Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah “Kapita Selekta”
Dalam penyusunan makalah ini, telah saya usahakan semaksimal mungkin.
Tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun saya menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain karena bantuan, dorongan,
dan bimbingan dari orang tua serta pihak-pihak lain yang membantu, sehingga
kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi. Untuk itu saya ingin menyampaikan
ucapan terima kasih pada pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan
makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Implementasi Model Problem Based Instruction (PBI) pada Pembelajaran Fisika
Di SMAN Tamanan Bondowoso (Studi Eksperimen pada Keterampilan
Pemecahan Masalah dan Aktivitas Belajar Siswa)” yang disajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa
Universitas Negeri Makassar. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang dan
mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Makassar, 18 Mei 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem Solving) ............................... 5
B. Aktivitas Belajar Siswa................................................................................ 11
C. Model Pembelajaran PBI (Problem Based Instruction)............................... 17
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 22
BAB VI. PENUTUP ............................................................................................ 24
A. Simpulan ................................................................................................... 24
B. Saran .......................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lemahnya proses pembelajaran di kelas sehingga siswa cenderung pasif
dan kurang mengembangkan keterampilan berfikirnya, padahal keterampilan
berfikirnya akan berhubungan langsung dengan keterampilan siswa dalam
pemecahan masalah. Pembelajaran fisika masih cenderung mentikberatkan pada
penguasaan sejumlah konsep tanpa memperhatikan cara konsep tersebut
didapatkan sehingga proses ilmiah untuk mendapatkan konsep tersebut menjadi
terabaikan.
Proses pembelajaran harus membuat siswa mengerti manfaat materi yang
dipelajari sekaligus mampu melatih keterampilan pemecahan masalahnya agar
materi tersebut dapat diterapkan oleh siswa untuk mengatasi permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan pemahaman tentang proses ilmiah
dan penerapan hasil pembelajaran fisika pada kehidupan sehari-hari.
Agar tercapai proses pembelajaran yang membuat siswa mengerti
manfaat materi yang dipelajari sekaligus mampu melatih keterampilan
pemecahan masalahnya agar materi tersebut dapat diterapkan oleh siswa untuk
mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, ada berbagai macam hal
yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan mengimplementasikan model
pembelajaran Problem Based Instruction atau disebut juga model pembelajaran
berdasarkan masalah dengan berorientasi pada studi eksperimen pada
keterampilan pemecahan masalah dan aktivitas belajar siswa.
Mengimplementasikan model pembelajaran Problem Based Instruction
merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan
penemuan konsep secara mandiri. Model ini merupakan salah satu model yang
secara tidak langsung dapat melatih keterampilan penyelesaian masalah.

Pembelajaran IPA termasuk fisika, diharapkan dapat menjadi wahana


bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta prospek

3
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-
hari. Pembelajaran fisika bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
proses ilmiah dan penerapan hasil pembelajaran fisika pada kehidupan sehari-
hari (Adholpus, et al, 2013). Oleh karena itu, dengan adanya penelitian yang
dilakukan di SAMAN TAMANAN BONDOWOSO dengan menerapkan model
pembelajaran PBI, diharapkan melalui model ini siswa dapat memiliki
keteranpilan pemecahan masalah yang baik terutama dalam proses pembelajaran
fisika.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas yaitu apakah
model pembelajaran Problem Basic Intruction (PBI) dapat meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah dan aktivitas belajar siswa di SMAN
TAMANAN BONDOWOSO?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Basic
Intruction (PBI) terhadap keterampilan pemecahan masalah dan aktivitas belajar
siswa di SMAN TAMANAN BONDOWOSO

D. Manfaat Penelitian
1. Menciptakan proses pembelajaran yang efektif.
2. Meningkatkan kualitas pengetahuan siswa
3. Membantu guru menciptakan suasana kelas yang kondusif

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Krulik dan Rudnick (Bismarbasa, 2012) mendefinisikan pemecahan


masalah sebagai suatu cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan
pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari
situasi yang tidak rutin. Polya (Firdaus, 2009) juga menjelaskan bahwa
pemecahan masalah merupakan usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu
kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai.
Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses yang meminta siswa
untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih
dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.
Menurut Garofalo dan Lester (Suryadi), pemecahan masalah mencakup
proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi,
manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi yang masing-masing
perlu dikelola secara terkoordinasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan
seseorang, yang mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi, untuk
menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman yang telah dimilikinya.
Cooney, et.al. (Dhoruri, 2010) menyampaikan bahwa :”.... for a question
to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some
routine procedure known to the student. Maksudnya adalah ”Suatu pertanyaan
akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu
tantangan ( challenge) yang tidak dapat dipecahkan 3 dengan suatu prosedur
rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pemecah masalah. Dengan
demikian termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada
suatu pertanyaan yang diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan
tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanylah suatu pertanyaan
biasa. Karena dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi seseorang siswa akan

5
menjadi pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu masalah
diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari pada proses pemecahan masalah
rutin biasa.
Menurut Polya (1973 dalam Dhoruri, 2010), ada dua macam masalah
yaitu (1) menemukan (bilangan, lukisan, dan sebagainya) dan (2) membuktikan.
Untuk memecahkan kedua masalah tersebut strategi pemecahan umumnya sama.
Namun strategi pemecahan khususnya dapat berbeda, tergantung pada jenis atau
substansi masalahnya. Untuk memecahkan masalah „menemukan‟ karena
kadang-kadang bersifat terbuka atau investigatif, maka yang perlu dimiliki
pemecah masalah adalah kreativitas melalui latihan pengembangan alternatif.
Menurut Polya dalam memecahkan masalah terdapat 4 langkah utama sebagai
berikut.
1. Understanding the Problem (memahami masalah)
Caranya adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa anda
memahaminya secara benar. Tanyalah diri anda dengan pertanyaan:
a. Apa yang tidak diketahui?
b. Kuantitas apa yang diberikan pada soal?
c. Kondisinya bagaimana?
d. Apakah ada kekecualian?
Untuk beberapa masalah akan sangat berguna untuk membuat diagramnya
dan mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang diketahui dan dibutuhkan pada
diagram tersebut. Biasanya dibutuhkan membuat beberapa notasi ( x, a, b, c,
V = volume, m = massa dsb ).
2. Developing Plan and Strategy (menyusun rencana dan strategi)
Caranya adalah carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan
yang tidak diketahui yang memungkinkan anda untuk memghitung variabel yang
tidak diketahui. Akan sangat berguna untuk membuat pertanyaan: “Bagaimana
saya akan menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari hal yang tidak
diketahui? “. Jika anda tak melihat hubungan secara langsung, gagasan berikut
ini mungkin akan menolong dalam membagi masalah ke sub masalah.

6
a. Membuat sub masalah
b. Cobalah untuk mengenali sesuatu yang sudah dikenali
c. Cobalah untuk mengenali polanya
d. Gunakan analogi
e. Masukan sesuatu yang baru
f. Buatlah kasus
g. Mulailah dari akhir (Asumsikan Jawabannya)
3. Carrying Out (melaksanakan rencana)
Caranya adalah menyelesaikan rencana anda. Dalam melaksanakan
rencana yang tertuang pada langkah kedua, kita harus memeriksa tiap langkah
dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap
langkah sudah benar.
4. Looking Back (melihat kembali)
Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat, ujilah solusi yang
didapatkan, kritisi hasilnya, lihatlah kelemahan dari solusi yang didapatkan
(seperti ketidakkonsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar).
Pada saat guru menggunakan strategi ini, sebaiknya ditekankan bahwa
penggunaan objek yang dicontohkan dapat diganti dengan satu model yang lebih
sederhana, misalnya:
a. Membuat gambar atau diagram
b. Menemukan pola
c. Membuat tabel
d. Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematik
e. Tebak dan periksa (Guess and Check)
Menurut Dhoruri (2010), keterampilan memecahkan masalah akan dicapai
siswa jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat
mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan
aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah. Empat tahap pemecahan
masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk
dikembangkan. Tatang Herman menyatakan bahwa, salah satu cara untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahkan masalah adalah melalui

7
penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-
beda dari satu masalah ke masalah lainnya. Beberapa strategi pemecahan
masalah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1. Strategi Act It Out
Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang
tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya, strategi ini
dilakukan dengan menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan
menggerakkan benda-benda kongkrit. Gerakan fisik ini dapat membantu atau
mempermudah siswa dalam menemukan hubungan antara komponen-komponen
yang tercakup dalam suatu masalah. Pada saat guru memperkenalkan strategi ini,
sebaiknya ditekankan bahwa penggunaan obyek kongkrit yang dicontohkan
sebenarnya dapat diganti dengan suatu model yang lebih sederhana misalnya
gambar. Untuk memperkenalkan strategi ini, banyak masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat digunakan sebagai tema atau konteks masalahnya.
2. Menemukan Pola
Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu
pola dari sejumlah data yang diberikan, bagi anak usia sekolah dasar, dapat
mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. Kegiatan yang
mungkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki
bersama oleh kumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu
strategi untuk pemecahan masalah, pencarian pola yang pada awalnya hanya
dilakukan secara pasif melalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat
keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat
menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul
pada benak seseorang antara lain adalah: “Adakah pola atau keteraturan tertentu
yang mengaitkan tiap data yang diberikan ?”. Tanpa melalui latihan, sangat sulit
bagi seseorang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya
terdapat pola yang bisa diungkap.
3. Tebak dan Periksa (Guess and Check)
Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalah menebak yang
didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat

8
melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup
yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
4. Membuat Gambar atau Diagram
Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang
terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponan dalam masalah
tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas. Pada saat guru mencoba mengajarkan
strategi ini, penekan perlu dilakukan bahwa gambar atau diagram yang dibuat
tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail. Hal yang perlu digambar
atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan
mampu memperjelas permasalahan yang dihadapi.
5. Membuat Tabel
Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam
mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang
tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk
melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila
muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan
mudah menggunakan data 9 tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat
diselesaikan dengan baik.
6. Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola
dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita mungkin tidak
perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita
perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara yang
sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan
mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk
masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua
kemungkinan yang bisa terjadi.
7. Strategi Kerja Mundur
Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang
diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan
komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul

9
lebih awal. Penyelesaian 10 masalah seperti ini biasanya dapat dilakukan dengan
menggunakan strategi mundur.
8. Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang
diperlukan.
Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang sangat terkenal sehingga
seringkali muncul dalam buku-buku matematika termasuk dalam buku paket
matematika untuk sekolah dasar di Indonesia.
9. Menggunakan Kalimat Terbuka
Strategi ini juga termasuk sering diberikan dalam buku-buku matematika
sekolah dasar. Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi
pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan
kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali
harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar
unsur yang terkandung di dalam masalah dapat dilihat secara jelas. Setelah itu
baru dibuat kalimat terbukanya.
10. Menyelesaikan Masalah yang Mirip atau Masalah yang Lebih Mudah.
Sebuah soal adakalanya sangat sulit untuk diselesaikan karena di
dalamnya terkandung permasalahan yang cukup kompleks misalnya menyangkut
bilangan yang sangat besar, bilangan sangat kecil, atau berkaitan dengan pola
yang cukup kompleks. Untuk menyelesaikan masalah seperti ini, dapat
dilakukan dengan menggunakan analogi melalui penyelesaian masalah yang
mirip atau masalah yang lebih mudah.
11. Mengubah Sudut Pandang
Strategi ini seringkali digunakan setelah kita gagal untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan strategi lainnya. Waktu kita mencoba
menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang
tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu. Setelah kita
mencoba menggunakan suatu strategi dan ternyata gagal, kecenderungannya
adalah kembali memperhatikan soal dengan menggunakan sudut pandang yang
sama. Jika setelah menggunakan strategi lain ternyata masih tetap menemui

10
kegagalan, cobalah untuk mengubah sudut pandang dengan memperbaiki asumsi
atau memeriksa logika berfikir yang digunakan sebelumnya.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual
yang menurut Gagné, dkk (Firdaus, 2009) lebih tinggi derajatnya dan lebih
kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya. Mereka juga berpendapat
bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks
atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah
menguasai aturan dan konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep
terdefinisi dapat dikuasai jika ditunjang oleh
pemahaman konsep konkrit. Setelah itu
untuk memahami konsep konkrit diperlukan
keterampilan dalam memperbedakan.
Keterampilan-keterampilan intelektual
tersebut digolongkan Gagné berdasarkan
tingkat kompleksitasnya dan disusun dari
operasi mental yang paling sederhana
sampai pada tingkat yang paling kompleks.
Keterampilan-keterampilan intelektual
tersebut digambarkan oleh Gagné, dkk
secara hierarki seperti pada skema di
samping.
B. Aktivitas Belajar Siswa
Sardiman (2007: 100) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Usman
(2000) mengatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas jasmaniah dan
rohaniah, yang meliputi aktivitas visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan,
aktivitas gerak dan aktivitas menulis. Siberman (2000) mengemukakan bahwa
paham belajar aktif memberikan gambaran tingkatan aktivitas belajar terhadap
penguasaan materi yang dikuasainya, yaitu: (1) apa yang saya dengar saya lupa,
(2) apa yang saya lihat saya ingat sedikit, (3) apa yang saya dengar, lihat dan
tanyakan atau diskusikan saya mulai paham, (4) apa yang saya dengar, lihat,

11
diskusikan dan lakukan sayamemperoleh pengetahuan dan keterampilan, (5) apa
yang saya ajarkan kepada orang lain saya kuasai.
Djamarah (2000:67) mengemukakan bahwa belajar sambil melakukan
aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang
didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak
didik. Getrude. M. Whipple dalam Oemar Hamalik (2008: 173) menyatakan
bahwa kegiatan-kegiatan murid sebagai berikut:
1. Bekerja dengan alat-alat visual
2. Ekskursi dan trip
3. Mempelajari masalah-masalah
4. Mengapresiasi literatur
5. Ilustrasi dan konstruksi
6. Bekerja menyajikan informasi
7. Cek dan tes
Dierich dalam Sardiman, (2007: 101) menyatakan bahwa jenis kegiatan
siswa digolongkan ke dalam 8 kelompok, diantaranya:
1. Visual activities, seperti: membaca dan memperhatikan.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran,mengeluarkan pendapat, dan diskusi.
3. Listening activities, seperti: mendengarkan uraian dan diskusi.
4. Writing activities, seperti: menulis laporan dan menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan
diagram.
6. Motor activities, seperti: melakukan percobaan
7. Mental activities, seperti: menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil kesimpulan.
8. Emosional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,
gembira,bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Rianto & Dhari (1994) mengemukakan bahwa agar aktivitas berjalan
efektif, diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkesinambungan dari berbagai
macam hal yaitu mengarah pada interaksi yang optimal, menuntut berbagai jenis

12
aktivitas peserta didik, strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, dan
menggunakan berbagai variasi media dan alat peraga.
Kegiatan belajar mengajar ditandai adanya interaksi antara guru dengan
siswa. Interaksi dapat terjadi secara searah maupun terjadi secara timbal balik
dari guru kepada siswa atau sebaliknya. Guru memiliki peran yang besar dalam
rangka menentukan model interaksi atau kegiatan yang akan dipilih. Peran guru
dalam melakukan kegiatan untuk memilih dan menentukan model interaksi yang
terjadi antara guru dengan siswa disebut mengajar. Sedangkan kegiatan siswa
dalam melakukan kegiatan interaksi disebut belajar.
Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan reaksi atas
pelaksanaan interaksi berdasarkan model yang telah dipilih oleh guru dalam
proses belajar mengajar. Reaksi yang dilakukan oleh siswa sebagai bentuk
aktifitas belajar yang dilaksanakan oleh siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar
selalu mengharapkan bahwa siswa memiliki aktifitas belajar yang tinggi.
Aktifitas belajar sebagai bentuk reaksi yang dilakukan oleh siswa dalam
kegiatan belajar mengajar dapat berupa:
1. Kehadiran, yaitu keikutsertaan siswa dalam setiap kali pertemuan dalam
kegiatan belajar mengajar.
2. Perhatian, yaitu berupa kesungguhan dari siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar.
3. Semangat, yaitu dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar haruslah
disertai dengan semangat yang tinggi.
4. Persiapan, yaitu melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan. Persiapan dapat dilakukan baik di rumah
maupun di sekolah.
5. Pertanyaan-pertanyaan, yaitu penyampaian pertanyaan-pertanyaan dari
siswa terhadap bahan ajar yang kurang jelas maupun yang belum diketahui.
6. Tanggapan, yaitu berupa pernyataan-pernyataan atau jawaban dari siswa
terhadap berbagai pertanyaan atau permasalahan yang diajukan oleh guru.
7. Penyelesaian tugas-tugas, yaitu berupa tanggung jawab siswa terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Penyelesaian tugas-tugas tidak

13
diukur dari kebenaran penyelesaian tugas, tetapi kemauan untuk
mengerjakan setiap tugas.
Aktifitas belajar yang dilakukan oleh siswa sangat dipengaruhi oleh
kondisi perbuatan belajar. Menurut Robert M. Gagne (dalam Soetomo, 1993:
135) disebutkan bahwa kondisi perbuatan belajar dibagi menjadi dua, yaitu
kondisi belajar intern dan kondisi belajar ekstern.

1. Kondisi Belajar Intern


Kondisi beljar intern merupakan kegiatan belajar yang berasal dari
dalam diri siswa. Hal ini merupakan kemampuan dasar yang sangat diperlukan
dalam proses permulaan kegiatan belajar mengajar. Tanpa ada kemauan dari
dalam dirinya, sangat sulit bagi siswa untuk dapat menguasai bahan ajar yang
sedang dibahas. Ada beberapa aspek yang dapat dilihat dalam belajar intern,
yaitu :

a. Kematangan belajar, yaitu adanya proses pertumbuhan yang dapat


menimbulkan perubahan-perubahan yang disempurnakan oleh proses
belajar.
b. Belajar untuk belajar, yaitu proses belajar yang dilakukan dengan belajar
melakukan sesuatu atau berlatih. Semakin sering untuk berlatih melakukan
sesuatu maka akan membantu dalam peningkatan hasilnya.
c. Kemampuan belajar, yaitu adanya potensi yang dimiliki oleh siswa
sehingga sanggup untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

2. Kondisi Belajar Ekstern


Proses belajar ekstern merupakan unsur yang mempengaruhi
perbuatan belajar yang berada di luar diri seseorang yang belajar. Kondisi
belajar ekstern dapat dibagi dalam beberapa bagian, antara lain:

a. Adanya latihan, yaitu dengan mengulang-ulang kegiatan yang sudah


pernah dilakukan agar lebih menguasai.

14
b. Penguatan (reinforcement), yaitu dengan memberikan penghargaan dengan
harapan dapat memotivasi siswa agar melakukan kegiatan belajar lebih
giat.
c. Guru membangun hubungan dengan murid, yaitu dengan jalan
menciptakan suasana akrab dengan murid sehingga dapat menciptakan
ketengangan pada siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
d. Menggairahkan perhatian, yaitu akan perhatian siswa lebih fokus terhadap
materi yang sedang dibahas.
Perlunya aktivitas dalam belajar sangat diperlukan sebab pada prinsipnya
belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan
kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar
mengajar (Sardiman, 2010).

Menurut (Sanjaya,2008) belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau


informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, oleh karena itu, strategi pembelajaran harus
dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak di maksudkan terbatas pada
aktivitas fisik akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti
aktivitas mental. Guru sering lupa dengan hal ini. Banyak guru yang terkecoh
oleh sikap siswa yang pura-pura aktif padahal sebenarnya tidak. Misalnya ada
siswa yang spertinya memperhatikan guru sambil mengangguk-anggukkan
kepala, padahal secara mental sebenarnya ia tidak sedang memperhatikan,
pikirannya melayang kerumah atau tempat lain.

Aktivitas adalah seluruh kegiatan yang di lakukan siswa dalam proses


pembelajaran meliputi interaksi antar siswa seperti: bertanya, menjawab
pertanyaan, dan menanggapi jawaban, serta ketepatan menyelesaikan dan kualitas
tugas. Aktivitas siswa dapat pula di amati dari: (1) mendengarkan atau
memperhatikan guru, (2) mengerjakan LKS secara kelompok, (3) membuat
rangkuman, (4) berlatih melakukan pekerjaan kooperatif, (5)
menyelesaikan/mengerjakan kuis secara individual.

15
Penerapan pembelajaran kelompok kooperatif dapat berdampak pada
peningkatan keterampilan sosial siswa, secara spesifik kami sebut aktivitas dalam
pembelajaran sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pembelajaran kooperatif
dapat melatih siswa untuk berani berkomentar, meningkatkan rasa percaya diri
dan saling menghargai sehingga dapat melatih keberanian siswa untuk bertanya,
mengemukakan pendapat ataupun menjawab pertanyaan.

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial,


pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif ini telah
dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar.

Belajar yang berkenaan dengan hasil, (dalam pengetian banyak


hubungannya dengan tujuan pengajaran) Gagne mengemukakan ada lima jenis
atau lima tipe, hasil belajar yakni :

1. Belajar kemahiran intelektual (kognitif)


Ada tiga tipe yang termasuk ke dalam belajar kemahiran intelektual yaitu
belajar mebedakan atau deskrimiansi, belajar konsep, dan belajar kaidah

2. Belajar informasi verbal


Belajar informasi verbal adalah belajar menyerap atau mendapatkan,
menyimpan dan mengkomunikasikan berbagai informasi dari berbagai
sumber seperti misalnya, belajar membaca, mengarang, bercerita,
mendengarkan uraian guru, kesanggupan menyatakan pendapat dalam
bahasa lisan/tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari
kata/kalimat dan lain-lain

3. Belajar mengatur kegiatan intelektual


Belajar mengatur kegiatan intelektual adalah belajar untuk memecahkan
masalah dengan memanfaatkan konsep dan kaidah yang telah dimilikinya.

16
4. Belajar sikap
Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau
menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu. Hasil
belajar sikap tampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan
perasaan dan lain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui
proses belajar.

5. Belajar keterampilan motorik


Belajar keterampilan motorik berhubungan dengan kesanggupan atau
kemampuan seseorang dalam menggunakan gerakan anggota badan,
sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, cepat,
tepat, cepat dan lancar.

C. Model pembelajaran PBI (Problem Based Instruction)


Model pembelajaran PBI (Problem Based Instruction) merupakan salah
satu dari banyak model pembelajaran inovatif. Model ini menyajikan suatu
kondisi belajar siswa aktif serta melibatkan siswa dalam suatu pemecahan
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Beberapa ahli telah
mengungkapkan definisi PBI secara lebih terperinci. Berikut adalah beberapa
pendapat para ahli berkaitan dengan PBI (Dewey (Trianto, 2007).
PBI (Problem Based Instruction) adalah interaksi antara stimulus dengan
respon, atau dapat pula didefinisikan sebagai sebuah interaksi antara dua arah belajar
dan lingkungan (Arends (Trianto, 2007). PBI (Problem Based Instruction)
merupakan pembelajaran di mana siswa mengerjakan masalah secara otentik
supaya mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, menyusun sebuah
penemuan (inkuiri), keterampilan berpikir tingkat tinggi serta mengembangkan
kemandirian dan sifat percaya diri.
Berdasarkan pendapat-pendapat dari para ahli tersebut dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa PBI adalah suatu pembelajaran yang menggunakan
segala permasalahan di lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar,
mempertajam cara berfikir kritis, sekaligus sebagai sarana siswa untuk

17
memecahkan masalah melalui penyelidikan sehingga siswa memperoleh
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah dilalui.
Ciri-ciri Pembelajaran PBI (Problem Based Instruction)
Terdapat beberapa ciri PBI (Problem Based Instruction) menurut Ibrahim
dan Nur (2000) dalam Eko (2012), yaitu:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
PBI (Problem Based Instruction) mengorganisasikan kehidupan nyata dan
pengalaman siswa sebagai bahan pengajaran. Kehidupan nyata dan
pengalaman siswa inilah yang dijadikan sebagai sumber pertanyaan atau
masalah bagi siswa itu sendiri. Hal ini akan membantu siswa dalam
mempertajam pola pikir kritis siswa terhadap lingkungan, sehingga
kepekaan siswa dan rasa ingin tahu siswa menjadi meningkat.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Pertanyaan dan masalah yang bermunculan pada siswa tidak harus berada
pada satu disiplin ilmu saja. Namun, masalah tersebut saling berkaitan
dengan disiplin ilmu yang lain. Sehingga siswa dapat berpikir secara lebih
luas dan holistik, tidak terkotak-kotak pada satu disiplin ilmu saja. Pola pikir
yang luas dan holistik akan membantu anak berpikir secara meluas tanpa
membedakan disiplin ilmu yang berkaitan.
3. Penyelidikan otentik
PBI (Problem Based Instruction) mengharuskan siswa untuk melakukan
penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah, observasi
dan eksperimen. Selama penyelidikan siswa dapat mencari segala informasi
dari berbagai sumber pembelajaran untuk memecahkan masalah yang
terjadi. Selain itu, dengan adanya penyelidikan otentik ini, secara tidak
langsung membuat siswa mengalami sendiri dalam mencari sebuah konsep.
Hal itu akan membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri
(konstruktivisme).
4. Menghasilkan suatu produk/karya dan memamerkannya
PBI (Problem Based Instruction) menuntut siswa untuk menghasilkan suatu
produk tertentu dalam sebuah karya seperti poster, puisi, laporan, gambar

18
dan sebagainya. Produk ini dihasilkan dari proses pemecahan masalah yang
berhasil dipecahkan oleh siswa. Setelah menghasilkan suatu produk, siswa
juga harus memamerkan hasil karyanya. Hal ini menimbulkan suatu
kepuasan terhadap diri siswa, sehingga semangat kompetisi untuk
menghasilkan karya terbaik dapat terus menerus dibangun.
5. Kerjasama
Kerjasama dalam pembelajaran ini cukup bervariasi, dapat secara
berpasangan, kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Kerjasama
akan mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir melalui
tukar pendapat serta berbagai penemuan yang berhasil ditemukan bersama.
Selain itu kerjasama juga dapat membantu siswa dalam mengembangkan
motivasi pada diri masing-masing siswa.
Sintaks Pembelajaran PBI (Problem Based Instruction)
Berikut adalah sintaks PBI (Problem Based Instruction) menurut Sugiyanto
(2009), dilengkapi dengan pendapat Widodo (2009):
No Tahap Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Memberikan orientasi Guru menjelaskan tujuan
tentang permasalah kepada pembelajaran, Menjelaskan
siswa logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang
dipilihnya
Tahap 2 Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa
untuk meneliti mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan
masalah tersebut

19
Tahap 3 Membantu investigasi Guru mendorong siswa untuk
mandiri dan kelompok mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
Tahap 4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam
mempresentasikan hasil merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya
Tahap 5 Menganalisa dan Guru membantu siswa untuk
mengevaluasi proses melakukan refleksi atau evaluasi
mengatasi masalah terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran PBI (Problem Based


Instruction)

PBI (Problem Based Instruction) memiliki beberapa kelebihan, yaitu :


1. Siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar sehingga pengetahuan dapat
terserap dengan baik.
2. Siswa dilatih untuk bekerjasama dengan siswa lain.
3. Siswa memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber belajar.
4. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
5. Siswa berperan aktif dalam KBM.
6. Siswa lebih memahami konsep matematika yg diajarkan sebab mereka
sendiri yang menemukan konsep tersebut.
7. Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi.

20
8. Pembelajaran lebih bermakna.
9. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika sebab
masalah yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari
10. Menjadikan siswa lebih mandiri.
11. Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima
pendapat orang lain.
12. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan
pendapat.

Selain itu PBI memiliki kelemahan, antara lain :

1. Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
4. Membutuhkan waktu yang banyak.
5. Tidak setiap materi matematika dapat diajarkan dengan PBI.
6. Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat
duduk siswa yang terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat
pembelajaran, dll.
7. Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.
8. Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30
siswa perkelas.

21
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN Tamanan Bondowoso pada semester


genap tahun ajaran 2015/2016 pada pokok bahasan listrik dinamis. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN Tamanan Bondowoso. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tes keterampilan pemecahan
masalah kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rata-rata tes keterampilan
pemecahan masalah kelas control dan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil tersebut
diuji signifikansinya melalui uji statistic dengan teknik Indepnent Sample T-test
dan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil tersebut dikonsultasikan
dengan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dan diperoleh kesimpulan
bahwa Model PBI berpengaruh terhadap keterampilan pemecahan masalah Fisika
siswa kelas X SMAN Tamanan Bondowoso. Hasil penelitian ini sejalan dengan
beberapa hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran yang berdasarkan pada masalah dapat memberikan dampak
terhadap pemecahan masalah siswa (Abubakar & Arshad, 2015; Khanifah &
Susanto, 2014; Harsoyo & Sopyan, 2014).
Model Problem Based Instruction dapat membuat siswa ikut terlibat aktif
dalam proses pemecahan masalah pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Mergendoller (2006). Hal ini terlihat dari hasil penskoran oleh observer
dan penilaian LKS. Aktivitas bertanya dan berpendapat siswa tiap pertemuannya
mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama masih belum banyak siswa
yang berani bertanya atau menyampaikan pendapatnya. Hal ini wajar dialami
karena mengingat hasil wawancara dengan guru fisika yang menyatakan bahwa
model PBI belum pernah diterapkan dalam pembelajaran fisika, sehingga siswa
masih perlu beradaptasi dengan tahapan pembelajaran yang baru. Pada pertemuan
kedua dan ketiga siswa yang mengacungkan tangan untuk bertanya dan
berpendapat semakin banyak. Adaptasi atau penyesuaian terhadap suatu cara
pengajaran baru sangat diperlukan untuk menghasilkan dampak pembelajaran
yang optimal (Silahuddin, 2015; Sari & Murwatiningsih, 2015).

22
Tabel 1. Deskripsi Hasil Tes
N Min Max Mean
Kelas eksperimen 29 58,97 92,31 74,80
Kelas kontrol 28 23,08 82,05 59,06

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji (Independent Sample T-test)


Sig (1-tailed) Kesimpulan
Keterampilan pemecahan masalah 0.000 H0 ditolak, Ha diterima

Hasil rekapitulasi nilai aktivitas belajar siswa dari hasil observasi dan
dokumentasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata aktivitas belajar siswa dalam
memecahkan masalah pembelajaran berada dalam kategori cukup aktif.
Penjabaran hasil tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3. Model Problem Based
Instruction (PBI). Dapat membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran (Latifa,
et al, 2015; Hapsoro & Susanto, 2009).
Tabel 3. Nilai Aktivitas Belajar Siswa
Pertemuan ke- …. Nilai rata-rata aktivitas Kriteria
1 60,99 Cukup Aktif
2 53,81 Cukup Aktif
3 55,04 Cukup Aktif
Nilai rata-rata 56,61 Cukup Aktif

Pemecahan masalah memadukan pengetahuan awal yang sudah ada untuk


menyelesaikan masalah baru (Carson, 2007). Hal tersebut merupakan kendala
dalam penelitian ini, tidak mudah untuk menggali kembali pengetahuan awal yang
dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu perlu suatu
metode tertentu yang dapat membantu siswa menggali pengetahuan awal yang
telah dimiliki.

23
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil observasi dan penelitian yang dilakukan yang tidak
lepas dari teori-teori yang berkaitan dengan judul penelitian tersebut, maka
kesimpulan dari penelitian ini terkait dengan masalah yang telah dirumuskan
adalah model Pembelajaran Based Instruction berpengaruh terhadap
keterampilan pemecahan maslaah siswa kelas X SMAN Tamanan Bondowoso
dan model Pembelajaran Based Instruction dapat merangsang siswa untuk aktif
terlibat dalam proses pembelajaran. Rata-rata keaktifan siswa dalam
memecahkan masalah pembelajaran dengan model Pembelajaran Based
Instruction termasuk dalam kriteia Cukup Aktif.

B. Saran
1. Untuk kebaikan makalah, diharapkan agar mencari lebih banyak referensi
dan bertanya mengenai materi yang akan dipaparkan dalam makalah.
2. Dalam penyusunan makalah, sebaiknya penyusun makalah lebih banyak
meminta bimbingan dari orang-orang yang lebih berpengalaman.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bismarbasa. 2012. Pengertian Pemecahan Masalah.


(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2253033-pengertian-
pemecahan-masalah/ Dakses pada tanggal 21 Mei 2017).

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Firdaus, Ahmad. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
(http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-
masalah-matematika/ Diakses pada tanggal 21 Mei2017)
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadirman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia


Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta

25

Anda mungkin juga menyukai