Anda di halaman 1dari 2

LAURA

Semua yang ia miliki tidak berarti, ia tak ingin semua itu. Mobil yang
mewah , rumah yang megah takkan menggantikan kasih sayang orangtua
kepada anaknya. Ia sangat ingin merasakan kasih sayang itu. Ia tak tahu arti
hidup ini, walaupun ia pintar. Orang memanggilnya Laura si perempuan aneh.
Kenapa aneh? Karena ia selalu melakukan suatu hal diluar logika.

Aku dan Laura satu kelas dan teman dekat, tapi aku tidak tahu bagaimana
sikap Laura. Meskipun aku sudah lama belajar dan bermain dengannya. Belajar
di perguruan tinggi ini sangat membuatku lelah. Aku suka mengeluh tidak
seperti Laura, ia sangat terkenal oleh semua dosen karena kepintarannya dan
karena ia terampil ketika berbicara didepan kelas. Namun kehidupan ia di
kampus sangat berbeda dengan di luar kampus.

Lewat jam dua belas malam, tubuhku terasa lelah sekali, seperti dibebani
barang yang sangat berat. Aku merasakannya lelahnya otak seolah-olah aku
terus mengelilingi suatu bola. Aku bingung kenapa Laura selalu tiba di
rumahnya lewat jam dua belas malam. Kebetulan asramaku dekat dengan
rumahnya. Di balik jendela, aku melihat Laura melangkah bagaikan siput yang
berlari.Esok harinya pun sama, ia tiba di rumahnya pada pukul itu. Pada tengah
malam ini jarang sekali aku menerima telepon dari nomor yang tak dikenal.
“Hallo... ini Reni ya, temannya Laura.” “Ia memangnya ada apa?” “Ren, aku
Rizky teman dekat pacarnya Laura, kita lagi didepan kampus, kamu cepetin
kesini ya! Kasihan nih Laura!” Dengan jaket yang selalu menemaniku tiap
malam, aku pun langsung kesana “dan motornya,” aku hampir saja lupa, Rizky
menyuruhku agar bawa motor. Aku langsung menelpon Ray. “Ray! Aku
pinjam motor kamu sekarang, boleh gak?” Ray pun menemuiku dengan
motornya. “Reni ada apa? Kamu mau kemana? Ayo aku anterin!” “Enggak ray,
kamu turun aja, aku pinjam motor kamu aja enggak sama kamunya!” Jalan
sudah sepi dan sangat sepi, aku bisa seenaknya mengendarai motor dengan
kecepatan yang tinggi, aku lakukan itu, karena aku terburu-buru, aku khawatir
dengan Laura. Tiba disana, di depan kampus itu aku melihatnya tangannya yang
bercucuran darah dan matanya yang merah, ia Laura. Aku sangat kaget,kaget
sekali. Ia langsung naik ke motor duduk dibelakangku. “Laura kamu kenapa?
Kenapa bisa seperti ini?” “Aku pusing Ren.” Aku mengantarkannya pulang dan
di rumahnya ada ayah Laura yang duduk santai.
“Om! Ini Laura aku gak tahu dia seperti ini.” “Oh ia, terimakasih yah nak
Ren!” Hanya itu tanggapan ayahnya. Tanpa basa-basi akupun langsung pulang
ke asrama.

Besoknya Laura tetap ke kampus. “Reni! Makasih ya, kamu sudah anterin
aku.” “Iya Laura sama-sama.Eh! Kemarin kamu kenapa?” “Aku mabuk Ren,
aku beli narkoba yang harganya satu miliar rupiah dan aku campurin sama
darahku terus aku minum deh.” Ia pun tertawa dan pergi sambil menari-nari.
Aku bingung, ia benar-benar aneh. Di kampus ia seorang mahasiswi yang pintar
seperti mahasiswi yang sudah menemukan pintu gerbang menuju cita-citanya.
Tapi, diluar kampus ia seperti kehilangan arah bagaikan kapal laut yang berada
ditengah laut tanpa kompas, dengan tujuan tanpa arah.

Siang ini aku ditraktir sama Laura. Ia selalu mentraktir temannya dengan
makanan yang sangat lezat. Tapi ia sendiri belum makan dan tidak makan sama
sekali. Laura bilang”Ren, aku cape selalu berbuat konyol diluar logikaku, aku
ingin berubah.” Aku pun terdiam saat mendengar itu, itu seperti kata-kata yang
muncul dari hati yang suci. “Kenapa kamu selalu lakuin hal yang diluar
logika?” “Aku ingin kasih sayang dari orangtuaku Ren... terutama ibuku, aku
selalu anggap dia ada disanpingku.” “Itu memang perasaanmu, kamu inngin
ibumu ada di sampingmu, tapi apakah kamu ingin membuat ibumu tenang
dialam sana?” “Tentu saja ingin.”

Setiap saat aku selalu menyuruhnya agar mensyukuri apa yang ada dan
lakukan apa yang harus ia lakukan sesuai hatinya yang suci. Dalam beberapa
minggu ia pun berubah, sekarang sikapnya berarah. Kemarin tujuan pendidikan
dan arah sosialnya sangat bertolak belakang.

Akhirnya Laura menikmati indahnya hidup. Ia meninggalkan minuman


yang membuat pikirannya rusak. Tujuan dan arah hidupnya telah tepat, ia tidak
lagi pulang malam. Melihat sikapnya yang membaik itu, ayahnya pun berubah
menjadi ayah yang perhatian terhadap anaknya.

Anda mungkin juga menyukai