Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri
Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin,
pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium
permanganat. Prekursor Farmasi yang terdiri atas Ephedrine, Ergometrine,
Ergotamine, Norephedrine, Potassium Permanganat, dan Pseudoephedrine
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2010 tentang Prekursor.

Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika, pengolongan
Narkotik menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 Narkotik golongan I Narkotika
golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggimengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Daun Kokain,
Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis
lainnya. Narkotik golongan II Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon,
Dll. Narkotika golongan III Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang
memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina,
Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran
lainnya.
Psikotropika adalah obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut UU No.5
Tahun 1997 psikotropika digolongkan menjadi: Psikotropika golongan I adalah
psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, dan metilendioksi
metilamfetamin (MDMA). Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan
fensiklidin. Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amobarbital, pentabarbital, dan siklobarbital.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.

1.2. Rumusan Masalah

Menjelaskan proses Pengadaan sampai pengolahan Narkotik, Piskotropik dan


Precursor
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengadaan
a. Prekursor

1. Pengadaan Prekursor Farmasi dapat dilakukan melalui impor


langsung atau melalui Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT
Prekursor Farmasi).

2. Pengadaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung


Prekursor Farmasi melalui impor langsung dapat dilakukan bila
industri farmasi telah memiliki izin sebagai Importir Produsen
Prekursor Farmasi (IP Prekursor Farmasi)

3. Pengadaan Prekursor Farmasi harus berdasarkan rencana


kebutuhan produksi tahunan Prekursor Farmasi.

4. Pengadaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung


Prekursor Farmasi melalui impor harus dilengkapi dengan AHP
dan SPI sesuai dengan ketentuan dalam peraturan menteri
Kesehatan No 10 Tahun 2013 tentang Ekspor dan Impor
Narkotika Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan ketentuan
dalam Peraturan Kepala Badan POM No 32 Tahun 2013 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil
Pengawasan dalam Rangka Impor dan Ekspor Narkotika
Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

5. Pengadaan Prekursor Farmasi kepada industri farmasi dalam


negeri yang memproduksi prekursor farmasi dan melalui IT
harus dilengkapi dengan surat pesanan.

6. Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud pada butir A.5,


harus:
a. Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip (Anak Lampiran 1a
contoh form surat pesanan prekursor farmasi dari industri farmasi
kepada IT Prekursor Farmasi);
b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi
dengan mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) dan stempel perusahaan;
c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi pabrik, dan
lokasi gudang bila berada di luar pabrik, nomor telepon/faksimili,
nomor izin Industri Farmasi;
d. Mencantumkan nama Prekursor Farmasi dan/atau obat
Mengandung Prekursor Farmasi, jumlah (ditulis dalam bentuk
angka dan huruf), bentuk dan kekuatan sediaan, besar dan jenis
kemasan;
e. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang
jelas atau cara lain yang dapat tertelusur.

7. Prekursor Farmasi yang dimiliki oleh Industri Farmasi tidak


boleh dipindahtangankan kepada pihak lain walaupun dalam satu
grup.

8. Pada saat penerimaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat


Mengandung Prekursor Farmasi harus dilakukan pemeriksaan
kesesuaian antara fisik dan data dalam faktur, Surat Pengiriman
Barang (SPB) dan/atau Certificate of Analysis, terhadap:

a. Kebenaran nama produsen dan pemasok, nama Prekursor


Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
kemasan;

b. Nomor bets dan tanggal daluwarsa.

c. Kebenaran nama produsen dan pemasok, nama Prekursor


Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
kemasan;

d. Nomor bets dan tanggal daluwarsa.

9. Apabila pada pemeriksaan sebagaimana disebutkan pada butir


A.8. terdapat kemasan termasuk segel dan penandaan yang rusak,
terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan Surat Pesanan, maka:

a. Prekursor Farmasi tersebut harus ditempatkan di area “karantina


ditolak” dan dilaporkan kepada Menteri.
b. Apabila Prekursor Farmasi tersebut diperoleh dari impor
langsung harus segera:
 direekspor sesuai dengan ketentuan ekspor
dalam peraturan perundang-undangan, atau
 dimusnahkan mengacu kepada ketentuan mengenai pemusnahan
(butir G).

c. Apabila Prekursor Farmasi diperoleh dari IT harus segera diretur


ke IT yang bersangkutan. (Anak Lampiran 2 contoh form
pengembalian Prekursor Farmasi)

d. Prekursor Farmasi tersebut harus ditempatkan di area “karantina


ditolak” dan dilaporkan kepada Menteri.

e. Apabila Prekursor Farmasi tersebut diperoleh dari impor


langsung harus segera:
 direekspor sesuai dengan ketentuan ekspor
dalam peraturan perundang-undangan, atau
 dimusnahkan mengacu kepada ketentuan mengenai pemusnahan
(butir G).

f. Apabila Prekursor Farmasi diperoleh dari IT harus segera diretur


ke IT yang bersangkutan. (Anak Lampiran 2 contoh form
pengembalian Prekursor Farmasi).

10. Prekursor Farmasi yang diterima harus segera ditimbang kembali


setelah dilakukan pemeriksaan pada butir A.8, di saksikan oleh
penanggung jawab produksi atau penanggung jawab gudang
untuk memastikan kesesuaian berat (bruto). Hasil penimbangan
kembali harus dicatat dan didokumentasikan.

11. Terhadap Prekursor Farmasi yang telah ditimbang dilakukan


pengambilan sampel untuk keperluan pengawasan mutu dan
sampel pertinggal. Jumlah sampel yang diambil harus sesuai
dengan Standar Prosedur Operasional pengambilan sampel.
Jumlah sampel yang diambil, sisa hasil pengujian, dan sampel
pertinggal harus didokumentasikan dalam kartu stok bahan obat
dan buku log pengambilan sampel. Penimbangan tersebut harus
disaksikan sekurang-kurangnya oleh supervisor pengawasan
mutu.

12. Pengadaan baku pembanding impor mengacu pada butir A.4 dan
apabila pengadaan melalui Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional (PPOMN) berdasarkan rekomendasi Direktorat
Pengawasan Napza sesuai dengan Anak Lampiran 3 Persyaratan
Pengadaan Baku Pembanding Melalui PPOMN.
b. Narkotik
Dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan
Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel
apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya
dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika
c. Piskotropika
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan barang dapat melalui
2 cara yaitu pembelian dan konsinyasi. Pembelian barang di apotek
sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan setempat.
Prosedur pembelian meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. PersiapanPengumpulan data obat dan perbekalan farmasi yang
akan dipesan berdasarkan bukudefecta (buku barang habis) baik
dari bagian penerimaan resep, obat bebas maupun dari gudang.
2. Pemesanan Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat
Pemesanan (SP) untuk setiapsupplier. Surat pemesanan di
Apotek ada tiga macam yaitu surat pesanan narkotika, surat
pesanan psikotropika, dan surat pesanan untuk obat selain
narkotika dan psikotropika. SP minimal dibuat 2 rangkap
(untuk supplier dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA
dengan mencantumkan nama dan nomor SP serta cap apotek.
SP pembelian Narkotik dibuat 5 rangkap, 1 lembar merupakan
arsip untuk administrasi apotek dan 4 lembar dikirim ke PBF
Kimia Farma, selanjutnya PBF Kimia Farma menyalurkan
kepada kepala Dinas kesehatan Kota/Kabupaten, BPOM dan
penanggungjawab Narkotika di Depot Kimia Farma Pusat. Satu
lembar surat pesanan untuk memesan satu jenis narkotika. SP
untuk psikotropika, format telah ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan, dibuat rangkap 3, satu lembar (asli) untuk PBF dan
dua lembar (tembusan) untuk arsip apotek dan pengecekan
barang datang. Dalam satu SP dapat memuat lebih dari satu item
obat, pemesanan bisa dilakukan selain PT. Kimia Farma.
3. Barang yang datang dicocokkan dengan faktur dan SP (Surat
Pesanan).Faktur tersebut rangkap 4-5 lembar, dimana untuk
apotek diberikan 1 lembar sebagai arsip, sedangkan yang
lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan
digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut
berisikan nama obat, jumlah obat, harga obat, bonus atau
potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal jatuh tempo.
Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur
mengenai transaksi penjualan (Hartini dan Sulasmono, 2007).

B. penerimaan
a. Narkotik
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan
pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan
pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
b. Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan
pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan
pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah Psikotropika yang
dipesan
C. penyimpanan
Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
memenuhi Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat yang
Baik, dan/atau standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
D. penyerahan

Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:


• Apotek;
• Puskesmas;
• Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
• Instalasi Farmasi Klinik; dan
• dokter.
E. pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dilakukan dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
termasuk sisa penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.
F. pelaporan. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat


(4) paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran dan persediaan awal dan akhir.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Me nteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

03/MENKES/2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan,

dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Anda mungkin juga menyukai