Anda di halaman 1dari 11

Ketoasidosis Diabetikum Pada Anak 6 tahun

Laotesa Rammang/102015144
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah penyakit metabolik yang merupakan penyulit


daripada Diabetes mellitus (DM) tipe 1. KAD ditandai dengan trias hiperglikemi, asidosis dan
ketosis. Antara gejala klinis yang sering terjadi pada KAD adalah polifagia, polidipsi dan
polyuria, pernafasan Kussmaul, fruity odour dan sebagainya. Namun begitu, terdapat terapi
yang bisa dilakukan seperti terapi cairan, terapi insulin dan terapi alkali serta harus di lakukan
pemantauan lanjut. Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi daripada KAD yaitu edema
otak yang bisa menyebabkan kematian.

Kata kunci: KAD, hiperglikemi, terapi

Abstract

Diabetic Ketoacidosis (KAD) is a metabolic disease that is a complication from type 1


diabetes mellitus (DM). KAD is characterized by triad of hyperglycemia, acidosis and ketosis.
Among the clinical symptoms that often occur in KAD are polyphagia, polydipcia and
polyuria, Kussmaul respiration, fruity odour and so on. However, there are treatments that
can be done such as fluid therapy, insulin therapy and alkaline therapy and should be done in
advanced monitoring. It aims to prevent complications rather than KAD which is brain edema
that can cause death.

Keywords: KAD, hyperglikemi, theraphy

1
Pendahuluan

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah merupakan suatu keadaan dimana terjadinya


gangguan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif, kekurangan cairan dan juga gangguan
asam basa. Ketoasidosis Diabetik (KAD) juga merupakan komplikasi akut dari diabetes dan
merupakan ciri khas DM tipe 1.1 DM tipe 1 adalah merupakan hasil dari interaksi genetik,
lingkungan dan faktor-faktor imunologik yang dapat menyebabkan destruksi pada sel beta
pankreas dan defisiensi insulin. Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu
menghasilkan insulin, Hiperglikemi dapat terjadi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.

Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi
total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak memungkin glukosa
untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein yang digunakan sebagai
bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton. Keton menurunkan pH darah dan
konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis. Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan
tingkat asidosisnya:

 RINGAN : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L


 SEDANG: pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
 BERAT : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L

Anamnesis

Anamnesa adalah suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien atau keluarga
pasien mengenai riwayat penyakit pasien. Terdapat 2 jenis anamnesa, yaitu autoanamnesis yaitu
ditanyakan langsung kepada pasien tentang penyakitnya dan alloanamnesis yang ditanyakan
kepada keluarga atau kerabat dekat pasien.

2
Bagi kasus ini, anamnesis dilakukan untuk mengetahui:

1. Identitas pasien: anak perempuan berusia 6 tahun


2. Keluhan utama: sesak
3. Riwayat penyakit sekarang: Poliuria, Polifagia, Polidipsi
Demam (-)
Batuk pilek (-)
Kejang (-)
Berat badan menurun
4. Riwayat penyakit dahulu: Trauma kepala (-)
Sesak (-)
5. Riwayat penyakit keluarga: (-)
6. Riwayat pengobatan: (-)
7. Riwayat sosial: (-)

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: Sakit berat

Kesadaran: Letargi
I. Tanda-tanda Vital:

 Tekanan Darah: 80/50mmHg


 Frekuensi nadi: 110x/menit
 Frekuensi nafas: 40x/menit
 Suhu: 36 ⁰C

II. Pemeriksaan Head to toe


 Kepala dan wajah: mukosa bibir dan mulut tampak kering
 Leher: dalam batas normal
 Thoraks: 1. Jantung- bunyi jantung 1-2 regular, gallop (-), murmur (-)

2. Paru- tidak ada retraksi, suara nafas vesikular, ronkhi (-), mengi (-)

 Abdomen: turgor kulit kembali lambat


 Ekstremitas: akral dingin, nadi teraba lemah dan mottled skin

3
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan kadar glukosa darah.

Untuk glukosa darah puasa, (GDP) pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum pasien di
ambil darahnya, setelah darah pasien di ambil darahnya, pasien di berikan makanan
seperti makanan yang biasanya dimakan.dua jam kemudian diambil darahnya untuk
pemeriksaan glukosa darah dua jam PP. Darah sentrifugasi untuk mndapatkan
serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosa darahnya.2 Glukosa darah sewaktu
(GDS), darah pasien diambil dan diperiksa darahnya pada waktu kapan pun. Nilai
rujukan GDP <110mg/dl, GDS <110mg/dl dan 2 jam PP < 140mg/dl.

 Analisa Gas darah:


Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang ditujukan
ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa
pasien. Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang
dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu system buffer, sistem respiratori, dan sistem
renal.3 PH normal adalah 7,35-7,45, oksigen (O2) 80-100mEq/L, karbon dioksida
(CO2) 35-45mmHg, bikarbonat (HCO3) 22-26 mEq/L
 Urinalisa:
Pemeriksaan urin atau biasa disebut analisa urin (urinalisa) merupakan pemeriksaan
penyaring yang dipakai untuk mengetahui adanya kelainan di dalam saluran kemih
yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk
mendeteksi adanya metabolit obat. Pemeriksaan urin meliputi pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik/sedimen dan kimia urin. Salah satunya adalah benda keton.
Terutama dilakukan pada pasien DM tipe 2 yang terkendali buruk,koma dengan
penyulit akut,dengan gejala KAD, pasien hamil. Nilai rujukan =< 0,6 mmol/L
darah,ketosis > 1 mmol/L darah. Indikasi KAD > 3 mmol/L darah.2

4
 Elektrolit:
Pemeriksaan elektrolit adalah pemeriksaan untuk memantau keseimbangan cairan di
dalam tubuh. Air/ cairan elektrolit ini berperan penting dalam fungsi kerja saraf dan
otot. Tujuannya adalah untuk mendiagnosa dan mengukur manajemen ginjal,
endokrin, asam-basa, keseimbangan air, dan kondisi lainnya. Biasanya pemeriksaan
ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan elektrolit darah yang lain seperti natrium
(Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg).Kadar normal Na+ darah 135-
145mEq/L, K+ 3,5-5,0 mEq/L, Cl- 98-110 mEq/L, Mg2+ 1,5-2,5 mEq/L

Diagnosis Kerja

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan suatu keadaan dimana terjadinya gangguan


metabolik karna akibat dari defisiensi insulin absolut atau relatif, kekurangan cairan dan juga
gangguan asam basa. Ketoasidosis Diabetik (KAD) juga merupakan komplikasi akut dari
diabetes dan merupakan ciri khas DM tipe 1.

Etiologi

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang.3 Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2. Keadaan sakit atau infeksi

3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati

Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:3

 Infeksi: pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel
darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
 Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
 Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat

5
 Kardiovaskuler: infark miokardium Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis,
kehamilan, pengobatan kortikosteroid and adrenergik.

Epidemiologi dan faktor resiko

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi DM tipe 1 di suatu
wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa,
angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan DM tipe 1
telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.4

Onset KAD pada DM tipe 1 lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4
tahun), memiliki orang tua dengan DM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status
sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid,
antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu
menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami DM tipe 1.5

Resiko KAD pada DM tipe 1 adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Resiko meningkat
pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode
KAD, Anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk
gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah
dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat
memicu terjadinya KAD.4

Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami
episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau
pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15%
di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik
yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin
meninggal sebelum mendapatkan terapi.

6
Patofisiologi

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan


konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
kekurangan atau inefektif insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon
kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut
mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan
glukoneogenesis, glikogenolisis dan produksi benda keton di hati. Hiperglikemia terjadi
akibat peningkatan produksi glukosa di hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis)
dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.1

Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat


(alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan
aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat,
dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis
utama yang bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.
Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis
osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular ! ltration rate.
Keadaan yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari
peningkatan produksi benda keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi deÞ siensi insulin
dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase
yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi
gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan
substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas
yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.1

Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya
distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar
malonyl coenzyme A (CoA) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A
melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam
lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl- transferase I (CPT I), enzim
untuk transesteriÞ kasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan
oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak
bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl
Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketogenesis.1

7
Manifestasi klinis

Simptom atau gejala DKA bisa bertambah atau berkembang dia atas 24 jam. DKA
merupakan gejala komplek awal yang dapat menunjang terjadinya DM tipe 1 tetapi bisa juga
terjadi kepada pasien yang sudah menderita diabetes. Polifagia, polidipsi dan poliuria
merupakan gejala khas pada pasien DM. Mual muntah biasanya menonjol dan terjadi kepada
pasien yang mempunyai hasil lab DKA dalam batas warrant. Selain itu bisa juga terjadi nyeri
pada abdomen yang mirip dengan pankreatitis akut atau ruptur viscus. Hiperglikemi yang
terjadi dapat menyebabkan terjadinya glukosuria, kekurangan cairan dan takikardi.
Hipotensi bisa terjadi karna kekurangan cairan atau volume depletion dan vasodilatasi
periferal. Pernafasan kussmaul dan fruity odor pada nafas pasien merupakan gejala klasik
pada DKA. Lethargi dan depresi pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan koma dengan
DKA berat tetapi harus di evaluasi juga penyebab lain dari gangguan mental status pasien
seperti infeksi dan hipoksia. 5

Tatalaksana

Tujuan segera terapi adalah untuk menambah volume cairan intravaskular, perbaikan
kekurangan cairan, elektrolit dan status asam basa dan mulai terapi insulin untuk memperbaiki
metabolisme antara.

1. Terapi cairan dan elektrolit


Untuk menambah cairan intravaskular yang berkurang dan koreksi dengan kurangnya
cadangan cairan dan elektrolit yang paling penting pada kasus KAD. Namun, insulin
eksogen juga penting dalam menghentikan dekompensasi metabolik lebih lanjut dan
memperbaiki metabolisme antara. dehidrasi biasanya sekitar 10% terapi cairan awal
dapat didasarkan pada perkiraan ini dengan penyesuaian lebih lanjut data klinis dan
laboratorium. Cairan awal haruslah salin isotonis 0.9%. karna hiperglikemi,
hiperosmolaritas adalah universal pada KAD oleh itu, salin 0.9% adalah hipotonis
berbanding osmolaritas serum pasien.penurunan osmolaritas haruslah bertahap karna
penurunan dapat menyebabkan terjadinya edema otak.kecepatan penggantian cairan
disesuaikan dengan memberikan 50-60% defisit dalam 12 jam pertama. Sisanya 40-5-
% diberikan 24 jam berikutnya. Pemberian glukosa 5% larutan dalam 0,2N salin
ketika kadar glukosa darah mendekati 300mg/dL agar membatasi penurunan
osmolaritas serum dan mengurangi resiko berkembangnya edema otak 5

8
Pemberian kalium haruslah dimulai dari awal karna kalium total tubuh sangat
berkurang pada saat asidosis walaupun kalum serum meningkat atau normal. Selama
koreksi asidosis, pergeseran kalium dari luar sel ke dalam sel dapat menyebabkan
hipokalemi yang mengancam nyawa. Karna itu, setelah penggantian awal cairan (20
ml/kg salin isotonis 0,9% ) diberikan, kalium ditambah pada infusat seterusnya jika
urin cukup dan kadar kalium harus dimonitor secara berkala. Pada EKG gelombang T
runcing (peaked) pada hiperkalemi dan rendah serta disertai gelombang U pada
hipokalemi. Karna pengobatan kalium tidak dapat diganti dalam pengobatan awal 24
jam, penambahan kalium harus diteruskan selama cairan diberikan secara intravena.5

2. Terapi Alkali
Dengan pemberian cairan, elektrolit, glukosa dan insulin, asidosis metabolik
biasanya terkoreksi. Pemberian bikarbonat dianjurkan apabila Ph 7,2 atau kurang.
Pada Ph 7,1-7,2 dan Ph kurang dari 7,1 harus diinfus selama 2 jam. Kemudian, status
asam basa harus dievaluasi lagi sebelum meneruskan terapi alkali lebih lanjut.
Bikarbonat tidak boleh diberikan dengan infus bolus karna dapat mempercepat aritmia
jantung.5
3. Terapi Insulin
Infus intravena terus menerus dengan dosis utama 0,1U/kg/jam. Kadar ini
dapat memberikan insulin yang terus menerus dalam plasma yang mendekati puncak
selama uji toleransi glukosa. Setelah jumlah insulin 6-8 jam dihitung, jumlah ini
ditambah pada 250 atau 500 ml botol 0,9% garam fisiologis. biasanya kadar glukosa
darah membaik lebih cepat berbanding ph dan bikarbonat plasma. Insulin bisa
diberikan infus atau injeksi subkutan selama asidosis masih ada walaupun glukosa
mendekati 300 mg/dl. Mungkin perlu ditambah 0,05-0,1U/kg/BB sampai asidosis
terkoreksi. Setelah asidosis terkoreksi, beri insulin segera melalui injeksi subkutan
dosis 0,2-0,4 setiap 6-8 jam sementara mempertahankan infus glukosa sampai anak
dapat mentoleransi penuh makanan. Glukosa dimonitor sebelum dan 2 jam setelah
setiap makan.5
Perbaikan ketonemia memerlukan waktu lebih lama daripada hiperglikemia.
Pengukuran langsung -OHB (beta hidroksi butirat) pada darah merupakan metoda
yang lebih disukai untuk pemantauan KAD. Selama terapi -OHB berubah menjadi
asam asetoasetat, yang menandakan bahwa ketosis memburuk. Selama terapi KAD
harus diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN, serum kreatinin, osmolalitas, dan

9
derajat keasaman vena setiap 2 -4 jam, sumber lain menyebutkan bahwa kadar glukosa
kapiler diperiksa tiap 1-2 jam.6 Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan
secara subkutan atau intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan
pemberian intravena pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang
rendah. Efektifitas pemberian insulin dengan intramuskular dan subkutan adalah sama,
namun injeksi subkutan lebih mudah dan kurang menyakitkan pasien. Pasien dengan
KAD ringan harus mendapatkan ‘priming dose’ insulin regular 0,4-0,6 u/kgBB,
setengah dosis sebagai bolus dan setengah dosis dengan subkutan atau injeksi
intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau intramuskular 0,1
u/kgBB/jam.6

Komplikasi

Edema otak atau serebri kebanyakannya terjadi kepada orang dewasa apabila
diberikan cairan secara berlebihan, bikarbonat berlebihan. Bisa terjadi beberapa jam setelah
pemberian terapi, indeks klinis dan biokimia menunjukkan perbaikan. Manifestasinya adalah
pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan menyeliputi nyeri kepala, penurunan
kesadaran, bradikardi, muntah dan sebagainya. Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari
seluruh kematian akibat KAD. 5

Pencegahan

Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang
tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit,
serta edukasi. Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM
tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan
penanganan yang tepat.

Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah :

1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan


pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di saat sakit.)
2. Menghindari stress dan menghindari puasa berkepanjangan
3. Mencegah dehidrasi dan mengobati infeksi secara adekuat
4. Melakukan pemantauan kadar gula darah/ keton secara mandiri.
10
Prognosis

Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada
pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang
mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat
dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang
sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.

Kesimpulan

Penyakit Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan trias
hiperglikemi, asidosis dan ketosis. Hal ini berpunca daripada DM tipe satu dimana terdapat kerusakan
pada sel beta pulau Langerhans dan hal ini secara tidak langsung akan menyebabkan kadar insulin
dalam tubuh akan berkurang disertai dengan kadar glucagon yang meningkat di sebabkan oleh
beberapa faktor resiko. Antara gejala yang bisa timbul adalah pilodipsi, polifagia, polyuria, nafas
berbau buah-buahan dan sebagainya. Namun begitu, hal ini bisa diatasi dengan pengobatan secara
medika mentosa seperti terapi insulin, terapi cairan dan terapi alkali disertai dengan pemantaun yang
lebih lanjut untuk mencegah daripada terjadinya komplikasi. Antara komplikasi yang bisa terjadi
adalah edema otak yang bisa menyebabakan terjadinya kematian jika tidak dideteksi secara dini dan
tidak diterapi dan dipantau dengan baik.

Daftar pustaka

1. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser,Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison principles of


internal medicine. 17th edition. McGraw-Hill:USA;2008.p. 2280-5

2. Adam JMF, editor. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan dalam:Endokrinologi


praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon;
2004.hal.105 – 13.

3. Loriaux L. diabetic ketoacidosis and hyperosmolar hyperglycemic syndrome. In:


endocrine emergencies. Portland: humana press; 2013. P. 23-30.

4. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diunduh dari website
.https://emedicine.medscape.com/article pada 25 november 2017.

5. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam Nelson Textbook of Pediatrics,


edisi ke-16. editor: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. WB Saunders Company,
2000.hal 1770-1777

6. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic
hyperosmolar syndrome. Diabetes Spectrum 2002;15(1):28-35.

11

Anda mungkin juga menyukai