Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA GIZI


KURANG PADA ANAK BALITA USIA 24-59 BULAN (STUDI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG TAHUN 2017)

Rizky Arum1, M. Zen Rahfiludin2, S.A Nugraheni3


* Rizky Arum, rizkyarum95@gmail.com

ABSTRACT

Data of surveilans nutritional Indonesian on 2016 mentioned percentage of


moderately malnourished in Indonesia severally 11,1%, this grade identified that
Indonesian belong to country with undernutrition (>5%). The aim of this research
was to review factor who has connection with malnourished children aged 24-59
month at Halmahera local goverment clinic, Semarang city. This research using
quantitative method with analytic descriptive and chase control design.
Respondense of this research were 68 mom and children consist 34 chases and
34 control, and continued using chi-square test. Results of this research showed
that mother’s education (CI= 0,616-6,139 ; OR= 1,944) was not correlate and
was not a risk factor, mother’s knowledge (CI= 0,343-2,302 ;OR=0,889) was not
correlate and was not a risk factor but a protective factor, infectious disease (CI=
0,431-2,950; OR= 1,128) was not correlate and was not a risk factor, toddlers
caring pattern (CI= 0,305-2,048 ; OR= 0,790) was not correlate and was not a
risk factor but a protective factor, total family member (CI= 0,639-4,851 ; OR=
1,833) was not correlate and was not a risk factor, economic status (CI=0,466-
3,786 ; OR= 1,329) was not correlate and was not a risk factor, utilization of
health service (CI= 0,229-4,373 ; OR= 1,000) was not correlate and was not a
risk factor, Level of Energy Consumption (CI= 0,097-1,030 ; OR= 0,316) was not
correlate and was not a risk factor but a protective factor, and Level of Protein
Consumption (CI= 0,284-6,681 ; OR= 1,378) was not correlate and was not a risk
factor. This research recommended mothers to keep maintaining toddler’s
nutritional intake in order to increase toddler’s nutritional needs, and mothers
were suggested to bring KMS so they could see the children’s development
graphs.

Keywords : Nutritional Status, Malnutrition, Toddlers

PENDAHULUAN utama yang perlu diselesaikan. Data


Status gizi yang baik surveilans gizi atau pemantauan
merupakan salah satu faktor untuk status gizi (PSG) Indonesia tahun
menentukan keberhasilan dalam 2016 menyebutkan bahwasannya
pembangunan kesehatan yang pada peresentase balita kurus di
dasarnya adalah bagian yang tak Indonesia sebesar 11,1%, angka ini
mungkin terpisahkan dari mengindentifikasikan bahwa
pembangunan nasional secara Indonesia termasuk negara dengan
keseluruhan. Indonesia saat ini kategori gizi akut (>5%). Pemerintah
masih memiliki beban gizi sebagai terus berupaya untuk meningkatkan
masalah kesehatan masyarakat status gizi masyarakat, sehingga hal

175
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ini menadi fokus dalam Rencana wilayah Kota Semarang, karena dari
Pembangunan Jangka Menengah 37 puskesmas di Kota Semarang
Nasional (RPJMN) bidang terdapat satu wilayah puskesmas
kesehatan yang beberapa targetnya yang memiliki gizi kurang terbanyak
meliputi dalam peningkatan status di tahun 2016. Menurut pemaparan
gizi balita diantaranya ialah dari salah satu bagian KIA
menurunnya bayi dengan berat (Kesehatan Ibu dan Anak) di
badan lahir rendah (BBLR) (8%), Puskesmas Halmahera mengatakan
menurunnya prevalensi kekurangan bahwa pada tahun 2016 memang
gizi (underweight) pada anak balita banyak sekali pemberian MP ASI
(17%), menurunnya prevalensi yang langsung diberikan kepada
stunting (pendek dan sangat Posyandu. Hal inilah yang menjadi
pendek) anak baduta (28%), dan alasan peneliti untuk melakukan
prevalensi wasting (kurus dan penelitian tentang “Faktor-Faktor
sangat kurus) anak balita (9,5%).1 yang Berhubungan dengan
Secara nasional ada empat Terjadinya Gizi Kurang pada Anak
masalah gizi utama di Indonesia Balita Usia 24-59 Bulan (Studi di
yaitu kurang kalori dan protein Wilayah Kerja Puskesmas
(KKP), kekurangan vitamin A, Halmahera Kota Semarang Tahun
kekurangan garam besi dan anemia, 2017)”.
dan gondok pendek atau gangguan
akibat kekurangan yodium.2 Proses METODE
pembangunan di Indonesia Penelitian ini menggunakan
meskipun mampu mengatasi metode penelitian kuantitatif dengan
persoalan ini, tetapi dilihat dari jenis deskriptif analitik dan
kecenderungan dan statistik masih rancangan penelitian case control.
banyak persoalan yang perlu Sampel pada penelitian ini
diselesaikan terutama yang menggunakan teknik purposive
bersangkutan dengan balita sampling dimana dalam penelitian
kekurangan gizi.3,4 ini masing-masing subjek atau unit
Di wilayah Kota Semarang dari populasi tidak memilki peluang
permasalahan gizi yang masih ada yang sama untuk terpilih kedalam
yaitu masalah gizi kurang dan gizi sampel. Sampel pada penelitian ini
buruk. Prevalensi status gizi balita yaitu Ibu yang memiliki anak balita di
menurut BB/U di tahun 2015 ialah usia 24-59 bulan dengan status gizi
3,54% gizi kurang, 0,40% gizi buruk, kurang dan gizi baik. Berdasarkan
4,36% gizi lebih, dan 91,69% gizi hasil perhitungan sampel minimal
baik.5 Berdasarkan laporan Dinas pada penelitian didapatkan hasil 34
Kesehatan Kota Semarang sampel yang terdiri dari
permasalahan gizi kurang pada perbandingan kasus:kontrol = 1:1,
balita menurut BB/U tahun 2013 dimana sampel pada penelitian ini
kasus gizi kurang terdapat 5,32%, ialah 34 Ibu yang memiliki anak
ditahun 2014 kasus gizi kurang di balita gizi kurang dan 34 Ibu yang
lapangan sebanyak 2,73%, di tahun memiliki anak balita kasus gizi baik
2015 kasus di lapangan sebanyak dengan melihat kriteria inklusi dan
3,54%. Prevalensi kasus gizi kurang ekslusi. Penentuan sampel dengan
setiap tahunnya mengalami naik kriteria inklusi pada gizi kurang
turun. Kasus gizi kurang yang terus maupun gizi baik ialah anak balita
mengalami perubahan menjadi dengan gizi kurang ataupun gizi baik
permasalahan yang cukup serius di usia 24-59 bulan dan Ibu sebagai

176
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pengasuh balita. Kriteria ekslusi Berdasarkan tabel 1.


pada sampel gizi kurang ataupun menunjukkan bahwa 34 gizi
gizi baik yaitu keluarga anak balita kurangdan gizi baik jenis kelamin
yang berpindah rumah dan keluarga laki-laki berjumlah (52,9 %) dan jenis
anak balita yang tida bersedia kelamin perempuan berjumlah (47,1
menjadi responden penelitian. %). Usia anak balita gizi kurang
Pengumpulan data pada penelitian dengan rentang usia 12-36 bulan
ini menggunakan lembar kuesioner sebanyak (52,9 %) dan usia 37-59
dengan metode wawancara untuk bulan berjumlah (47,1 %), serta 34
mengetahui pendidikan, anak balita gizi baik dengan rentang
pengetahuan, penyakit infeksi, pola usia balita 12-36 bulan berjumlah
asuh anak balita, jumlah anggota (47,1 %) dan anak balita dengan
keluarga, status ekonomi, usia 37-59 bulan berjumlah (52,9 %).
pemanfaatan pelayanan kesehatan, Pekerjaan Ibu lebih banyak menjadi
dan menggunakan formulir FFQ- Ibu Rumah Tangga (IRT) yang
Semiquantitaive untuk mengetahui berjumlah 61,8 %.
tingkat konsumsi energi dan tingkat
konsumsi protein. Data dikumpulkan Tabel 2. Rerata dan SD pada Usia
dan diolah dengan menggunakan Balita
SPPS dan software Rerata SD
Nutrisurvey.Analisis data yang Kasus Kontrol Kasus Kontrol
digunakan yaitu analisis univariat 38,00 38,41 9,592 9,264
dan bivariat dengan menggunakan Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat
uji chi square. bahwa rerata pada gizi kurang
sebesar 38,00 (±9,592) dan rerata
HASIL pada gizi baik sebesar 9,592
A. Analisis Univariat (±9,264).
Tabel 1.Karakteristik Responden
yaitu Status Gizi Balita, Jenis Tabel 3. Distribusi Frekuensi
Kelamin, Usia Balita dan Pekerjaan Pendidikan Ibu, Pengetahuan Ibu,
Ibu balita. Penyakit Infeksi, Pola Asuh Anak
Status Gizi Balita, Jumlah Anggota Keluarga,
Variabel Kasus Kontrol Status Ekonomi Keluarga, dan
f % f % Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Jenis Kelamin Status Gizi
Laki-Laki 18 52,9 18 52,9 Variabel Kasus Kontrol
Perempuan 16 47,1 16 47,1 f % f %
Jumlah 34 100 34 100 Pendidikan
Usia Balita Rendah 10 29,4 6 17,6
12-36 bulan 18 52,9 16 47,1 Tinggi 24 70,6 28 82,4
37-59 bulan 16 47,1 18 52,9
Jumlah 34 100 34 100
Jumlah 34 100 34 100
Pengetahuan
Pekerjaan Ibu
Kurang 17 50 18 52,9
Buruh 4 11,8 4 11,8
IRT 22 64,7 20 58,8 Baik 17 50 16 47,1
Pegawai 1 2,9 0 0 Jumlah 34 100 34 100
Swasta 1 2,9 6 17,6 Penyakit Infeksi
Wiraswasta 6 17,6 4 11,8 Ya 15 44,1 14 41,2
Jumlah 34 100 34 100 Tidak 19 55,9 20 58,8
Jumlah 34 100 34 100

177
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Pola Asuh Anak Balita Status Gizi


Kurang 16 47,1 18 52,9 Variabel Kasus Kontrol
Baik 18 52,9 16 47,1 f % f %
Jumlah 34 100 34 100 TKE
Jumlah Anggota Keluarga Kurang 5 14,7 12 35,3
Besar 22 64,7 17 50 Cukup 29 85,3 22 64,7
Kecil 12 35,3 17 50 Jumlah 34 100 34 100
Jumlah 34 100 34 100 TKP
Status ekonomi Kurang 4 11,8 3 8,8
Miskin 11 32,4 9 26,5 Cukup 30 88,2 31 61
Tidak 23 67,6 25 73,5 Jumlah 34 100 34 100
miskin Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
Jumlah 34 100 34 100 bahwa TKE kurang lebih banyak
Pemanfaatan pelayanan kesehatan pada kelompok gizi baik sebesar
35,3%. TKP kurang lebih banyak
Kurang 4 11,8 4 11,8
pada kelompok gizi kurang sebesar
Baik 30 88,2 30 88,2
11,8%.
Jumlah 34 100 34 100
Berdasarkan tabel Tabel 5 Rerata dan SD
3.Menunjukkan bahwa pendidikan variabel Pengetahuan, Pola Asuh
terbanyakan pada kelompok pada Anak Balita, Status Ekonomi, dan
gizi baik dengan pendidikan tinggi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
(minimal lulusan SMA) yaitu sebesar
82,4%. Pada pengetahuan kurang Status Gizi
terbanyak pada kelompok gizi baik Variabel Rerata SD
sebesar 52,9%. Penyakit infeksi Kasus kontrol Kasus Ko
anak balita lebih banyak pada Pengetahuan 26,41 25,38 2,091 1
kelompok gizi kurang yaitu 44,1%.
Pola asuh
Pola asuh anak balita yang kurang, 16,24 16,41 1,843 1
anak balita
lebih banyak pada kelompok gizi
Status Rp Rp Rp
baik yaitu 52,9%. Jumlah anggota
ekonomi 594.065,45 578.087,03 445.649,50 372.
keluarga >4 lebih banyak pada
Pemanfaatan
kelompok gizi kurang yaitu 64,7%.
pelayanan 15,24 15,24 0,654 0
Status ekonomi dengan kategori
kesehatan
miskin lebih banyak pada kelompok
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan
gizi kurang yaitu 32,4%. Pada
bahwa pengetahuan Ibu pada gizi
pemanfaaatkan pelayanan
kurang memilki rerata 26,41 (±
kesehatan kurang sama-sama
2,091) dan pada gizi baik memiliki
memiliki frekuensi 11,8% baik pada
rerata 2,091 (±1,907). Pola asuh
kelompok gizi kurang maupun gizi
anak balita dapat dilihat bahwa pada
baik.
gizi kurang memilki rerata 16,24 (±
1,843) dan pada gizi baik memiliki
Tabel 4. Distribusi Frekuensi
rerata 1,843 (±1,559). Status
Tingkat Konsumsi Energi dan
ekonomi dapat dilihat bahwa pada
Tingkat Konsumsi Protein
gizi kurang memilki rerata Rp
594.065,45 (± Rp 445.649,50) dan
pada gizi baik memiliki rerata Rp
578.087,03 (± Rp 372.784,27), dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan

178
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dapat dilihat bahwa pada gizi kurang TKE 0,097- 0,31


maupun gizi baik memilki rerata 1,030 6
15,24 (± 0,654). TKP 0,284- 1,37
Tabel 6. Rerata dan SD TKE dan 6,681 8
TKP Berdasarkan tabel 7
Status Gizi menunjukkan bahwa tidak adannya
hubungan pendidikan Ibu dengan
Variabel
Rerata SD status gizi dan pendidikan bukan
Kasus kontrol Kasus Kontrol faktor risiko, tidak adanya hubungan
97,53 80,35 33,54 23,12pendidikan Ibu dengan status gizi
TKE
% % % % dan pendidikan Ibu bukan faktor
157,17 128,13 49,17 34,31risiko tetapi sebagai faktor protektif,
TKP
% % % % tidak ada hubungan penyakit infeksi
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan dengan status gizi dan bukan faktor
bahwa rerata TKE gizi kurang risiko, tidak ada hubungan pola
97,53% (±33,54) dan rerata pada asuh anak balita dengan status gizi
gizi baik 80,35% (±23,12%). Rerata dan bukan faktor risiko tetapi faktor
pada TKP gizi kurang berjumlah protektif, tidak ada hubungan jumlah
157,17% (±128,13) dan rerata pada anggota keluarga dengan status gizi
gizi baik berjumlah 49,17% dan bukan faktor risiko, tidak ada
(±34,31%). hubungan status ekonomi dengan
status gizi dan bukan faktor risiko,
B. Analisis Bivariat tidak ada huungan pemanfaatan
Tabel 7 Analisis Hubungan pelayanan kesehatan dengan status
Status Gizi dengan Pendidikan Ibu, gizi dan bukan faktor risiko, tidak
Pengetahuan Ibu, Penyakit Infeksi ada hubungan TKE dengan status
pada Balita, Pola Asuh Anak Balita, gizi dan bukan faktor risiko tetapi
Jumlah Anggota Keluarga, Status faktor protektif, tidak ada hubungan
Ekonomi Keluarga, Pemanfaatan TKP dengan status gizi dan bukan
Pelayanan Kesehatan, TKE dan faktor risiko.
TKP
Variabel Variabel IK 95% PEMBAHASAN
Terikat CI OR 1. Hubungan dan Faktor Risiko
Bebas
Pendidikan 0,616- 1,94 Pendidikan Ibu dengan Status
6,139 4 Gizi Kurang dan Gizi Baik
Pengetahuan 0,343- 0,88 Hasil analisis bivariat dengan
2,302 9 hubungan pendidikan Ibu balita
dengan status gizi kurang dan
Penyakit 0,431- 1,12
gizi baik diperoleh IK 95% CI =
infeksi 2,950 8
0,616 – 6,139 dan OR = 1,944
Pola Asuh 0,305- 0,79
yang menunjukkan bahwa tidak
Anak Balita 2,048 0
Status Gizi ada hubungan pendidikan Ibu
Jumlah 0,693- 1,83
dengan status gizi kurang dan
Anggota 4,851 3
gizi baik dan pendidikan Ibu
Keluarga
bukan faktor risiko. Hasil
Status 0,466- 1,32 penelitian ini sejalan dengan
Ekonomi 3,786 9 penelitian yang dilakukan di
Pemanfaatan 0,229- 1,00 Pasuruan oleh Oktaviana (2015)
Pelayanan 4,373 0 yang menunjukkan bahwa tidak
Kesehatan ada hubungan tingkat

179
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pendidikan Ibu balita dengan Ibu tentang gizi mempengaruhi


status gizi balita, dikarenakan perilakunya.8
pendidikan berhubungan Pada kuesioner
dengan adanya era globlasisai pengetahuan, Ibu yang memiliki
yang sudah semakin maju yaitu balita gizi baik lebih banyak
letak sekolah yang strategis menjawab dengan jawaban
atau dekat dengan desa dan benar dibanding dengan Ibu
adanya harga bahan makanan yang memiliki balita status gizi
yang terjangkau pula.6Tidak kurang. Rata-rata pernyataan
adanya hubungan tingkat dikuesioner sudah cukup jelas
pendidikan Ibu dengan status dan mudah untuk dipahami oleh
gizi juga dapat terjadi Ibu balita. Hal ini yang
dikarenakan perkembangan menyebabkan tidak adanya
teknologi yang ada saat ini. Ibu hubungan pengetahuan dengan
dengan tingkat pendidikan status gizi balita.
rendah dengan adanya 3. Hubungan dan Faktor Risiko
perkembangan teknologi saat ini Penyakit Infeksi pada Balita
dapat dengan mudah dengan Status Gizi Kurang dan
memgakses informasi dari Gizi Baik
berbagai media, sehingga Ibu Hasil analisis bivariat
dapat dengan mudah dengan melakukan uji hubungan
meningkatkan menggunakan chi-square
pengetahuannya.7 diperoleh nilai IK 95% CI =
2. Hubungan dan Faktor Risiko 0,431 – 2,950 dan OR = 1,128
Pengetahuan Ibu dengan Status yang menunjukkan bahwa tidak
Gizi Kurang dan Gizi Baik ada hubungan penyakit infeksi
Hasil analisis bivariat dengan anak balita dengan status gizi
melakukan uji hubungan kurang dan gizi baik dan
menggunakan chi-square penyakit infeksi anak balita
diperoleh nilai IK 95% CI = bukan faktor risiko. Saat
0,343 – 2,302, dan OR = 0,889 melakukan wawancara
yang menunjukkan bahwa tidak kuesioner balita dengan status
ada hubungan pengetahuan Ibu gizi baik juga mengalami
dengan status gizi kurang dan penyakit infeksi, namun bukan
gizi baik, serta pengetahuan Ibu berarti anak yang memiliki
bukan faktor risiko tetapi faktor penyakit infeksi saat itu juga
protektif. Hasil penelitian ini dapat mempengaruhi status gizi
sejalan dengan penelitian yang balita.
dilakukan di Karanganyar oleh Hasil dari penelitian ini
Puput (2015) yang menyatakan sejalan dengan penelitian yang
bahwa tidak ada hubungan dilakukan di Tangerang oleh
pengetahuan Ibu dengan status Suhendri (2009) yang
gizi balita. Hal ini dikarenakan menyatakan bahwa tidak ada
pada penelitian Puput dengan hubungan yang signifikan antara
variabel pengetahuan Ibu balita penyakit infeksi dengan status
saling berkaitan dengan sikap gizi balita. Hal ini kemungkinan
yang merupakan bagian terjadi dikarenakan adanya
dominan bagi terbentuknya perbandingan jumlah balita gizi
perilaku, karena pengetahuan kurang yang menderita penyakit
infeksi ringan pada penelitian

180
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tersebut lebih besar daripada diperoleh nilai IK 95% CI =


balita yang menderita penyakit 0,693 – 4,851 dan OR = 1,833
infeksi berat.6 menunjukkan bahwa tidak ada
4. Hubungan dan Faktor Risiko hubungan jumlah anggota
Pola Asuh Anak Balita dengan keluarga dengan status gizi
Status Gizi Kurang dan Gizi kurang dan gizi baik, serta
Baik jumlah anggota keluarga bukan
Hasil analisis bivariat faktor risiko.Hal ini sejalan
dengan melakukan uji hubungan dengan penelitian yang
menggunakan chi-square dilakukan di kecamatan Sedati
diperoleh nilai IK 95% CI = Kabupaten Sidoarjo oleh
0,305 – 2,048 dan OR = 0,790 Khotimah (2014) yang
yang menunjukkan bahwa tidak menyimpulkan bahwa tidak ada
ada hubungan pola asuh anak pengaruh yang signifikan jumlah
balita dengan status gizi kurang anggota keluarga balita
dan gizi baik, serta pola asuh terhadap status gizi balita.10
anak balita bukan faktor risiko Hasil pada variabel jumlah
tetapi faktor protektif. Pada anggota keluarga mendapatkan
penelitian ini tidak ditemukan hasil tidak ada hubungan karena
adanya hubungan dikarenakan dari banyaknya orangtua balita
pola asuh anak balita sudah yang berada dilapangan, rata-
diterapkan kepada anak mereka rata memiliki pekerjaan dengan
sehingga menghasilkan pola gaji diatas rata-rata, sehingga
asuh anak balita menjadi baik. dalam pemenuhan konsumsi
Hal ini sejalan dengan penelitian makanan sudah tercukupi.
yang dilakukan di Lampung 6. Hubungan dan Faktor Risiko
Timur oleh Helmi (2013) yang Status Ekonomi Keluarga
menyatakan bahwa tidak dengan Status Gizi Kurang dan
ditemukan adanya hubungan Gizi Baik
pola asuh anak balita dengan Hasil analisis bivariat
status gizi balita.9 Berdasarkan dengan melakukan uji hubungan
hasil wawancara kuesioner menggunakan chi-square
diperoleh hasil bahwa Ibu balita diperoleh nilai IK 95% CI =
yang bekerja di luar rumah juga 0,466 – 3,786 dan OR = 1,329
selalu menyiapkan kebutuhan yang menunjukkan bahwa tidak
anaknya saat ditinggal pergi ada hubungan status ekonomi
bekerja, seperti menyiapkan keluarga dengan status gizi
sarapan dan bekal untuk makan kurang dan gizi baik, serta
siang anaknya ketika anaknya status ekonomi keluarga bukan
akan dititipkan ke tempat faktor risiko. Hal ini sejalan
orangtua asuh, sehingga balita dengan penelitian yang
juga mendapatkan pola asuh dilakukan di Kecamatan Godean
yang baik dari orangtua. oleh Astuti dkk (2010) yang
5. Hubungan dan Faktor Risiko tidak menunjukkan adanya
Jumlah Anggota Keluarga hubungan status ekonomi
dengan Status Gizi Kurang dan dengan status gizi pada anak,
Gizi Baik dikarenakan pendapatan
Hasil analisis bivariat keluarga yang kurang dari UMR
dengan melakukan uji hubungan masih dapat mencukupi
menggunakan chi-square kebutuhan makanan keluarga

181
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sehingga status gizinya normal.7 kesehatan berpengaruh


Pada penelitian ini hasil terhadap kesehatan dengan
wawancara dilapangan adanya penanganan yang cepat
menghasilkan bahwa biaya terhadap masalah kesehatan
pengeluaran dalam setiap terutama masalah gizi. Hal ini
bulannya akan dibandingkan tidak sejalan dengan penelitian
dengan garis kemiskinan yang yang dilakukan di Kabupaten
menunjukkan miskin jika Bandowoso oleh Banjarnahor
pengeluaran dalam sebulan per (2015) yang menyatakan bahwa
kapita dibawah Rp 368.477,-. ada hubungan pemanfaatan
Rata-rata pengeluaran per pelayanan kesehatan dengan
kapita setiap bulannya sebesar status gizi balita yang
Rp 594.065,45 pada gizi kurang disebabkan karena banyaknya
dan Rp 578.087,03 pada gizi masyarakat setempat yang tidak
baik, hal ini menunjukkan bahwa mau memanfaatkan posyandu
angka pengeluaran per kapita untuk memantau tumbuh
masuk dalam kategori tidak kembang anaknya.11
miskin, sehingga hasil pada 8. Hubungan dan Faktor Risiko
penelitian ini pun tidak saling TKE dengan Status Gizi Kurang
berhubungan. dan Gizi Baik
7. Hubungan dan Faktor Risiko Hasil analisis bivariat
Pemanfaatan Pelayanan dengan melakukan uji hubungan
Kesehatan dengan Status Gizi menggunakan chi-square
Kurang dan Gizi Baik diperoleh nilai IK 95% CI =
Hasil analisis bivariat 0,097 – 1,030 dan OR = 0,316
dengan melakukan uji hubungan yang menunjukkan bahwa tidak
menggunakan chi-square ada hubungan tingkat konsumsi
diperoleh nilai IK 95% CI = energi anak balita dengan status
0,229 – 4,373 dan OR = 1,000 gizi kurang dan gizi baik, serta
yang menunjukkan bahwa tida tingkat konsumsi energi bukan
ada hubungan pemanfaatan faktor risiko tetapi faktor
pelayanan kesehatan dengan protektif. Rata-rata konsumsi
status gizi kurang dan gizi baik, energi anak balita pada gizi
serta pemanfaatan pelayanan kurang berjumlah 97,53% dan
kesehatan bukan faktor risiko. rata-rata konsumsi energi pada
Hasil kuesioner di lapangan, gizi baik berjumlah 80,35%,
menunjukkan bahwa jawaban melihat rata-rata gizi kurang
pemanfaatan pelayanan maupun gizi baik dapat
kesehatan pada Ibu balita disimpulkan bahwa TKE pada
memiliki gizi kurang ataupun Ibu balita sudah tergolong cukup.
balita memiliki gizi baik sama- Hasil wawancara dilapangan
sama memilik skor yang sama ditemukan ada banyak balita
dalam menjawab pemanfaatan yang lebih sering mengonsumsi
pelayanan kesehatan. makanan yang mengandung
Berdasarkan wawancara protein dibanding dengan
kuesioner dilapangan energi, sehingga menyebabkan
menghasilkan bahwa Ibu balita tingkat konsumsi energi menjadi
sudah cukup baik dalam rendah pada anak balita. Hal ini
memanfaatkan pelayanan sejalan dengan penelitian yang
kesehatan, pelayanan dilakukan di Kota Semarang

182
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

oleh Sugiyartini (2006) yang Kelurahan Tamamaung oleh


menyatakan bahwa ada Muchlis dkk (2012) yang
hubungan tingkat konsumsi menyatakan bahwa tidak
energi dengan status gizi balita, terdapat hubungan tingkat
karena berkaitan dengan cara konsumsi protein dengan status
pemilihan bahan makanan yang gizi balita karena hampir
diberikan kepada anak balita.12 keseluruhan balita memiliki
9. Hubungan dan Faktor Risiko asupan protein yang
TKP dengan Status Gizi Kurang baik,sehingga dapat diartikan
dan Gizi Baik bahwa asupan protein tidak
Hasil analisis bivariat memberikan kontribusi
dengan melakukan uji hubungan malnutrisi.13
menggunakan chi-square
diperoleh nilai IK 95% CI = KESIMPULAN
0,284 – 6,681 dan OR = 1,378 Pada penelitian ini dapat
yang menunjukkan bahwa tidak disimpulkan bahwa tidak ada
ada hubungan tingkat konsumsi hubungan pendidikan Ibu
protein anak balita dengan dengan status gizi kurang dan
status gizi kurang dan gizi gizi baik, serta pendidikan Ibu
baik.Pada variabel tingkat bukan faktor risiko. Tidak ada
konsumsi protein yang hubungan pengetahuan Ibu
menghasilkan tidak adanya dengan status gizi kurang dan
hubungan tingkat konsumsi gizi baik, serta pendidikan Ibu
protein dengan status gizi bukan faktor risiko tetapi faktor
dikarenakan konsumsi protein protektif. Tidak ada hubungan
pada balita sudah bisa dibilang penyakit infeksi anak balita
cukup karena makanan yang dengan status gizi kurang dan
sering dikonsumsi ialah gizi baik, serta penyakit infeksi
makanan yang mengandung bukan faktor risiko. Tidak ada
tinggi protein seperti susu dan hubungan pola asuh anak balita
ikan. Rata-rata tingkat konsumsi dengan status gizi kurang dan
protein balita pada gizi kurang gizi baik, serta pola asuh anak
157,17% dan rata-rata tingkat balita bukan faktor risiko tetapi
konsumsi protein pada gizi baik faktor protektif. Tidak ada
berjumlah 49,17%. hubungan jumlah anggota
Berdasarkan hasil keluarga dengan status gizi
wawancara Ibu balita yang kurang dan gizi baik, serta
mengatakan bahwa anak balita jumlah anggota keluarga bukan
lebih sering meminum susu dan faktor risiko. Tidak ada
telur yang mengandung tinggi hubungan status ekonomi
protein dibanding dengan keluarga dengan status gizi
makanan-makanan yang biasa kurang dan gizi baik, serta
dikonsumsi oleh orang dewasa, status ekonomi keluarga bukan
karena kawasan wilayah faktor risiko. Tidak ada
tersebut termasuk kawasan hubungan pemanfaatan
pinggiran kota dengan pelayanan kesehatan dengan
jangkauan yang cukup dekat status gizi kurang dan gizi baik,
untuk memperoleh makanan serta pemanfaatan pelayanan
tersebut. Hal ini sejalan dengan kesehatan bukan faktor risiko.
penelitian yang dilakukan di Tidak ada hubungan Tingkat

183
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Konsumsi Energi anak balita Kabupaten Tangerang Tahun


dengan status gizi kurang dan 2009. 2009.
gizi baik, serta Tingkat 7. Astuti, Fardhiasih Dwi TFS.
Konsumsi Energi bukan faktor Hubungan Tingkat Pendidikan
risiko tetapi faktor protektif. Ibu dan Tingkat Pendapatan
Tidak ada hubungan Tingkat Keluarga dengan Status Gizi
Konsumsi Protein anak balita Anak Prasekolah dan Sekolah
dengan status gizi kurang dan Dasar di Kecamatan Godean.
gizi baik, serta Tingkat Kesmas. 2010;Vol. 7 No.
Konsumsi Protein bukan faktor 8. Lestari P. Hubungan
risiko. Pengetahuan dan Sikap Ibu
Tentang Makanan Balita
DAFTAR PUSTAKA Terhadap Status Gizi Balita di
1. Siswono. PMT; Cukupkan Desa Malangjiwan,
menyelesaikan masalah gizi Kecamatan Colomadu,
Bangsa ? Masyarakat, Kabupaten Karanganyar.
Kementerian Kesehatan RI 2015.
Direktorat Henderal http://eprints.ums.ac.id/37878/
Kesehatan Masyarakat 1/Naskah Publikasi Fikss.pdf.
Direktorat Gizi. 9. Helmi R. Faktor-Faktor yang
http://gizi.depkes.go.id/pmt- Berhubungan dengan Status
cukupkah-menyelesaikan- Gizi pada Balita di Wilayah
masalah-gizi-bangsa. Kerja Puskesmas Margototo
Published January 2017. Kecamatan Metro Kibang
2. Santoso, Soegeng & ALR. Kabupaten Lampung Timur. J
Kesehatan & Gizi. Jakarta: Kesehat. 2003;Volume
Rineka Cipta; 2009. IV,:233-242.
3. Saputra, Wiko dan RHN. 10. Khotimah H. Kajian Tingkat
Pengaruh Faktor-Faktor Pengetahuan Ibu, Tingat
Demografi Terhadap Resiko Pendapatan, Tingkat
Gizi Pada Tiga Komunitas di Pendidikan dan Jumlah
Sumatera Barat. Dep Kesehat Anggota Keluarga Berkaitan
Masy FKM-UI. 2013. dengan Status Gizi Balita di
http://theprakarsa.org/new/ck_ Kecamatan Sedati dan
uploads/files/Malnutrition_Cov Kecamatan Wonoayu
ered.pdf. Kabupaten Sidoarjo. 2014.
4. Bappenas. Peta Jalan 11. Banjarnahor, Eva R.D, M.
Percepatan Pencapaian Fathorrazi dan S. Pengaruh
Tujuan Pembangunan Faktor Pendapatan Keluarga ,
Milenium di Indonesia. Badan Pendidikan Ibu , Jumlah Anak
Perenc Pembang Nas. 2010. dan Pemanfaatan Fasilitas
5. Semarang DKK. Profil Kesehatan Terhadap Status
Kesehatan Kota Semarang Gizi Balita di Desa Gunung
2015. 2015. Sari Kecamatan Maesan
6. Suhendri UCU. Faktor-Faktor Kabupaten Bondowoso. 2015.
yang Berhubungan dengan http://repository.unej.ac.id/bits
Status Gizi Anak dibawah tream/handle/123456789/675
Lima Tahun (Balita) di 89/EVA Rosana Doralita
Puskesmas Sepatan Banjarnahor.pdf;sequence=1.
Kecamatan Sepatan 12. Sugiyarti CD. Faktor-Faktor

184
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

yang Berhubungan dengan Hadju NJ. Hubungan Asupan


Kejadian Gizi Kurang pada Energi dan Protein dengan
Balita di Wilayah Kerja Status Gizi Balita di Kelurahan
Puskesmas Genuk Kota Tamamaung. Kesmas.
Semarang. In: Semarang; 2012:1-8.
2006.
13. Muchlis, Novayeni, Veni

185

Anda mungkin juga menyukai