Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN PENGAMATAN

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Disusun Oleh :
Nama : Akmal Faiq F.H
No.Absen : 3
Kelas : VII C

SMP NEGERI 9 YOGYAKARTA


Bangunan rumah sandi terletak di Dusun Dukuh, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten
Kulon Progo. Luas bangunan ini kurang lebih 118 m2, dengan luas tanah 1190 m2. Rumah sandi
terdiri dari dua bangunan yang dijadikan satu, yaitu bangunan bagian depan dan bagian belakang.
Bangunan depan merupakan bangunan yang dibangun pada tahun 1970, sedangkan bangunan
belakang merupakan bangunan lama yang dahulu digunakan sebagai rumah sandi.

Riwayat mengenai berdirinya rumah sandi tidak lepas dari sejarah perjuangan bangsa dalam
mempertahankan kemerdekaan, yakni pada saat terjadi agresi militer Belanda II 19 Desember 1948 di
ibukota Yogyakarta. Di daerah Kulon Progo, pedesaan juga memiliki peran dalam masa revolusi,
salah satunya Dusun Dukuh. Pedukuhan Dukuh menjadi salah satu tempat penting dalam usaha
melakukan taktik perang gerilya, dan juga merupakan bagian dari eksistensi persandian nasional yang
mengawal perjuangan kemerdekaan RI.

Agresi militer Belanda tersebut membuat situasi pemerintahan di Yogyakarta tidak stabil. Hal ini juga
berpengaruh terhadap eksistensi kegiatan hubungan code (komunikasi sandi) yang waktu itu
berkantor di Jalan Batanawarsa 32 (sekarang Jalan I Dewa Nyoman Oka). Pada saat Belanda
menyerang kantor sandi negara tersebut, beberapa personil berhasil selamat, diantaranya Letnan II
Soemarkidjo dan Letnan Muda Soedijatmo. Keduanya kemudian pergi menuju ke Dekso yaitu sebuah
desa di tepi barat Kali Progo di kaki pegunungan menoreh. Di daerah dekat Dekso terdapat Markas
Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP TB. Simatupang), yang berkedudukan di Desa Banaran (sekitar 5
km dari Dekso).

Selang beberapa hari dr Roebiono Kertopati, Letnan II Harjoko dan Wijonarko yang bermaksud
meneruskan perjalanan ke Jawa Barat tiba di Dekso. Dalam rangka mengadakan hubungan code
maka dr Roebiono Kertopati menentukan tugas masing-masing. Letnan II Soemarkidjo dan Letnan
Muda Soedijatmo tinggal di Dekso. Kemudian mendirikan bagian code yang berkedudukan di bawah
PHB Angkatan Perang yang kemudian pindah di desa Dukuh.

Pada saat itu Letnan II Soemarkidjo ditunjuk sebagai Kepala Kamar Code dan mendapat tugas
tambahan dalam rangka pengamanan terhadap KSAP. Tamu-tamu KSAP harus mendaftar dulu di
“check-point I” di Staf PHB Angkatan Perang di Dekso, kemudian di “check-point II” di Dukuh (Letnan
Soemarkidjo).

Berdasarkan catatan kisah pengalaman perjuangan Kolonel TB Simatupang selama perang


kemerdekaan disebutkan bahwa staf penerangan dari markas MBKD di Boro dan markas sandi negara
di Dukuh membuat pemancar-pemancar kecil yang disambungkan dengan pemancar radio PHB PC-2
yang ada di Banaran, Playen, Gunung Kidul dan Balong. Berbagai komunike perjuangan tersebut
dapat direlay melalui pemancar radio dan dapat diterima sampai ke Jakarta, Sumatra dan New Delhi.

Hubungan komunikasi code tersebut berjalan sampai kembalinya Yogyakarta ke pangkuan Republik
Indonesia, paska persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB). Penanda tanganan hasil Konferensi
meja Bundar (KMB) dapat dikatakan merupakan titik pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda.

SUMBER : http://purbakalayogya.com/

Anda mungkin juga menyukai