-Sragen-Mantingan.
2
3
TINJAUAN PUSTAKA
Biaya Perusakan Jalan atau Damage Factor Cost (DFC)
Menurut Rahmad Rahim dan Heru Sutomo (2001) ukuran untuk menentukan suatu
ruas jalan mengalami kelebihan muatan adalah dengan menggunakan nilai faktor truk
yang dinyatakan sebagai berikut :
ESAL
TF = (1)
N
TF : truck factor atau faktor truk
ESAL : equivalent single axle load
N : jumlah truk yang melintasi jalan
Apabila nilai TF > 1, dikatakan telah terjadi kelebihan muatan pada ruas jalan yang
diteliti. Dampak negatif muatan sumbu berlebih terhadap perkerasan jalan dapat ditentukan
dengan menghitung nilai daya rusak yang ditimbulkan oleh kendaraan tersebut.
Nilai daya rusak sebanding dengan pangkat empat beban sumbu kendaraan seperti terlihat
pada rumus Liddle, 1990 dalam Widyatmoko (1999) di bawah ini :
4
P
ESAL = k x (2)
8160
P : beban sumbu dalam kg
ESAL : equivalent single axle load atau angka ekivalen beban sumbu
k : 1 untuk sumbu tunggal;
0,086 untuk sumbu tandem; 0,053 untuk sumbu tripel
4
Jalan yang rusak sebelum waktu ekonominya habis menimbulkan kerugian biaya.
Biaya kerusakan jalan yang ditimbulkan akibat muatan berlebih per tahun untuk ESAL
menurut Rahmad Rahim dan Heru Sutomo (2001) dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
MC x LoR
DFC = x ESAL ……... (Rp /km-tahun) (3)
ESAL norm
DFC : damage factor cost
MC : maintenance cost atau biaya penanganan jalan/km-tahun
LoR : panjang ruas jalan (km)
ESAL norm : equivalent single axle load pada beban sumbu normal
ESAL : selisih ESAL muatan berlebih dan ESAL normal
Kerugian biaya akibat penurunan umur rencana jalan ditentukan secara empiris
berdasarkan penurunan tingkat kemantapan jalan. (Sarwono, 2000).
Menurut Mutazir (1999) tingkat kemantapan jalan akan menurun seiring dengan
repetisi beban lalu lintas. Untuk membuat permasalahan menjadi sederhana, repetisi beban
lalu lintas dihubungkan dengan sehingga dapat diukur dalam satuan waktu (tahun).
Penurunan kemantapan jalan tidak linear terhadap waktu tetapi merupakan fungsi parabola
sederhana terhadap waktu, lihat gambar 1 di bawah ini.
/2
IPt
indeks
permukaan
0 5 10
umur rencana (tahun)
umur nyata umur sisa
Gambar 1. Penurunan kemantapan jalan pada kondisi normal dan beban berlebih
METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh beban sumbu yang paling
optimal pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan nilai biaya transportasi merupakan penjumlahan dua komponen biaya,
yaitu biaya infrastruktur dan biaya operasional kendaraan.
2. Membagi biaya infrastruktur jalan menjadi 2 (dua) yaitu biaya perusakan jalan dan
biaya akibat penurunan umur pelayanan jalan.
3. Menetapkan skenario pembebanan truk LGV, MGV, HGV truk 2 as 13 ton, HGV
truk 3 as 20 ton dan truk 4 as/truk gandeng yang beroperasi pada masing-masing
ruas jalan yang diteliti.
4. Menghitung biaya operasional kendaraan masing-masing jenis sumbu kendaraan
dalam satuan Rp/kendaraan untuk masing-masing ruas jalan yang diteliti.
6
5. Menghitung biaya perusakan jalan (damage factor cost) dan biaya yang timbul
akibat penurunan umur pelayanan jalan (deficit design life cost) sesuai dengan
skenario pembebanan dalam satuan Rp/kendaraan.
6. Menghitung kerugian biaya investasi infrastruktur prasarana jalan (infrastructure
cost) dalam Rp/kendaraan dengan menjumlahkan DFC dan DDLC.
7. Menghitung biaya transportasi (transport cost) yaitu menjumlahkan biaya
infrastruktur dan biaya operasional kendaraan dalam satuan Rp/kendaraan.
8. Mencari beban total optimum, biaya investasi infrastruktur, biaya operasional
kendaraan, biaya transportasi minimum untuk jenis kendaraan LGV, MGV truk 2
as 8 ton, HGV meliputi truk 2 as 13 ton, truk 3 as 20 ton, dan truk 4 as (truk
gandeng) pada masing-masing ruas jalan yang diteliti.
9. Menghitung besarnya retribusi kelebihan muatan atas dasar damage factor cost
(RKM-DFC) dan persentase kelebihan muatan dari beban izin (JBI) untuk setiap
jenis kendaraan dalam Rp/kg-km.
Tabel 1. Persamaan biaya transportasi, biaya investasi infrastruktur, dan BOK LGV
Biaya operasional Koef.
Ruas jalan Biaya investasi infrastruktur Biaya transportasi R2
kendaraan
Surakarta-Palur Y= 76,9X2-856,3X+3.438,7 Y= 64,424X2-352,39X+548,6 Y= 141,32X2-1.208,7X+3.987,3 0,754
Palur-Sragen Y=171,54X+2.034 Y= 915,97X2-2.895,2X+5.095,3 Y= 1.115,6X2-4.235,9X+9213,9 0,776
Sragen-Mantingan Y=- 190,54X+2.466,7 Y= 335,74X2-1.008,7X+2.464,2 Y= 396,19X2-1.657,1X+5.562 0,603
Tabel 3. Persamaan biaya transportasi, biaya investasi infrastruktur, dan BOK MGV
Biaya operasional Koef.
Ruas jalan Biaya investasi infrastruktur Biaya transportasi R2
kendaraan
Surakarta-Palur Y= 301,35X2-76.52,2+57.705 Y= 408,6X2-5.104,6X+14.788 Y= 716,82X2-12.943X+73.662 0,906
Palur-Sragen Y= -1.661,9X+22.710 Y= 2.331,1X2-18.177X+13.238 Y= 5.811,3X2-74.859X+245134 0,608
Sragen-Mantingan Y= -1.661,9X+22.710 Y= 2.331,1X2-18.177X+13.238 Y= 5.811,3X2-74.859X+245.134 0,608
Tabel 7. Persamaan biaya transportasi, biaya investasi infrastruktur, dan BOK HGV
Biaya operasional Koef.
Ruas jalan Biaya investasi infrastruktur Biaya transportasi R2
kendaraan
Surakarta-Palur Y= -633,06X+62.296 Y= 156,44X2-5.330,2X+42.699 Y=172,49X2-6.932,6X+119.929 0,192
Palur-Sragen Y= -289,37X+37.660 Y= 2.718,7X2-92.714X+745.275 Y= 2.732,2X2-97.126X+903.454 0,989
Sragen-Mantingan Y= -209,45X+22.144 Y= 1.794,1X2-61.007X+485.689 Y= 1.773,8X2-62.992X+586.306 0,991
Panjang Biaya
No. Beban total IC BOK transpor
Nama ruas jalan ruas jalan optimum (kg) tasi min.
ruas (Rp/kend) (Rp/kend)
(km) (Rp/kend)
A022 Surakarta-Palur 1,40 21.000 -245,16 50.056,38 50.301,54
A023 Palur-Sragen 24,30 21.000 -2.772,30 47.406,74 50.179,04
A024 Sragen-Mantingan 16,10 21.000 3.361,22 30.244,21 33.605,43
Rerata 21.000 2.126,23 42.569,11 44.695,34
Tabel 9. Persamaan biaya transportasi, biaya investasi infrastruktur, dan BOK LGV
Biaya operasional Koef.
Ruas jalan Biaya investasi infrastruktur Biaya transportasi R2
kendaraan
Surakarta-Palur Y= -552,19X+49.144 Y= 269,39X2-11.053X+104.129 Y= 311,34X2-14.806X+213.442 0,804
Palur-Sragen Y= -359,88X+35.915 Y= 4.675,1X2-191.788X+2.106 Y= 6.040,9X2-285.372X+3.106 0,968
Sragen-Mantingan Y= -216,06X+25.126 Y= 3.097,8X2-127.090X+1.106 Y= 4.016,8X2-190.110X+2.106 0,967
Tabel 13. Disparitas biaya transportasi heavy goods vehicles truk 2 as 13 ton
Beban (kg) Biaya Transportasi (Rp)
No Ruas Jalan
Normal Optimum Overload Normal Optimum Overload
1 Surakarta-Palur 13.281,3 12.500 15.239,8 30.765,41 35.134,63 32.292,25
2 Palur-Sragen 13.281,3 13.500 15.239,8 76.191,49 61.277,25 87.469,70
3 Sragen-Mantingan 13.281,3 12.500 15.239,8 32.152,80 28.700,25 73.183,98
Rerata 13.281,3 12.833,3 15.239,8 46.369,9 41704,04 64.315,31
Tabel 14. Disparitas biaya transportasi heavy goods vehicles (HGV) truk as 20 ton
Beban (kg) Biaya transportasi (Rp)
No Ruas Jalan
Normal Optimum Overload Normal Optimum Overload
1 Surakarta-Palur 19.677,8 21.000 22.507,2 50.657,65 50.301,54 51.274,54
2 Palur-Sragen 19.677,8 21.000 22.507,2 68.708,20 50.179,04 101.481,32
3 Sragen-Mantingan 19.677,8 21.000 22.507,2 51.917,05 33.605,43 67.093,52
Rerata 19.677,8 21.000 22.507,2 57.094,3 44.695,33 73.283,12
88129.61
90000
73283.12
80000
64315.31
Biaya Transportasi (Rp/Kend.)
70000
57094.3
60000
46369.9
44695.33
44207.11
44080.03
41704.04
50000
40000
30000
15433.4
12382.93
11403.07
20000
4168.986
2758.673
3761.5
10000
0
LGV MGV Truk 2 As Truk 3 As Truk 4 as
Jenis Kendaraan
Gambar 2. Disparitas (perbedaan) biaya transportasi pada kondisi beban normal (izin),
beban optimum dan beban berlebih (overloading)
Biaya operasional jalan (BOK) pada kondisi beban normal (izin), beban optimal
dan beban berlebih mempunyai nilai hampir sama. Artinya, berapa pun besar beban yang
dibawa tidak akan menurunkan atau menambah BOK, tetapi mempunyai biaya transportasi
yang sangat berbeda. Adanya perbedaan biaya transportasi ini menunjukkan kenyataan
bahwa pada beban optimum dihasilkan biaya transportasi yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan beban normal.
Perbedaan biaya transportasi pada kondisi beban normal, beban optimal, dan beban
berlebih (overloading) dipengaruhi oleh biaya infrastruktur jalan terutama biaya perusakan
jalan atau damage factor cost. Pada kondisi overloading akan terjadi kenaikan biaya
perusakan jalan yang sangat drastis dibandingkan pada kondisi optimum maupun kondisi
beban normal. Sehingga beban berlebih harus dihindari agar kerusakan konstruksi jalan
dapat dihindari dan umur jalan sesuai dengan umur rencana.
2. Besarnya retribusi kelebihan muatan-road user tax bervariasi dari Rp 5,53/kg km untuk
LGV sampai dengan Rp 489,66/kg km untuk HGV truk 4 as.
Saran
1. Insentif perlu diberikan dalam bentuk pengaturan retribusi kelebihan muatan artinya
kendaraan yang memiliki potensi damage factor yang besar dikenakan retribusi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan kendaraan yang memiliki potensi damage factor
yang kecil.
2. Lebih memasyarakatkan penggunaan kendaraan truk tandem dan multi axle yang
mempunyai daya rusak (damage factor) yang lebih kecil baik pada kondisi muatan
standar maupun pada muatan berlebih (overload).
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1986. AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structures 1972 Chapter
III Revised 1986. Washington, D.C.
Mutazir. 1999. Sebuah Gagasan dalam Memformulasikan Pemberian Izin atas Lewatnya
Lalu Lintas Super Berat di Jalan Umum. Majalah Teknik Jalan dan Transportasi
No. 094 Edisi Bulan Maret, PT Pola Aneka, Jakarta. hal. 45– 48.
Rahim, Rahmad dan Heru Sutomo. 2001. Optimalisasi Beban As Truk dan Perhitungan
Pajak Jalan dalam rangka Meminimalkan Biaya Transportasi (Studi Kasus Jalan
Lintas Timur Sumatra Provinsi Riau). Media Teknik No. 1 Tahun XXIII Edisi
Februari 2001.
Sarwono, Djoko. 2001. Pembebanan Pada Konstruksi Perkerasan Jalan. Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Waluyo, Tri Djoko. 1999. Sebuah Analisis Tentang Nilai Kerugian Akibat Kelebihan
Muatan. Majalah Teknik Jalan dan Transportasi No. 094 Edisi Bulan Maret. PT
Pola Aneka, Jakarta. hal. 21– 23.
Widyatmoko, J. et al. 1999. Rasio rata-rata yang belum Rasional antara Pajak Kendaraan
saat ini dengan Daya Rusak Kendaraan pada Konstruksi Jalan. Konferensi
Regional Tekniki Jalan ke-6 Wilayah Barat, Pekanbaru. hal. 633-642