Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Semoga dengan adanya makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan Orang Pribadi” dapat
membantu semua pembaca ataupun kasus kasus yang sama tentang pokok bahasan tersebut.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan tantangan dan hambatan,
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dapat mengatasi kendala yang
ada. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama dosen pengampu mata Perpajakan.

Kamimohon maaf kepada pembacaapabila terdapat kesalahan dalam penyusunan


makalah ini serta kami juga mengharapkan bagi seluruh pihak atau pembaca dapat
memberikan kritik maupun saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Kediri, 16 Maret 2018

Penulis

Hal|1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5

A. Pengertian Pajak Penghasilan Orang Pribadi ..................................................... 5

B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Orang Pribadi ................................................ 6

C. Subjek Pajak Orang Pribadi ................................................................................ 6

D. Objek Pajak Orang Pribadi ................................................................................. 12

E. Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak ............................. 16

F. Cara Mengitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi............................................. 19

BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 25

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 25

B. Saran ................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 27

Hal|2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sedang pajak Penghasilan adalah pajak yang dibebankan kepada
penghasilan perorangan , perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa
diberlakukan secara progresif, proposional, atau regresif.

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada objek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang pribadi atau badan
usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non
jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan , pajak
merupakan sumber pengeluaran tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut.
Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya
sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkan.Untuk itu penulis akan membahas segala
sesuatu yang berkaitan dengan pajak penghasilan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi ?

2. Bagaimana dasar hukum pengaturan dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi ?

3. Siapa sajakah yang termasuk sebagai wajib Pajak Orang Pribadi ?

4. Apa sajakah objek dari Pajak Penghasilan Pribadi?

5. Apakah PTKP dan PKP itu ?

Hal|3
6. Bagaimana cara menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi ?

C. TUJUAN PENULISAN

Dalam makalah ini , memiliki tujuan yang hendak dicapai . Adapun yang menjadi
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

2. Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum pengaturan dari Pajak Penghasilan


Orang Pribadi.

3. Untuk mengetahui siapa sajakah subjek dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

4. Untuk mengetahui apa sajakah objek dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

5. Untuk mengetahui apakah PTKP dan PKP itu.

6. Untuk mengetahui bagaimana cara mengitung pajak penghasilan orang pribadi.

Hal|4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pajak mempunyai peranan penting dalam kehiduoan bernegara, tidak hanya
berfungsi sebagai sumber pendapatan negara, namun juga memiliki fungsi pendapatan.
Pajak penghasilan orang pribadi merupakan salah satu instrumen untuk mengatasi
ketimpangan distribusi pendapatan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kemiskinan, baik relatif dan mutlak,
menimbulkan beberapa kendala bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu negara.
Kesenjangan sosial di antara anggota masyarakat yang paling miskin dapat menyebabkan
ketidakstabilan politik dan ekonomi bagi bangsa secara keseluruhan. Sehinggan kesulitan
yang dialami oleh anggota masyarakat pada akhirnya dapat dirasakan secara umum.
Sedangkan untuk pengertian dari pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan untuk
orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat.
Mengacu pada pengertian diatas, Pajak Penghasilan Orang Pribadi dapat
diartikan sebagai pajak yang dibebankan kepada perseorangan yang telah menerima
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas
ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.
Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan
pembukuan, penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan
harga pokok penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya
akan dilakukan beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini
adalah penyesuaian penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan
kena pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan
pelaksanaannya, yang dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena
pajak.

Hal|5
Dalam hal wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
namun peredaran usahanya atau peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar setahun
maka Wajib Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selain itu
Wajib Pajak yang memiliki pekerjaan bebas seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan,
konsultan, penilai, aktuaris dan arsitek juga wajib melaporkan penghasilan brutonya dan
Pajak Penghasilannya.
B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen
oleh :

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Pajak Penghasilan.

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Pajak Penghasilan.

Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak
yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam :Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga


beberapa kali dalam:

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun


pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun


pajak 2006

C. Subjek Pajak Orang Pribadi


1. Subyek Pajak

Hal|6
Subjek Pajak adalah pihak-pihak yang dikenai kewajiban untuk melaksanakan
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Dapat meliputi orang pribadi maupun
badan (perusahaan). Dalam hal ini subyek pajak orang pribadi dibagi menjadi 2
kategori yaitu :
a. Subyek Pajak Dalam Negeri
Wajib pajak orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri menurut
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:

 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau

 Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, atau

 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subyek Pajak Luar Negeri


Wajib pajak orang pribadi yang menjadi subjek pajak luar negeri menurut Undang-
Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:

 Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang tidak
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
 Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang tidak
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

2. Yang Dikecualikan Sebagai Subyek PPh Orang Pribadi


 Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat
bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
lain di Indonesia, serta negara yang bersangkutan melakukan perlakuan
timbal balik. Contoh: Duta besar, Konsulat.

Hal|7
 Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan/pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di
Indonesia. Contoh: UNESCO, UNICEF.
3. Yang Wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi
 Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
 Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
modal dan lain-lain.
 Pegawai yang menerima penghasilan atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang jumlahnya telah
melebihi PTKP.
 Kuasa warisan yang belum terbagi.
 Pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pegawai BUMN/BUMD
sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1986.
 WNI yang bekerja pada Perwakilan Asing dan Perwakilan Organisasi
Internasional.
 Orang asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 dalam jangka waktu 12
bulan atau orang yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
 Masing-masing suami istri yang dikenakan Pajak Penghasilan secara terpisah
dalam hal :
1) Suami-istri telah hidup terpisah
2) Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pisah
harta dan penghasilan.
4. Kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi.
Kewajiban Pajak diantaranya :
a) Kewajiban mendaftarkan diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran
NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran
NPWP melalui media elektronik on-line (internet).

Hal|8
Bagi perseorangan maupun badan yang memenuhi syarat sebagai Wajib
Pajak, wajib mendaftarkan sendiri ke KPP atau K2KP untuk memperoleh NPWP.
UMKM milik perseorangan yang wajib memiliki NPWP adalah yang telah
memenuhi persyarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektifnya adalah
orang pribadi, sedangkan syarat objektifnya adalah memiliki penghasilan yang
akan dikenakan pajak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat
langsung lainnya, seperti : memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan
pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat
pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa
mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah.
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh
NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP2KP dengan
mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang
diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-register.
Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi
formulir permohonan antara lain sebagai berikut Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
dokumen yang diperlukan hanya berupa KTP yang masih berlaku. Kepada Wajib
Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP diberikan
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap.
b) Kewajiban Pembayarandan Pelaporan Pajak
- Pembayaran
Sesuai dengan system self assestment dimana wajib pajak orang pribadi wajib
untuk melakukan pembayaran pajak. Terdapat ragam metode pembayaran
pajak penghasilan yang dapat ditempuh Wajib Pajak dan juga ada berbagai
jenis pajak penghasilan yang bisa menjadi tanggungan WP tersebut.
Sehingga tata cara pembayaran pajak penghasilan menjadi ada beberapa,
tergantung dari metode pembayaran dan jenis pajak penghasilan yang akan
diurus.Tergantung dari metode pembayarannya, yaitu pembayaran
melalui online banking atau setor langsung melalui Kantor Pos atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, tata cara pembayaran Pajak
Penghasilan adalah sebagai berikut:

Hal|9
 Online Banking: Wajib Pajak perlu mendaftar untuk fasilitas online
banking pada bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bank
tersebut kemudian akan menyediakan aplikasi khusus pembayaran
pajak online. Saat melakukan pembayaran, WP harus mengisi terlebih
dahulu data yang diperlukan pada aplikasi dari bank tersebut. Saat
pembayaran sudah dilakukan, WP akan menerima nomor referensi
sebagai tanda bukti pembayaran. Setelah itu data yang sudah diisi beserta
nomor referensi perlu dikirim kepada bank yang bersangkutan, agar WP
dapat menerima Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank,
untuk dipergunakan pada laporan pajak yang akan dikirimkan kepada
kantor pajak.
 Setor langsung melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi: WP terlebih
dahulu melengkapi lembaran SSP sebelum menyetor pajak pada lokasi
yang diinginkan. Setelah menyetor pajak, lembaran SSP yang sudah diisi
akan dicap oleh Kantor Pos atau Bank Persepsi, dan WP akan menerima
NTPN dari tempat tersebut, beserta bukti pembayarannya.
- Pelaporan Pajak
Wajib pajak orang pribadi punya kewajiban melaporkan penghasilan, harta
dan kewajiban mereka setahun sekali dalam formulir SPT Tahunan ke KPP.
Jika ada status kurang bayar pajak, maka wajib pajak tersebut harus
membayar pajak melalui bank sebelum batas waktu yaitu setiap tanggal 31
Maret. Periode pelaporan SPT pajak orang pribadi adalah dari tanggal 1
Januari sampai 31 Desember dan harus dilaporkan ke KPP sebelum tanggal
31 Maret setiap tahunnya.Ada 3 macam SPT Tahunan:

 Formulir SPT 1770 (untuk wajib pajak dalam negeri dengan penghasilan
dari kegiatan usaha dan melakukan pekerjaan bebas).
 Formulir SPT 1770-S (untuk wajib pajak dalam negeri yang bekerja
dengan penghasilan per tahun di atas Rp 60 juta).
 Formulir SPT 1770-SS (untuk wajib pajak dalam negeri yang bekerja
dengan penghasilan per tahun di bawah Rp 60 juta).

Selanjutnya, isi formulir SPT tahunan pribadi Anda di aplikasi OnlinePajak.


Cara mengisi SPT Tahunan pribadi di OnlinePajak sangat mudah, cepat dan
dipandu selangkah demi selangkah. Klik saja tombol di bawah ini untuk

H a l | 10
mengetahui langkah-langkah mengisi dan melaporkan SPT tahunan pribadi
Anda di OnlinePajak.
Wajib pajak orang pribadi melaporkan formulir SPT pajak tidak lebih dari
tanggal 31 Maret setiap tahunnya. Ada dua cara melaporkan formulir SPT
pajak yaitu:

A. Manual

 Datang langsung ke KPP, pojok pajak, mobil pajak dan tempat khusus
penerimaan SPT pajak.
 Dikirim melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, jasa kurir dengan
menyimpan bukti pengiriman ke KPP.
B. Elektronik

 Menyampaikan laporan SPT Tahunan dengan e-Filing (lapor pajak


online) melalui penyedia jasa aplikasi pajak yang telah disahkan oleh
DJP seperti OnlinePajak. Agar dapat melakukan e-Filing, seseorang
harus memiliki EFIN terlebih dahulu yang bisa didapatkan dari KPP, lalu
melakukan e-filing dengan OnlinePajak seperti yang wajib pajak badan
selama ini lakukan.
c) Kewajiban dalam hal diperiksa
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan
fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.

Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah :


1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus
untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan
untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik;
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan;

H a l | 11
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
d) Kewajiban memberikan data
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data
dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang
dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan
data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain
(kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

D. Objek Pajak Orang Pribadi

Objek PPh Orang Pribadi adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Orang Pribadi, baik yang
berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh ditegaskan contoh tambahan kemampuan
ekonomis, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu :
a) Penghasilan dari pekerjaan
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang;
H a l | 12
2. Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
b) Penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas
1. Laba usaha;
2. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan atau pekerjaan bebas.
c) Penghasilan dari modal (investasi)
1. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal ;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
c. Keuntungan pengalihan harta dalam likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha ; atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apa pun ;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keaagamaan, badan pendidikan,
badan sosial, termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro kecil, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan ; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang ;
3. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian laba dari sisa hasil
usaha koperasi ;
4. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d) Penghasilan lain-lain
1. Hadiah dari undian.
H a l | 13
2. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
3. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala ;
4. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ;
5. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
6. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
7. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
8. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai
KUP
9. Surplus Bank Indonesia
Dari penegasan bahwa tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak merupakan objek pajak kecuali ditetapkan sebaliknya.
Dalam pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa jenis-jenis penghasilan tertentu
pajaknya ditetapkan secara final sehingga semua jenis penghasilan di Indonesia dapat
digolongkan menjadi 3 macam yaitu :
1. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang dipotong PPh Final (Pasal 4 ayat (2));
2. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak PPh tidak bersifat final (Pasal 4 ayat (1));
3. Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3))

Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan adalah:

1. Bantuan atau sumbangan dan harta hibahan.


1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak; dan
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan.

H a l | 14
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor.
7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
H a l | 15
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
E. Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Penghasilan Kena Pajak
1. Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap
penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam
negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak
penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. PTKP diatur dalam pasal
7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Besarnya PTKP tersebut Tarif PTKP terbaru untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan
PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah :

 Rp 54.000.000, untuk diri Wajib Pajak orang pribadi


 Rp 4.500.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
 Rp 54.000.000, untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami.
 Rp 4.500.000, tambahan bagi setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda garis keturunan lurus dan anak angkat yang jadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Maksud dari keluarga sedarah adalah masih garis keturunan lurus satu derajat
seperti ayah, ibu dan anak. Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus satu derajat yaitu mertua dan anak tiri, dan hubungan keluarga
semenda dalam garis keturunan ke samping adalah ipar.

Keluarga sedarah dan juga semenda garis keturunan lurus, yang jadi tanggungan
adalah orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat berhak dapat PTKP maksimal

H a l | 16
3 orang untuk tiap keluarga. Dan yang dimaksud dengan menjadi tanggungan sepenuhnya
adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya
ditanggung oleh Wajib Pajak.

Penerapan PTKP Tahun 2016 per tahun adalah sebagai berikut:

 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Istri Tidak Bekerja/Tidak Memiliki Usaha


- K/0 = Rp. 58.500.000,-
- K/1 = Rp. 63.000.000,-
- K/2 = Rp. 67.500.000,-
- K/3 = Rp. 72.000.000,-
Penjelasan (istri yang tidak bekerja):

- K/0 : Kawin tidak ada tanggungan Rp. 58.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp.
4.500.000)
- K/1: Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan Rp. 63.000.000 (Rp. 54.000.000 +
Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
- K/2: Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan Rp. 67.500.000 (Rp. 54.000.000 +
Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
- K/3: Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp. 72.000.000 (Rp. 54.000.000 +
Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)

 PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin)


- TK/0 = Rp. 54.000.000,-
- TK/1 = Rp. 58.500.000,-
- TK/2 = Rp. 63.000.000,-
- TK/3 = Rp. 67.500.000,-
Penjelasan:

- Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin
kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi
terkait/kelurahan).
- TK/0: Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp. 54.000.000
- TK/1: Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar Rp.
58.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000).
- TK/2: Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar Rp.
63.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 +Rp. 4.500.000).

H a l | 17
- TK/3: Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar Rp.
67.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp.
4.500.000).

 PTKP untuk Laki-Laki Kawin Istri Bekerja/Usaha


- K/I/0 = Rp. 112.500.000,-
- K/I /1 = Rp. 117.000.000,-
- K/I /2 = Rp. 121.500.000,-
- K/I /3 = Rp. 126.000.000,-
Penjelasan (Istri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha):

- PTKP untuk istri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung
dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada
lebih dari satu pemberi kerja dan/atau istri yang memiliki usaha (penghasilan
digabung dengan penghasilan suami)
- K/I/0 = Kawin Istri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan 112.500.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000)
- K/I/1 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan 117.000.000
(54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)
- K/I/2 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan 121.500.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)
- K/I/3 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan 126.000.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)
 PTKP Atas Warisan yang menghasilkan.

Penghasilan yang didapatkan dari warisan yang belum terbagi pada dasarnya
merupakan hak dan dapat dibagikan kepada para ahli waris yang berhak, serta
penghasilan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lainnya yang diterima
atau didapatkan oleh masing-masing ahli waris.

Maka dalam melakukan perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) masing-


masing ahli waris telah memperoleh pengurangan berupa PTKP, sehingga dalam
menghitung PKP atas penghasilan yang berasal dari warisan yang belum terbagi tidak
diberikan pengurangan berupa PTKP.

2. Penghasilan Kena Pajak

H a l | 18
Penghasilan kena pajak adalah penghasilan Wajib Pajak yang menjadi dasar
untuk menghitung pajak penghasilan. Pendapatan kena pajak diatur dalam Pasal
6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Penghasilan kena pajak didapat dengan menghitung penghasilan


bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan bruto
setelah dikurangkan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan didapat kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan mulai dengan
penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan berturut-turut lima tahun.

Untuk Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi, dalam menghitung


penghasilan kena pajak diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.

F. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi


Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif
pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang
pribadi dalam negeri adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %


Diatas Rp 50.000.000,00 s/dRp.250.000.000,00 15 %
Di atas Rp.250.000.000,00 s/d Rp.500.000.000,00 25%
Di atas Rp.500.000.000,00 30%

Contoh penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak Orang Pribadi :Jumlah
Penghasilan kena Pajak Rp 550.000.000,00Pajak Penghasilan terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 62.500.000,00
30% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00+
Rp. 110.000.000,00
 Cara Menghitung Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri.
H a l | 19
Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Menyelenggarakan PembukuanPenghasilan Kena Pajak
sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib pajak dalam negeri yang menyelenggarakan
pembukuan dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan
yang merupakan Objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-undang Pajak Penghasilan, dengan pengurangan-pengurangan sebagai berikut :

- Biaya-biaya yang diperkenankan termasuk kompensasi kerugian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan;

- Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan; dan

- Pengurangan-pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d dan


huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu:

a. Premi asuransi kesehatan, asuransi kesehatan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea
siswa, yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

b. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang


diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa :

- Pemberian makanan dan minuman bagi seluruh pegawai;

- Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah


tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh penghitungan bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan
:

- Peredaran bruto Rp 600.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan Rp 255.000.000,00

- Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 345.000.000,00

- Penghasilan lainnya Rp 5.000.000,00

H a l | 20
- Biaya untuk mendapatkan,menagih dan memeliharapenghasilan lainnya tersebut Rp
3.000.000,00 (-)Rp 2.000.000,00 (+)Jumlah seluruh penghasilan neto Rp
347.000.000,00

- Kompensasi kerugian Rp 2.000.000,00 (-)

- Penghasilan kena pajak(bagi Wajib Pajak Badan) Rp 345.000.000,00

- Pengurangan berupa Penghasilan TidakKena Pajak untuk Wajib Pajak orangPribadi


Rp 54.000.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak(bagi Wajib Pajak orang pribadi) Rp 291.000.000,00

Contoh Penghitungan dengan Menggunakan Norma PenghitunganDalam hal penghasilan


neto yang sebenarnya tidak dapat diketahui, maka Penghasilan Kena Pajaknya dihitung
dengan menggunakan Norma Penghitungan. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Contoh :

- Peredaran bruto Rp 600.000.000,00

- Penghasilan neto (menurutNorma Penghitungan) misalnya 20% Rp 120.000.000,00

- Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)

- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 125.000.000,00

- Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak Rp 71.000.000,00

Contoh Penghitungan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Yang Terutang Pajak
Dalam Bagian Tahun Pajak.Apabila kewajiban pajak subyektif orang pribadi yang
bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak,
maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.Dapat terjadi orang pribadi
menjadi Subyek Pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang
pribadi yang mulai menjadi Subyek Pajak pada pertengahan tahun pajak, atau yang
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka
waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang

H a l | 21
menggantikan tahun pajak.Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan
penghasilan netto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang
disetahunkan.
Contoh:

Orang pribadi kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam
negeri adalah 3 (tiga) bulan, dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan
sebesar Rp. 36.000.000,00 maka perhitungan Penghasilan Kena Pajaknya adalah
:Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp. 36.000.000,00Penghasilan setahun sebesar : 30 x
Rp. 36.000.000,00 Rp. 144.000.000,003 x 30

Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 54.000.000,00 (-)

Penghasilan Kena Pajak Rp. 90.000.000,00

Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri
yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak tersebut dihitung sebanyak jumlah hari
dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) kemudian dikalikan
dengan pajak penghasilan yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak. Untuk keperluan
penghitungan pajak penghasilan tersebut, tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh)
hari.
Dari contoh penghitungan diatas diketahui bahwa penghasilan kena pajaknya adalah
sebesar Rp 90.000.000,00. Penghitungan pajak penghasilan yang terutang dilakukan
sebagai berikut :

Pajak Penghasilan setahun :5% X Rp 90.000.000,00 = Rp 4.500.000,00

Pajak Penghasilan terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan) adalah :(3 X 30) X Rp
4.500.000,00 = Rp. 1.125.000,00

CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK LUAR


NEGERI
Cara menghitung Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak luar negeri dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :

1. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia;

H a l | 22
2. Wajib Pajak luar negeri lainnya.

Contoh penghitungan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.Bagi Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, cara penghitungan penghasilan kena pajaknya pada dasarnya sama dengan cara
penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri. Pelaksanaan
kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut dilaksanakan oleh Bentuk
Usaha Tetapnya di Indonesia. Oleh karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk
menyelenggarakan pembukuan dan penghasilan kena pajaknya dihitung dengan cara
penghitungan biasa, yaitu dihitung dengan cara :

”Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh dan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikurangi dengan pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 9
ayat (1) huruf d dan huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan”.

Contoh :

- Peredaran bruto Rp. 400.000.000,00

- Biaya untuk menambahkan, menagih dan memelihara penghasilan Rp. 275.000.000,00

- Penghasilan bunga Rp. 5.000.000,00

- Penjualan langsung barang oleh kantorpusat yang sejenis dengan barang yangdijual
bentuk usaha tetap Rp. 200.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagihdan memelihara penghasilan Rp. 150.000.000,00


(-)Rp. 50.000.000,00

- Penghasilan yang diterima atau diperolehkantor pusat yang mempunyai hubungan


efektif dengan bentuk usaha tetap Rp. 2.000.000,00 (+)Rp. 182.000.000,00

- Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp. 7.000.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak Rp. 175.000.000,00

Contoh penghitungan pajak Wajib Pajak Luar Negeri Lainnya.


Undang-undang Pajak Penghasilan menentukan bahwa bagi Wajib Pajak luar negeri yang
H a l | 23
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan tidak melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, kewajiban perpajakannya dilaksanakan dengan cara pemotongan oleh pihak
yang wajib melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.

Contoh 1:Subjek Pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp 100.000.000,00


kepada Wajib Pajak luar negeri, maka Subjek Pajak dalam negeri tersebut berkewajiban
untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp
100.000.000,00.

Contoh 2 :Seorang atlit dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan
lari maraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang, maka atas hadiah tersebut
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).

Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam bagian tahun pajak dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak
tersebut dibagi 360 dan dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak.
Untuk keperluan penghitungan pajak, tiap bulan yang penuh dihitung 30 hari.

Contoh :

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.54.816.000,00.

Pajak Penghasilan setahun :

5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00

15% x Rp. 4.816.000,00 = Rp. 722.400,00

= Rp. 3.222.400,00

Pajak Penghasilan terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan)(3 x 30) x


Rp.3.222.400,00. = Rp.805.600,00

H a l | 24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak
Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Sedangkan untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah pajak yang dibebankan
kepada perseorangan yang telah menerima penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

2. Dasar Hukum pengaturan Pajak Penghasilan di Indonesia adalah sebagai berikut

- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

- Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak
yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam :Peraturan Pemerintah Nomor
47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun


pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun


pajak 2006

3. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan


adalah sebagai berikut:

- Orang Pribadi dibedakan menjadi dua yaitu : Orang Pribadi dalam Negeri dan
Orang Pribadi Luar Negeri

- Harta Warisan yang belum Terbagi

- Bentuk Usaha Tetap

- Badan

4. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan


ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari

H a l | 25
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun .

5. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak ) adalah penghasilan yang menjadi batasan
tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila
penghasilan netto wajib pajak orang pribadi jumlahnya di bawah PTKP tidak akan
terkena pajak penghasilan (PPh) pasal 25 /29 dan apabila berstatus sebagai
pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh pasa 21 maka penghasilan
tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh pasal 21 .

6. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan


besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari
pengurangan antara penghasilan bruto wajib pajak dengan pengurang penghasilan
bruto.

C. SARAN

Dari uraian diatas penulis berharap bagi semua pihak yang berwenang dalam
pemungutan pajak agar pajak yang di dapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.

Selain itu untuk wajib pajak juga seharusnya lebih sadar bahwa kewajiban untuk
membayar pajak harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena pajak bermanffat sekali
untuk kelancaran hidup benegara.

H a l | 26
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pajak Penghasilan Ditjen Pajak Kementrian Keuangan


Suandy, erly. Hukum Pajak. 2005. Salemba Empat: Jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Penghasilan_tidak_kena_pajak
https://dosen.perbanas.id/penghitungan-pajak-penghasilan-orang-pribadi/
https://azanulahyan.blogspot.co.id/2014/06/contoh-menghitung-pph-wajib-pajak-orang-
pribadi.html
http://binajasakonsultanpajak.blogspot.co.id/2013/02/pajak-penghasilan-orang-pribadi-pph-
op.html
http://www.pajak.go.id/content/1223-penghasilan-kena-pajak-pkp
http://www.pajak.go.id/content/22114-penghasilan-yang-tidak-termasuk-objek-pajak
http://pelayanan-pajak.blogspot.co.id/2009/03/penghasilan-yang-tidak-termasuk-sebagai.html
https://www.online-pajak.com/id/tata-cara-pembayaran-pajak-penghasilan
https://www.online-pajak.com/id/wajib-pajak-orang-pribadi
https://contohdanfungsi.blogspot.co.id/2013/02/subjek-pajak-orang-pribadi.html

H a l | 27

Anda mungkin juga menyukai