Anda di halaman 1dari 121

PERSAMAAN SCHRODINGER

1. KIMIA KUANTUM
Kimia kuantum merupakan aplikasi mekanika kuantum untuk
persoalan-persoalan kimia. Pengaruh kimia kuantum

dirasakan

disemua cabang ilmu kimia. Ahli kimia fisika menggunakan


mekanika kuantum untuk menghitung (dengan bantuan mekanika
statistika)

sifat

termodinamika

(sebagai

contoh,

entropi,

kapasitas panas) dari gas; untuk menginterpretasikan spektrum


molekul,

sehingga

ditentukan

sifat-sifaf

molekul

secara

ekperimental (sebagai contoh, panjang ikatan dan sudut ikatan,


momen dipol, rintangan untuk suatu rotasi internal, perbedaan
energi antara konformasi isomer); untuk menghitung sifat molekul
secara teoritis, untuk menghitung sifat keadaan transisi pada reaksi
kimia, sehingga dapat diramalkan konstanta laju, memahami gaya
antar molekul dan berhubungan dengan ikatan pada padatan.
Ahli kimia organik mengunakan mekanika kuantum dalam
meramalkan stabilitas relatif suatu molekul, menghitung sifat
reaksi

intermidiet,

meneliti

mekanisme

reaksi,

meramalkan

aromatisitas dari suatu molekul dan menganalisis spektrum NMR.


Ahli kimia analitik menggunakan paling banyak metode-metode
spektroskopik. Frekuensi dan intensitas garis pada suatu spektrum
dapat

dipahami

dan

di-interprestasikan

menggunakan mekanika kuantum.

hanya

dengan

Ahli kimia anorganik menggunakan teori medan ligan, suatu


pendekatan dalam metode mekanika kuantum untuk memprediksi
dan menjelaskan sifat-sifat ion kompleks logam transisi.
Walaupun

molekul-molekul

biologis

besar

membuat

perhitungan mekanika kuantum menjadi sangat sulit, biokimia


mengambil dari kemudahan yang diberikan studi-studi mekanika
kuantum seperti konformasi molekul-molekul biologis, pengikatan
antara enzim-substrat dan solvasi molekul.

2. LATAR BELAKANG HISTORIS MEKANIKA KUANTUM


Perkembangan

mekanika

kuantum dimulai pada

tahun

1900 dengan studi Planck mengenai emisi cahaya oleh padatan


yang

dipanaskan,

maka

kita

akan

memulainya

dengan

mendiskusikan keberadaan cahaya.


Pada
eksperimen
gelombang

tahun
yang

1801,
sangat

cahaya

Thomas

Young

menyakinkan

dengan menunjukkan

memberikan
tentang

hasil

keberadaan

bahwa cahaya akan

berdifraksi dan berinterperensi saat melewati dua buah lubang pin


yang berdampingan.
Sekitar tahun 1860, James Clerk Maxwell, mengembangkan
empat persamaan, yang dikenal dengan persamaan Maxwell, yang
menggabungkan hukum kelistrikan dan kemagnetan. Persamaan
Maxwell meramalkan bahwa suatu medan listrik yang dipercepat
akan

meradiasikan

energi

dalam

bentuk

gelombang

ektromagnetik yang terdiri dari litrik terosilasi dan medan magnet.

Kecepatan gelombang

yang diramalkan dengan persamaan

Maxwell ternyata sama dengan hasil pengukuran eksperimental.


Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya merupakan gelombang
elektromagnetik.
Pada

tahun 1888, Heinrich Hertz mendeteksi gelombang

radio yang diproduksi oleh muatan listrik yang dipercepat dalam


suatu

busi, sebagai mana

yang diprediksi oleh persamaan

Maxwell. Hal ini meyakinkan sekali lagi bahwa cahaya merupakan


gelombang elektromagnet.
Semua gelombang elektromagnet berjalan dengan kecepatan
c = 2.998 x 1010 cm/s dalam ruang hampa. Frekuensi v dan
panjang gelombang suatu gelombang dihubungkan dengan suatu
persamaan:

c
(Suatu

(1)*

persamaaan

Berbagai

label

dengan

konvensional

tanda

bintang

diberikan

harap

kepada

diingat)

geloambang

elektromagnetik tergantung kepada frekuensinya. Berdasarkan


frekuensi,

gelombang

elektromagnetik

dapat

dibagi

menjadi

gelombang radio, gelombang mikro, radiasi infra merah, cahaya


tampak, sinar-X dan sinar gamma.
Pada akhir 1800, ahli fisika mengukur intensitas cahaya
berdasarkan berbagai frekuensi yang diemisikan oleh pemanasan
badan hitam pada temperatur tetap. Suatu badan hitam adalah
suatu objek

yang dapat mengabsorbsi seluruh cahaya yang

mengenainya. Suatu pendekatan yang baik dilakukan terhadap

suatu badan hitam adalah dengan mengasumsikan sebagai suatu


celah

dengan

lubang

kecil.

Ketika

ahli fisika

menggunakan

mekanika statistik dan model gelombang elektromagnetik dari


cahaya untuk meramalkan kurva intensitas versus frekuensi untuk
radiasi emisi badan hitam, mereka menemukan suatu hasil yang
sangat

tidak

sesuai dengan porsi frekuensi tinggi dari kurva

eksperimental.
Pada tahun 1900, Max Planck mengembangkan suatu teori
yang

memberikan kesesuaian yang baik dengan kurva hasil

pengamatan radiasi badan hitam. Planck mengasumsikan bahwa


atom-atom dari badan hitam hanya dapat memancarkan energi
cahaya sejumlah h

dimana

adalah frekuensi radiasi dan h

konstanta proporsionalitas, yang disebut dengan konstanta Planck.


Nilai untuk h = 6.6 x 10 -34 J.s memberikan kurva yang sesuai
dengan kurva

eksperimental

badan hitam. Konstanta

Planck

menandai dimulainya mekanika kuantum.


Hipotesis Planck mengenai kuantitas tertentu energi yang
dipancarkan (emisi adalah kuantisasi) ternyata berlawanan dengan
ide-ide sebelumnya. Energi dari suatu gelombang berhubungan
dengan amplitudo dan

amplitudo bervariasi secara sinambung

dari nol keatas. Lebih lanjut, menurut mekanika Newtonian, energi


dari badan materi bervariasi secara sinambung. Maka ahli fisika
berharap energi dari suatu atom juga akan bervariasi secara
sinambung juga.

Selanjutnya,

emisi

energi

radiasi

elektromagnetik

juga

akan bervariasi secara sinambung. Namun demikian, hanya


dengan hipotesis bahwa emisi energi yang terkuantisasi, kurva
radiasi badan hitam dihasilkan.
Aplikasi kedua dari kuantisasi energi adalah efek fotoelektrik,
sinar cahaya pada suatu logam menyebabkan emisi elektron.
Energi dari suatu gelombang berkesesuaian dengan intensitasnya
dan tidak berhubungan

dengan frekuensinya, maka, gambaran

gelombang elektromagnetik dari cahaya merupakan energi kinetik


dari suatu emisi fotoelektron akan meningkat bila intensitas cahaya
juga meningkat tetapi tidak akan berubah bila frekuensi berubah.
Sebaliknya, energi kinetik dari elektron yang diemisikan tidak
bergantung kepada intensitas cahaya tetapi akan meningkat bila
frekuensi meningkat.
Pada tahun 1905, Albert Einstein memperlihatkan bahwa
suatu

pengamatan

dapat

dijelaskan

cahaya

sebagai

kumpulan

entiti

dengan

memperhatikan

mirip

partikel

(yang

disebut dengan foton), dimana setiap foton memiliki energi sebesar


E foton h

(2)*

Bila suatu elektron pada logam mengabsorbsi suatu foton, bagian


energi

foton

menahan

yang

gaya

diabsorbsi

tahan

elektron

digunakan
dalam

untuk

logam

dan

menahan
sisanya

merupakan energi kinetik elektron yang tertinggal pada logam.


Konservasi energi adalah sebesar:
h 12 m 2
5

dimana

merupakan energi minimum yang dibutuhkan oleh

elektron lepas

dari logam (fungsi kerja logam)

1/2mv2

dan

merupakan energi kinetik maksimum dari emisi elektron. Suatu


kenaikan frekuensi

cahaya

akan menghasilkan kenaikan energi

foton dan mengakibatkan kenaikan

pada laju emisi elektron,

tetapi tidak mengubah energi kineik dari tiap emisi elektron.


Efek

fotoelelektrik

memperlihatkan

bahwa

cahaya

menunjukkan perilaku mirip partikel sebagai tambahan bahwa


perilaku mirip gelombang diperlihatkan pada percobaan difraksi.
Sekarang, kita bayangkan struktur materi.
Pada akhir abad kesembilan belas, pengamatan terhadap
tube hampa listrik dan radioaktivitas alami memperlihatkan bahwa
atom-atom dan molekul tersusun dari partikel-partikel bermuatan.
Elektron-elektron

memiliki

positif.

keduanya sama tetapi hanya berbeda dalam

Besaran

muatan negatif. Proton

bermuatan

tanda dan 1836 kali lebih berat dari elektron. Penyusun ketiga dari
atom

adalah netron (ditemukan pada tahun 1932) yang tidak

bermuatan tetapi sedikit lebih berat dari proton.


Dimulai pada tahun 1909, Rutherford, Geiger dan
mengadakan serangkaian
tipis

yang dilewatkan

Marsden

penelitian terhadap lempeng

logam

berkas partikel alfa dan mengamati

pembelokan dari partikel pada layar fluoresensi. Partikel alfa inti


helium bermuatan positif didapatkan dari bahan alam radioaktif.
Rutherford mengamati

bahwa kebanyakan partikel alfa yang

melewati lempeng tidak dibelokan, sedikit yang dibelokan dan

beberapa dipantulkan kembali. Untuk mendapatkan pembelokan


yang besar muatan yang sama sedapat mungkin

berdekatan,

sehingga gaya tolak Coulomb menjadi sangat besar. Jika muatan


positif dijauhkan dari atom (sebagaimana yang diusulkan oleh JJ.
Thomson,

1904)

partikel

alfa

berpenetrasi melewati atom,

yang

gaya

berenergi

besar

tolakan hampir

akan

tidak ada,

menjadi nol pada pusat atom; sesuai dengan elektrostatik klasik.


Maka Rutherford berkesimpulan bahwa pembelokan paling besar
terjadi pada muatan positif yang terpusat pada inti atom.
Suatu atom yang mengandung inti (garis tengah 10 -13
sampai 10-12) terdiri dari netron-netron dan proton Z, dimana Z
adalah bilangan atom. Diluar ini terdapat sejumlah Z elektron.
Partikel bermuatan berinteraksi
(Nukleon-nukleon

sesuai dengan hukum coulomb.

berikatan pada inti dengan gaya inti jarak

pendek dan kuat, yang tidak akan dibahas di sini). Garis tengah
suatu atom adalah sekitar satu angstrom (1A = 10-8 cm = 10-10 m),
yang dihasilkan

dari pengukuran teori kinetika gas.

Molekul-

molekul memilki lebih dari satu inti.


Sifat kimia dari atom dan molekul ditentukan oleh struktur
elektronik dan pertanyaannya kemudian apakah gerak dan energi
dari elektron juga mempengaruhi sifat kimia tersebut. Bila inti
lebih pejal daripada elektron, maka gerak inti akan lamban
dibandingkan dengan gerak elektron.
Pada tahun 1911, Rutherford mengusulkan model planeter
dari suatu atom dimana elektron bergerak mengelilingi inti dalam

berbagai

orbit,

mengelilingi

sebagaimana

matahari.

halnya

Namun

planet-planet

demikian,

bergerak

terdapat

persoalan

mendasar dalam model seperti ini. Menurut teori elektromagnet


klasik, percepatan dari partikel bermuatan dapat meradiasikan
energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik (cahaya). Suatu
elektron

yang

mengelilingi

inti

sesungguhnya

mengalami

percepatan dikarena vektor kecepatan secara sinambung terus


berubah. Dengan demikian seharus elektron pada model Rutherford
akan berkurang energinya akibat radiasi dan maka dari itu bentuk
sesungguhnya adalah spiral

menuju

inti. Maka, menurut fisika

klasik (abad ke-19), atom Rutherford tidak stabil dan akan ambruk.
Kemudian 1913, Niels Bohr mengusulkan model dengan
menggunakan konsep kuantisasi energi dari atom hidrogen. Bohr
mengasumsikan bahwa

energi elektron dalam atom hidrogen

terkuantisasi, dengan membatasi gerak elektron pada hanya satu


besar jenis orbit. Bila suatu elektron membuat suatu bentuk transisi
dari satu orbit Bohr menjadi orbit lainnya, suatu foton cahaya yang
memiliki frekuensi v memenuhi,
Eatas Erendah h
adalah mengabsorbsi atau mengemisikan energi, dimana E atas dan
Erendah adalah keadaan rendah dan tinggi

(konservasi

energi).

Dengan asumsi bahwa suatu elektron membuat transisi dari


keadaan bebas (terionisasi) menjadi bentuk orbit ikatan akan
mengemisikan suatu foton dimana frekuensi merupakan integral
ganda dari satu-setengah frekuensi klasik revolusi elektron pada

orbit

ikatan. Bohr

menggunakan mekanika Newtonian

menurunkan rumusan untuk tingkat


Menggunakan

(3),

Bohr

rumusan dan spektrum

energi

mendapatkan

dalam

atom hidrogen.

kesesuaian

antara

hasil pengamatan hidrogen.

Namun

demikian teori ini gagal untuk spektrum helium. Lebih lanjut, teori
Bohr tidak dapat digunakan alam memperhitungkan ikatan kimia
dalam suatu molekul.
Persoalan

dasar

dalam

model

menggunakan mekanika klasik


gerak

elektronik

menunjukkan

dalam

terdapat

Bohr

adalah

dalam

newtonian dalam menjelaskan

atom.
frekuensi

Bukti
diskrit

dari

spektrum

yang

atom

menunjukkan

adanya energi gerak tertentu yang di-izinkan; energi elektronik


adalah

terkuantisasi.

Namun

demikian,

mekanika

newtonian

membolehkan adanya rentang kontinyu dari energi. Kuantisasi


terjadi pada gerak gelombang; sebagai contoh, frekuensi dasar
dan overtone dari senar biola. Maka Louis de Broglie

1923

mengusulkan bahwa gerak elektron memiliki aspek gelombang,


elektron dengan massa m dan kecepatan v akan memiliki panjang
gelombang.

h
h

m p

(4)

dimana p merupakan momentum linier dengan analogi sebagai


foton.

Energi

dari

suatu

dieksperesikan sebagai

partikel

(termasuk

foton)

dapat

E = mc2 sesuai dengan teori khusus

relativitas khusus Einstein, dimana m adalah massa relatif dari

partikel, sebagai E = mc2, dimana c adalah kecepatan cahaya dan


m massa relatif partikel. Menggunakan foton dihasilkan E foton h ,

maka didapatkan mc 2 h hc / dan


dengan

kecepatan

c.

Persamaan

h
h

untuk gerak foton


m p

(4)

berhubungan

dengan

persamaan elektron.
Pada 1927, Davisson dan Germer secara eksperimental
menyatakan bahwa hipotesis Broglie tentang pembiasan elektron
dari logam dan mengamati efek difraksi. Pada tahun 1932, Sten
mengamati efek yang sama dengan atom helium dan molekul
hidrogen dengan tambahan bahwa efek gelombang tidak tegak
lurus terhadap arah elektron. tetapi hasil dari beberapa hukum
umum mengenai gerak untuk partikel-partikel mikroskopik.
Selanjutnya elektron-elektron berperilaku sebagian seperti
partikel dan sebagian lagi seperti gelombang. Kita berhadapan
dengan suatu kontradiksi 'dualitas partikel-gelombang dari materi
dan

cahaya.

Bagaimana

elektron-elektron

tersebut

dapat

berperilaku sebagai partikel yang entitasnya terlokalisasi dan


sebagai gelombang yang tidak terlokalisasi.
bahwa
sesuatu.

elektron

bukanlah gelombang

Jawabannya adalah

maupun

partikel

tetapi

Suatu gambaran akurat mengenai perilaku elektron

adalah tidak mungkin

menggunakan konsep gelombang atau

partikel dari fisika klasik. Konsep fisika klasik dikembangkan dari


pengalaman

dalam

dunia

makroskopik,

10

tetapi

belum

tentu

menyediakan pemaparan yang baik terhadap dunia mikroskopik.


Evolusi telah membentuk otak manusia sehingga dapat memahami
dengan baik fenomena makroskopik. Sistem syaraf manusia tidak
dikembangkan untuk memahami fenomena-fenomena pada tingkat
atom dan molekul, sehingga tidaklah mengejutkan bahwa kita tidak
dapat memahami secara lengkap fenomena seperti itu.
Walaupun foton dan elektron menunjukkan penampakan
dualitas, mereka dapat dikatakan sebagai entitas tertentu. Foton
selalu berjalan dengan kecepatan dan massa nol; elektron selalu
berjalan dengan kecepatan < c dan massa tidal nol. Bila foton
selalu diperlakukan secara relatif, maka elektron diperlakukan
secara nonrelativitas.

3. PRINSIP KETIDAKPASTIAN
Efek dualitas gelombang-partikel dapat dijumpai pada hal
pengukuran: secara simultan koordinat x dan komponen x dari
momentum linier dari suatu partikel mikroskopik. Suatu berkas
partikel dengan momentum p, berjalan sepanjang arah y, dan
berkas tersebut kemudian jatuh pada celah sempit. Di belakang
celah

tersebut

ditempatkan

suatu

gambar 1.1.

11

plat

fotografik.

Perhatikan

Gambar 1. Difraksi elektron oleh suatu celah

Partikel yang melewati celah dengan lebar w memiliki


ketidakpastian w pada koordinat x. Bila penyebaran disepanjang
celah x adalah x = w.
Sepanjang partikel makroskopik memiliki sifat gelombang,
mereka akan terdifraksi oleh suatu celah menghasilkan (sebagai
berkasi sinar) suatu pola difraksi pada suatu lempeng. Tinggi dari
grafik pada gambar 1.1. adalah suatu ukuran dari banyak partikel
yang

mencapai

suatu

titik

yang

diberikan.

Pola

difraksi

mengindikasikan bahwa suatu partikel yang didifraksikan oleh


celah, arah dari geraknya berubah sebagai bagian dari momentum
yang dipindahkan pada arah x. Komponen x dari momentum
diberikan oleh proyeksi dari vektor momentum pada arah-x. Suatu
partikel

dibelokkan

ke

arah

atas

dengan

sudut

memiliki

momentum p sin . Suatu partikel yang dibelokkan ke arah bawah


dengan sudur akan memiliki momentum sebesar p sin . Maka

12

arah dari pembelokkan partikel memiliki rentang

- sampai

dimana adalah sudut untuk minimum pertama pada pola difraksi,


kita kan mengambil dari penyebaran nilai momentum dari pusat
puncak difraksi pusat sebagai ukuran dari ketidak pastian px pada
komponen momentum x: px = p sin
Maka pada celah, dimana pengukuran dibuat,
xpx pw sin

(5)

Sudut dimana difraksi minimum pertama terjadi siap dihitung.


Kondisi untuk minimum pertama adalah perbedaan dari jarak
tempuh dari partikel melewati celah pada ujung atas dan partikel
melewati pusat celah sama dengan , dimana adalah panjang
gelombang dari gelombang. Gelombang yang berasal dari atas
celah kemudian secara pasti keluar dari fase sedangkan gelombang
dari pusat celah; keduanya juga saling meniadakan. Gelombang
yang berasal dari suatu titik pada celah pada jarak d di bawah titik
tengah celah dan gelommbang yang berasal dari jarak d di bawah
bagian atas dari celah. Penggambaran AC pada gambar 1.2.
menunjukkan bahwa AD = CD, kita memiliki perbedaan dari
panjang jejak sebagai BC. Jarak dari celah ke lempeng besar
dibandingkan dengan lebar celah.

13

Gambar 2. Perhitungan difraksi minimum pertama

Maka AD

dan BD hampir parallel. Ini membuat sudut ACD sudut

kearah kanan dan maka BAC = . Perbedaan jejak BC kemudian


1
2

w sin . Bila BC = , maka nilai w sin = dan persamaan (1.5)

menjadi xpx p . Panjang gelombang diberikan oleh hubungan


de Broglie h / p , maka xpx h . Bila ketidakpastian belum secara
tepat didefinisikan, tanda kesamaan adalah tidak benar-benar
menunjukkan kepastian, maka sebaiknya kita akan tulis
xpx h

(6)

Mengindikasikan bahwa perkalian dari ketidakpastian pada x dan p x


ada pada orde besaran konstanta Planck. Pada seksi 5.1. kita akan
berikan secara statistika definisi yang tepat dari ketidak pastian dan
menggantikan ketidaksamaan pada (1.6).
Walaupun

telah

didemostrasikan

hanya

untuk

satu

set

eksperimen, validitasnya adalah umum. Tidak masalah apa usaha


yang dibuat, dualitas gelombang-partikel dari partikel mikroskopik
membuat suatu batasan terhadap kemampuan untuk mengukur
secara

simultan

posisi,

akurasi

momentum. (Pada gambar 1.1.


celah

akan

meningkatkan

berkurang

untuk

penentuan

sin = /w, makapenyempitan

penyebaran

pada

pola

difraksi.)

Keterbatasan ini disebut dengan prinsip ketidakpastian yang


ditemukan pada tahun 1927 oleh Werner Heisenberg.

14

Dikarenakan

dualitas

gelombang-partikel,

pekerjaan-

pekerjaan pengukuran disertai deengan gangguan-gangguan yang


tidak terkontrol yang juga ikut diukur. Kita akan memulai dengan
partikel yang memiliki nilai tepat dari p x (nol); dengan pemaksaan
terhadap celah, kita mengukur koordinat-x dari suatu partikel pada
akurasi

w,

tetapi

pengukuran

ini

akan

menghasilkan

suatu

ketidakpastian kedalam nilai px suatu partikel. Pengukuran selalu


merubah keadaan dari sistem.

4. PERSAMAAN SCHRDINGER TERGANTUNG WAKTU


Mekanika klasik hanya digunakan untuk partikel makroskopik. Untuk
partikel mikroskopik dibutuhkan suatu bentuk mekanika baru,
yang disebut dengan mekanika kuantum. Perbedaan diantara
keduanya sangat kontras. Sebagai penyederhanaan, biasanya,
dicontohkan sistem satu dimensi dengan satu partikel.
Pada mekanika klasik, pergerakan partikel dilakukan oleh
hukum kedua newton:
F ma m

d 2x
dt 2

(7)

dimana F adalah gaya pada partikel, m = massa; t = waktu; dan a

= percepatan, diberikan oleh a


kecepatan.

Persamaan

(7)

dv d

dt dt

mengandung

d 2x
dx

, dimana v =

dt 2
dt
turunan

kedua

dari

koordinat x terhadap waktu. Untuk menjawabnya, dilakukan dengan

15

mengintegrasikannya dua kali. Hal ini akan menghasilkan dua


konstanta sembarang ke dalam solusinya, dan
x g t , c1 , c2

(8)

dimana g adalah beberapa fungsi dari waktu . Tentunya akan ada


pertanyaan; apakah informasi yang dibutuhkan pada suatu waktu t 0
untuk meramalkan gerak selanjutnya dari partikel; Jika kita tahu
bahwa pada t0 partikel berada pada titik x0, kita dapatkan:
x0 g t0 , c1 , c2

(9)

Selama kita memiliki dua konstanta yang dibutuhkan. Penurunan


dari (8) meng-hasilkan:
dx
d
g t , c1 , c2
dt
dt
Jika diketahui bahwa pada waktu t0, kecepatan partikel 0, maka
didapatkan hubungan baru

d
g t , c1 , c2
dt
t t0

(10)

Kita akan gunakan persamaan (9) dam (10) untuk menjawab c1 dan
c2 dalam ungkapan x0 dan 0. Bila c1 dan c2 diketahui, maka greak
pasti selanjutnya dapat diprediksi.
Sebagai contoh dari persamaan (7) sampai (10) merupakan
gerakan vertikal dari medan partikel dalam gravitasi bumi. Sumbu x
menuju ke atas. Gaya pada partikel menuju ke bawah dan F m g ,
dimana g adalah konstanta percepatan gravitasi. Hukum kedua
Newton adalah mg md 2 x / dt 2 , maka d 2 x / dt 2 g . Suatu integrasi

16

tunggal menghasilkan dx / dt gt c1 . Konstanta sembarang c1 dapat


dicari jika kita mengetahui kecepatan partikel 0 pada saat t0. Bila
=

dx/dt

Didapatkan

dx
gt gt0 0 .
dt

Integrasi

0 gt0 c1

dari

dan

c1 0 gt0

persamaan

Maka

tersebut

akan

2
menghasilkan x 12 gt ( gt0 0 )t c2 Jika selanjutya jika pada t 0 kita

mengetahui

posisi

x0,

c2 x0 12 gt0 0t0 . Maka

maka

x0 12 gt 2 ( gt0 0 )t c2

dan

x sebagai fungsi dari waktu menjadi

x 12 gt 2 ( gt0 0 )t x0 12 gt0 0t0 atau x x0 12 g (t t0 ) 0 (t t0 ) untuk


mengetahui x0 dan 0 pada saat t0, kita dapat meramalkan posisi
mendatang dari partikel.
Energi potensial mekanika klasik V dari suatu partikel
bergerak pada satu dimensi memenuhi
V ( x, t )
F ( x, t )
x

(15)*

Sebagai contoh, suatu partikel bergerak pada bidang medan


gravitasi bumi, V / x F mg dan intergasinya akan menghasilkan
V mgx c , dimana c adalah konstanta sembarang. Kita bebas untuk
men-set tingkat nol dari energi potensial dimana saja kita mau;
ambil c = 0, kita akan menghasilkan V = mgx sebagai fungsi energi
potensial.
Keadaan pada mekanika klasik dapat berarti suatu spesifikasi
dari posisi dan kecepatan dari tiap partikel dalam system pada

17

beberapa waktu, ditambah dengan spesifikasi gaya yang beraksi


pada partikel. Menurut hukum kedua Newton, keadaan suatu
system pada suatu saat, keadaan mendatang dan gerak mendatang
dapat diprediksikan secara tepat, sebagaimana yang ditunjukkan
oleh persamaan (8) (10). Kesuksesan hokum Newton dalam
menjelaskan
menggunakan

pergerakan
hukum

planet
ini

menyebabkan

dalam

memberikan

banyak

filosof

alasan-alasan

deterministic. Ahli matematika dan astronomer Pierre de Laplace


(1749-1827) berasumsi bahwa alam semesta terdiri dari partikelpartikel yang mengikuti hokum Newton. Maka dari pada itu,
keadaan sesaat alam semesta, pergerakan yang akan datang dalam
alam semesta selengkapnya dapat ditentukan. Suatu maha-zat
dapat menentukan keadaan alam semesta pada suatu saat yang
pada prinsipnya dapat menghitung semua pergerakan.
Walaupun mekanika klasik adalah deterministik, disadari bahwa
pada tahun 1970 banyak sistem mekanika klasik (sebagai contoh,
pendulum yang berosilasi dibawah

pengaruh gavitasi, friksi dan

gaya gerak secara periodik bervariasi) menunjukkan perilaku chaos


untuk rentang tertentu parameter sistem. Pada suatu sistem chaos,
gerak sangat sensistif dan dua keadaan terhadap keadaan awal
posisi dan kecepatan partikel dan juga gaya gerak serta dua
keadaan awal yang secara eksperimental berbeda menunjukkan
bahwa perilaku mendatang tidaklah dapat diprediksi. (Sebagai
contoh, suatu ahli fisika membangun sepasang pendulum yang
mana gaya tarik gravitasi dari suatu titik hujan yang berjarak satu

18

mil telah cukup mempengaruhi pergerakan pendukum setelah satu


menit berosilasi; J Gleick, Chaos, Viking, New York, 1987, p.230).
Dikarenakan akurasi dari pengukuran keadaan awal kadang kala
terbatas, prediksi untuk perilaku jangka panjang dari mekanika
klasik chaos secara praktik, tidaklah mungkin, walaupun sistem
tersebut juga mengikuti persamaan deterministik. Perhitungan
komputer mengindikasikan bahwa pergerakan planet Pluto mungkin
bersifat chaos [G.J. Sussman dan J. Wisdom, Science, 241, 433
(1988); Scientific American, Oct. 1988, p. 20].
Berpedoman dengan pengetahuan pasti tentang mekanika
klasik pada keadaan sekarang, kita dapat memprediksi keadaan
mendatang. Namun demikian, prinsip ketidak pastian Heisenberg
menunjukkan bahwa kita tidak dapat menentukan secara simultan
dari posisi dan kecepatan partikel mikroskopik, maka dari itu sangat
banyak pengetahuan yang dibutuhkan untuk memprediksi gerak
mendatang. Selanjutnya kita akan mengisi mekanika kuantum
dengan sedikit prediksi lengkap tentang gerak lanjutnya.
Pendekatan terhadap mekanika kuantum akan diprostulatkan
sebagai

prinsip

mendeduksi

dasar

dan

kemudian

konsekuensinya

secara

kan

digunakan

eksperimental,

untuk
seperti

tingkatan energi pada level atom. Untuk menjelaskan suatu


keadaan

sistem

memprostulatkan

pada

mekanika

keberadaan

fungsi

kuantum,
koordinat

kita
yang

akan
disebut

sebagai fungsi gelombang atau fungsi keadaan . Pada umumnya


keadaan dinyatakan juga fungsi dari waktu. Maka untuk satu

19

partikel,

satru dimensi, kita

akan memiliki

=(x,t). Fungsi

gelombang mengandung semua kemungkinan informasi mengenai


suatu sistem, maka dengan kata lain keadaan digambarkan
sebagai suatu fungsi gelombang , disederhanakan sebagai
keadaan

Hukum

kedua

Newton

memberikan

petunjuk

bagaimana menentukkan keadaan mendatang dari mekanika klasik


dari pengetahuan kini. Untuk menentukan keadaan mendatang
suatu sistem mekanika uantum dari pengetahuan kini digunakan
suatu persamaan fungsi gelombang dengan pengubah waktu. Untuk
satu partikel dalam sistem koordinat satu dimensi, persamaan yang
diprostulatkan adalah:
( x, t )
2 2 ( x, t )

V ( x, t ) ( x, t )
i
t
2m
x 2

(12)

dimana konstanta (h-bar) didefiniskan:


h
Konsep

h
2

tentang

(13)*
fungsi

gelombang

dan

persamaan

dengan

pengubah waktu ditemukan pada tahun 1926 oleh ahli fisika


Austria, Erwin Schrodinger (1887-1961). Persamaan ini dikenal
dengan persamaa Schoedinger tergantung waktu (atau persamaan
gelombang Schrodinger), i 1 , m adalah massa partikel dan
V(x,t) dari fungsi energi potensial dari sistem.
Persamaan

Schrodinger

tergantung

waktu

mengandung

turunan awal dari persamaan gelombang yang sangat bergantung


pada waktu dan memungkinkan kita untuk menghitung fungsi

20

gelombang (keadaan) mendatang, jika kita mengetahui fungsi


gelombang pada saat t0.
Fungsi gelombang mengandung semua informasi mengenai
sistem yang dijelaskan. Tetapi informasi apakah yang diberikan oleh
tentang pengukuran terhadap partikel pada koordinat-x ? Kita
tidak dapat berharap bahwa selalu terlibat dalam spesifikasi
posisi seperti pada mekanika klasik. Jawaban yang benar untuk
pertanyaan tersebut dijawab oleh Max Born. Prostulat Born adalah
x, t

(14)*

dx

yang memberikan kemungkinan menemukan partikel pada saat t


pada wilayah x pada rentang x + dx. Pada persamaan (1.14) tanda
kurung batang menunjukkan nilai absolut dan dx adalah suatu
panjang tidak terbatsa sepanjang sumbu-x. Fungsi

x, t

dx

adalah

kerapatan kebolehjadian untuk menemukan partikel pada setiap


tempat pada sumbu-x. (Suatu ulasan tentang kemungkinan ada
pada seksi 1.6) Sebagai contoh, sendainya beberapa partikel pada
saat t0, keadaan dikarakterisasi oleh persamaan gelombang ae bx
kita

selanjutnya

dapat

mengambil

beberapa

nilai

dari

x,

dikarenakan kerapatan kemungkinan adalah a 2e bx adalah nonzero


2

disetiap tempat. Nilai x pada wilayah disekita x=0 akan bernilai nol,
maka ||2 akan maksimum disekitar titik pusat.
Untuk

menghasilkan

hubungan

pasti

antara

||

dan

pengukuran eksperimental, kita dapat ambil sistem identik yang


tidak berinteraksi, dimana masing-masing dalam keadaan . Kita
21

akan mengukur posisi partikel di tiap sistem. Jika kita memiliki n


sistem dan membuat n kali pengukuran dan jika dnx mewakili
jumlah pengukuran dimana kita menemukan partikel antara x dan x
+ dx. Maka
dn x
2
dx
x

dan suatu grafik dari (1/n) dxx/dx melawan x memberikan kerapatan


kemungkinan ||2. Dengan demikian kita dapat menghasilkan fungsi
kebolehjadian-kerapatan dengan memberikan suatu sistem pada
keadaan dan secara berulang-ulang menjalankan pengukuran
posisi partikel. Prosedur ini tidak akan berjalan dikarenakan proses
pengukuran biasanya merubah keadaan sistem (). Hal ini akan
dijumpai pada diskusi prinsip ketidakpastian (seksi 1.3).
Mekanika kuantum pada dasarnya statistik. Untuk mengetahui
keadaan, kita tidak dapat memprediksi hasil dari pengukuran posisi
secara pasti; kita hanya dapat memprediksi kebolehjadian dari
berbagai kemungkinan hasil.

Teori

Bohr

dari atom hidrogen

memberikan jejak yang tepat dari elektron dan maka dari itu hal ini
bukan suatu gambaran mekanika kuantum.
Mekanika kuantum tidak berkata bahwa suatu elektron
terdistribusi pada wilayah luas sebagaimana gelombang yang
berdistribusi. Tetapi merupakan suatu kemungkinan pola (fungsi
gelombang)
elektron

yang

yang

digunakan

berperilaku

untuk

menggambarkan

gelombang

gelombang.

22

dan

mengikuti

gerakan
fungsi

Pembaca

mungkin

bertanya

bagaimana

suatu

fungsi

gelombang dapat memberikan informasi mengenai sifat-sifat lain


(sebagai contoh, momentum) selain posisi. Kita akan tunda diskusi
ini sampai pada bab selanjutnya.
Prostulat berbunyi, termodinamika (hukum termodinamika
pertama, kedua dan ketiga) merupakan keadaan makroskopik dan
sehingga

dapat

dengan

baik

dimengerti.

Prostulat

mekanika

kuantum merupakan keadaan mikroskopik dan tentu saja sedikit


abstrak. Kita mungkin tidak dapat mengerti sepenuhnya prostulatprostulat mekanika kauntum pada pertama kali baca. Dengan
adanya berbagai contoh, diharapkan pengertian mengenai prostulat
dapat bertambah.
Mungkin yang lebih mengganggu bila persamaan Schrodinger
yang dituliskan tidak disertai dengan bukti-bukti yang masuk akal.
Dengan

menggunakan

analogi

antara

optika

geometri

dan

mekanika klasik serta optika gelombang dan mekanika klasik, kita


dapat menunjukkkan masuk akal-nya persamaan Schrodinger.
Optika geometri adalah suatu pendekatan untuk optika gelombang,
valid jika panjang gelombang cahaya lebih kecil dibandingkan
dengan peralatan yang dipakai. (misalnya pada lensa hias atau
cermin) Begitu juga, mekanika klasik yang berdasarkan hubungan
antara

persamaan

geometri

dan

optika

gelombang.

Namun

demikian banyak ahli kimia secara khusus awam terhadap optika,


argumentasi ini biasanya ditiadakan. Pada kasus tertentu, analogi
ini dapat menunjukkan persamaan Schroedinger lebih masuk akal;

23

sehingga

kita

tidak

harus

menurunkan

atau

membuktikan

persamaan ini. Persamaan Schrodinger adalah suatu

prostulat

teori, sehingga untuk menguji kesepakatan yang diprediksinya


diperlukan

suatu

eksperimen.

(Rincian

mengenai

alasan

Schrodinger terhadap persamaannya dapat dilihat pada Jammer,


Seksi 5.3.)
Mekanika kauntum memberikan hukum-hukum gerak untuk
partikel-partikel

meikroskopik.

Secara

eksperimen,

objek

makroskopik mengikuti mekanika klasik. Maka untuk mekanika


kuantum sebagai teori yang sah, diperlukan deduksi mekanika
klasik untuk membuat suatu transisi dari mikroskopik menjadi
makroskopik.

Efek

kuantum

dihubungkan

dengan

panjang

gelombang Broglie h / m . Bila h sangat kecil, panjang gelombang


Broglie untuk objek makroskopik pada intinya adalah nol. Maka, bila

0 , diharapkan persamaan Schrodinger akan sama dengan


hukum kedua Newton.
Terdapat

juga

hubungan

antara

relativitas

khusus

dan

mekanika klasik. Pada batas / c 0 , dimana c adalah kecepatan


cahaya, relativitas khusus direduksi menjadi mekanika klasik. Suatu
bentuk mekanika kuantum yang akan kita kembangkan adalah
nonrelativitas. Suatu integrasi lengkap dari relativitas dengan
mekanika kuantum telah didapatkan.

Secara historis, mekanika kuantum dirumuskan pada tahun 1925


oleh Heisenberg, Born dan Jordan dengan menggunakan matriks,

24

beberapa
dengan

bulan

sebelum

menggunakan

membuktikan

bahwa

Schrodinger

persamaan

rumusan

1926

merumuskannya

differensial.

Heisenberg

Schrodinger

(disebut

mekanika

matriks) adalah sama dengan rumusan Schrodinger (mekanika


gelombang).

5. PERSAMAAN SCHRDINGER TIDAK TERGANTUNG WAKTU


Persamaan Schrodinger tergantung waktu (1.12) adalah suatu
persamaan yang luar biasa. Untung saja, untuk banyak keperluan
mekanika kuantum dalam kimia tidak diharuskan berhubungan
dengan persamaan ini, namun yang sering digunakan adalah
persamaan

Schrodinger

menurunkan bentuk

tidak

tidak

tergantung

tergantung

waktu.

Kita

akan

waktu dari persamaan

Schrodinger tergantung waktu untuk satu partikel dan kasus satu


dimensi.
Kita kan mulai dengan membatasi kasus khusus dimana
energi potensial bukan merupakan fungsi dari waktu dan hanya
tergantung pada x. Hal ini benar, jika sistem tidak mengalami gaya
eksternal

yang

tregantung

waktu.

Persamaan

Schrodinger

tergantung waktu dapat dibaca:

h ( x, t )
h2 2 ( x, t )

V ( x ) ( x, t )
i
t
2m x 2

(15)

Kita akan membatasinya pada solusi dari persamaan (1.15) yang


dpaat ditulis sebagai perkalian dari fungsi waktu dan fungsi x:
( x, t ) f (t ) ( x)

(16)*

25

Psi kapital digunakan untuk fungsi gelombang yang tergantung


pada waktu dan Psi kecil untuk faktor yang hanya tergantung pada
koordinat x. Keadaan yang berhubungan dengan fungsi gelombang
dalam bentuk (16) memiliki sifat tertentu (sedikit didiskusikan di
sini) sehingga dapat digunakan untuk banyak keperluan. [Tidak
semua jawaban (15) memiliki bentuk (16); lihat soal 3.38.] Dengan
menggunakan turunan parsial didapatkan:
( x, t ) df (t )

( x) ,
t
dt

2 ( x, t )
d 2 ( x)

f
(
t
)
x 2
dx 2

Subtitusi ke dalam persamaan (1.15) memberikan


h df (t )
h2
d 2 ( x)

( x)
f (t )
V ( x) f (t ) ( x)
i dt
2m
dx 2

Dimana kita

h 1 df (t )
h2 1 d 2 ( x)

V ( x)
i f (t ) dt
2m ( x ) dx 2

(17)

membagi f . Pada umumnya, kita mengharapkan

setiap bagian dari (17) adalah sama dengan suatu fungsi tertentu
dari x dan t. Namun demikian, bagian kanan-nya tidak tergantung
pada t; maka suatu fungsi yang tiap bagiannya sama harus tidak
tergantung

pada

waktu

t.

Bagian

kiri-nya

harus

tidak

tergantungpada x,; maka fungsi demikian hatus tidak tergantung


pada x. Selama fungsi tersebut tidak tergantung baik pada variabel
x dan t, tentu merupakan suatu konstanta. Kita sebut ini dengan E.
Tambahkan bagian kiri (17) dengan E, akan didapatkan:
df (t )
iE
dt
f (t )
h
Mengintegrasikan kedua sisinya terhadap t, dihasilkan

26

ln f (t ) iEt / h C
dimana konstanta C adalah suatu konstanta integrasi. Maka
f (t ) eC eiEt / h AeiEt / h
dimana konstanta A menggantikan dengan eC. Selama A dapat
dimasukkan sebagai suatu faktor dalam fungsi ( x) yang dikalikan
dengan f(t) dalam (16). A dapat dihilangkan dari f(t). Maka
f (t ) e iEt / h
Seimbangkan persamaan (1.17) terhadap E, dihasilkan

h2 d 2 ( x )
V ( x) ( x) E ( x)
2m dx 2

(18)*

Persamaan (1.18) adalah persamaan Schrodinger tidak tergantung


waktu untuk partikel tunggal dengan massa m dengan dimensi
satu. [Schrodinger sesungguhnya mengembangkan persamaan
tidak tergantung waktu sebelum persamaan tergantung waktu.
Tulisan yang berhubungan dengan E. Schrodinger, Ann. Physik, 78,
361, 489 (1926); 80, 437 (1926); 81, 109 (1926)]
Apakah keperluan dari konstanta E? Selama E ada sebagai [EV(x)] dalam persamaan (18), E memiliki dimensi yang sama dengan
V, maka E memiliki dimensi energi. Faktanya, kita memprostulat E
sebagai energi dari sistem. (Ini merupakan kasus khus dari suatu
prostulat yang lebih umum yang akan didiskusikan pada bab
selanjutnya) Maka, untuk kasus dimana energi potensial hanya
merupakan fungsi dari x, terdapat fungsi gelombang dalam bentuk
( x, t ) e iEt / h ( x)

(19)

27

dan fungsi-fungsi gelombang ini berhubungan dengan keadaan


konstanta nergi E. Pada bab-bab selanjutnya banyak perhatian kita
tujukan pada pencarian solusi dari (18) dari berbagai sistem.

Fungsi gelombang (19) adalah kompleks, tetapi kuantitas


yang

secara

eksperimen

dapat

diamati

adalah

kerapatan

kemungkinan ( x, t ) . Pangkat dua dari nilai absolut dari suatu


kuantitas kompleks diberikan dari hasil kali kuantitas dengan
kompleks terkonjugasinya. Kompleks terkonjugasi dibentuk dengan
menggantikan i dengan

i dimana hal itu terjadi. (Lihat seksi 7.)

Maka
2

(20)*

dimana bintang (*) menunjukkan kompleks terkonjugasinya. Untuk


bilangan gelombang (1.19), kita dapatkan
( x, t )

( x, t )

[e iEt / h ( x)]* e iEt / h ( x)


e iEt / h *( x)e iEt / h ( x)
e 0 *( x) ( x ) *( x) ( x)
( x)

(21)

Pada penurunan (1.21), kita mengasumsikan bahwa E merupakan


bilangan riil, maka E E * . Fakta ini akan dibuktikan pada seksi
berikutnya.
Maka

untuk

keadaan

dengan

bentuk

(19),

kerapatan

kemungkinan diberikan oleh ( x, t ) dan tidak berubah sepanjang


waktu. Keadaan seperti ini dikatakan keadaan stasioner. Selama

28

kuantitas secara fisik adalah ( x, t )


adalah

( x, t ) ( x ) ,

walaupun

fungsi

fungsi

gelombang

maka keadaan stasioner-nya

( x) disebut
lengkap

dari

fungsi

gelombang;

keadaan

stasioner

didapatkan dengan mengkalikan ( x) dengan e iEt / h . Istilah keadaan


stasioner bukanlah menunjukkan bahwa suatu partikel dalam
keadaan beristirahat. Apakah stasioner tersebut adalah kerapatan
kemungkinan | |2 , bukanlah partikel itu sendiri.
Kita akan memfokuskan pelajaran ini kepada keadaankeadaan dengan energi konstan (keadaan stasioner) dan tentu saja
akan selalu berhubungan dengan persamaan Schrodinger tidak
tergantung

waktu (18).

Sebagai

penyederhanaan

persamaan-

persamaan yang akan muncul selalu disebut dengan Persamaan


Schrodinger.

Perlu

dicatat

bahwa

persamaan

Schrodinger

mengandung dua yang tidak diketahui, E, energi dan , fungsi


gelombang. Untuk menjawab dua yang tidak diketahui ini, kita akan
memasang suatu kondisi tambahan (disebut kondisi batas) pada
yang memenuhi persamaan (18); kondisi batas menentukan energi
yag diperbolehkan, sehingga nilai tertentu dari E hanya akan
memenuhi suatu . Hal ini akan lebih jelas pada bab-bab
selanjutnya.
6. KEBOLEHJADIAN
Kebolehjadian memainkan peranan dalam mekanika kuantum. Pada
seksi ini, kita mengulas matematika dari kebolehjadian.

29

Terdapat banyak kontroversi mengenai definisi yang sesuai


dari kebolehjadian. Satu definisi adalah sebagai berikut: Jika suatu
eksperimen memiliki n keboleh jadian keluaran yang sama, m
darinya merupakan keberadaan dari kejadian tertentu A, maka
Kebolehjadian dari A adalah m / n . Catatan bahwa definisi tersebut
adalah

melingkar,

selama

kemungkinan

keluaran

sama,

Kebolehjadian adalah apa yang kita definisikan. Suatu asumsi


sederhana bahwa kita mengenali keluaran yang mungkin sama.
Suatu definisi alternatif adalah berdasarkan pengerjaan eksperimen
yang dilakukan beberapa kali. Andaikan kita melakukan ekperimen
sebanyak N kali dan dalam M dari N tersebut terjadi kejadian A.
Maka keboleh jadian A didefinisikan sebagai:
M
N N
lim

Maka, jika kita melemparkan koin berulang-ulang, fraksi dari


gambar kepala akan mendekati sejauh kita menambah jumlah
dari lemparan koin.
Sebagai contoh, bila kita mengambil kartu secara random dan
menghitung keboleh jadian dari gambar hati. Terdapat 52 kartu dan
keluaran yang sama adalah 52. Jika terdapat 13 gambar hati, maka
terdapat 13 keluaran yang dikehendaki. Sehingga

m
n

1
13
54 4 . Maka

kebolehjadian untuk gambar hati tersebut adalah .


Kadangkala kita menghendaki keboleh jadian dua kejadian
yang berhubungan yang kedua terjadi. Sebagai contoh, kita
menghendaki keboleh jadian dari dua kartu bergambar hati dari 52

30

kartu yang akan dibagikan pada dua kesempatan, dengan asumsi


kita tidak menggantikan kartu pertama yang telah dibagikan.
Terdapat 52 kebolehjadian keluaran pada pertama kali kartu
dibagikan dan kemudian 51 kemungkinan pada saat kartu kedua
akan dibagikan. Kita memiliki 52 51 buah keboleh jadian keluaran.
Kemudian terdapat 13 gambar hati pada kesempatan pertama dan
12 kesempatan kedua. Maka kebolehjadian untuk dua kesempatan
tersebut adalah
bahwa

1312
5251

=1/7. Perhitungan ini mengilustrasikan teorema

Kebolehjadian

kebolehjadian

dari

dua

kesempatan

kesempatan

dikalikan

dan

adalah

dengan

kondisi

kebolehjadian dari kesempatan B, dengan mengasumsikan bahwa A


terjadi, maka kebolehjadian-nya dapat dihitung. Maka jika A adalah
kebolehjadian kartu bergambar hati pada kesempatan penarikan
pertama, kebolehjadiannya adalah
pada kesempatan kedua adalah

12
51

13
52

. Sedangkan kebolehjadian

, karena tinggal 12 gambar hati

yang masih tersisa. Maka, seperti yang dihitung sebelumnya


12
kebolehjadiannya adalah 13
5251

Mekanika kuantum berhubungan dengan kebolehjadian yang


melibatkan variabel kontinyu, sebagai contoh, koordinat x. Bila kita
berbicara tentang partikel yang berada pada suatu titik, x =
0.5000 karena terdapat sejumlah titik yang tidak terbatas di
sepanjang

sumbu

dan

untuk

setiap

pengukuran

tertentu,

kebolehjadian untuk mendapatkan tepat 0.500 akan makin kecil.


Kebalikannya bila kita berusaha untuk menemukan suatu partikel

31

pada suatu rentang sepanjang sumbu-x, misalnya x sampai x + dx.


Dx merupakan unsur tak hingga dari panjang. Kebolehjadian ini
proporsional terhadap panjang pada rentang kecil, dx dan bervariasi
untuk wilayah yang berbeda pada sumbu-x. Maka kebolehjadian
untuk partikel ditemukan diantara x dan x + dx adalah sama
dengan g(x) dx, dimana g(x) adalah beberapa fungsi yang
menunjukkan bagaimana kebolehjadian akan bervariasi disepanjang
sumbu-x. Fungsi g(x) disebut dengan kerapatan kebolehjadian, yang
merupakan kebolehjadian per satuan panjang. Bila kebolehjadian
merupakan bilangan nyata, bilangan non-negatif, g(x) haruslah
fungsi nyata disetiap tempat yang non-negatif. Fungsi gelombang
dapat saja negatif dan bernilai kompleks dan bukan kerapatan
kebolehjadian.

Mekanika

kuantum

memprostulatkan

bahwa

kerapatan kebolehjadian diberikan oleh [persamaan (14)].


Apakah yang dimaksud dengan kebolehjadian dimana suatu
partikel berada pada beberapa wilayah terbatas dari ruang a x b ?
Untuk

menentukan

kebolehjadian

kebolehjadian,

kita

menambahkan

dx dalam menemukan suatu partikel disemua

wilayah yang terbentang diantara a dan b. Hal ini hanya merupakan


definisi dari integral terbatas
b

dx Pr(a x b)

(22)*

dimana Pr melambangkan kebolehjadian. Suatu kebolehjadian 1


mewakili kepastian. Bila kepastian tersebut merupakan suatu

32

partikel disemua tempat disepanjang sumbu-x, kita memiliki


keperluan
x

dx 1

(23)*

dimana memenuhi (1.23) disebut normalisasi. Untuk keadaan

stasioner

dan

dx 1

CONTOH

Satu partikel, sistem satu dimensi memiliki a1/ 2 e x / a

pada t=0 dimana a = 1.0000 nm (1 nm = 10 -9 m). Pada t=0, posisi


partikel diukur. (a) Carilah kebolehjadian pengukuran pada rentang
x = 1.5000 nm dan x = 1.5001 nm (b) Carilah kebolehjadian
pengukuran untuk rentang x = 0 dan x = 2 nm (c) Buktikan bahwa
dinormalisasi.

(a) Untuk interval kecil, x berubah hanya 0.0001 nm dan berada


pada e 1.5000 nm 1/ 2 = 0.22313 nm-1/2 sampai e 1.5001nm1/ 2 = -0.22311
nm-1/2, maka mendekati konstan disepanjang rentang dan
merupakan pendekatan yang baik mengingat rentang tidak
hingga. Kebolehjadian diberikan oleh (1.14) yaitu
2

dx a 1e 2 x / a dx = (1 nm)-1e-2(1.5
10-6 (lihat juga soal 1.8.)

33

nm)/ (1 nm)

(0.0001 nm) = 4.979 x

(b)Menggunakan persamaan (1.22) dan |x| = x untuk

x0

memberikan
2 nm

Pr(0 x 2nm)

dx a

2 nm

2 x / a

dx

12 e 2 x / a |02 nm 12 (e 4 1) 0.4908

(c) Menggunakan |x| = -x untuk x 0 , |x| = x untuk x 0 dan

f ( x)dx

f ( x)dx f ( x)dx memberikan


0

dx a 1 e 2 x / a dx a 1 e 2 x / a dx
2

a 1 ( 12 ae2 x / a |0 ) a 1 ( 12 ae 2 x / a |0 ) 12 12 1

7. BILANGAN KOMPLEKS
Telah kita lihat bahwa fungsi gelombang dapat berupa bilangan
kompleks, selanjutnya akan kita ulas beberapa sifat dari bilangan
kompleks.

Jika i 1 , maka bilangan kompleks dapat kita tuliskan


sebagai z yaitu z x iy dimana x dan y adalah bilangan nyata; x
dan y disebut dengan bagian nyata dan imajiner dari z: x = Re(z), y
= Im(z). Biasanya z diwakili oleh suatu titik pada bidang kompleks
(Gambar

1.3), dimana bagian nyata dari z di plotkan sepanjang


34

sumbu datar dan bagian imajiner di sumbu tegak. Diagram ini


menawarkan

dua

kuantitas

yang

dicirikan

dengan

bilangan

kompleks z: jarak r dari titik z ke titik tengah disebut dengan nilai


mutlak atau modulus dari z dan dilambangkan dengan |z|; sudut
yang terbentuk disebut sebagai fase atau argumen z. Kita
mendapatkan
| z | r ( x 2 y 2 )1/ 2 , tan y / x

x r cos

y r sin

(24)

Bila z x iy , maka
z r cos ir sin rei

(25)

Gambar 1.3. (a) Plot bilangan kompleks z = x + iy (b) Plot bilangan


2 + i

Dimana (Soal 4.3)


ei cos i sin

(`26)*

Sudut dalam radian


Kompleks terkonjugasi z* adalah bilangan kompleks dari z
yang didefinisikan sebagai

35

z* x iy re i

(27)*

Jika z adalah bilangan nyata, dan bagian imajinernya adalah nol.


Maka z adalah bilangan nyata dan hanya jika z = z*. Dengan
mengambil kompleks terkonjugasi dua kali, kita akan mendapatkan
z lagi (z*)* = z. Dengan membentuk perkalian z dan kompleks
terkonjugasinya dihasilkan
zz* ( x iy ) x 2 iyx iyx i 2 y 2
zz* x 2 y 2 r 2 | z |

(28)*

Untuk perkalian dan pembagian dari dua bilangan kompleks


z1 r1ei1 dan z2 r2ei 2 didapatkan
z1 z2 r1r2 r i (1 2 )

z1 r1 i (1 2 )
e
z2 r2

(29)

Dari definisi kita dapat membuktikan definisi bahwa kompleks


terkonjugasi dari suatu perkalian (1.29) merupakan perkalian dari
kompleks terkonjugasi;

( z1 z2 )* z *1 z *2

(30)*

Selanjutnya,
z1

z2

z *1
z *2

( z1 z2 )* z *1 z *2

( z1 z2 )* z *1 z *2

(31)

Untuk nilai absolut dari perkalian dan pembagian akan mengikuti


(1.29) bahwa

36

| z1 z2 || z1 || z2 |

z1 | z1 |

z 2 | z2 |

(32)

Oleh sebab itu, jika adalah suatu fungsi gelombang kompleks, kita
akan menghasilkan
| 2 || 2 | *

(33)

Kita akan menentukan suatu rumus untuk akar ke-n dari


bilangan 1. Kita memiliki fase 1 ke 0 atau 2 atau 4 dan
seterusnya, maka
1 e i 2 k

dimana k merupakan suatu bilangan bulat,nol atu negatif atau


positif. Sekarang bila bilangan , dimana

e i 2 k / n
n merupakan bilangan bulat positif. Menggunakan (1.29) n kali, kita
akan mendapatkan n = 1. Maka adalah suatu akar ke n dari
keseluruhan.

Terdapat n kompleks yang berbeda dari akar ke-n

darri keseluruhan dan dengan mengambil nilai keberhasilan n dari


bilangan bulat k akan memberikan

e i 2 k / n

k = 0, 1, 2, , n-1

(34)
Untuk nilai k selain dari (1.34) memberikan suatu bilangan yang
fasenya berbeda dari suatu integral perkalian 2 dari bilangan pada
(1.34) dan bukan akar yang berbeda.

37

8. SATUAN
Dua sistem satuan yang berbeda biasanya digunakan dalam ilmu
pengetahuan. Pada sistem cgs Gaussian, satuan yang digunakan
untuk panjang, massa dan waktu adalah centimeter (cm), gram (g)
dan detik (s). Gaya dihitung sebagai dynes (dyn) dan energi dalam
ergs. Hukum Coulomb untuk besaran gaya antara Q 1 dan Q2

dipisahkan oleh jarak r dalam suatu vakum adalah

Q '1 Q '2
r2

dimana Q1 dan Q2 adalah statcoulomb (statC), juga satuan


elektrostatik dari muatan (esu).
Dalam Sistem Internasional (SI), satuan panjang, massa dan
waktu adalah meter (m), kilogram (kg) dan detik (s). Gaya dihitung
sebagai newton (N) dan energi dalam joule (J). Hukum Coulomb

yang ditulis sebagai F


coulombs

dan

Q1Q2
dengan muatan Q1 dan Q2 dalam
4 0 r 2

adalah

konstanta

(yang

disebut

dengan

permitivitas vakum) dimana nilai eksperimental-nya 8.854 x 10 -12 C


2

-1

. Dalam sistem internasional muatan tidak diekspresikan

sebagai satuan mekanika dari meter, kilogram dan detik. Satuan SI


secara

resmi

direkomendasikan

untuk

satuan

dalam

ilmu

pengetahuan, tetapi bentuk sederhana dari hukum Coulomb dalam


satuan Gaussian merupakan satuan yang banyak digunakan dalam
kimia quantum.
Dalam buku ini, hukum Coulomb biasanya ditulis

38

Q '1 Q '2
r2

(35)*

Bila dalam Gaussian satuan Q 1 dan Q2 dalam statcoulomb, r dalam


sentimeter dan F dalam dynes; dalam SI r dalam meter, F dalam

newton dan Q1 dan Q2 sebagai singkatan dari

Q1
Q2
,
1/ 2 dan
(4 0 )
(4 0 )1/ 2

dimana Q1 dan Q2 adalah muatan dalam coulomb, kita akan


mendapatkan
Q'

Q1
(4 0 )1/ 2

(36)*

9. RINGKASAN
Keadaan dari sistem mekanika kuantum digambarkan sebagai
fungsi keadaan atau fungsi gelombang , yang merupakan fungsi
dari koordinat dari suatu partikel dalam sistem dan waktu. Fungsi
keadaan

berubah

dengan

waktu

sesuai

dengan

persamaan

Schrodinger tergantung waktu, dimana untuk satu partikel dan


sistem satu dimensi persamaan (1.12) dan Untuk sistem dengan
kuantitas | ( x, t ) |2 dx memberikan kebolehjadian bahwa pengukuran
dari posisi partikel pada waktu t akan menemukan partikel tersebut
pada rentan x dan x + dx. Fugsi keadaan dinormalisasikan

berdasarkan

dx 1 . Jika fungsi energi potensial sistem tidak

39

bergantung pada t, maka sistem berada pada satu keadaan


stasioner dengan energi tetap. Untuk keadaan stasioner dari satu
partikel, sistem satu dimensi,

e iEt / h ( x) , yang merupakan

fungsi gelombang tidak tergantung waktu ( x) adalah solusi dari


persamaan Schrodinger tidak tergantung waktu (1.18)

PARTIKEL DALAM BOX

1. PERSAMAAN DIFERENSIAL
Persamaan Schrodinger adalah suatu persamaan diferensial,
sekarang akan kita

ulangi kembali. Pada batian ini hanya

menerangkan persamaan differensial ordinary dengan hanya satu


variabel independent, seperti halnya persamaan schodinger yang
tak

bergantung waktu.

bergantung

Misalkan

suatu persamaan akan

x, tetapi bergantung pada y, maka

tak

turunannya

terhadap y adalah y, y dan seterusnya, seabagai contoh :


y + 2x (y)2 + sin x cos y = 3 ex
Atau
y + p(x) y+ Q (x) y = 0
yang pertama adalah persamaan diferensial tak homogen sedang
yang kedua fungsi homogen, karenanya kita akan menghasilkan

40

dua fungsi yang independen y1

dan y2, dengan demikian

penyelesaian persamaan diferensial linier homogen adalah


y = c 1 y1 + c2 y2
dengan c adalah konstanta sembarang

2. Partikel dalam box satu dimensi


Kita akan mencoba menyelesaikan persamaan schrodinger
bergantung

waktu

dengan

mempertimbangkan

partikel

yamg

berada dalam box satu dimensi. Itu berati partikel hanya dalam
fungsi energi petensial yang bergerak sepanjang sumbu x dengan
panjang l. Sistem ini terlihat tidak realistis, namun
yang

akan

banyak

memabantu

kesuksesan

sistem inilah

pada

molekul

terkonjugasi.
Terdapat tiga daerah , daerah II dengan potensial energi nol,
sedang daerah I dan III berharga tak berhingga,
-

h2/2m d2 /dx2 = (E- )

Gambar 2.1 Potensial energi partikel dalm box


dimensi

41

Karena E lebih kecil dari tak berhingga , maka diperoleh


-

d2 /dx2 =

1/ d2 /dx2 =

atau

dimana berharga nol diluar box, maka


1 = 0

3 = 0

pada daerah II, antara x = 0 hingga l, potensial energi V berharga


nol, maka persamaan menjadi

d2 2 /dx2 + (2m / h2) E 2 = 0


dengan m adalah massa partikel dan E adalah total energi,
sehingga terlihat bahwa persamaan tersebut menjadi persamaan
diferensial homogen tingkat 2, pemecahannya akan menhasilkan :

s2 + 2 mEh-2 = 0
s = - 2 mEh-2
s = i 2 mEh-2

dengan I = - 1, maka penyelesaianya menjadi


2 = C1 e1+ C2 e-1
dimana
= (2mE)1/2 x h-1
sedang ei = Cos + i sin sedang e-i = Cos - i sin
sehingga
42

2 = C1 Cos + i C1sin + C2 Cos - i C2 sin


2 = (C1 + C2 )Cos + ( C1- C2) i sin
2 = ACos + B sin
dimana A dan B adalah konstanta sembarang yang baru,
maka
2 = ACos (2mE)1/2 x h-1 + B sin (2mE)1/2 x h-1
sekarang akan kita tentukan A dan B menggunakan kondisi
boundary. Fungsi gelombang adalah fungsi kontinyu , tak ada harga
lompatan tiba tiba, sehingga pada x = 0, 1 dan 3

juga bernilai

nol
lim 1 = lim 2
0 = lim ACos (2me)1/2 x h-1 + B sin (2me)1/2 x h-1
0=A
karena
sin 0 = 0

dan cos 0 = 1

bila A = 0 , persamaan menjadi

2 = B sin (2me)1/2 x h-1


dengan memasukkan sifat kotinyuitas gelombang pada x = l, kita
peroleh
0 = B sin (2me)1/2 x h-1
B tak boleh nol, karena itu berarti box kosong, maka
0 = 2 / hsin (2me)1/2 l

43

harga nol pada fungsi sinus adalah pada 0,

, 2,

..maka
n = 2 / hsin (2me)1/2 l
harga n = 0

adalah kasus khusus , pada n = 0 untuk

E = 0,

sehingga n = 0 tak perlu dipertimbangkan. Pemecahan yang tepat


adalah dengan diperolehnya E
E = n2 h2 / 8 m l2,

n = 1,2,3 ..

Hanya nilai energi yang dimulai dari n = 1 saja yang dapat


memberika n jawaban yang
senantiasa

memiliki

energi

memuaskan, partikel dalam box


yang

lebih

besar

dari

nol

atau

senantiasa positiv

Contoh : Suatu partikel bermassa 2 10-26 g dalam box satu dimensi


dengan

panjang

4.00

nm.

Tentukan

frekwensi

dan

panjang

gelombang photon yang diemisikan ketika partikel bergerak dari n


= 3 ke n = 2.
Jawab :
h = Etingg - Erendah
= ( ntingg - nrendah) h / 8 ml
= ( 32 - 22 ) (6,626 10-34 Js) / 8 ( 2 10-29) (4. 10-9m)
= 1,29 1012 s-1
kemudian
= c menghasilkan = 2,32 10-4 m

44

dengan mensubtitusikan maka persamaan akan menjadi


2 = B sin n x / l

n = 1, 2,3 .

Penggunaan tanfda negativ juga tidak memberikan nilai yang


berbeda karena

sin (- ) = - sin ,

sedang B adalah konstanta

sebarang

Gambar 2. 4 tingkat energi terendah untuk partikel


Dalam box satu dimensi

Untuk menentukan harga konstanta B digunakan normalisasi,


maka
-xx II2 dx = -xx II2 dx = 1
-xx I1 I2 dx + -xx I2 I2 dx + -xx I3 I2 dx = 1

45

-xx II2 dx = -xx II2 dx = 1


IBI2 0l sin2 (n x / l ) dx

1 = IBI2 ( l/2)

Integral dievaluasi dengan menggunakan 2 sin2 t = 1 Cos 2 t


B = (2/l)1/2

Didapatkan
Jadi

hanya

menuliskan

nilai

absolut

persamaan

yang

gelombang

dapat
dalam

ditentukan.
box

satu

Dengan
dimensi

keadaan stationer adalah


2 = (2/l)1/2 sin n x / l

n = 1, 2,3 .

Dengan grafik yang diperlihatkan gambar 3 dan gambar 4 berikut


ini . Gambar # adalah bentuk gelombangnya, sedang gambar 4
memperlihatkan probabilitas menentukan partikel dalam box satu
dimensi

Gambar 3. Gambar untuk 3 tingkat energi terendah


dalam box

46

Gambar 3. grafik

2 untuk 3 tingkat energi terendah

dalam box
Terlihat bahwa keadaannya bertolek belakang dengan dunia
makroskopik, dimana pada tingkat 2 tidak dapat ditemukan partikel
pada l/2. Gambar 4 memperlihatkan probabilitas menemukan
partikel

diberbagai tempat dalam box yang dibatasi oleh dua

dinding dengan kecepatan yang tetap. Penemuan elektron dalam


box sama kesemua arah, secara mekanika kuantum

diperoleh

probabilitas maksimun ditengan box, namun semakin tinggi tingkat


energi justru probabilitas semakin tak terdeteksi bahkan hampir
sama dengan klasik bahwa probabilitas sama kesemua arah. Hasil
ini memperlihatkan

pada tingkat tertinggi , mekanika kuantum

menjadi hampir sama dengan mekanika klasik, yang lebih dikenal


dengan Prinsipel Korespondensi Bohr.
Seperangkat fungsi gelombang, dengan nilai energi yang
dikarakterisasi oleh bilangan kuantum n, yang bernilai mulai dari 1.
Misalkan I merupakan fungsi gelombang dengan bilangan kuantum
ni :
i = (2/l)1/2 sin ni x / l
i = 0

dimanapun

47

0 <x < l

karena fungsi gelombangnya ternormalisasi, diperoleh :


-xx i j dx = 1

jika i = j

jika dilakukan pada funsi gelombang dengan tingkat energi berbeda


maka :
-xx i j dx =

0l (2/l)1/2 sin ni x / l

(2/l)1/2 sin nj x / l

dx,

jika i j
bila t = x / l , maka
-xx i j dx = 2/l 0 sin ni t

sin nj t

dt l /,

jika i j

integrasi dapat diselesaikan dengan menggunakan


sin ni t sin nj t = cos (ni - nj )t - cos (ni + nj )t
maka hasilnya adalah

-xx

i j dx

= 2/ 0 cos (ni - nj )t dt - 2/ 0 cos (ni

+ nj )t dt = 0
karena m = 0 untuk m integer, maka
-xx i j dx = 0.

untuk i j

keadaan ini disebut orthogonal terhadap masing masing fungsi


gelombang jika i j yang dapat dituliskan dengan lebih sederhana
-xx i j dx = ij = 0.
Yang lebih dikenal dengan sebutan delta Kroneker. Yang juga berarti
sama jika i = j maka berharga 1, jika tidak sama maka berharga
nol.

2.PARTIKEL BEBAS DALAM SATU DIMENSI

48

Partikel bebas yaitu partikel yang bebas dari gaya. Untuk


partikel bebas dengan energi potensial yang diasumsikan berharga
nol V(x) = 0, persamaan Schrodinger menjadi
d2 /dx2 + 2m / h2 E = 0
persamaan ini akan menghasilkan pemecahan yang sama seperti
sebelumnya yaitu
2 = C1 e1+ C2 e-1
dimana
= (2mE)1/2 x h-1
tentu saja tak dapat semabarang harga E yang diberikan pada
persamaan itu, karena bila E berharga kurang dari nol atau
berharga negativ akan berakibat nilai bagian pertama pada
persamaan diatas

kan berharga tak berhingga. Demikian pula

untuk bagian yang kedua. Harga E untuk partikel bebas yang paling
tepat pada persamaan di atas tersebut adalah :

E 0

Osilasi fungsi gelombang adalah kombinasi linear dari sinus dan


cosinus. Pada partikel bebas kita tida mengkuata energi, semua
energi yang tak negatif termasuk. Ketika kita set V = 0 itu berarti E
hanyalah dalam term enrgi kinetik. Ketika kita lakukan perhitungan
konstanta C1 dan C2 dengan cara normalisasi, kita akan peroleh

49

hasilnya -xx

i j dx

adalah divergen. Dengan kata lain fungsi

gelombang partikel bebas tak ternormalisasi dalam kasus biasa.


Masalah Partikel bebas adalah refresentasi kondisi yang tak
realistis, kareana dialam ini tak ada partikel yang tanpa interaksi
dengan partikel lain.

3. PARTIKEL DALAM SUMURAN (DINDING PEMBATAS)


Akan didiskusikan masalah partikel dalam boks satu dimensi
dengan tinggi dinding tertentu, potensial dibuat nol pada area II,
sedang area yang lain Vo, maka akan ditinjau 2 kasus yaitu bila
energi E lebih kecil tau lebih besar dari Vo.
Bila E lebih kecil dari potensial, maka persamaan Schrodinger
didaerah I dan III adalah d 2 /dx2 + 2m / h2 E = 0, dengan
akar s = (2 mEh-2)1/2 (V0 E)
1 = C e1 (V0 E)1/2 x + D e-1 (V0 E)1/2 x
1II = F e1 (V0 E)1/2 x + G e-1 (V0 E)1/2 x
dimana
= (2mE)1/2 x h-1
denga membuat E kurang dari V0 besarnya (V0 E)1/2 menjadi real,
bilangan positif maka D dan F haruslah berharga nol, maka .
1 = C e1 (V0 E)1/2 x
1II = G e-1 (V0 E)1/2 x
sedang pada daerah II
1I = A e1 (V0 E)1/2 x + B e-1 (V0 E)1/2 x

50

untuk masalah pemecahan yang menyeluruh kita perlu memberikan


batasan,untuk partikel dalam boks satu dimensi dengan dinding
yang tak berhingga, diperlukan fungsi gelombang yang kontinyu
pada x = 0 dan x = l, maka 1(0) = 1I (0) dan 1I(l) = 1II (l),
sehingga diperlukan empat buat konstanta sebarang, karenanya
diperlukan lebih dari dua kondisi pembatas . Sealain fungsi
gelombang harus kontinyu , maka diperlukan juga turunan fungsi
gelombangnya juga bersifat kontinyu dimananpun.

4. LORONG WAKTU
Untuk partikel dalam dinding pembatas dan telah kita ketahui
bahwa pada daerah I dan III

probabilitas menemukan partikel

tidaklah nol, dengan energi total E kurang dari energi potensialnya.


Seacara klasik hal demikian tidaklah mungkin , sebab E senantiasa
harus lebih besar dari energi potensialnya.
Dengan demikian bila terdapat partikel dalam boks satu
dimensi dengan tinggi dan tebal dinding tertentu, maka pasti secara
klasik tak akan dapat melepaskan diri dari boks, sekalipun
energinya lebih besar dari energi potensial atau energi penghalang,
tetapi

mekanika

quantum

memperlihatkan

kemungkinan

penemuan partikel di luar boks.


Tuneeling merupakan pendobrakan partikel terhadap daerah
terlarang pada mekanika klasik atau melajunya partikel melewati
energi penghalang. Tunneling adalah adalah effect quantum, yang
kebolehjadian terjadinya cukup besarakibvat sifat partikel, seperti

51

lepasnya

partikel

alpha

dari

inti

radioaktiv

menuju

energi

penghalang yang menghasilkan gaya tarik inti dan gaya tolak


coulomb antara inti anak dan partikel alpha.

52

Operator
1. Operator
Kita sekarang akan mengembangkan teori mekanika kuantum
yang lebih umum digunakan daripada sebelumnya. Kita mulai
dengan menuliskan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu
satu partikel dan satu dimensi dalam bentuk:

2d 2
V ( X ) ( x ) E ( x )
2
2mdx

(1)

Besaran yang terdapat dalam kurung pada persamaan di atas


adalah

sebuah

operator.

Operator

adalah

simbol

yang

menyampaikan kepada anda untuk melakukan sesuatu menjadi


apapun mengikuti perintah

simbol tersebut. Sebagai contoh, kita

dapat meninaju dy/dx menjadi operator d/dx yang beroperasi pada


fungsi y(x). Beberapa contoh lainnya adalah SQRT (akar kuadrat
dari),

3 (kalikan dengan 3) dan /y. Jelas bahwa operator dan

operant

(Suatu

fungsi

yang

diperintahkan

operator)

harus

bersesuaian, operasi dan hasil harus secara matematik benar. Kita


akan selalu menggunakan simbol suatu operator dengan hurup
kapital dengan tanda carat di atasnya. Jadi kita menulis: g(x) =
Af(x), untuk menunjukkan bahwa operator A beroperasi pada f(x)
hingga menghasilkan fungsi baru g(x).
Kita definisikan jumlah dan selisih dari dua operator A dan B
dengan persamaan:
(A + B)f(x) = Af(x) + Bf(x)

53

(2a)

(A - B)f(x) = Af(x) - Bf(x)

(2b)

Contoh, jika D = d/dx, maka:


(D + 3)(x3 5) = D(x3 5) + 3(x3 5) = 3x2 + (3x3 15) = 3x3
+ 3x2 15
Kita definisikan perkalian dari dua operator A dan B dengan
persamaan:
AB(x) = A[Bf(x)]

(3)

dengan kata lain bahwa, pertama kita mengoperasikan operator


bagian kanan pada f(x) dan kemudian hasil operasi tersebut kita
operasikan kembali dengan operator sebelah kirinya. Contoh:
3Df(x) = 3[Df(x)] = 3f(x) = 3f(x)
Pada contoh di atas, hasil akhir operasi dari kedua operator, apakah
operator tersebut diletakkan di awal ataupun diakhir adalah sama.
Tetapi secara umum kita tidak dapat mengasumsikan bahwa AB dan
BA akan memiliki hasil operasi yang sama. Tinjau contoh operatoroperator d/dx dan x berikut:
Dxf ( x)

d
[ xf ( x)] f ( x) xf ' ( x) (1 xD) f ( x)
dx

(4)

xDf ( x) x
f ( x) xf " ( x)
dx

Pada contoh di atas, operasi oleh operator-operator AB dan BA pada


fungsi f(X) menghasilkan fungsi yang berbeda.
Dua operator A dan B dikatakan sama bila Af = Bf untuk
semua fungsi f. Operator yang sama akan menghasilkan produk

54

yang sama dari operasi yang diberikan pada suatu fungsi yang
diberikan. Contoh (3-4) di atas menunjukkan bahwa:
Dx = 1 + xD
(5)
Operator 1 adalah operator satuan. Operator 0 adalah operator Null.
Kita dapat memindahkan operator dari ruas satu ke ruas lainnya,
contoh persamaan (3-5) menjadi:
Dx xD 1 = 0
Operator memenuhi hukum asosiative dari perkalian:
A(BC) = (AB)C
Sebagai

contoh,

misal

(6)
A=d/dx,

B=x,

dan

C=3.

dengan

menggunakan persamaan (5), kita dapatkan:


(AB) = Dx = 1 + xD

[(AB)C]f = (1 + xD)3f = 3f

+ 3xf
(BC) = 3x

[A(BC)]f = D(3xf) = 3f + 3xf

Banyak perbedaan antara operator aljabar dan aljabar biasa


yaitu bilangan-bilangan akan selalu mengikuti hukum komutatif
perkalian, tetapi operator tidak selalu mengikuti hukum komutatif.
ab = ba jika a dan b adalah bilangan, tetapi AB dan BA tidak selalu
sama untuk untuk operator. Kita mendefinisikan komutator [A,B]
dari operator-operator A dan B sebagai AB-BA:
[A, B] = AB BA

(7)

Jika AB = BA, maka [A, B] = 0, dan kita katakan A dan B adalah


Commute. Jika ABBA, maka A dan B tidak Commute. Contoh:

55

d
d
d
3, dx 3 dx dx 3 0

dan

(8)

dx , x Dx xD 1

Operator 3 dan d/dx adalah saling commute, tetapi operator d/dx


dan x tidak saling commute.
Contoh soal:
Tentukan komutator dari operator-operator z3 dan d/dz!
Untuk mendapatkan [z3, d/dz], kita aplikasikan operator ini pada
sembarang fungsi g(z). Dengan menggunakan definisi komutator (37) dan definisi dari selisih dan perkalian dua operator, kita
dapatkan:
[z3, d/dz]g = [z3(d/dz) (d/dz)z3]g = z3(d/dz)g (d/dz)(z3g)
= z3g- 3z2g z3g= -3z2g
Jadi [z3, d/dz]g = -3z2g

Kuadrat dari suatu operator adalah perkalian dari suatu


operator dengan operator itu sendiri A2 = AA. Mari kita tentukan
kuadrat dari operator diferensial:
D2f(x) = D(Df) = Df = f
D2 = d2/dx2
Contoh lainnya, operator kuadrat dari kompleks konjugat dari suatu
fungsi adalah sama dengan satu satuan operator, karena perkalian
terhadap kompleks konjugat menghasilkan fungsi awal. n kali suatu
operator (n=1, 2, 3 ...) didefinisikan sebagai perkalian n kali
operator secara berurutan.
56

Suatu operator A dikatakan operator linier jika dan hanya jika


memiliki dua sifat berikut:
A[f(x) + g(x)] = Af(x) + Ag(x)
A[cf(x)] = cAf(x)

(9)
(10)

dimana f dan g fungsi sembarang dan c suatu konstanta sembarang


(tidak perlu bilangan nyata).
Contoh:Apakah d/dx dan

merupakan operator linier?

Jawab:
(d/dx)[f(x) + g(x)] = df/dx + dg/dx = (d/dx)(f(x) + (d/dx)g(x)
(d/dx)[cf(x)] = cdf(x)/dx
Sehingga d/dx mengikuti (3-9) dan (3-10) jadi d/dx adalah operator
linier. Tetapi
f ( x) g ( x)

f ( x)

g ( x)

tidak mengikuti (9), sehingga

bukanlah operator linier.

Dengan menggunakan operator differensial D, kita dapat


menuliskan persamaan (2) menjadi:
[An(x)Dn + An-1(x)Dn-1 + ... + Ao(x)]y(x)=g(x)
Operator dalam kurung adalah persamaan linier.
Penggunaan identitas dalam manipulasi operator linier
adalah:
(A + B)C = AC + BC
(11)
A(B + C) = AB + AC
(12)
Contoh: Tunjukkan hukum distribusi (11) untuk operator linier!
Cara yang baik untuk memulai pembuktian adalah pertama,
tulis apa yang akan didapat dan akan dibuktikan. Kita mulai dengan

57

A, B dan C sebagai operator linier. Kita harus membuktikan bahwa


(A+B)C=AC + BC.
Untuk membuktikan bahwa operator (A+B)C adalah sama
dengan AC + BC, kita harus membuktikan bahwa disini ada dua
oprator menghasilkan hasil yang sama ketika diaplikasikan pada
fungsi sembarang f. Sehingga kita dapat membuktikan bahwa:
[(A+B)C]f=(AC + BC)f
Kita mulai dengan [(A+B)C]f. Bentuk ini melibatkan perkalian
dua operator A+B dan C. Perkalian dua operator didefinisikan oleh
(3-3) dengan A digantikan oleh A + B dan B digantikan dengan C
menghasilkan [(A+B)C]f=(A+B)(Cf). nilai Cf adalah suatu fungsi dan
penggunaan dari definisi jumlah A+B dari dua operator A dan B
menghasilkan (A+B)(Cf)=A(Cf)+B(Cf). Sehingga:
[(A+B)C]f=(A+B)(Cf)= A(Cf)+B(Cf)
Penggunaan definisi perkalian operator(3) menghasilkan A(Cf)=ACf
dan B(Cf)=BCf, sehingga:
[(A+B)C]f= ACf+BCf

(13)

Menggunakan definisi penjumlahan operator (2) dengan A digandi


oleh AC dan B diganti oleh BC menghasilkan (AC+BC)f=ACf+BCf,
sehingga (13) menjadi:
[(A+B)C]f= (AC+BC)f
sehingga (A+B)C=(AC+BC) terbukti.

2. Fungsi Eigen dan Nilai Eigen

58

Masalah yang sering terjadi adalah sebagai berikut: diberikan


A, temukan fungsi f(x) dan suatu kontanta k, sedemikian rupa
sehingga:

operasi pada suatu fungsi f(x) oleh A disederhanakan

untuk mendapatkan f(x) kembali lagi, hanya mengalikan dengan


suatu faktor tetapan.
Af(x) = kf(x)
(14)
Jelaslah bahwa A dan f(x) memiliki hubungan yang khusus secara
berurutan dengan yang lainnya. Fungsi f(x) disebut

fungsi eigen

dari operator A dan k disebut nilai eigen. Masalah penentuan f(x)


dan

untuk

sesuatu

diberikan

disebut

masalah

nilai

eigen.Sebagai contoh, e2x adalah fungsi eigen dari operator d/dx


dengan nilai eigen 2.
(d/dx)e2x = 2e2x
Kita dapat tiga informasi penting yaitu; f merupakan fungsi
eigen dari A, A merupakan operator linier, dan c merupakan suatu
konstanta. Dengan menggunakan pernyataan ini kedalam
persamaan 3-14, 3-9 dan 3-10, kita dapatkan:
Af = kf

(15)

A(f + g) = Af + Ag

dan A(bf) = b(Af)

(16)
b = Konstanta
dimana k dan b adalah tetapan dan f dan g adalah fungsi.

59

Kita akan membuktikan bahwa cf adalah fungsi eigen dari A


dengan nilai eigen sebagai f yang kita tuliskan dalam bentuk
persamaan:
A(cf) = k(cf)
Kita mulai dari ruas kiri A(cf) dari persamaan tersebut dan
mencoba menunjukkan bahwa hasilnya sama dengan k(cf). Dengan
menggunakan persamaan kedua dari definisi linieritas (3-15), kita
dapatkan A(cf) = ckf, sehingga
A(cf) = cAf = ckf = k(cf)
Contoh: Tentukan fungsi eigen dan nailai eigen dari operator d/dx!
Persamaan (3-14) dengan A=d/dx menjadi:
df(x)/dx = kf(x)

(17)

df/f = kdx
ln f = kx + Konstanta
f = ekonstanta ekx
f = cekx

(18)

Jadi fungsi eigennya adalah persamaan (18) dan nilai


eigennya adalah k.
3. Operator dan Mekanika Kuantum
Kita sekarang memeriksa hubungan antara operator dan
mekanika kuantum. Dengan membandingkan persamaan (3-1) dan
(3-14), dapat kita lihat bahwa persamaan Schrodinger adalah suatu
masalah nilai eigen. Nilai dari energy E adalah nilai eigen, fungsi
gelombang adalah fungsi eigen dan operator dari fungsi eigen dan
nilai eigennya adalah (2/2m)d2/dx2 + V(x), dan operator ini disebut
operator Hamiltonian.
Sir William Rowan Hamiltonian (1805-1865) menyarankan
bentuk alternatif dari persamaan gerak Newton

yang melibatkan

fungsi H, fungsi Hamiltonian untuk suatu sistem. Untuk sistem

60

dimana energi potensialnya adalah hanya fungsi kooerdinat, maka


energi totalnya adalah tetap terhadap waktu, sehingga E adalah
teramati. Kita akan membatasi pembahasan pada sistem demikian
sebagai sistem konservatif. Untuk sistem konservatif, mekanika
klasik

fungsi

Hamiltonian

kembali

lagi

digunakan

untuk

menyederhanakan energi total yang diterangkan dalam pernyataan


koordinat dan momentum berpasangan. Untuk koordinat kartesian
x, y, z mmomentum berpasangannya adalah komponen momentum
linier dalam x, y dan z dengan arah px, py dan pz:
px=mvx,

py=mvy,

pz=mvz

(19)

dimana vx, vy dan vz adalah komponen kecepatan partikel dengan


arah x, y dan z.
Mari kita temukan mekanika klasik fungsi Hamiltonian untuk
partikel bermassa m bergerak dalam arah satu dimensi dan
memiliki energi potensial V(x). Fungsi Hamiltonian adalah sama
untuk energi, yang terdiri dari energi kinetik dan potensial. Bentuk
yang sudah dikenal untuk energi kinetik adalah 1/2mv x2, tidak dapat
digunakan, karena kita harus menjelaskan Hamiltonian sebagi
fungsi dari koordinat dan momentum, bukan kecepatan. karena
vx=px/m, bentuk energi kinetik yang kita inginkan adalah p x2/2m.
Sehingga fungsi Hamiltonian-nya adalah:
H

px2
V ( x)
2m

Persamaan

Schrodinger

(20)
tidak

bergantung

waktu

(1)

mengindikasikan kesesuaiannya dengan fungsi Hamiltonian (20),


kita dapatkan operator mekanika kuantum:

2d 2
V ( X )
2
2mdx

dimana nilai eigen adalah nilai yang mungkin dari suatu sistem
energi. Hubungan antara besaran fisika dalam mekanika klasik dan
operator dalam mekanika kuantum adalah hal yang umum. Ini
merupakan postulat dasar mekanika kuantum untuk setiap sifat fisik
(energi, koordinat dan momentum) yang berhubungan dengan

61

operator mekanika kuantum. Kita selanjutnya mempostulatkan


bahwa operator yang bersesuaian dengan sifat B didapat dengan
menuliskan mekanika klasik untuk B sebagai fungsi dari koordinat
kertesian dan momentum bersesuaian kemudian setiap koordinat
kartesian q diganti dengan perkalian operator dengan koordinat:
q=q
Setiap komponen kartesian dari momentum linier pq diganti dengan
operator:

i
i q
q

pq

dimana i 1 dan /q adalah operator turunan parsial terhadap


koordinat q. Catatan 1/i=i/i2=i/(-1)=-i.
Dengan melihat beberapa contoh, operator yang bertalian
dengan koordinat x adalah perkalian dengan x:
x=x
y=y

(21)
z=z

(22)

Operator untuk komponen dari momentum linier adalah



i x

px

py


i y

pz


i z

(23)

Operator yang bersesuaian dengan px2 adalah


i x

p x2

2 2
i x i x
x

(24)

dengan cara yang sama juga berlaku untuk py2 dan pz2.
Sekrang tinjau operator energi potensial dan energi kinetik
dalam satu dimensi. Anggap bahwa kita memiliki sistem dengan
fungsi energi potensial V(x)=ax2, dimana a adalah tetapan. gantikan
x dengan x, kita lihat bahwa operator energi potensial adalah
perkalian dengan ax2:
V(x) = ax2
Secara umum, kita memiliki beberapa fungsi energi potensial:
V(x) = V(x)

(25)

Mekanika klasik untuk energi kinetik T

yang dijelaskan dalam

persamaan (3-20)adalah;
T = px2/2m

(26)
62

jika px digantikan oleh operator yang bersesuaian, kita dapatkan:


2

2
2m x
2m dx 2

(27)

Dimana persamaan (3-24) telah digunakan, dan turunan parsial


menjadi turunan biasa dalam satu dimensi. Mekanika klasik
Hamiltonian (3-20) menjadi:
H = T + V = px2/2m + V(x)
Operator

Hamiltonian

mekanika

(28)
kuantum

(energy)

yang

bersesuaian adalah
2

d
H T V
V ( x)
2m dx 2

(29)

yang sesuai dengan operator dalam persamaan Schrodinger (1),


dengan catatan bahwa semua operator adalah linier.
Bagaimana operator mekanika kuantum berhubungan dengan
sifat dari sistem? Setiap operator yang demikian memiliki fungsi
eigen dan nilai eigen. Tinjau B adalah operator mekanika kuantum
yang bertalian dengan sifat fisik B. fi dan bi merupakan simbol
fungsi eigen dan nilai eigen dari B, sehingga kita dapatkan
(persamaan 3-14):
Bfi=bifi,

i=1, 2, 3, ...............

(30)
Operator B memiliki fungsi eigen dan nilai eigen, dan subcrip i
digunakan

untuk

menunjukkan

hal

ini.

biasanya

operator

differensial dan (30) persamaan diferensial yang penyelesaianya


menghasilkan fungsi eigen dan nilai eigen. Postulat mekanika
kuantum menyatakan bahwa pengukuran dari sifat B harus
menghasilkan salah satu dari nilai eigen bi dari operator B. Hanya
nilai yang dapat diperoleh untuk energi sistem adalah nilai eigen
dari energi (Hamiltonian) operator H. Dengan menggunakan
sebagai simbol

fungsi eigen dari H, kita dapatkan nilai eigen

persamaan (30).
Hii = Eii

(31)

63

Dengan menggunakan Hamiltonian (3-29), untuk sistem satu


partikel satu dimensi kita dapatkan:

2d 2
V ( X ) ( x ) E ( x )
2
2mdx

(32)

yang merupakan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu


(3-1).
Dalam Bab I kita telah mempostulatkan bahwa keadaan dari
sistem mekanika kuantum adalah ditentukan oleh fungsi keadaan
(x, t), yang mengandung semua informasi sehingga kita dapat
mengetaui tentang sistem. Bagaimana

dapat memberikan

informasi kepada kita tentang sifat B?. Kita postulatkan bahwa jika
adalah fungsi eigen dari B dengan nilai eigen bk, maka
pengukuran B adalah tertentu dengan nilai bk. Sebagai contoh
adalah

energi,

fungsi

penyelesaian (x)

eigen

dari

operator

energi

adalah

dari persamaan Schrodinger tak bergantung

waktu (32). Anggap suatu sistem dalam keadaan stasioner dengan


fungsi keadaan:
(x, t) = e-iEt/ (x)

(33)

Apakah (x, t) suatu fungsi eigen dari operator energi H? Untuk


menjawabnya, dari hubungan sebleumnya kita dapatkan bahwa:
H(x, t) = H e-iEt/ (x)
H tidak tidak memiliki turunan terhadap waktu oleh karena itu tidak
ada pengaruhnya terhadap faktor eksponensial e -iEt//

(x). Kita

dapatkan:
H(x, t)= e-iEt/ H(x)=E e-iEt/ (x)=E(x, t)
H = E

(34)

Untuk keadaan stasioner, (x, t) adalah fungsi eigen dari H dan kita
tentu mendapatkan nilai E ketika kita mengukur energi.
Contoh dari sifat lain, misalnya momentum. Fungsi eigen g
dari px didapat dari penyelesaian:
pxg = kg

64

px g kg

(35)

dg
kg
i dx

kita dadatkan:
g = Aeikx/

(36)

dimana A adalah konstanta sembarang. Untuk menjaga g tertentu


pada besaran IxI, nilai eigen k harus nyata. Sehingga nilai eigen dari
operator px, adalah semua bilangan nyata:
k

(37)

Beberapa pengukuran px harus menghasilkan salah satu nilai eigen


(37) dari px. Setiap nilai k berbeda dalam (3-36), menghasilkan
fungsi eigen g berbeda.Ini kelihatannya aneh bahwa operator sifat
fisika momentum melibatkan bilangan imajiner i. Kenyataannya,
adanya i dalam px meyakinkan bahwa nilai eigen k adalah nyata.
Sekarang tinjau momentum partikel dalam kotak. Fungsi
keadaan partikel dalam keadaan stasioner dalam kotak satu
dimensi adalah:
(x, t)= e-iEt/ (2/l)1/2 sin (nx/l)

(38)

dimana E=n2h2/8ml2.Apakah ada nilai tertentu dari px? dan apakah


(x, t) suatu fungsi eigen dari operator p x? Lihat pada fungsi eigen
dari operator px, kita lihat bahwa tidak adalah nilai numerik dari
konstanta k yang dari fungsi eksponensial persamaan (36) yang
menjadi fungsi sinus pada persa(3-38). Karenanya bukanlah
fungsi eigen dari px, ini dapat dibuktikan secara langsung:
Px

iEt / 2
e

i x
l

1/ 2

n iEt / 2
nx
e


il
l
l

1/ 2

sin

nx

cos

Karena Pxtetapan., fungsi keadaan bukan fungsi eigen dari Px.


Apakah fungsi gelombang keadaan stasioner partikel dalam
kotak merupakan fungsi eigen dari operator px2?
2 iEt / 2
e

x 2
l
n 2 2 2
Px2

l2
Px2 2

1/ 2

n 2 2 2 iEt / 2
nx
e


l2
l
l

sin

65

1/ 2

nx

cos

(39)

Pengukuran px2 akan selalu menghasilkan n2h2/4l2 bila partikel dalam


keadaan stasioner dengan bilangan kuantum n. Ini bukanlah hal
yang baru, energi potensial dalam kotak adalah nol dan Hamiltonian
adalah:
H = T + V = T = px2/2m
Kita telah memiliki persamaan (3-34):
H E

Px2

2m

(40)

n2h2
n2h2
P 2mE 2m

8ml 2
4ml 2
2
x

yang sesuai dengan (3-39). Nilai yang hanya memungkinkan untuk


Px2 adalah:
Px2=n2h2/4l2

(41)

Persamaan (41) menyarankan nilai untuk px adalah salah satu dari


dua nilai (1/2)nh/l, yang sesuai untuk partikel bergerak dalam
kotak ke arah

kanan atau

kiri. Saran yang masuk akal tersebut

nampaknya tidak akurat. Suatu analisis dengan menggunakan


metode yang dijelaskan pada bab berikutnya menunjukkan bahwa
kebolehjadian yang tinggi dari nilai yang terukur akan mendekati
salah satu nilai dari (1/2)nh/l, tetapi juga ada beberapa nilai yang
konsisten dengan persamaan (37) yang dapat dihasilkan dari
pengukuran Px untuk partikel dalam kotak.
Kita

telah

sepakat

bahwa

ukuran

dari

sifat

harus

menhasilkan salah satu nilai eigen dari operator B. Jika fungsi


keadaan menjadi fungsi eigen dari operator B dengan nilain eigen
b, kita tentu akan mendapatkan b ketika kita mengukur B. Anggap
bahwa bukan salah satu

fungsi eigen dari B. Kita masih tetap

mendapatkan salah satu nilai eigen dari B ketika kita mengukur B,


tetapi kita tidak dapat memperikirakan nilai eigen yang akan
didapat. Kita akan melihat dalam bab 7 bahwa, kebolehjadian untuk
nilai eigen dari B dapat diprediksi.

66

4. Persamaan Schrodinger

Untuk

Banyak Partikel

Tiga

Dimensi
Sampai sekarang kita membatasi diri pada sistem satu
partikel

satu

dimensi.

Perumusan

operator

yang

telah

dikembangkan dalam subbab terdahulu tidak mampu membimbing


kita untuk bekerja pada sistem banyak partikel tiga dimensi.
Persamaan Schrodinger tergantung waktu

dari fungsi keadaan di

tetapkan dalam bentuk persamaan:


i

H
t

(42)

Persamaan Schrodinger tak bergantung waktu untuk fungsi eigen


dan nilai eigen energi adalah:
H=E

(43)

yang didapat dari persamaan (42) dengan energi potensial sebagai


faktor

tak

bergantung

waktu

dan

menggunakan

prosedur

pemisahan variabel.
Untuk sistem satu partikel tiga dimensi, mekanika klasik
Hamiltoniannya adalah:
H T V

1
( Px2 Py2 Pz2 ) V ( x, y, z )
2m

(44)

Penjelasan operator mekanika kuantum terdahulu [persamaan (24)],


kita dapatkan untuk operator Hamiltonian:
H

2m

x 2

y 2

z 2

V ( x, y , z )

(45)

Operator dalam kurung persamaan (45) disebut operator Laplasian


V2 (dibaca del kuadrat):

V 2
2
x

y 2

z 2

(46)

Sehingga persamaan Schrodinger tak bergantung waktu satu


partikel tiga dimensi menjadi:

2 2
V E
2m

(47)

Sekarang tinjau sistem tiga dimensi dengan n partikel. Partikel


i memiliki massa mi dan koordinat (xi, yi, zi), dimana i=1, 2, 3, ....,

67

n. Energi kinetiknya adalah jumlah dari energi kinetik masingmasing partikel:


1
1
1
( Px21 Py21 Pz21 )
( Px22 Py22 Pz22 ) ....
( Px23 Py23 Pz23 )
2m1
2m2
2m3

dimana Pxi adalah momentum linier komponen x partikel i dan


seterusnya. operator energi kinetiknya adalah:
T

2m

x 2 y 2 z 2

..

2m

x 2 y 2 z 2

2
2
2


2
Vi

2
2
2
y i
z i
xi

i 1

2 (48)
2 mi

(49)

Kita biasanya membatasi pada kasus dimana energi potensial


hanya tergantung pada koordinat 3n:
V=V(x1, y1, z1, ......, xn, yn, zn)
Maka operator Hamiltonian untuk sistem n partikel tiga dimensi
adalah:
n

H
i 1

2 v ( x1 ,........., z n )
2 mi

(50)
dan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu menjadi:

i 1

2 v( x1 ,........., z n ) E
2 mi

(51)

dimana fungsi gelombang tak bergantung waktu adalah fungsi dari


koordinat 3n dengan n partikel:
=(x1, y1, z1, ......, xn, yn, zn)

(52)

Persamaan Schrodinger (3-51) adalah persamaan diferensial parsial


linier.
Sebagai contoh,

tinjau sistem dua partikel berinteraksi

sehingga energi potensial berbanding terbalik terhadap jarak antara


kedua partikel, dengan c sebagai konstanta. Persamaan Schrodinger
(3-52) menjadi:
=(x1, y1, z1, x2, y2, z2)

68

(53)

Untuk satu partikel satu dimensi, postulat Born menyatakan


bahwa I(x,t)2dx adalah kebolehjadian menemukan partikel antara
x dan x+dx pada waktu t, dimana x adalah sebuah nilai khusus
untuk x. Kita kembangkan postulat ini sebagai berikut.

Untuk

sistem satu partikel tiga dimensi besarannya adalah:


I(x, y, z, l)I2dxdydz

(54)

merupakan kebolehjadian menemukan partikel dalam daerah tak


hingga dari sebuah ruang dengan koordinat x terletak antara x+dx,
koordinat y terletak antara y+dy dan koordinat z terletak antara
z+dz (gambar 3.1). Karena total kebolehjadian menemukan partikel
adalah 1, kondisi normalisasinya adalah:

( x, y , z , t )

dxdydz 1

(55)

Untuk sistem n partikel tiga dimensi, kita postulatkan:


I(x1, y1, z1, x2, y2, z2... xn, yn, zn) I2dx1dy1dz1 dx2dy2dz2..... dxndyndzn

(56)
yang merupakan kebolehjadian pada waktu t secara simultan
menemukan partikel 1 dalam daerah kotak kubus yang sangat kecil
pada daerah (x1, y1, z1) dengan tepi dx1, dy1, dz1, partikel 2 dalam
kotak yang sangat kecil pada daerah (x2, y2, z2) dengan tepi dx2,
dy2, dz2, dan partikel n dalam kotak yang sangat kecil pada daerah
(xn, yn, zn) dengan tepi dxn, dyn, dzn. Total kebolehjadian
menemukan semua partikel adalah 1 dan kondisi ternormalkan
adalah:

...

dx1 dy1 dz1 ...dx n dy n dz n 1

(57)
Dalam mekanika kuantum merupakan hal yang biasa untuk
menyatakan integrasi pada seluruh jangkauan dari semua koordinat
dengan dq atau d. cara penulisan yang singkat untuk persamaan
(55) atau (57) adalah:

d 1

(58)

69

Meskipun

persamaan

(3-58)

kelihatannya

merupakan

sebuah

integral tak tentu, tetapi ini dikenal sebagai integral tentu, variabelvariabel dan jangkauan integralnya difahami dari konteks.
Untuk keadaan stasioner, II2= II2

(-59)

d 1

5 Partikel Dalam Kotak Tiga Dimensi


Sekarang kita membatasi diri pada masalah satu partikel.
Dalam

sub-bab

ini

kita

meninjau

kasus

tiga

dimensi

dari

permasalahan yang telah diselesaikan pada sub-bab 2, partikel


dalam kotak.
Ada banyak sekali kemungkinan bentuk untuk kotak tiga
dimensi. Kotak yang kita tinjau merupakan balok dengan panjang
rusuk a, b dan c. Kita memilih koordinat sistem sehingga satu titik
sudut kotak terletak pada titik awal dan kotak terletak dalam
kuadran pertama dari ruang. Dalam kotak, energi potensial adalah
nol dan diluar kotak energi potensialnya tak terhingga.
V(x, y, z) = 0

dalam daerah 0<x<a


0<y<b
0<z<c

(60)
V=

dimanapun diluar kotak

Karena keboleh jadian partikel memiliki energi tak hingga


adalah nol, maka fungsi gelombang dilaur kotak haruslah nol.
Operator energi potensial didalam kotak adalah nol dan persamaan
Schrodinger (47) adalah:

2m

Untuk

2 2 2

2 2
2
y
z
x

menyelesaikan

mengasumsikan

bahwa

(61)

persamaan

(61),

penyelesaian

70

kita

dapat

mulai

dengan

ditulis

sebagai

perkalian dari fungsi x sendiri kali fungsi y sendiri kali fungsi z


sendiri.
(x, y, z) = f(x)g(y)h(z)

(62)

Metode yang kita gunakan untuk menyelesaikan persamaan (62)


disebut metode pemisahan variebel.
Dari persamaan (62) kita dapatkan:

2
f ( x ) g " ( y ) h( z )
y 2

2
f " ( x ) g ( y ) h( z )
x 2
2
f ( x) g ( y )h" ( z )
z 2
Substitusipersamaan

(62)

(63)
dan

(63)

ke

persamaan

menghasilkan:
2

-( /2m)fgh-( /2m)fg -( /2m)fgh-Efgh=0


(64)
Jika persamaan tersebut dibagi dengan fgh, maka:

2 f " 2 g " 2 h"

E0
2mf
2mg 2mh
(65)

2 f " ( x) 2 g " ( y ) 2 h" ( z )

E
2mf ( x)
2mg ( y ) 2mh( z )
(66)
71

(61)

Mari definisikan Ex sama dengan sisi kiri persamaan (66):

EX

2 f " ( x)

2mf ( x )

(67)
Definisi (67) menunjukkan bahwa Ex tidak bergantung pada y dan z.
Persamaan (66) menunjukkan bahwa:

2 g" ( y)
2 h" ( z )

E
2 mg ( y )
2 mh ( z )

EX

sehingga Ex tidak bergantung pada x. Jadi Ex tidak bergantung


pada x, y dan z maka besarannya adalah konstan.
Sama halnya dengan (67), kita mendefinisikan Ey dan Ez
dengan:

Ey

Ez

2 g" ( y )

2 mg ( y )

2 h" ( z )

2mh( z )

(68)

karena x, y dan z terjadi secara simetrik pada persamaan (65),


maka dengan alasan yang sama seperti yang telah ditunjukkan
pada Ex menjadi konstan maka Ey dan Ez pun menjadi konstan.
Substitusi

persamaan

(68)

dan

menghasilkan:
Ex + Ey + Ez = E
(69)

72

(67)

ke

persamaan

(65)

Persamaan (67) dan (68) adalah:


df ( x) 2m

E x f ( x) 0
d ( x) 2 2
dg ( y ) 2m

E y g ( y) 0
d ( y) 2 2

(70)

dh( z ) 2m

E z h( z ) 0
d ( z)2 2

(71)

Kita telah mengubah persamaan differensial tiga variabel menjadi


persamaan differensial asalnya. Bagaimana kondisi pembatas pada
persamaan (70)? Karena tidak terdapat fungsi gelombang diluar
juga hilang pada dinding kotak. Secara

kotak, kontinyuitas

khusus, harus nol pada didinding kotak yang terletak pada bidang
yz, dimana x=0 dan nol pada dinding paralel pada kotak dimana
x=a. Sehingga:
f(0) = 0,

dan

f(a) = 0

Sekarang bandingkan persamaan (70) dengan persamaan


(10) dalam sub-bab 2.2, yang diterapkan pada partikel dalam kotak
satu dimensi. Persamaan tersebut memiliki bentuk yang sama,
dengan Ex dalam (70) bersesuaian dengan E dalam (10). Apakan
kondisi pembatasnya sama? jawabnya ya, kecuali pada x = a
diganti dengan x = l sebagai titik kedua dimana variabel bebas
hilang. Sehingga kita dapat menggunakan hasil kerja dalam subbab
2.2 untuk menuliskan penyelesaian [lihat persamaan (23) dan (20)]
2
f ( x)
a

Ex

1/ 2

n xx

sin

nx2 h 2
,
8ma 2

nx=1, 2, 3, ......

Dengan cara yang sama untuk y dan

persamaan yang

dihasilkannya adalah
2
g ( y)
b

Ey

n y2 h 2
8mb 2

n yy

1/ 2

sin

1/ 2

h( z )

, ny=1, 2, 3, ......

Ez

n z2 h 2
, nz=1,
8mc 2

3, ......
Dari persamaan (3-69), kita punya energi:

73

n zz

sin

2,

2
h 2 n x2 n y n z2

8m a 2 b 2 c 2

(72)

dari (3-62), fungsi gelombang dalam kotak adalah

abc

n yy
n xx
n z
sin z
sin
a
c
b

1/ 2

( x, y , z )

(73)

sin

Fungsi gelombang memiliki tiga bilangan kuantum, n x, ny, nz. Kita


bisa menggunakan ini untuk masalah tiga dimensi. Ketiga bilangan
kuantum tidak bergantung satu sama lain.
Karena x, y dan z faktor dalam fungsi gelombang yang tidak
saling bergantung terhadap normalisasi, maka fungsi gelombang
ternormalisasinya:

dxdydz
2

f ( x ) dx g ( y ) dy h( z ) dz 1
0

Dimana:

F ( x)G ( y ) H ( z )dxdydz F ( x)dx G ( y )dy H ( z )dz


(74)
Anggap bahwa a=b=c. maka kita akan memiliki kubus.
Tingkat energinya menjadi:
E=(h2/8ma2)(nx2+ny2+nz2)
(75)
Mari kita lihat tabel tingkat energi berikut dari partikel dalam kotak
berbentuk kubus:
nxnynz
E(h2/8ma

11

21

12

11

12

21

22

11

13

31

22

11

11

11

12

)
Teramati bahwa keadaan dengan bilangan kuantum berbeda

mungkin dapat memiliki nilai energi yang sama. misalnya, keadaan


211, 121 dan 112 (dimana subscript menyatakan bilangan kuantum)
semuanya memiliki energi yang sama. Bila dua atau lebih fungsi

74

gelombang bebas bersesuaian terhadap keadaan dengan nilai eigen


energi, maka nilai eigen dikatakan degerate. Derajat degeracy
(disingkat degeracy) dari suatu tingkat energy merupakan jumlah
keadaan yang memiliki energi tersebut. Tingkat energi terendah
kedua dari partikel dalam kubus adalah tiga kali degerate. Kita
mendapatkan degeracy bila kita membuat tepi kotak sama;
degeracy biasanya
catatan bahwa

dihubungkan

dengan simetri

dari

sistem.

fungsi 211, 121 dan 112 dapat diubah menjadi yang

lainnya dengan memutar balok kubus. Biasanya kita tidak dapat


menemukan degeracy dalam masalah satu dimensi.
Dalam pemeriksaan mekanika statistik suatu fungsi partisi
molekul suatu gas ideal, tingkat energi translasi dari molekul gas
diambil sebagai tingkat partikel dalam kotak tiga dimensi.
6. Degeneracy
Mari kita membuktikan suatu teorema penting tentang fungsi
gelombang dari n lipat tingkat energi degerate. Kita punya n fungsi
gelombang bebas 1, 2, ...., n, dan jika W merupakan energi dari
tingkat degerate:
H1=W1,

H2=W2, ..................., Hn=Wn

(76)

Kita akan membuktikan bahwa terdapat kombinasi linier


c11 + c22 +.........+ cnn
dari n fungsi gelombang tingkat degerate merupakan suatu fungsi
eigen

dari

Hamiltonian

dengan

nilai

eigen

W.

Kita

harus

menunjukkan bahwa H=W atau


H(c11 + c22 +.........+ cnn) = W(c11 + c22 +.........+ cnn)
(77)
Karena H merupakan operator linier, kita dapat menerapkan
persamaan (9) n-1 kali menjadi ruas kiri dari persamaan (77)
sehingga didapat:
H(c11 + c22

+.........+ cnn)= H(c11) + H(c22) +.........+

H(cnn)

75

dengan menggunakan (10) dan (76) menghasilkan


H(c11 + c22 +.........+ cnn) = c1H1 + c2H2 +.........+ cnHn
= c1W1 + c2W2 +.........+ cnWn
H(c11 + c22 +.........+ cnn) = W(c11 + c22 +.........+ cnn)
(78)
yang merupakan suatu pembuktian yang lengkap.
Suatu contoh, fungsi gelombang keadaan stasioner 211,
121 dan 112 untuk partikel dalam kotak kubus adalah degerate dan
kombinasi linier c1211+ c2121+ c3112 merupakan suatu fungsi eigen
dari partikel dalam kotak kubus hamiltonian dengan nilai eigen
6h2/8ma2, suatu nilai eigen yang sama untuk setiap 211, 121 dan
112.
Kombinasi linier c1211+ c2121 bukanlah suatu fungsi eigen dari
H jika 1 dan 2 memiliki nilai eigen energi yang berbeda (H1=E11
dan H2=E22 dengan E1E2).

7. Nilai Rata-rata
Telah ditekankan dalam subbab 3.3 bahwa, ketika fungsi
keadaan bukan suatu fungsi eigen dari operator B, pengukuran B
akan menghasilkan salah satu dari sejumlah nilai yang mungkin
(nilai eigen dari B). Sekarang kita meninjau nilai rata-rata dari sifat
B untuk sistem dengan keadaan .
Untuk menentukan nilai rata-rata B secara eksperiment, Kita
ambil beberapa kesamaan, sistem yang tidak berinteraksi dalam
keadaan yang sama dan kita mengukur B dalam setiap sistem.
Nilai rata-rata B (disimbolkan dengan B ) yang didefinisikan
sebagairata-rata aritmatik dari nilai pengamatan b1, b2, ........., bN:
N

b
j 1

(79)

76

dimana N, jumlah sistem.


Selain dengan cara diatas, kita juga dapat menentukan nilai
rata-rata dengan cara, mengalikan setiap nilai dengan banyaknya
nilai tersebut teramati kemudian menjumlahkannya, sehingga:

n b

(80)

dimana nb adalah banyaknya b teramati. Misalnya suatu kelas


terdiri dari 9 siswa mengikuti kuis, hasil kuis tersebut nilainya
adalah: 0, 20, 20, 60, 60, 80, 80, 80, 100. Hitung rata-rata nilai
dengan menggunakan persamaan (3-79) dan (3-80):
dengan persamaan (3-79) didapat:
N

b
j 1

0 20 20 60 60 80 80 80 100
56
9

dan dengan persamaan (3-80) didapat:

n b
b

1(0) 2(20) 2(60) 3(80) 1(100)


56
9

Persamaan (3-80) dapat ditulis kembali sebagai:

nb
b
N

Karena N sangat besar, Nb/N merupakan kebolehjadian (Pb)


pengamatan nilai b, dan
B

Pb b
b

(81)
Sekarang tinjau nilai rata-rata koordinat x untuk sistem satu
partikel satu dimensi dalam keadaan (x t). Koordinat x kontinyu
disetiap range nilai dan kebolehjadian pengamatan partikel antara x
dan x + dx adalah II2 dx. Penjumlahan dari kebolehjadian yang
sangat kecil adalah sama dengan hasil integrasinya sehingga (81)
menjadi:

77

x ( x, t )

dx

(82)
Untuk kasus satu partikel tiga dimensi, kebolehjadian menemukan
partikel dalam element volume pada titik (x, y, z) dengan tepi dx,
dy, dz adalah
2

( x, y , z , t ) dxdydz

(83)
Jika kita inginkan kebolehjadian partikel berada pada antara x dan
x+dx, kita harus mengintegralkan persamaan (83) pada semua nilai
yang mungkin dari y dan z, sehingga (82) menjadi:
x

2
( x, y , z , t ) dydz xdx

( x, y , z , t )

xdxdydz

(84)
Sekarang tinjau nilai rata-rata dari beberapa sifat fisik B(x,y,z)
yang merupakan fungsi dari koordinat partikel. misalnya adalah
energi potensial V(x,y,z). Dengan alasan yang sama seperti yang
diberikan pada persamaan (3-84) menghasilkan:
B ( x, y , z

( x, y , z , t )

B ( x, y , z ) xdxdydz

(85)
B ( x, y , z )

* Bdxdydz

(86)
Secara

umum, sifat B tergantung

pada

koordinat

dan

momentum:
B=B(x, y, z, Px, Py, Pz)
Sehingga untuk kasus satu partikel tiga dimensi, nilai rata-ratanya
kita postulatkan menjadi:
B

* B

x, y , z ,

78


dxdydz
,
,
i x i y i z

* Bdxdydz

(87)
Dimana B adalah operator mekanika kuantum
B

* B

(88)

dimana d menyatakan integral pada seluruh jangkauan 3n


koordinat. Fungsi keadaan dalam (88) harus ternormalisasi, karena
kita mengambil * sebagai rapatan kebolehjadian. Besaran B*
dan *B tidak sama dengan *B, kecuali B hanya merupakan
fungsi koordinat. Dalam *Bd, satu operator pertama pada
dengan B untuk menghasilkan fungsi baru B, kemudian dikalikan
dengan *, dan mengintegralkannya pada seluruh ruang sehingga
menghasilkan suatu bilangan yaitu B.
Untuk keadaan stasioner, kita punya:
* B e iEt / * Be 1Et / e o * B * B

Karena

tidak

mengandung

turunan

waktu

sehingga

tidak

mempunyai faktor efek waktu dalam , untuk keadaan stasionernya


berlaku:
B

* B

(89)

Sehingga jika B tidak bergantung waktu, maka B tidak bergantung


waktu pada keadaan stasioner.
Tinjau kasus khusus dimana merupakan suatu fungsi eigen
dari B; B=k. Persamaan (3-88) menjadi:
B

* B * kd

k * d k

Karena ternormalisasi. Hasil ini cukup beralasan, karena k


merupakan hanya nilai yang mungkin kita dapatkan untuk B ketika
kita melakukan pengukuran.

79

Dari persamaan (88), dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata


dari suatu penjumlahan adalah jumlah dari nilai rata-rata.
B C

(90)

B C

Dimana B dan C adalah dua sifat. Meskipun demikian, nilai rata-rata


dari suatu perkalian sama dengan

perkalian dari nilai rata-rata

tidaklah selalu benar.

BC

Nilai pengharapan sering digunakan untuk menggantikan nilai ratarata. Nilai pengharapan tidak harus salah satu dari nilai yang
mungkin kita dapatkan dari pengamatan. Misalnya jumlah rata-rata
anak-anak terlahir dari seorang wanita Amerika selama hidupnya
adalah 1,94.

Contoh: Temukan x dan px untuk keadaan ground stasioner dari


partikel dalam kotak tiga dimensi.
Jawab.
Substitusi

persamaan

gelombang

keadaan

stasioner

=f(x)g(y)h(z) [pers. (62)] kedalam postulat nilai rata rata [pers. (389)] menghasilkan:
c b

x xd
0 0

karena

=0

diluar

f * g * h * xfghdxdydz
0

kotak.

penggunaan

persamaan

(3-74)

menghasilkan:
a

x f ( x) dx g ( y) dy h( z ) dz
0

x f ( x)

dx

karena g(y) dan h(z) masing-masing ternormalisasi, untuk keadaan


ground, nx=1 dan f(x)=(2/a)1/2sin(x/a). Sehingga:

80

2
a
x
x x sin 2
dx
a0
2
a
a

(91)
sehingga:
c b

p x * Pxd
0 0

px

px


f ( x) g ( y )h( z ) dxdydz
x

f * g *h* i
0

f * ( x) f ' ( x)dx g ( y)
a

f ( x) f ' ( x)dx 2i

dy h( z ) dz
2

f 2 ( x ) 0a 0

(92)

Dimana telah digunakan keadaan pembatas f(0)=0 dan f(a)=0.


8. Persyaratan Untuk Suatu Fungsi Gelombang Diterima
Untuk
membutuhkan

menyelesaikan

yang

partikel

kontinyu.

Kita

dalam

kotak,

sekarang

kita

membahas

persyaratan lain dari fungsi gelombang yang harus dipenuhi.


Karena
menormalisasi

adalah

fungsi

kebolehjadian,

gelombang

dengan

kita

akan

memilih

mampu
konstanta

normalisasi yang sesuai sebagai pengali dari fungsi gelombang.


Meskipun demikian, kita dapat melakukan ini hanya jika integral di
seluruh ruang * d ada. Jika integral ini ada, dikatakan kuadrat
terintegral. Sehingga kita secara umum membutuhkan bahwa
harus kuadrat terintegral. Hal yang penting adalah partikel tidak
terikat. Sehingga fungsi gelombang untuk keadaan tidak terikat dan
partikel bebas bukanlah kuadrat terintegralkan.
Karena * bukan merupakan rapatan kebolehjadian, dia
harus bernilai tunggal. Dia harus embarrassing jika teori kita

81

memberikan dua perbedaan nilai untuk kebolehjadian menemukan


satu partikel pada titik tertentu. Jika kita membutuhkan bahwa
bernilai tunggal, maka diyakinkan bahwa * juga akan bernilai
tunggal. Sesuatu yang tidak mungkin untuk memiliki banyak nilai
(misalnya: (q) = -1, +1, i) dan masih memiliki * bernilai tunggal.
Selain persyaratan kontinyu, kita juga mensyaratkan bahwa
semua turunan parsial /x, /y, /z dan seterusnya harus
kontinyu (lihat gambar 3-2). Dengan melihat kembali ke bab
sebelumnya, kita telah menemukan bahwa untuk partikel dalam
kotak ada ketidak kentinyuan dari fungsi gelombang pada dinding
kotak; dan /x adalah nol dimanapun diluar kotak, tetapi pada
persamaan sebelumnya (2-23) kita temukan bahwa /x tidak
sama dengan nol pada dinding. diskontinyuitas pada terjadi
karena lompatan energi potensial yang sangat sangat besar pada
dinding kotak. Untuk kotak dengan ketinggian tertentu adalah
kontinyu (sub bab 2.4).

9. Kesimpulan
Operator

adalah

Suatu

aturan

yang

digunakan

untuk

mengubah satu fungsi menjadi fungsi lain. penjumlah dan perkalian


dari suatu operator didefinisikan sebagai (A+B)f(x) Af(x) + Bf(x)
dan ABf(x) A[Bf(x)]. Komutator dari dua operator adalah [A,B]
AB-BA. Operator dalam mekanika kuantum adalah linier, yang
berarti bahwa memenuhi A[f(x)+g(x)] = Af(x) + Ag(x) dan
A[cf(x)]=cAf(x). Fungsi eigen Fi dan nilai eigen bi dari operator B
mengikuti BFi=biFi.

82

Postulat mekanika kuantum dapat diterangkan:


(a) Keadaan

dari

suatu

sistem

digambarkan

oleh

fungsi

gelombang (fungsi keadaan atau fungsi gelombang) dari


koordinat-koordinat dan waktu. adalah bernilai tunggal,
kontinyu dan kuadratnya terintegral (kecuali keadaan tidak
terikat).
(b)Untuk setiap sifat fisika B dari sistem, terdapat hubungan
suatu operator. Operator ini didapat dengan mengambil
penjelasan mekanika klasik untuk sifat dalam term koordinat
kartesian dan momenta dan menggantikan stiap koordinat x
dengan x dan setiap komponen momentum Px dengan -( /i)
(/x).
(c) nilai Hanya mungkin dapat dihasilkan dari suatu pengukuran
sifat B adalah nilai eigen bi dari persamaan Bgi=bigi, dimana
fungsi eigen gi adalah memenuhi persyaratan yang disebut
well behaved.
(d)Nilai rata-rata dari sifat B diberikan oleh

* B ,

dimana adalah fungsi keadaan sistem.


(e) Fungsi keadaan dari sistem yang tak terganggu berubah
dengan waktu menurut

-( /i)( /t)= , dimana adalah

operator hamiltonian (operator energi) dari sistem.


(f) Untuk sistem n partikel tiga dimensi, nilai persamaan (56)
adalah kebolehjadian menemukan partikel sistem dalam
daerah yang sangat kecil .
Operator Hamiltonian untuk n partikel sistem tiga dimensi
adalah =-n (/2mi)Vi2 + V, dimana Vi2=2/xi2 + 2/yi2 + 2/zi2.
Persamaan Schrodinger tak bergantung waktu adalah = E.
Fungsi gelombang keadaan stasioner dan tingkat energi dari
partikel dalam kotak tiga dimensi didapatkan dengan menggunakan
pemisahan variabel.

83

Derajat degeracy dari suatu tingkat energi adalah bilangan


linier yang tidak bergantung fungsi gelombang yang berhubungan
dengan nilai energi. kombinasi linier dari fungsi gelombang dari
tingkat degerate dengan energy W adalah suatu fungsi eigen dari
dengan nilai eigen W.
POSTULAT MEKANIKA KUANTUM
1. Postulat
Postulat adalah satu set pernyataan dasar yang kebenaran
telah diuji secara eksperimen. Dalam mekanika kuatum, postulat
berkaitan dengan sifat-sifat atom dan molekul, sehingga agak sukar
dimengerti. Bagaimanapun, postulat diuji kemampuannya
meramalkan

dan

mengkorelasikan

hasil

eksperimen

untuk
serta

pemakaiannya secara umum agar dapat diakui dan diterima


kebenarannya. Sebelum membicarakan tentang postulat, terlebih
dahulu difahami mengenai term variabel dinamis dan oservable.
Setiap sifat sistem yang ditinjau disebut variabel dinamis, sebagai
contoh: posisi r, energi E, Momen linier sepanjang

sumbu x (Px)

adalah variabel-variabel dinamik. Sedangkan observable adalah


variabel dinamis yang dapat diukur. Di dalam mekanika klasik
semua variabel dinamis adalah observable, tetapi tidak demikian
halnya dalam mekanika kuantum. Sebagai contoh: momentum
disatu titik yang posisinya tertentu bukanlah suatu observable
(Prinsip ketidak pastian).

Postulat I.

84

Suatu keadaan sistem dinamis yang terdiri dari N partikel dapat


digambarkan secara lengkap oleh fungsi (q1, q2, , q3n, t)
sedemikian

sehingga

kuantitas

sebanding

dengan

probabilitas untuk mendapatkan q1 diantara q1 dan q1 + dq1, q2


diantara q2 dan q2 + dq2 dan seterusnya pada waktu tertentu t.
Postulat ini menyatakan bahwa sifat sistem terkandung di
dalam fungsi (biasa disebut fungsi gelombang) yang merupakan
fungsi koordinat N partikel dan waktu t. Jika waktu t terkandung di
dalamnya secara eksplisit, maka fungsi disebut fungsi gelombang
bergantung waktu.
Bila sifat observable sistem tidak berubah terhadap waktu,
sistem dikatakan berada dalam keadaan stasioner dan fungsi
gelombangnya disebut fungsi gelombang keadaan stasioner. Fungsi
gelombang dapat berupa kompleks sehingga densiti probabilitas
(rapat kebolehjadian) dan * adalah hasil kali dengan kompleks
konjugasinya *.
Supaya fungsi ini sesuai dengan keadaan fisiknya maka harus
memenuhi beberapa persyaratan tertentu:
1. Fungsi harus bersifat kontinyu yang berarti bahwa turunan
pertama dan keduanya juga bersifat kontinyu (Fungsi Eigen).
2. Fungsi harus berharga tunggal (Single Value atau Nilai eigen)
3. Fungsi harus memiliki kuadrat terintegralkan (integrable
square)

85

Disini dapat diinterpretasikan bahwa fungsi harus finit dimanapun.


Dengan kata lain, fungsi akan menuju nol pada tak terhingga ().
Persyaratan ini juga bertalian dengan postulat bahwa *d adalah
suatu

kebolehjadian

terintegralkan

adalah

(probabilitas).
bertalian

Persyaratan

dengan

kuadrat

persyaratan

bahwa

kebolehjadian mendapatkan sistem diseluruh ruang harus finit.


Keadaan khusus terpenuhi bila integral keseluruh ruang
*d = 1

(1)

dimana fungsi dikatakan ternormalkan. Arti fisiknya untuk sistem


partikel tunggal adalah bahwa kebolehjadian mendapatkan partikel
di daerah ruang harus sama dengan satu.
Postulat II.
Untuk setiap sifat observable sistem terdapat operator
hermite linier yang bertalian dan sifat fisika observable dapat
diperoleh dari sifat matematika operator yang bertalian.
Sifat

ini

perhitungan

menjamin

observable.

diperolehnya
Operator

jawaban

hermite

real

didefinisikan

dalam
oleh

hubungan;
i* jd = j **id

(2)

dimana i* danj adalah sembarang fungsi yang memenuhi


hubungan di atas dan adalah operator hermite. Pengintegralan di
atas adalah pengintegralan keseluruh ruang yang juga dapat
dituliskan dalam bentuk tanda kurung dirac.
i* jd = (jII) atau jII

86

(3)

sedangkan:
i*jd = (jI) atau jI

(4)

Dengan demikian persamaan yang menjadi syarat operator Hermite


dapat ditulis menjadi:
(i j)= (j i)*

(5)

Theorema bahwa nilai eigen dari operator Hermite harus riel, bisa
dibuktikan dengan cara berikut ini: Andaikan terdapat satu set
fungsi eigen I dari beberapa operator Hermite , sehingga
ii =aii

(6)

Dan kompleks konjugasi persamaan ini adalah:


i*i * = ai*i*

(7)

Jika persamaan (6) dikalikan i* dan (7) dikalikan i lalu


diintegralkan, maka didapat hubungan:

dan

(i i) = (i ai i) = ai (i
i)

(8)

(i
i)* = (i ai i)* = ai (i
i)*

(9)

term ai dan ai* dapat dikeluarkan dari pengintegralan karena


merupakan konstanta.
Karena dipostulatkan sebagai operator hermite, maka ruas
kiri persamaan (8) dan (9) harus sama, sehingga:
ai (i
i) = ai (i
i)*

(10)

Berhubung i dan i* adalah fungsi (bukan operator), maka urutan


perkaliannya immaterial yaitu:
(i
i) = (i
i)*

(11)

87

sehingga ai = ai* yang berarti bahwa nilai eigen ini haruslah nyata
(real) karena hanya bilangan nyata yang memiliki harga yang sama
dengan harga kompleks konjugasinya

Postulat III
Andaikan suatu operator yang bertalian dengan suatu observable
dan terdapat satu set sistem identik dalam keadaan s. Andaikan
pula bahwa s adalah fungsi eigen dari operator , sehingga
s=ass dimana as adalah bilangan (nilai eigen), maka jika seorang
membuat sederet pengukuran kuantitas yang bertalian dengan
pada anggota set yang berbeda, akan selalu diperoleh jawaban a s,
hanya bila s dan memenuhi kondisi itu, eksperimen akan
memberikan hasil yang sama di dalam setiap pengukurannya.
Ini adalah salah satu postulat yang menjembatani formulasi
matematika mekanika kuantum dengan pengukuran eksperimen di
dalam laboratorium. Sebagai contoh, ingin dihitung energi-energi
yang

dibolehkan

membandingkannya

bagi

sistem

dengan

atomik

hasil

atau

molekular

eksperimen.

Postulat

dan
III

menyatakan bahwa pengukuran energi pada satu seri sistem


identik agar tepat hasilnya (repreducible), maka keadaan sistem
harus digambarkan oleh fungsi yang merupakan fungsi eigen dari
operator Hamiltonian yang bertalian dengan energi total.
Dengan

demikian

masalahnya

disederhanakan

mencari n dan En yang memenuhi persamaan nilai eigen:

88

menjadi

n = En n
(12)
Substitusikan pada sistem partikel tunggal akan menghasilkan:
- 2/2m V2 + V = E
(13)
atau
2/2m V2 + (E V) = 0

(14)

Persamaan terakhir di atas dinamakan Persamaan gelombang


Schrodinger untuk keadaan stasioner partikel-partikel. Prosedur
serupa digunakan bila ingin menghitung sifat yang lain dari sistem
dengan memilih operator yang sesuai.

Postulat IV
Diberikan suatu operator dan satu set sistem identik yang
dinyatakan oleh s yang bukan fungsi eigen dari . Sederet
pengukuran sifat yang bertalian dengan pada anggota set yang
berbeda, tidak akan memberikan hasil yang sama, melainkan akan
diperoleh suatu distribusi dengan harga rata-rata:
a'

a'

s

(15)

Persamaan ini dinamakan teorema harga rata-rata yang


memberikan hasil eksperimen bila sistem tidak digambarkan oleh
suatu fungsi eigen dari suatu operator yang terlibat di dalamnya.
Simbol <a> disebut harga rata-rata atau harga yang diharapkan
dari kuantitas yang bertalian dengan . Tentu saja bila s

89

merupakan fungsi eigen dari maka harga rata-rata akan sama


dengan nilai eigen.
Kebanyakan riset modern dibidang kimia kuantum dan
spektroskopi bertalian dengan fenomena ketergantungan terhadap
waktu, sehingga perlu diketahui perubahan fungsi (q,t) terhadap
waktu. Untuk itu diperkenalkan postulat V.

Postulat V
Evolusi vektor keadaan (State vector) (q, t) dalam waktu
diberikan oleh hubungan:
i /t =

(16)

dimana adalah operator Hamiltonianm. Hubungan di atas disebut


persamaan Schrodinger tergantung waktu. Bila tidak tergantung
secara eksplisit pawa waktu, maka akan selalu mungkin untuk
mendapatkan jawaban formal yang berbentuk:
(q,t) = o(q) e-(i/)At

(17)

Dengan substitusi akan diperoleh


i (-i/)Ao(q) e-(i/)At = e-(i/)At o(q)
(18)
atau

Ao(q) = o(q)

(19)

2. Aplikasi Postulat Pada Sistem Sederhana

90

Ditinjau dari partikel yang bergerak dalam kotak satu dimensi,


partikel dalam kotak satu dimensi bergerak sedemikian hingga
potensial energi di dalam kotak sama dengan nol dan diluar kotak
tak bergingga. Panjang kotak adalah a. Observable yang menarik
perhatian adalah energi partikel sehingga operator yang bertalian
adalah operator Hamiltonian .
Menurut postulat III, untuk memperoleh hasil yang sma dari
sederet pengukuran sistem identik maka keadaan setiap partikel
harus merupakan fungsi eigen dari operator . Dengan demikian
untuk memperoleh harga energi yang dibolehkan serta fungsi
gelombang partikel, persamaan nilai eigen n = Enn harus
diselesaikan. Penyelesaian dibagi menjadi dua bagian yakni di
dalam dan di luar kotak. Di luar kotak:
= 2/2m (d2/dx2)

(20)

sedangkan V = , sehingga:
2/2m (d2/dx2) + (E - ) = 0
(21)
atau

d2/dx2 =

(22)

91

Gambar I. Partikel bergerak dalam kotak satu dimensi energi


potensial =0
Diantara x=0 dan x=a serta dimanapun diluar kotak V =

Dengan demikian satu-satunya penyelesaian diluar kotak


adalah =0 yang berarti kebolehjadian mendapatkan partikel diluar
kotak adalah nol. Didalam kotak, karena V=0, maka persamaan
nilai eigen menjadi:
2/2m (d2/dx2) + E = 0
(23)
d2/dx2 = -2mE/2

atau

(24)

Ini adalah persamaan differensial order dua yang penyelesaiannya


adalah suatu fungsi yang bila dideferensilakan dua kali akan
memberikan fungsi itu sendiri dikalikan suatu konstanta.
Pertama kali dicoba fungsi dalam bentuk =A sin ax, bila
dideferensialkan dua kali akan memberikan:
d/dx = a A cos ax
(25)
d2/dx2 = d a A cos ax /dx = -a2 A sin ax = -a2 (26)
Yang identik dengan persamaan diatas bila: a2 = 2mE/2
Jadi = A sin ax adalah suatu penyelesaian.
Sekarang diterapkan syarat bata. Persyaratan bahwa fungsi
harus berharga tunggal mengandung arti bahwa harus sama
dengan nol pada ujung-ujung kotak (tepi kotak). Sehingga (0)=

92

(a)=0. Untuk tidak mengacaukan maka panjang kotak yang


semula dikatan a diganti = l berhubung a sudfah digunakan di
dalam persamaan dibelakang tanda sin pada fungsi . Jadi (0) =
(l)=0. Jadi (0) adalah jelas nol tetapi (l) = A sin ax = hanya bila
a, l = n dengan n= bilangan bulat.
dengan demikian:
a = n /l

(n = 1, 2, 3, ....)

a2 = n22/l2 = 2mE/2

(27)

sehingga energi yang dibolehkan untuk dimiliki partikel adalah:


En = n222/2ml2 = n2h2/8ml2

(28)

yang berarti harus diskret.


Untuk melengkapi perhitungan gelombang maka fungsi harus
dinormalkan, sehingga:
o

n (A Sin (nx/l))2dx = 1

(29)
Bila dievaluasi integral ini akan memberikan A=(2/l) 1/2, secara
ringkas fungsi gelombang dan energi yang dibolehkan untuk
partikel di dalam kotak adalah:
n = (2/l)1/2 Sin nx/l

(30)

En = n2h2/8ml2

(31)

Hasil-hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

93

n2

n=3

n=2

n=1

Gambar 2. Skema En, n dan n2 bagi partikel


yang bergerak dalam kotak satu dimensi.
Untuk bilangan kuantum n yang sama, bila partikel bertambah berat
atau kotak bertambah besar, maka tingkat energi akan semakin
rapat satu sama lain. Hanya bila kuantitas ml 2 memiliki orde yang
sama dengan b2 akan memberikan harga tingkat energi yang
penting di dalam eksperimen. Formula mekanika kuantum akan
memberikan hasil serupa mekanika klasik bila ml2>> h2.
Prinsip korespondensi menyatakan bahwa hasil mekanika
kuantum harus jadi identik dengan hasil klasik jika n menjadi amat
besar. Yang penting lainnya adalah hubungan antara tingkat energi
dengan jumla node (simpul) pada fungsi gelombangnya. Bila kedua
node pada ujung/tepi kotak diabaikan, maka fungsi gelombang n
terdapat n-1 simpul. Node adalah titik dimana fungsi gelombang

94

menjadi nol. Sifat umum fungsi gelombang adalah semakin banyak


jumlah simpul pada fungsi gelombang, semakin besar energi pada
strata yang bersangkutan. Makin banyak jumlah simpul sepanjang
kotak, makin pendeklah panjang gelombangnya.
Menurut

hubungan

semakin kecil, maka

dBroglie,

jika

panjang

gelombang

momentum dan energi kinetik partikel

bertambah besar. Beberapa sifat lain daripada partikel di dalam


kotak akan ditinjau. Misalnya kita akan mengukur komponen
momentum sepanjang sumbu x dari partikel pada tingkat energi
terendah.

Operator yang cocok untuk perhitungannya adalah

i(d/dx).
Px = -i d(A sin (x/l)/dx = -iA (/l) cos (x/l)
(32)
Jelaslah bahwa 1 bukan fungsi eigen dari Px, sehingga sesuai
dengan postulat IV, sederet pengukuran Px tidak akan memberikan
hasil yang sama. Dengan Teorema ini diperoleh:
Px

= al 1Px 1*/ al 12dx


= 1/2 al sin (x/l)(-i/l) cos (x/l) dx/1 = 0

(33)

Harga rata-rata dari sejumlah pengukuran Px pada stu set sistem


identik adalah nol.
Sekarang ditinjau kuadrat momentum sepanjang x yang
operatornya adalah i2(d2/dx2) sehingga:
- 2(d2/dx2) A sin (x/l) = 22/l2 A sin (x/l)
(34)
95

sehingga adalah fungsi eigen dari Px2 dan satu seri pengukuran
Px2 pada satu set sistem identik akan memberikan hasil yang sama
yakni nilai eigen:
(Px2)1 = 22/l2 = 2mE1

(35)

Bila diambil harga akarnya, maka:


(Px2)1 = (2mE1)1/2

(36)

Hasil ini menimbulkan dilema yang menarik. Sebelumnya telah


diperoleh bahwa harga rata-rata atau harga yang diharapkan:
(Px)1=0, padahal di atas diperoleh bahwa (Px)1 = (2mE1)1/2.
Kontradiksi ini dipecahkan dengan meninjau arti postulat III dan
postulat IV.
Karena pengukuran Px2 selalu memberikan hasil 2mE1, maka
momentum Px harus senantiasa plus atau minus

(2mE 1)1/2.

Pengukuran tunggal Px akan memberikan salah satyu dari harga


tersebut. Apa yang dimaksudkan oleh postulat harga rata-rata
adalah bahwa sejumlah pengukuran Px memberikan kemungkinan
untuk memperoleh (Px)1= +(2mE1)1/2

sebanyak kemungkinan

untuk mendapatkan (Px)1=-(2mE1)1/2, sehingga harga rata-ratanya


akan menjadi nol. Yang penting adalah tidak pernah diketahuinya
apakah hasil eksperimen akan memberikan harga yang plus atau
minus (2mE1)1/2. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa terdapat
ketidak pastian momentum dan besaran dari ketidak pastian
tersebut adalah 2(2mE1)1/2. Jadi bila kita mengetahui partikel berada
pada keadaan n, maka posisi partikel adalah disuatu tempat

96

didalam kotak. Sehingga ketidak pastian koordinat x dari partikel


adalah panjang kotak x, 1.
Cukup menarik kiranya untuk mengetahui hasil kali ketidak
pastian posisi dan momentum partikel dalam kotak, yaitu sebesar:
XPx 1x2(2mE1)1/2 2l x n /l nh
(37)
Harga yang terendah adalah bila n=1, sehingga:
XPx h

(38)

Ini adalah bentuk ketidak pastian Heisenberg yang menyatakan


bahwa pengukuran serentak posisi dan momentum suatu partikel
tidak akan memberikan ketelitian yang lebih besar dari pada
tetapan Planck h. Tetapan Planck, h adalah bilangan yang sangat
kecil sehingga jelaslah bahwa prinsip ketidak pastian tidak dapat
diterapkan pada pengukuran sistim berdimensi besar atau partikel
bermassa besar. Bentuk yang lebih lengkap atau umum dari prinsip
ketidak pastian adalah :
XP 1/2 h

(39)

dimana: x = ((x2)-(x)2)1/2
P = ((P2)-(P)2)1/2

(40)

Fakta lain yang menarik dari partikel di dalam kotak adalah semua
fungsi gelombangnya memiliki integral :
(i/j)=0

untuk ij

97

Jika integral di atas dipenuhi maka fungsi gelombang I dan j


dikatakan

orthogonal.

Harga

integral

dari

sepasang

fungsi

gelombang dalam kotak disebut delta kronecker:


ij = ( i/j)

(41)

Sifat yang dimiliki oleh delta Kronecker adalah ij = 1 untuk i=j dan
ij untuk ij. Hubungan integral di atas mengandung arti bahwa
setiap fungsi dinormalkan dan semua pasangan fungsi bersifat
orthogonal. Bila hubungan tersebut dipenuhi, maka set fungsi
disebut set orthonormal.
Sifat orthogonalitas fungsi amatlah penting dalam kemanika
kuantum dan kimia kuantum umumnya. Penyelesaian yang paling
umum untuk d2/dx2=-2mE/ 2 adalah:
= A sin ax + B cos ax

(42)

= A e-iax + B e+iax

Dan
(43)

Untuk partikel dalam kotak tiga dimensi, persamaan nilai eigen di


dalam kotak adalah:
- 2/2m V2 = E
(44)
d2/dx2 + d2/dy2 + d2/dz2 = -2mE/2()

atau
(45)

Untuk menyelesaikannya diperlukan teknik pemisahan variabel,


yaitu mencari penyelesaian dari = X(x)Y(y)Z(z) dimana X, Y dan Z
masing-masing hanya merupakan fungsi x, y dan z saja. Dengan
substitusi akan diperoleh:
98

YZ (2X/x2)+ XZ (2Y/y2) + XY (2Z/z2) = -2mE/2(XYZ)


(46)
Bila dibagi dengan XYZ dan kemudian ditata ulang akan didapatkan
hubungan:
1/X (2X/x2) + 1/Y (2Y/y2) + 1/Z (2Z/z2) = -2mE/2
(47)
1/X (2X/x2) + 1/Y (2Y/y2) + 2mE/2 = -1/Z (2Z/z2)
(48)
Hubungan di atas harus dipenuhi untuk semua harga x, y dan z. Ini
bisa benar hanya jika kedua ruas persamaan sama dengan
konstanta. Dalam hal ini dipilih 2mEz/2 sebagai kontanta sehingga:
-1/Z (2Z/z2) = 2mEz/2

(49)

dan penataan ulang memberikan:


1/X (2X/x2) + 2m(E-Ez)/2 = -1/Y (2Y/y2)
(50)
seperti sebelumnya maka kedua ruas persamaan harus sama
dengan konstanta yang dalam hal ini adalah 2mEy/2, sehingga:
-1/Y (2Y/y2) = 2mEy/2

(51)

1/X (2X/x2) = - 2m/2 (E Ez Ey) = -2mEx/2

dan
(52)

Persamaan-persamaan di atas adalah serupa dengan persamaan


partikel di dalam kotak satu dimensi, hanya saja diganti dengan
X, Y dan Z sedangkan E diganti dengan Ex, Ey dan Ez.
Bila a, b dan c adalah sisi kotak sepanjang x, y dan z, maka:

99

X = (2/a)1/2 sin (nx/a)


Y = (2/b)1/2 sin (ny/b)
Z = (2/c)1/2 sin (nz/c)

Ex = nx2h2/8ma2
Ey = ny2h2/8mb2
Ez = nz2h2/8mc2

Dan
XYZ = (8/abc)1/2 sin (nx/a) sin (ny/b) sin (nz/c)
(53)
E = Ex + Ey + Ez = h2/8m (nx2/a2 + ny2/b2 + nz2/c2)
(54)
Jika ketiga sisi sama, a = b = c, maka:
E = h2/8ma2 (nx2 + ny2 + nz2)

(55)

Andai ditinjau keadaan berikutnya yaitu yang kedua setelah


keadaan berenergi terendah, yaitu keadaan dengan n = 2 dan dua
lainnya masing-masing 1 (ingat adanya nx, xy dan nz!), maka:
E = (h2/ma2)

(56)

Ternyata ada tiga kombinasi yang berbeda dari pada bilangan


kuantum yang dapat memberikan harga energi tersebut tadi. Jika
harga nx, ny dan nz dituliskan di depan energi, maka:
E (2, 1, 1) = E(1, 2, 1) = E(1, 1, 2) = (h2/ma2) (57)
Bila lebih dari satu keadaan memiliki energi yang sama, maka
keadaan-keadaan

tersebut

dikatakan

berdegenerasi.

Jumlah

keadaan yang berenergi sama merupakan tingkat degenerasinya


sehingga untuk hal di atas dikatakan degenerasi lipat tiga.
Model kotak satu dimensi berhasil mengkorelasikan panjang
gelombang maksimum absorbsi beberapa molekul yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi. Penyelesaian masalah pada kotak tiga
100

dimensi digunakan pada penurunan pernyataan fungsi partisi


translasi dalam mekanika statistik. Pemisahan variabel dalam
masalah tiga dimensi adalah prosedur yang sering dipakai dalam
kimia kuantum. Aturan umumnya adalah bila operator H = i hi.
Maka jika setiap hi dapat dinyatakan sebagai fungsi koordinat
tunggal dan turunannya selalu dapat ditulis dalam bentuk:
= ii(qi)

(58)

Begitu pula energi total dapat dinyatakan sebagai jumlah dari


energi orbital tunggal Ei, sehingga:
E = i Ei
Dimana

berlaku

(59)
untuk

semua

koordinat

partikel.

Metode

pemisahan variabel digunakan secara luas dalam sistem banyak


elektron dengan menggunakan asumsi model partikel bebas.
TEORI PERTUBASI

Mempelajari bagian kedua dari mekanika kuantum metoda


aptoximasi teori partubasi.
Seandainya suatu system yang tidak bergantung waktu
Hamiltonian H

dan tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan

persamaan Schrodinger
H n = En . n

(1 )

Untuk ef dan ev yang akan mucul, seandainya juga Hamiltonian H


hanya berbeda dari Hamiltonian H o dari system berdasarkan
persamaan schrodinger

101

H on(o) = En(o) . n(o)

(2 )

Untuk menyelesaikan suatu contoh yang satu dimensi osilator non


harmonik :
H dy = -2/2m . d2/dx2 + kx2 + Cx3 + dx4

(3 )

Hamiltonian (3 ) akan mendekati Hamiltinian untuk :


H o = - -2/2m . d2/dx2 + kx2

(4 )

Osilator harmonik, jika C & D konstan dalam (3 ) kecil, kita


mengharapkan ef dan ev dari osilator non harmonik akan mendekati
osilator harmonik.
Sistem ini bias disebut dengan Hamiltonian H o system non
partubasi, system dengan Hamiltonian H adalah partubasi system,
perbedaan diantara w Hamiltonian adalah partubasi , H
H = H - H

(5 )

H = Ho + H

(6 )

( Hal ini didak menjelaskan perbedaannya ) untuk osilator non


harmonik dengan Hamiltonian (3 ) hubungan partubasi dengan
osilator harmonik adalah :
H = Cx3 + dx4

(7 )

Dalam H on(o) = En(o) . n(o) , En(o) dan n(o) disebut energi


non pertubasi dan non pertubasi fungsi pusat n, untuk Ho sama
dengan osilator harmonik Hamiltonian (4) En(o) adalah (n + )hv,
dimana n adalah non(-) integer ( n digunakan pada v yang
konsistensi pada teori perbutasi notasi ) Catatan bahwa tanda (o)
bukan berarti putaran pusat. Teori perbutasi bias diaplikasikan ke
102

bagian lain, laben n dimana pusat berada. Tanda (o) menandakan


system non perbutasi.
Tugas kita menghubungkan ev dan ef yang tidak diketahui
pada perbutasi system untuk ev dan ef yang diketahui pada non
perbutasi system. Untuk menghasilkan yang demikian, kita akan
menggambarkan aplikasi perbutasi, yang memberikan perubahan
yang secara terus-menerus dari non perbutasi ke perbutasi system
secara matematik, Hasil ini menjelaskan parameter x terhadapa
Hamiltonian, sehingga :
H = H

+ xH

Dimana x = 0, siste

(8 )

akan non pertubasi., karena x meningkat,

pertubasi akan meningkat dan x = 1 pertubasi akan penuh hidup


kita akan mengenali x sebagai konvenen dalam hubungan pertubasi
dan non pertubasi ef dari utimasi kita bias meletakkan x = 1
dimana terjadi eliminasi.

2 Teori Perturbasi nondegenerate


Perturbasi

ada

dua

macam,

yaitu

tingkat

energi

turbasi

degenerate dan nondegenerate, pada bagian ini dipelajari efek dari


perturbasi tingkat nondegenerate.
Bilan
En

(0)

pada fungsi gelombang beberapa partikel dengan energi

, maka n

(0)

menjadi fungsi perturbasi n

(0)

yang dikonversi

dari persamaan (1) dan (.7), persamaan Scrodinger untuk keadaan


perturbasi:

103

Hn =( H0 + H) n = Enn
Operator Hamiltonian bergantung pada parameter

dengan eigen

fungsin
dan eigen value En bergantung pada
n = n (,q) dan En = En()
q= koordinat-koordinat
Bila dimasukkan harga n dan En dalam seri Taylor untuk
n = n(=0 + n /)=0 + 2n /2)=0 2/2! +
En = En(=0 + En /)=0

+ 2En /2)=0

:
(9)

2/2! +

(10)
Dari hipotesis, = 0 n dan En

n(0) dan En(0)

n(=0 = n(0) dan En = En(=0 = En(0)


Kita akan memperkenalkan persamaan berikut :
n

(k)

= 1/k! kn /)=0

En(k) = 1/k! En(=0 + kEn /)=0

Persamaan (.9) dan (.10) menjadi :


n = n(0)+n(1) + 2 n 2 + + k n k +

(11)
En = En(0)+En(1) + 2 En 2 + + k En k +

(12)
Untuk K = 1,2,3, ., kita menamakan n k
kth

fungsi

panjang

gelombang

dan

dan En(k) koreksi order


energi.

Kita

mengasumsikan seri (13) dan (14) dengan mengkomversi

akan
=0

dan kita mengharapkan bahwa untuk perturbasi kecil, hanya

104

menerima sedikit bagian yang akan memberikan aproximasi yang


bagus untuk energi nyata dan fungsi gelombang.
Kita dapat mengambil n(0)
walaupun

ternormalisasi < n(0) I n(0) >=1

ternormalisasi akan membuktikan bahwa :


< n(0) I n>=1

Jika tidak sesuai dengan persamaan ini, kemudian implikasin


dengan konstanta 1/< n(0) I n>

memberikan turbulasi fungsi

gelombang yang sesuai dengan yang kita inginkan, kondisi < n(0) I
n>=1 disebut normalisasi intermediete suatu derivasi sederhana.
Catatan bahwa multifikasin

dengan sebuah konstanta tidak

merubah energi pada persamaan Scrodinger, Jadi menggunakan


normalisasi intermedit tidak mempengaruhi hasil dari koreksi
energi. Jika mengiginkan akhir dari perhitungan normalisasi dalam
intermeditn dikali dengan konstanta untuk menormalkan.
Substitusi dari (13) 1= < n(0) I n(0)>

memberikan :

A=< n(0) I n(0)>+ < n(0) I n(1)>+ 2 < n(0) I n(2)>+


nilai dari

Karena persamaan ini benar untuk semua


range 0 hingga 1, koofisien energi

dalam

pada setiap sisi pada

persamaan harus sama, dibuktikan pada persamaan terdahulu.


Persamaan koofisien 0
dipenuhi jika n(0)

1= < n(0) I n(0)>


ternormalisasi. Persamaan koefisien

dan lain-lain, memiliki :

105

, yang
1, 2

< n(0) I n(1)> = 0 ,

< n(0) I n(2)> = 0

(13)

Koreksi umum fungsi gelombang orthogonal n(0)

saat

ternormalisasi intermediate digunakan. Substitusi (13) dan (14)


dalam persamaan schrodinger didapat :
( H0+ H1)( n(0) + n(1)+ 2 n(2)+)= (En(0) + En(1)+ 2 En(2)+
) ( n(0) + n(1)+ 2 n(2)+)
Mengumpulkan energi

, kita dapatkan :

( Hn(0) + (H1n(0) +H0 n(1)+ 2(H0 n(2)+Hn(1)+)= (En(0) n(0)


+(En(0) n(1))+ 2(En(2) n(0) +En(1)n(1)+ En(0) n(2)+( 14)
Asumsikan konvergen yang sesuai untuk dua seri pada tiap bagian
dari (14) menjadi sama untuk tiap nilai dari
koefisien daya dari
persamaan dari

yang berbeda,

dalam dua seri haus sama.Koefisien

0, H0n(0)

En0n(0)

yang merupakan

persamaan Cshrodinger nonperkubasi, persaman (2) dan tidak


memberikan informasi yang baru.
Koefisien persamaan dari kita dapat :
H1n(0) + H0n(1)

= En1n(0) + En0n(1)

H0n(1) -En0n(1)

= En1n(0) - H1n(0) .. (17)

Koreksi energi orde pertama


Untuk mendapatkan En 1kita mengalikan (17) dengan
dan diintegrasikan sehingga didapat

106

n(0)

< n(0) I H(0) n(1) > - En(0) < n(0) I n(1)> = En(1)< n(0) I n(0) > <
n(0) I H I n(0)> .
(18)
Dimana notasi Bracket persamaan digunakan operator H adalah
Hermitian dan menggunakan sifat Hermitian untuk persamaan pada
bagian kiri dari (19):
< n(0) I H I n(1)> = < n(1) I H0 I n(0)> * = < n(1) I H0 I n(0)>
= < n(1) I H0 I n(0)>* = < n(0) I H1I n(0)>
=

Dimana

kita

< n(0) I H0I n(1)> .

gunakan

persamaan

operator H n(0) = En0 n(0) ,

(19)

Schrodinger

nonperkubasi

Em= 0 adalah real dan substitusi

dari (19) ke (18) dan digunakan persamaan ortonormal


n(0)> =mn

< n(0 I

untuk eigen fungsi nonperkubasi diberikan :

(Em0 En0)) (n(0 I n(1) = En1 mn - n(0 )In(0)>


Jika m=n, bagian kiri dari sebelumnya sama dengan nol dan (20)
menjadi:
(Em0 En0)) (n(0 I n(1) = En1 mn - n(0 )In(0)>
Koreksi

orde

pertama

untuk

energi

diperoleh

dari

rata-rata

perkubasi operator H yang sesuiai dengan fungsi gelombang


nonperkubasi ,paa prsamaan (14) kita dapat :
En= En +En(1) = En0 + int n(0)* H n(0) d

107

. (21)

APLIKASI MEKANIKA KLASIK DAN MEKANIKA KUANTUM

Setelah

mempelajari

sekian

banyak

tajuk,

mahasiswa

diharapkan agar dapat :


Memahami

dan menerapkan

tentang jenis ikatan antara atom

dan penggolongannya,
tentang jenis-jenis ikatan antar molekul, mengetahui fungsi
gelombang orthonormal dari orbital hibrida, dapat menentukan
energi elektro pi dengan menggunakan pendekatan terkonjugasi,
dapat menentukan energi elektron pi dengan metode HMO.
1.Ikatan Antar Atom
atom secara umum dapat di bagi menjadi dua golongan :
1. atom elektropositif yaitu atom yang lebih gemar melepaskan
electron daripada menangkapnya. Atom ini memiliki potensial
ionisasi dan elektronegativitas yang lebih rendah.
2. atom elektronegatif yaitu atom yang lebih suka menangkap
electron

daripada

melepaskannya.

Atom

ini

memiliki

elektronegativitas dan potensial ionisasi yang relatif tinggi.


Dengan demikian ikatan antar atom dapat digolongkan menjadi :
1. Ikatan logam yaitu ikatan antar atom elektropositif dimana inti
atom yang diberikatan seakan tenggelam dalam awan elektron
yang menggelilinginya.
2. Ikatan kovalen yaitu ikatan antar atom elektronegatif karena
penggunaan bersam pasangan elektron.

108

3. Ikatan ionik yaitu ikatan antar atom elektropositif dengan atom


elektronegatif

karena

ada

trasfer

elektron

dari

atom

elektropositif ke atom elektronegatif.


Secara umum dapat dinyatakan bahwa ikatan antar atom di
dalam molekul tidak bersipat mutlak melainkan merupakan
kombinasi (campuran) dari ikatan ionik, kovalen dan / atau ikatan
logam.
Sebagai panduan molekul L i2 dipandang berikatan seratus
persen ikatan logam, molekul CsF berikatan seratus persen ionik.
Li2

CsF

F2

Perhatikan segitiga sama sisi di atas, dimana molekul AB memilki


karakter ikatan yang dinyatakan oleh fungsi gelombang :
AB = a. AB log am + b. AB kovalen + C.. AB ionik
Di sini a2 + b2 + c2 = 1.

A2 = persen karakter ikatan logam


B2 = persen karakterikatan kovalen
C2 = persen karakterikatan ionik

109

Molekul H2 dikatakan bersipat kovalen karena karakter kovalen


lebih dominan daripada karakter ionik ( H8+ H8- ). Begitu pula
molekul-molekul Cl2, Br2 dan I2 memiliki karakter kovalen yang
tercampur dengan karakter ioniknya.

2 Ikatan Antar Molekul


Ikatan antar molekul dapat bersipat lemah (ikatan van der
Waals) atau bersipat kuat (iaktan hidrogen). Bila ikatan van der
Waals hanya ditopang oleh gaya tarik menarik antar molekul
(mekanika klasik) maka ikatan hidrogen menjadi relatif kuat
karena masih ditambah oleh adanya pertumbukan antara orbital
kosong atom hidrogen

dengan orbital non bonding yang penuh

elektron (berisi dua elektron) dari atom elektronegatif

menurut

kaidah mekanika gelombang atau mekanika kuantum.


Dengan cara lain dapat dikatakan bahwa ikatan hydrogen
adalah ikatan molekul dimana atom hidrogen terikat diantara dua
atom elektronegatif dan berperan sebagai jembatan penghubung
kedua

atom

elektronegatif

(yang

satu

mengunakan

orbital

bonding dan yang lain orbital non bonding). Situasi ikatan tersebut
menyebabkan molekul yang memiliki ikatan hidrogen memiliki
ikatan titik didih yang relatif tinggi dibandingkan molekul sejenis
yang tidak berikatan hidrogen.

3 Fungsi Gelombang Ortonormal Dari Orbital Hibrida


menurut mekanuka kuantum, delta kronecker adalah

110

ij

i j. d dimana :

a. dimana I = j maka

ij

atau ternolmalkan yaitu

j maka

b. untuk i

ij

= 1 (fungsi gelombang bersipat normal


2
2
i .d = i .d = 1).

= (fungsi gelombang bersipat orthogonal

yaitu

i j. d = 0).
Setiap orbital hibrida (sp, sp2, sp3 dan lain-lain ) memiliki fungsi
gelombang yang bersipat normal dan sekaligus orthogonal atau
bersipat orthonormal yaitu memenuhi
2 2
2
i . d = j .d = 1 dan i j. d i j. d = 0.

Sebagai contoh :
Pada sepasang orbital hibrida sp maka kedua fungsi
gelombangnya adalah :

sp(i)

= a1

+ b1

sp(ii)

= a2

+ b2

Sipat normal :

2
1

. d =

22. d = 1

sehingga :
( a1
a12

+ b1 p )2. d = ( a2

2
s

. d + b12

+ b2 p )2. d = 1

. d +2a1b1

2
p

atau
a12 (1) + b12 (1) + 2a1b1(0) = 1
sehingga a12 (1) + b12 = 1

111

s p. d = 1

Demikian pula hal dengan


a22 (1) + b22 = 1
Sipat orthogonal

1 2. d = 2 1. d = 0
sehingga

( a1 s + b1 p ).( a2 s + b2 p ) d = ( a2 s + b2 p ).
( a1

+ b1 p ). d = 0
. d + b1b2

a1a2

a2b1

2
p

. d + a1a2

. d +

. d = 0

atau
a1.a2. (1) + b1.b2. (0) + a2.b1. (0) = 0
sehingga
a1.a2 + b1.b2 = 0.
Karena orbital s senantiasa bersipat sferis simetris dan total
karakter s dalam kedua orbital hibrida sp adalah 100 % maka a 1 =
a2 dan a1

+ a2

= 1.

Sehingga 2a1 2 = 1 atau a1 = a2 =

1
2

2.

Total karakter p dalam

sepasang orbital hibrida juga 100 % sehingga b 1 2 + b2

= 1. dari

sipat orthogonal : a1.a2 + b1.b2


=-

1
.
2

Karena pada sepasang orbital hibrida sp bersipat pelurus atau


satu sama lain maka b1 =
- b2 =

1
=
2

1
2

2.

112

1
2

b1 =

Apabila

maka

b2

1
2

2 . Dengan

demikian sepasang fungsi Gelombang orbital ortonormal dari


orbital hibrida sp adalah :

sp

= a1

(i)

sp

(i)

= a2
=

sp

(i)

sp

(i)

1
2

= a3
=

1
2

1
2

= a4
=

1
2

st

+ b1

st

st

+ b2

st

st

+ b3

pz

1
2

1
2

1
2

st

+ b4

st

1
2

py

1
2

1
2

py

1
2

pz

pz

1
2

py

1
2

py

1
2

px

px

+ c4 y + d4
1
2

px

px

+ c3 y + d3

pz

px

px

+ c2 y + d2

pz

pz

1
2

pz

pz

st

+ c1 y + d1

px

px

4 Penentuan Energi Elektron Pi ( ) Dengan Pendekatan


Partikel Dalam Box 1 Dimensi
Sebagai contoh molekul butadiene (C4H6), CH2 = CH CH =
CH2 memiliki dua ikatan pi atau empat elektron pi ( ) dengan
gambaran fungsi gelombang dan energi gelombang sebagai
berikut :

E4

113

E3

E2

E2

karena penyelesaian partikel dalam bax 1 dimensi memberikan En

n2h2
8ma 2

maka untuk butadinea diperoleh


E = 2 E1 + 2E2 = 2 (E1 + E2)
=2(

12 h 2
22 h 2
10.h 2
+
)
=
8ma 2 8ma 2
8ma 2

= tetapan planek = 6,626 x 10-27


= massa elektron = 9,1 x 10-28
= panjang molekul butadiena (dalam cm).

5 Penentuan Panjang Gelombang Warna Serapan Senyawa


Poliena Terkonjugasi
Senyawa poliena terkonjugasi memiliki rumus molekul C n
Hn+2 sebagai misal heksatriena C6H8, CH2 = CH CH = CH - CH =
CH2 memiliki enam elektron karena ada tiga ikatan. Sesuai prinsif
Aufbau (prinsip penataan maka penataan orbital dan energinya
adalah sebagai berikut :

E6
E5

114

E4

E3

E2

E1

disebut HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital ) karena

merupakan orbital molekul terendah yang tidak terisi elektron


dengan energi elektron sebesar
4 2.h 2
16.h 2
E4 =
=
.
8ma 2
8ma 2

disebut LUMO (lowest unoccupied molecular orbital) karena

merupakan orbital molekul terendah yang tidak terisi elektron


dengan energi elektron sebesar

E4 =

4 2.h 2
16.h 2
=
.
8ma 2
8ma 2

E = E4 E3 =

16.h 2
9.h 2
7.h 2
=
= h.v
8ma 2
8ma 2
8ma 2

panjang gelombang warna serapan heksatriena adlah :

8ma 2 hc
8ma 2 c
=
7h
7h 2

115

dimana
h = tetapan planek = 6,626 x erg.detik
m = massa elektron = 9,1 x 10

28

gram

c = kecepatan cahaya = 3,0 x 1010 cm.detik-1a = panjang molekul heksatriena (dalam cm).
6 Penentuan Energi Elektron Pi ( ) Dengan Metode HMO
(Orbital Molekul Huckel)
Metode

orbital

Molekul

Huckel

(HMO)

menggunakan

perumusan yang diperoleh dari postulat empat Mekanika


kuantum yaitu :
H IJ
=
S IJ

E = Eij =

HJ
I

*
HIJ = I H J . . d

( integral Coulomb) untuk i = j

= (integral resonasi) untuk i j dimana

i j

= 1 atau I

tetangga j
= 0 bila
S

IJ

i j

1 atau I bukan tetangga j

J . d

*
I

(disebut integral tumpukan atau integral overlap)

116

= 1 bila i = j
= 0 bila i j.
sebagai contoh molekul butadiena, C4H6 memiliki empat
elektron

karena memiliki dua ikatan

yaitu CH2 = CH CH =

CH2. karena itu determinan sekuler untuk butadiena 4 4 (terdiri


dari 4 baris dan 4 kolom) yaitu :
H11 ES11

H12 ES12

H13 ES12

H14 ES14

H 21 ES 21

H 22 ES 22

H 23 ES 23

H 24 ES 24

H 31 ES31

H 32 ES32

H 33 ES33

H 34 ES 34

H 41 ES 41

H 42 ES 42

H 43 ES 43

H 44 ES 44

atau
E

bila disubstitusikan

E
= x maka determinan sekuler menjadi

sebagai berikut :
x

1 0 0

1 x

1 0

0 1 x

0 0 1 x

Bila diselesaikan dengan cara kofaktor akan memberikan :

117

x 1 0
x

1 x 1
0 1 x

1 1 0
-1

0 x 1
0 1 x

1 x 0
+0

0 1 1

1 x 1
-0

0 0 x

0 1 x

=0

0 0 1

x2 (x2 1) x (x 0) + 0 (1 x) 1 (x2 1) + 1(0 0) 0 (0 0) + 0 0 =


0

x4 x2 x2 x2 + 1 = 0
x4 3x2 + 1 = 0

x2 =

3 2,2
94

2
2

Untuk x2 = 2,6 diperoleh x = 1,6


Untuk x2 = 0,4 diperoleh x = 0,6

Dari x =

E
diperoleh E = 1,6. dan E 0,6.

Yang bila ditata berdasarkan urutan energinya adalah sebagai


berikut :

1,6

0,6

118

0,6

1,6

Ebutadiena = 2 0,6 2 0,6 4 4,4


E2 E1 0,6 1,6
=

jadi

22 h 2
12 h 2
3h 2

8ma 2 8ma 2 8ma 2

3h 2
erg
8ma 2

dimana
h = tetapan planek = 6,626 x 10-27 erg.detik
m = massa elektron = 9,1 x 10-28 gram
a= panjang molekul butadiene
nilai

berharga negatif mencerminkan energi resonasi yang

dilepaskan untuk menstabilkan molekul butadiena. Nilai

dapat

diperoelh dari
E1 1,6

4,8h 2 12 h 2

8ma 2 8ma 2

atau

h2
4,8h 2 5,8h 2

erg
8ma 2 8ma 2 8ma 2

untuk pendekatan yang lebih luas dapat digunakan aturan


berikut :

Atom
C

Integral Coulomb

Integral Resonasi

119

7 Penutup
Di dalam bab V ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman
sipat dualisme elektron baik sebagai materi yang memiliki massa
dan kecepatan gerak menurut Mekanika Newton (Mekanika Klasik)
maupun sebagai gelombang atau orbital dengan energi yang
terkuatumkan menurut Mekanika Gelombang (Mekanika Kuantum)
adalah sangat penting dalam mempelajari ikatan kimia baik ikatan
antar atom maupun atar molekul. Teori ikatan yang digunakan
adalah teori ikatan valensi (Valence Bond Theory) yang berpegang
pada ikatan yang terjadi karena keterlibatan elektron valensi
(elektron pada orbital terluar saja) dan teori orbital molekul
(Moleculer Orbital Theory) yang melibatkan semua elektron dalam
pembentukan ikatan kimia molekul. Hibridisasi adalah kasus khusus
dari teori ikatan valensi ; demikian pula halnya dengan teori tolakan
pasangan elektron kulit valensi (VSEPR, Valence Shell Electron Pair
Repulsion Theory). Menurut teori VSEPR, ikatan kimia yang paling
stabil memiliki tolakan pasangan elektron antar orbital bonding dan
orbital non bonding, yang paling rendah atau paling kecil.

DAFTAR PUSTAKA

120

Atkins, 1992, Physical Chemistry, Third Edition, John Willey and Son,
New york
Castellan G, 1983, Physical Chemistry, Third Efition, Addition Wesley
Publishing Company, New York
.
Green NJB, 1998, Quantum Mechanics 2 the Tool Kit, Oxford Science
Publications, London
Hanna MW, 1969, Quantum Mechanics In Chemistry, W A Benyamin
Inc, California
Levine I, 2000, Quantum Chemistry, Fifth Edition, Prentice Hall
International Inc, New York.

121

Anda mungkin juga menyukai