Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Harga Diri Rendah

A. Latar Belakang
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam
segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun
negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti
bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap
kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan
jiwa ( keliat, 2011).

Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan
harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Harga Diri Rendah
2. Tujuan Khusus
a. mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan harga
diri rendah
b. mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan harga diri
rendah
c. mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan harga
diri rendah
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan harga
diri rendah
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan harga diri
rendah
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Harga Diri Rendah


Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)

Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan keyakinan


yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari
sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang
terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,2006)

Dapat disimpulkan harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya diri
sendiri yang dapat mengakibatkan pada perasaan negatif pada diri sendiri,
kemampuan diri dan orang lain. Yang mengakibatkan kurangnya komunikasi pada
orang lain.

B. Tanda/Gejala
Data subyektif

1. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau pembicaraan.


2. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.
Data obyektif

1. Kurang spontan ketika diajak bicara.


2. Apatis.
3. Ekspresi wajah kosong.
4. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
5. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
C. Faktor Penyebab
Harga diri rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi seperti faktor
biologis, psikologis, sosial dan kultural (Stuart, 2009).

1. Faktor biologis, biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmiter di otak contoh kadar serotonin yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecendrungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
2. Faktor psikologis, harga diri rendah kronis sangat berhubungan dengan pola
asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang
dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi
orang tua yang penolakkan orang, harapan orang tua yang tidak realistis, orang
tua yang tidak percaya terhadap anaknya, tekanan teman sebaya, peran yang
tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
3. Faktor sosial, sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya
harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah
kumuh dan rawan, kultur sosial yang berubah misal ukuran keberhasilan
individu.
4. Faktor kultural, tuntutan peran sosial kebudayaan sering meningkatkan
kejadian harga diri rendah kronis antara lain: wanita sudah harus menikah jika
umur mencapai dua puluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup
individualisme.
Sedangkan menurut Yusuf, et. al. (2015), faktor presipitasi harga diri rendah, yaitu:

1. Trauma : seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan


kejadian yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran : Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
dalam peran atau posisi yang diharapkan.
3. Transisi peran perkembangan : Perubahan norma dengan nilai yang tidak
sesuai dengan diri.
4. Transisi peran situasi : Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam
kehidupan individu.
5. Transisi peran sehat-sakit : Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran,
fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan

D. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu
tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien
sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi
respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa
diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian
individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran
adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi
dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus
akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).
E. Pohon Masalah

ISOS Akibat

HDR Core Problem

KEPUTUSASAAN Penyebab
BAB III
ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama
mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien
dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.

2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di
rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini,faktor yang
menyebabkan,prilaku pasien

Tanda dan gejala harga diri rendah saat dilakukan wawancara

a. bagaimana pendapat anda tentang penilaian anda sendiri?


b. bagaimana penilaian terhadap diri anda yang mempengaruhi hubungan
dengan orang lain?
c. apa saja yang menjadi harapan anda?
d. apa saja harapan yang ingin anda capai?
e. apa saja harapan yag belum berhasil anda capai?
f. apa upaya agar harapan tersebut dapat terpenuhi?
3. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
4. Manifestasi koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :

a. Jangka pendek :
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari
sementara dari krisis : pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonoton tv terus
menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara :
(ikut kelompok sosial, keagamaan,
politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan
sementara : (kompetisi olah raga kontes
popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti
identitas sementara : (penyalahgunaan
obat-obatan).
b. Jangka Panjang :
1) Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
2) Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
isolasi sosial : menarik diri

C. Intervensi keperawatan

No Diagnosis Intervensi

NOC NIC

1. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan Peningkatan Harga


asuhan keperawatan Diri:
selama 3x24 jam maka
1. Monitor pernyataan
pasien dapat mengatasi
pasien mengenai harga
harga diri rendah
diri.
dengan indikator:
2. Tentukan
1. Verbalisasi kepercayaan diri
penerimaan diri pasien dalam hal
2. Penerimaan penilaian diri.
terhadap keterbatan 3. Bantu pasien untuk
diri penerimaan diri.
3. Mempertahankan 4. Dukung(melakukan)
posisi tegak. kontak mata pada saat
4. Mempertahankan berkomunikasi dengan
kontak mata. orang lain.
5. Mempertahankan 5. Berikan pengalaman
penampilan dan yang akan
kebersihan diri. meningkatkan otonomi
6. Keinginan untuk pasien, dengan tepat.
berhadapan muka 6. Bantu pasien untuk
orang lain. mengidentifikasi
7. Perasaan tentang respon positif dari
nilai diri orang lain.
7. Dukung pasien
untuk mengevaluasi
perilaku[nya] sendiri.
8. Berikan hadiah atau
pujian terkait dengan
kemajuan pasien dalam
mencapai tujuan.

D. Strategi pelaksanaan: Harga Diri Rendah


1. SP Pasien
a. Sp 1 Pasien:
Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
aspek positif pasien (buat daftar kegiatan), bantu
pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini (pilih dari daftar kegiatan), bantu pasien
memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih, latih kegiatan yang dipilih
(alat dan cara melakukannya), masukkan pada
jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari
b. Sp 2 Pasien:
Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan
berikan pujian, Bantu pasien memilih kegiatan
kedua yang akan dilatih, latih kegiatan kedua (alat
dan cara melakukannya), masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing-
masing dua kali per hari
c. Sp 3 Pasien:
Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah
dilatih dan berikan pujian, bantu pasien memilih
kegiatan ketiga yang akan dilatih, latih kegiatan ke
tiga, masukkan pada jadwal kegiatan untuk dilatih
d. Sp 4 Pasien:
Evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang
telah dilatih dan berikan pujian, bantu pasien
memilih kegiatan keempat yang akan dilatih, latih
kegiatan keempat, masukkan pada jadwal kegiatan
untuk dilatih
e. Sp 5 s.d 12 Pasien:
Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian, latih
kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga, nilai
kemampuan yang telah mandiri, nilai apakah
harga diri pasien meningkat
2. SP Keluarga
a. Sp 1 Keluarga:
Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien, jelaskan pengertian, tanda dan
gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah,
jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama
memberikan pujian semua hal yang positif pada
pasien, latih keluarga memberi tanggung jawab
kegiatan yang dipilih pasien: bimbing dan beri
pujian, anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan berikan pujian
b. Sp 2 Keluarga:
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing
pasien melaksanakan kegiatan kebersihan diri: beri
pujian, bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan kedua yang dipilih pasien,
anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
c. Sp 3 Keluarga:
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing
pasien melaksanakan kegiatan yang telah dilatih:
beri pujian, bersama keluarga melatih pasien
melakukan kegiatan ketiga yang dipilih, anjurkan
membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
d. Sp 4 Keluarga:
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing
pasien melaksanakan kegiatan: beri pujian,
bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan
kegiatan keempat yang dipilih, jelaskan follow up
ke PKM, tanda kambuh dan rujukan, anjurkan
membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian

e. Sp 5 s.d 12 Keluarga:
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing
pasien melakukan kegiatan yang dipilih oleh
pasien: beri pujian, nilai kemampuan keluarga
membimbing pasien, nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke PKM
BAB I

PENDAHULUAN

Isolasi Sosial

A. Latar Belakang
Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagai pengalaman.
Isolasi sosial adalah salah satu gangguan jiwa yang banyak terjadi di
masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Maka dari itu perlu kita ketahui
lebih dalam tentang apa itu gangguan jiwa pada isolasi sosial, dan bagaimana
penanganannya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Isolasi Sosial
2. Tujuan Khusus
a. mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Isolasi
Sosial
b. mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Isolasi
Sosial
c. mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan Isolasi
Sosial
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan Isolasi
Sosial
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Isolasi
Sosial
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Isolasi Sosial


Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gagasan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
menimbulkan perilaku maladaptive da mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial.

Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan


komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagai pengalaman.

B. Tanda dan gejala isolasi sosial


Data subjektif :
1. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
2. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Data objektif

1. Tampak menyendiri dalam ruangan


2. Tidak berkomunikasi, menarik diri
3. Tidak melakukan kontak mata
4. Tampak sedih, afek datar
5. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
6. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
7. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
C. Faktor Penyebab
Faktor predisposisi isolasi sosial menurut Townsend (2003) antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Penurunan
aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan perubahan mood dan gangguan
kecemasan. Neurotransmitter yang mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial
adalah sebagai berikut:
2. Faktor tumbuh kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
maka akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah
tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian,
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Oleh karena itu, komunikasi
yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
3. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi penting dalam
mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap bermusuhan/hostilitas,
sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak, selalu
mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan, kurang memperhatikan
ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah,
ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua pesan yang bertentangan
disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat.
4. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
faktor presipitasi isolasi sosial, sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor soaial budaya, yaitu stree yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sress terjadi akibat anxietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya bersama dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Anxietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan individu.
D. Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh factor presdiposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar diri dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari terabaikan.
E. Pohon Masalah
Resiko Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


BAB III

ASKEP

A. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal masu rumah sakit, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba –
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Pemeriksaan Fisik
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
6. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial : Menarik Diri
Harga diri rendah
resiko halusinasi
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Intervensi

NOC NIC

1. Isolasi Sosial Setelah dilakukan Peningkatan sosialisasi


asuhan keperawatan 1. Fasilitasi dukungan
selama 3x24 jam maka kepada pasien oleh
pasien dapat mengatasi keluarga, teman dan
harga diri rendah komunitas
dengan indikator: 2. Dukung hubungan
dengan orang lain
1. lingkungan yang
yang mempunyai
mendukung yang
minat dan tujuan
bercirikan hubungan
yang sama
dan tujuan anggota
3. Dorong melakukan
keluarga
aktivitas sosial dan
2. Partisipasi waktu
komunitas
luang : menggunakan
4. Berikan uji
aktivitas yang
pembatasan
menarik,
interpersonal
menyenangkan, dan
5. Berikan umpan balik
menenangkan untuk
tentang peningkatan
meningkat
dalam perawatan dan
kesejahteraan
penampilan diri atau
3. Keseimbangan pada
aktivitas lain
perasaan : mampu
menyesuaikan
terhadap emosi
sebagai respon
terhadap keadaan
tertentu
4. Penyesuaian yang
tepat terhadap
tekanan emosi
sebagai respon
terhadap keadaan
tertentu
5. Tingkat persepsi
positif tentang status
kesehatan dan status
hidup individu
6. Meningkatkan
hubungan yang
efektif dalam perilaku
pribadi, Interaksi
sosial dengan orang,
kelompok, atau
organisasi
7. Mengungkapkan
penurunan perasaan
atau pengalaman
diasingkan

D. Strategi pelaksanaan
1. SP Pasien
a. SP 1
1) Tanyakan pendapat pasien tentang tindakan kebiasaan
berinteraksi
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tida ingin berinteraksi
dengan orang lain
3) Diskusikan keuntungan dan kerugian mempuyai banyak teman
dan bergaul dengan mereka
4) Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan
5) Latih pasien untk berinteraksi dengan orang lain ajarkan secara
bertahap
6) Masukan ke dalam jadwal harian
b. Sp2
1) Evaluasi sp 1
2) Berikan pujian
3) Latih pasien untuk beriteraksi 2-3 orang
4) masukkan ke jadwal harian
c. Sp3
1) Evaluasi sp1 dn sp2
2) Berikan pujian
3) Latih pasien berinteraksi secara bertahap 4-5 orang
4) Masukan ke jadwal harian
d. Sp4
1) Evaluasi sp1,sp2 dan sp3
2) Berikan pujian
3) Latih pasien untuk berbicara saat melakukan kegiatan
socialContohnya : belanja ke warung,pergi ke pasar,mengirim
surat ke kantor pos
2. SP Keluarga
a. Sp1
1) Diskusikan maslah yang dihadapi dalam merawat pasien
2) Jelaskan tentang isolasi sosial
3) Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskancara merawat
pasien isos
4) Latihcara berkenalan dengan 1 orang saat melakukan kegiatan
harian
5) Masukan ke djadwal harian
6) anjurkan memberi pujian

b. Sp 2
1) Evaluasi sp1 keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berkenalan dan berbicara
2) latih keluarga untuk melatih pasien berinteraksia dengan 2-3
orang
3) Masuakan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

c. Sp3
1) Evaluasi sp1 dan sp2 keluarga
2) Latih keluarga merawat pasien dengan cara berinteraksi dengan
dengan 4-5 orang secara bertahap
3) Masukan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

d. Sp4
1) Evaluasi sp1.sp2 dan sp3
2) Ajarkan keluarga untuk melatih pasien bicara saat melakukan
kegiatan sosial
3) Latih keluarga untuk mencegah kekambuhan pada pasien
4) anjurkan memberi pujian
BAB I

PENDAHULUAN

Halusinasi

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai
pada semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak
memandang jenis kelamin, usia, serta status sosial. Gangguan jiwa dapat
mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang, seperti aktivitas penderita, kehidupan
sosial, pekerjaan serta hubungan dengan keluarga dapat menjadi terganggu. Karena
gejala ansietas, depresi, dan psikosis.
Salah satu tanda gejala dari skizofrenia adalah terjadinya halusinasi.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering terjadi dari gangguan persepsi.
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman
panca indera tanpa adanya ransangan sensorik ( persepsi yang salah). Dengan kata
lain, klien berespon terhadap ransangan yang tidak nyata yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan. Dampak dari halusinasi ini adalah pasien sulit
berespon terhadap emosi, perilaku pasien menjadi tidak terkendali, dan akhirnya
pasien mengalami isolasi sosial karena tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Halusinasi
b. mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Halusinasi
c. mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan
Halusinasi
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
Halusinasi
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Halusinasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Halusinasi
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran
adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu
B. Jenis Jenis Halusinasi
1. Pendengaran\
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
C. Tanda dan gejala Halusinasi

Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau


Dengar/suara Marah-marah tanpa sebab kegaduhan.
Mendengar suara yang
Menyedengkan telinga ke mengajak bercakap-cakap.
arah tertentu
Mendengar suara menyuruh
Menutup telinga melakukan sesuatu yang
berbahaya.

Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,


Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
Ketakutan pada sesuatu yang kartoon, melihat hantu atau
monster
tidak jelas.

Halusinasi Penghidu Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti


membaui bau-bauan tertentu. bau darah, urin, feses,
Menutup hidung. kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
Pengecapan Muntah urin atau feses

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk permukaan Mengatakan ada serangga di


kulit permukaan kulit

Merasa seperti tersengat


listrik

D. Faktor Penyebab
Faktor Predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,kelainan struktur otak
E. Proses TerjadinyaHalusinasi
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain
klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih
dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini
memicu terjadinya halusinasi.

F. Pohon Masalah
Resiko Prilaku Kekerasan

Halusinasi

Isolasi Sosial

G. Tahapan Halusinasi

Tahap Ciri-ciri Perilaku yang dapat


diobservasi
Comforting Klien yang berhalusinasi mengalami Tersenyum lebar,
Halusinasi emosi yang intense seperti cemas, menyeringai tetapi tampak
menyenangkan, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan tidak tepat
Cemas ringan mencoba untuk berfokus pada pikiran Menggerakan bibir tanpa
yang menyenangkan untuk membuat suara
menghilangkan kecemasan. Seseorang Pergerakan mata yang
mengenal bahwa pikiran dan pengalaman cepat
sensori berada dalam kesadaran control Respon verbal yang
jika kecemasan tersebut bisa dikelola. lambat seperti asyik
Diam dan tampak asyik
Comdemning Penngalaman sensori menjijikan dan Ditandai dengan
Halusinasi menakutkan. Klien yang berhalusinasi peningkatan kerja system
menjijikan, mulai merasa kehilangan control dan saraf autonomic yang
Cemas sedang mungkin berusaha menjauhkan diri, serta menunjukan kecemasan
merasa malu dengan adanya pengalaman misalnya terdapat
sensori tersebut dan menarik diri dari peningkatan nadi,
orang lain. pernafasan dan tekanan
darah.
Rentang perhatian
menjadi sempit
Asyik dengan
penngalaman sensori dan
mungkin kehilangan
kemampuan untuk
membedakan halusinasi
dengan realitas.
Controlling Klien yang berhalusinasi menyerah untuk Arahan yang diberikan
Pengalaman mencoba melawan pengalaman halusinasi tidak hanya
sensori halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi dijadikan objek saja oleh
berkuasa, menarik/meimkat. Seseorang mungkin klien tetapi mungkin akan
Cemas berat mengalami kesepian jika pengalaman diikitu/dituruti
sensori berakhir. Klien mengalami
kesulitan berhubungan
dengan orang lain
Rentang perhatian hanya
dalam beberapa detik atau
menit
Tampak tanda kecemasan
berat seperti berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.
Conquering Pengalaman sensori bisa mengancam jika Perilakku klien tampak
Melebur dalam klien tidak mengikuti perintah dari seperti dihantui terror dan
pengaruh halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir panic
halusinasi, dalam waktu empat jam atau sehari bila Potensi kuat untuk bunuh
Panic tidak ada intervensi terapeutik diri dan membunuh orang
lain
Aktifitas fisik yang
digambarkan klien
menunjukan isi dari
halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan,
agitasi, menarik diri atau
katatonia
Klien tidak dapat berespon
pada arahan kompleks
Klien tidak dapat berespon
pada lebih dari satu orang
BAB III
ASKEP

A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
2. Alasan Masuk RS

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa


tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.

3. kaji faktor faktor predisposisi dan presipitasi


4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
7. Penatalaksanaan

Farmako:

a. Anti psikotik:
Chlorpromazine (Promactile, Largactile), Haloperidol (Haldol,
Serenace, Lodomer), Stelazine, Clozapine (Clozaril), Risperidone
(Risperdal)
b. Anti parkinson:
Trihexyphenidile, Arthan
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
resiko prilaku kekerasan
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Intervensi

NOC NIC

Gangguan persepsi Setelah dilakukan Tindakan


sensori: halusinasi asuhan keperawatan Psikotereupetik
selama 3x24 jam maka 1. Klien
pasien dapat mengatasi Bina hubungan
harga diri rendah saling percaya
dengan indikator: 2. Adakan
kontak sering
1. Klien dapat membina
dan singkat
hubungan saling
secara
percaya
bertahap
2. Klien dapat mengenal
halusinasinya; jenis, 3. Observasi
isi, waktu, dan tingkah laku
frekuensi halusinasi, klien terkait
respon terhadap halusinasinya
halusinasi, dan
4. Tanyakan
tindakan yg sudah
keluhan yang
dilakukan
3. Klien dirasakan klien
dapat menyebutkan
dan mempraktekan
cara mengntrol
halusinasi yaitu
dengan menghardik,
bercakap-cakap
dengan orang lain,
terlibat/ melakukan
kegiatan, dan minum
obat
4. Klien dapat dukungan
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya
5. Klien dapat minum
obat dengan bantuan
minimal

E. Strategi Pelaksanaan
1. Sp Pasien
a. SP1
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi.
2) Peragakan cara menghardik
3) Minta pasien memperagakan ulang.
4) Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
b. SP2
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2) Latih minum
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
c. SP3
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP2)
2) Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
d. SP4
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 , SP2 dan SP3)
2) latih melakukan kegiatan sehari hari
3) masukkan dalam jadwal harian pasien

2. SP Keluarga
a. Sp1
1) Diskusikan maslah yang dihadapi dalam merawat pasien
2) Jelaskan tentang Halusinasi
3) Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskancara merawat
pasien Halusinasi
4) Latih cara menghardik dibimbing keluarga
5) Masukan ke djadwal harian
6) anjurkan memberi pujian

b. Sp 2
1) Evaluasi sp1 keluarga dalam cara menghardik
2) latih keluarga untuk melatih pasien minum obat
3) Masuakan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

c. Sp3
1) Evaluasi sp1 dan sp2 keluarga
2) Latih keluarga merawat pasien dengan cara bercakap cakep
dengan orang lain
3) Masukan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

d. Sp4
1) Evaluasi sp1.sp2 dan sp3
2) Ajarkan keluarga untuk melatih kegiatan yang masih bisa
dilakukan pasien
3) Latih keluarga untuk mencegah kekambuhan pada pasien
4) anjurkan memberi pujian
BAB I
PENDAHULUAN
Prilaku Kekerasan

A. Latar Belakang
Marah merupakan respon normal individu terhadap suatu kejadian atau karena
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan, namun jika respon tersebut mengarah pada
perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan tentu
memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan, terutama perawat. Asuhan keperawatan
resiko perilaku kekerasan perlu dilakukan, agar pasien dapat mengontrol perilakunya
dan kembali menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari secara optimal.
Asuhan keperawatan resiko perilaku kekerasan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga, evaluasi
kemampuan pasien dan keluarga, dan dokumentasi keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Isolasi Sosial
2. Tujuan Khusus
a. mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Prilaku
Kekerasan
b. mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Prilaku
Kekerasan
c. mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan Prilaku
Kekerasan
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan Prilaku
Kekerasan
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Prilaku
Kekerasan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Prilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak da kerugian yang
ditimbulkan, penanganan pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan
tepat oleh tenaga yang profesional.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol,(Kusumawati dan Hartono.,2010).

B. Tanda/Gejala
Data subyektif

1. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


2. Klien suka membentak dan menyerang orang yangmengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
3. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data obyektif

1. Mata merah, wajah agak merah.


2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
C. Faktor Penyebab
Faktor Predisposisi

1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang
mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku
kekerasan
2. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan
dijadikan perilaku yang wajar
3. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang
wajar

Faktor Presipitasi
riwayat penyakit infeksi,penyakit kronis dan kelainan struktur otak

D. Proses Terjadinya Prilaku Kekerasan


Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR pada individu.
Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan yang
tidak menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:
1. Mengungkapkan marah secara verbal

2. Menekan/ mengingkari rasa marah


3. Menentang perasaan marah
Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan. Bila cara ini
berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai
tindakan melempar yang menimbulkan perasaan marah tersebut.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa
perilaku dekruktif maupun agresif . Sedangkan secara internal dapat berupa perilaku
yang merusak diri.
Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan kata-
kata yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta
memberikan perasaan lega.

E. Pohon Masalah
Perilaku menciderai orang lain dan diri sendiri

Prilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

F. Rentang respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan:
1. Asertif
Individu marah tanpa menyalahkan orzng lain
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan ntuk menuntut, dan
masih terkontrol
5. Kekerasaan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuta serta hilang kontrol

BAB III
ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
2. Alasan masuk ke RS : klien PK dirumah
3. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,
merusak lingkungan, amuk/ agresif.
4. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
5. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada kasar.
6. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak
bermoral.
7. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Prilaku Kekerasan
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Intervensi

NOC NIC

Resiko Prilaku Setelah dilakukan Manajemen Tingkah


kekerasan asuhan keperawatan Laku
selama 3x24 jam maka 1. Tahan /
pasien dapat mengatasi mengontrol pasien
harga diri rendah bertanggung
dengan indikator: jawab atas / nya
perilakunya
1. Dapat membina
2. Komunikasikan
hubungan saling
tentang harapan
percaya
bahwa pasien
2. Dapat
akan
mengidentifikasi
mempertahankan
penyebab, tanda
kontrol /
dan gejala, bentuk
kondisinya
dan akibat PK yang
3. Konsultasikan
sering dilakukan
dengan keluarga
3. Dapat
untuk menetapkan
mendemonstrasika
data dasar kognitif
n cara mengontrol
pasien
PK dengan cara :
4. Menahan diri dan
o Fisik
berdebat atau
o Social dan verbal
tawar-menawar
o Spiritual
mengenai batas
o Minum obat teratur
§ Dapat menyebutkan yang ditetapkan
dan dengan pasien
mendemonstrasikan 5. Menetapkan
cara mencegah PK rutinitas
yang sesuai
4. Dapat memelih cara
mengontrol PK yang
efektif dan sesuai
5. Dapat melakukan cara
yang sudah dipilih
untuk mengontrl PK
6. Memasukan cara yang
sudah dipilih dalam
kegitan harian

D. Strategi Pelaksanaan
1. Sp Pasien
a. SP1
1) Jelaskan cara latihan napas dalam an memukul bantal
2) Peragakan cara latihan napas dalam an memukul bantal
3) Minta pasien memperagakan ulang.
4) Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
b. SP2
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2) Latih mengontrol PK dengan minum obat
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
e. SP3
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP2)
2) Latih mengontrol PK secara Verbal
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
f. SP4
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 , SP2 dan SP3)
2) latih mengontrol PK dengan kegiatan spiritual
3) masukkan dalam jadwal harian pasien

2. SP Keluarga
a. Sp1
1) Diskusikan maslah yang dihadapi dalam merawat pasien
2) Jelaskan tentang PK
3) Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskancara merawat
pasien PK
4) Latih cara napas dalam dan memukul bantal
5) Masukan ke djadwal harian
6) anjurkan memberi pujian

b. Sp 2
1) Evaluasi sp1 keluarga dalam cara napas dalam dan memukul
bantal
2) latih keluarga untuk melatih pasien minum obat
3) Masuakan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

c. Sp3
1) Evaluasi sp1 dan sp2 keluarga
2) Latih keluarga mengontrol PK secara Verbal
3) Masukan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

d. Sp4
5) Evaluasi sp1.sp2 dan sp3
6) latoh keluarga cara mengontrol spiritual
7) Latih keluarga untuk mencegah kekambuhan pada pasien
8) anjurkan memberi pujian
BAB I
PENDAHULUAN
Defisit Perawatan Diri
A. Latar Belakang
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan
diri secara mandiri.
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan
personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi
fisik atau keadaan emosional klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial
budaya mempengaruhi praktik hygiene klien.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Defisit Perawatan Diri
2. Tujuan Khusus
a. mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Defisit Perawatan Diri
b. mampu melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Defisit
Perawatan Diri
c. mampu melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan Defisit
Perawatan Diri
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
Defisit Perawatan Diri
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Defisit
Perawatan Diri

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Defisit Perawatan Diri


Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak dapat melakukan keperawatan
diri
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara
mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB).
B. Tanda/Gejala
Tanda dan gejala deficit perawatan diri sebagai berikut:
1. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmapuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi
2. Berpakaian
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan
pakian, menangalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
3. Makan
Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapat makanan, membuka container, memanipulasi makanan
dalam mulut, mengambil makanandari wadah lalu memasukan ke mulut,
melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan
dengan aman
4. Eliminasi
Klien memiliki kebatasan atau krtidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian toileting,
membersihkan diri setelah BAK/BAB dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.
C. Faktor Penyebab
Factor predisposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya

D. Proses Terjadinya Defisit Perawatan Diri


proses terjanya karena terjadi isolasi sosial yang menarik diri sehingga seseorang
malas melakukan perawatan diri
E. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan

Problem Defiist perawatan diri

Harga diri rendah Kronis


F. Rentang respon
ADAPTIF MALADAPTIF

Pola perawatan diri seimbang Kadang perawatan diri Tidak melakukan


kadang tidak perawatan diri pada saat
stress
1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu
ntuk berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan
stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresso .

BAB III
ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
2. Alasan Masuk RS

Umumnya klien DPD didapat ketika sudah dirumah sakit karena menarik diri

A. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
B. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
C. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
D. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK
B. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri : kurangnya kebersihan diri
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Intervensi

NOC NIC

Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan ADL


asuhan keperawatan
1. Monitor kemempuan
selama 3x24 jam maka
klien untuk
pasien dapat mengatasi
perawatan diri yang
harga diri rendah
mandiri.
dengan indikator:
2. Monitor kebutuhan

1. klien terbebas dari klien untuk alat-alat


bau badan bantu untuk
2. menyatakan kebersihan diri,
kenyamanan berpakaian, berhias,
3. dapat melakukan
toileting dan makan
ADL tanpa bantuan
3. .Sediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang
normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.

D. Strategi Pelaksanaan
1. Sp Pasien
a. SP1
1) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
2) jelaskan cara menjaga kebersihan diri
3) melatih pasien menjaga kerbersihan diri
4) Minta pasien memperagakan ulang.
5) Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
6) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
b. SP2
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2) Latih cara berdan yang baik dan benar
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
c. SP3
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP2)
2) Latih cara makan yang baik dan benar
3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
d. SP4
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 , SP2 dan SP3)
2) latih cara eliminasi yang baik dan benar
3) masukkan dalam jadwal harian pasien

2. SP Keluarga
a. Sp1
1) Diskusikan maslah yang dihadapi dalam merawat pasien
2) Jelaskan tentang DPD
3) Gunakan media seperti liflet dalam menjelaskan cara merawat
pasien DPD
4) Latih cara menjaga kebersihan diri yang baik dan benar
5) Masukan ke djadwal harian
6) anjurkan memberi pujian

b. Sp 2
1) Evaluasi sp1 keluarga dalam cara napas dalam dan memukul
bantal
2) latih keluarga untuk cara berdan pada pasien
3) Masuakan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

c. Sp3
1) Evaluasi sp1 dan sp2 keluarga
2) Latih cara makan yang benar
3) Masukan ke jadwal harian
4) anjurkan memberi pujian

d. Sp4
1) Evaluasi sp1.sp2 dan sp3
2) latih keluarga cara eliminasi yang baik dan benar
3) Latih keluarga untuk mencegah kekambuhan pada pasien
4) anjurkan memberi pujian

Anda mungkin juga menyukai