Hari lewat dengan amat cepatnya, tidak terasa tiga hari sudah
dilewati tanpa terjadi suatu urusan apa pun.
Malam hari itu kedua orang akhirnya sampai juga ke dalam
Benteng Pek Kiam Po dengan selamat.
Wi Ci To itu pocu dari Benteng Pek Kiam Po begitu mendengar
putrinya kembali dengan selamat menjadi amat gembira sekali,
dengan cepat dia menyambut sendiri kedatangan mereka, ujarnya
dengan girang sambil mencekal kencang tangan putrinya.
"In-ji, kau tidak terluka bukan?"
Saking girangnya Wi Lian In tidak bisa menahan menetesnya
titik-titik air mata, sahutnya dengan girang. "Tidak Tia, kau lihat
putrimu baik baik bukan?"
Wi Ci To mencekal kencang juga tangan Ti Then, dengan
menahan penuh berterima kasih ujarnya."Ti Kauw tauw, lohu entah
harus berbuat bagaimana untuk mengucapkan terima kasih ini . . ."
"Hal ini adalah kewajiban boanpwe, harap Pocu jangan pikirkan
di dalam hati. ."
Dengan menggandeng tangan Ti Then serta putrinya Wi Ci To
segera balik tubuh berjalan kembali ke dalam Benteng. "Ayoh jalan,
kita bicara di dalam saja"
Tua muda tiga orang segera berjalan masuk keruangan dalam
dan duduk saling berhadap-hadapan. Ti Then tahu tentunya dia
ingin sekali mengetahui kejadian yang sudah terjadi, segera dia
menceritakan dengan amat jelas seluruh kejadian serta peristiwa
yang terjadi ditengah jalan.
-ooo0dw0ooo-
24
Semula dia memangnya sedang melancarkan serangan gencar
mengancam diri Ti Then, tetapi begitu angkin kuning itu terputus
maka tubuh Ti Then pun menjadi berhenti, sebaliknya Si Anying
langit Kong Sun Yau yang dengan napsunya sedang melancarkan
serangan tidak sanggup untuk berhenti di dalam waktu seketika itu
juga karenanya jarak antara dirinya dengan Ti Then pun menjadi
amat dekat, dengan meminyam kesempatan itulah Ti Then sudah
melancarkan satu serangan yang tepat menembus lambungnya.
Untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun, tetapi ketika
dilihatnya pada lambungnya sudah tertembus oleh pedang Ti Then
saat itulah tanpa bisa ditahan lagi dia menjerit ngeri dengan amat
kerasnya.
PerIahan-lahan tubuhnya rubuh ke tanah dan saat itu juga
putuslah napasnya.
Melihat kejadian itu Si Rase bumi Bun Jin Cu menjadi amat
terperanyat dengan suara amat kaget teriaknya.
“Hey Ielaki bangsat, kau kenapa?”
Waktu itu Ti Then dengan kecepatan yang luar biasa sudah
meloncat dari atas tanah, sesudah mencabut keluar pedangnya dari
lambung Si Anying langit Kong Sun Yau barulah dia berdiri di
samping.
Bagaikan seorang yang kalap dengan cepat si Rase bumi
menubruk ke atas mayat suaminya, matanya dipentangkan lebar-
lebar sedang bibirnya dengan gemetar berkemak-kemik.
“Lelaki bangsat, kau…kau sudah mati?”
Agaknya dia tidak percaya kalau suaminya bisa mati, tapi kini
dengan mata kepala sendiri dia melihat suaminya memang betul-
betul sudah binasa, tak tertahan lagi butir-butir air mata mengalir
keluar dengan amat derasnya.
Semula suara tangisannya tidak terdengar lama kelamaan isak
tangisnya semakin menjadi, dan akhirnya bagaikan guntur yang
membelah bumi dia menangis dengan kerasnya sembari gembar
gembor tidak karuan:
Pada saat itulah terlihat tiga orang berlari dengan amat cepatnya
mendekati tempat itu.
Ketiga orang itu bukan lain adalah Po cu dari Benteng Pek Kiam
Po, Wi Ci To, Hu Pocu Huang Puh Kian Pek beserta Wi Lian In.
Wajah mereka semua sudah berubah amat dingin dan angker,
dengan tajamnya memperhatikan Si Rase bumi yang sedang
menangis dengan sedihnya di atas mayat si Anying langit. Tanpa
berkata-kata lagi mereka bersama-sama mencabut keluar
pedangnya masing-masing kemudian secara serempak menyerang
kelima orang malaikat iblis itu.
Jika dilihat dari perubahan wajah mereka, jelas kelihatan kalau
mereka bertiga amat gusar sekali bahkan sudah ambil keputusan
untuk membasmi orang-orang dari istana Thian Teh Kong.
Baru saja mulai kelima orang malaikat iblis itu sudah dipaksa
berada di bawah
Angin.
Kiranya kedelapan orang malaikat iblis yang dibawa anying langit
rase bumi malam ini selaln setiap orang membawa seperangkat
anak panah beserta busurnya sama sekali tidak membawa senyata
tajam lainnya, saat ini kelima orang malaikat iblis itu terpaksa harus
menggunakan busur untuk mengdakanperlawanan, sedang busur itu
bukanlah senyata yang sesuai untuk bergebrak karena itu baru saja
mulai mereka sudah dipaksa berada di bawah angin dan terdesak
mundur terus.
Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek masing-masing melawan dua
orang malaikat iblis, terlihatlah sinar pedang berkelebat tak henti-
hentinya, diantara sambaran angin yang amat tajam suara jeritan
ngeri saling susul menyusul. Empat orang malaikat iblis sudah
terbinasa di bawah pedang mereka.
Sedang malaikat iblis yang melawan diri Wi Lian In saking
terdesaknya terus mengundurkan diri ketepi tebing, akhirnya dia
pun terjatuh ke dalam jurang dan binasa seketika itu juga.
Setelah semuanya beres mereka bertiga baru putar tubuhnya dan
berjalan mendekati rase bumi yang saat ini sedang menangis
dengan amat sedihnya di samping mayat suaminya.
“He..he..Bun Jin Cu, kau berdiri” Teriak Wi Ci To sepatah demi
sepatah dengan tegasnya.
Bagaikan sama sekali tidak menclengar suara bentakan itu Si
Rase bumi Bun Jin Cu masih tetap menangis dengan amat sedihnya.
Sepasang mata Wi Ci To segera berubah menjadi amat seram,
dengan keras
bentaknya tagi.
“Bangun!”
Si Rase bumi Bun Jin Cu tetap duduk di atas tanah sembari
menangis tersedu-sedu kelihatannya dia memang betul-betul sangat
berduka sehingga terhadap peristiwa yang terjadi disekeliling
tempat itu sama sekali tidak punya minat untuk mengurusnya,
Wi Ci To adalah seorang jagoan yang punya nama terhormat di
dalam Bu-lim pada saat ini, sudah tentu dia tidak mau melancarkan
serangan bokongan kepada Si Rase bumi, ketika dilihatnya dia tetap
tidak ambil perduli alisnya kelihatan dikerutkan rapat-rapat, agaknya
dia sudah dibuat jengkel oleh kelakuannya itu.
“Hmm. . hm..Bun Jin Cu” teriak Wi Lian sembari tertawa dingin.
“Yang binasa ini hari bukan hanya suamimu, kedelepan belas
malaikat iblis yang kau bawa pun sudah ada tujuh belas orang yang
binasa, kenapa kau tidak menangisi juga bagi mereka?”
Setelah mendengar ejekan itu mendasak Si Rase bumi Bun Jin Cu
menghentikan suara tangisannya, sesudah menggendong mayat
suaminya segera dia berjalan meninggalkan tempat itu.
Melihat mereka sama sekali tidak digubris sekali lagi Wi Ci To
mendengus dengan amat dingin..
“Bagaimana ? begitu saja mau pergi “ujarnya dengan dingin.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu menghentikan
langkahnya, dengan menahan isak tangisnya dia bertanya.
“Kau mau berbuat apa ?”
Dari nadanya ini ternyata mengandung sedikit “ Genit.
“ Dua buah batu cadas tadi sudah membunuh mati empat orang
pendekar pedang kami.” Bentak Wi Ci To dengan suara berat.
“Itu masih terhitung tidak berat” Bantah Si Rase bumi Bun Jin Cu
sembari menangis. “Aku sudah ditinggal suamiku bahkan ketujuh
belas orang anak
buahku pun sudah binasa semua.”
Wi CiTo menjadi amat gusar.
“Tapi semua urusan ini ditimbulkan oleh kalian!” Bentaknya.
“Aku tidak mau mengurus, aku tidak mau bergebrak dengan
kalian” teriak si rase bumi sembari menangis tersedu sedu, “Kalian,
mau membunuhku cepatlah turun tangan. Aku tidak percaya kau
berani turun tangan dengan seorang perempuan yang sama sekali
tidak mengadakan perlawanan “
Saking jengkel dan marahnya air muka Wi Ci To sudah berubah
pucat kehijau hijauan. Bentaknya dengan keras:
“Bun Jin Cu, kau janganlah sengaja perlihatkan mimik wajah
yang patut dikasihani, kau adalah perempuan macam apa Lohu
sudah tahu amat jelas sekali “
“Aku kehilangan suami apa tidak patut untuk menangis sedih?,”
bantah Si Rase bumi itu sambil menahan isak tangisnya.
“Tia” teriak Wi Li an In tiba-tiba sembari berjalan maju, “Tida
usah banyak omong dengan dia, biar putrimu yang bereskan”
Selesai berkata dia angkat pedangnya siap ditusuk ketubuh Si
Rase bumi itu.
Wi Ci To tahu putrinya masih bukan tandingannya, dia takut
putrinya akan terluka ditangannya karena itu segera menarik
tangannya mencegah.
“Kau cepat mundur” ujarnya,
Dengan cepat dia menarik Wi Lian In ke belakang kemudian
sambil melototkan sepasang matanya dia membentak kembali.
“Sebenarnia kau mau turun tangan tidak?”
“Aku sedang bersedih hati, tidak punya tenaga untuk bergebrak
dengan kalian, jika betul-betul mau turun tangan baiknya kita
tentukan waktu saja.” ujar Si Rase bumi kemudian.
“Bagus sekali, kapan?”
“Akhir bulan depan. Aku mau menyambut kedatangan kalian di
istana Thian Teh Kong. Bagaimana?”
Wi Ci To termenung berpikir sebentar kemudian baru
mengangguk, menyetujui.
“Pasti dating” serunya.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu putar kepalanya
menghadap kearah Ti Then, sambil menahan isak tangis ujarnya.
“Bangsat cilik, sampai waktunya kau pun ikut datang. Kau sudah
bunuh suamiku selama hidupku ini aku mau balaskan dendam”
Selesai berkata dia membopong mayat suaminya, sembari
menangis tersedu-sedu perlahan-lahan dia menuruni tebing
tersebut.
Sesudah bayangan tubuh Si Rase bumi lenyap dari pandangan
barulah Huang Puh Kian Pek berjalan ke samping tebing, sambil
menengok ke bawah ujarnya.
“Masih untung apinya bisa dipadamkan dengan cepat”
“Ehmm…” sahut Wi Ci To perlahan kemudian dia menoleh kearah
Ti Then.”Ti Kiauw-tauw, seharusnya Lohu kini mengucapkan terima
kasih kepadamu.”
“Wi Pocu tidak usah sungkan-sungkan, hal ini adalah tugas dari
boanpwe “
“Bagaimana kau bisa tahu akan hal ini?” tanya Wi Ci To.
“Hanya dugaan saja.”
Perlahan-lahan pada air muka Wi Ci To mulai memperlihatkan
perasaan menyesal sembari menghela napas panjang ujarnya lagi:
“Lohu sama sekali tidak menduga mereka bisa melakukan
tindakan semacam ini..”
Ti Then berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun,
perlahan-lahan dia berjalan ke samping sesosok mayat dari sana
disobeknya sekerat kain kemudian dibungkuskan pada luka
dikakinya.
Wi Lian In yang melihat kakinya kuyup oleh darah segar agaknya
dia merasa sedikit tidak tega, fetapi untuk maju menegur dia
merasa malu juga sehingga akhirnya dia paksakan diri untuk tetap
berdiam.
“Bungkus dahulu untuk sementara, nnti sesudah kembali ke
dalam Benteng baru diberi obat” ujar Wi Ci To tiba-tiba.
“Tidak perlu” jawab Ti Then cepat, “Boanpwe tidak punya
rencana untuk mengganggu kembali Benteng kalian. Pocu serta Hu
Pocu sekalian silahkan
kembali ke dalam Benteng untuk beristirahat”
Wi Ci To tertawa pahit, cepat-cepat dia potong perkataan dari Ti
Then yang belum selesai itu:
“Bagaimana? Apa Ti Kiauw-tauw sekarang sudah tidak sudi
menginyakkan kakinya ke dalam Benteng Lohu ini kembali ?”
“Bukan begitu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
“Boanpwe hanya merasa sangat menyesal, maka ... maka..”
“Sesudah urusan dibikin terang untuk menyesal pun masih belum
terlambat” potong Wi Ci To kembali, “Marilah ikut lohu kembali ke
dalam Benteng”
“Nanti dulu” teriak Ti Then mendadak “Yang Pocu maksudkan
sebagai menanti sesudah urusan dibikin terang sebetulnya
mengandung maksud apa ?”
Wi Ci To tersenjum.
“Pokoknya hingga saat ini Lohu masih belum seratus persen
menganggap kau adalah jelmaan dari Lu Kongcu itu, bukan begitu
?” ujarnya.
“Tetapi boanpwe sudah mengaku di di depan Pocu sendiri”
“Itulah kesalahan Lohu sendiri, seharusnya Lohu tidak boleh
menaruh perasaan curiga terhatiap diri Ti Kiauw-tauw”
“Ti Kiauw-tauw “ sambung Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
“Sekali pun kau punya maksud untuk meninggalkan benteng
kami, sekarang seharusnya kau mau ikut kami untuk duduk-duduk
sebentar di dalam Benteng, untuk berangkat besok pagi pun belum
terlambat”
Mendengar perkataan itu segera Ti Then mengangguk dan
bangkit berdiri, sambil menuding kearah tujuh sosok mayat yang
menggeletak di atas tanah ujarnya kemudian.
“Bagaimana dengan mayat-mayat ini ?”
“Sesudah terang tanah biar Lohu kirim orang untuk
memberesinya, mari sekarang kita pulang ke Benteng dulu.”
Selesai berkata dia segera berjalan terlebih dulu memimpin yang
lainnya.
Tua muda empat orang sesudahnya turun dari atas tebing Sian
Ciang dan kembali ke dalam Benteng terlihatlah banyak sekali
pendekar pedang hitam mau pun putih sedang berkumpul di depan
dua buah bangunan.
Kiranya dua buah bangunan rumah yang terkena serangan batu
besar tadi sehingga tiang penyanggahnya menjadi putus dan
ambruk ke bawah, saat ini terlihat berpuluh-puluh pendekar pedang
hitam sedang membereskan runtuhan itu, sedang tidak jauh dari
tempat itu terlentang empat sosok mayat yang sudah hancur
keadaannya.
Wi Ci To berjalan mendekati keempat sosok mayat itu, sesudah
termenung dengan sedihnya barulah tanyanya kepada Ti Then.
“Sebelum kedua buah batu raksasa ini jatuh ke bawah pernah
ada sebuah batu kecil yang jatuh tepat di atas atap loteng
penyimpan kitab ini, apakah itu batu sengaja Ti Kiauw-tauw
lemparkan kemari”
“Benar” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Boanpwe punya
dugaan si anying langit rase bumi bisa membawa anak buahnya
naik ke atas tebing Sian Ciang ini untuk menyerang Benteng Pek
Kiam Po tetapi boanpwe tidak berani pastikan mereka pasti ke sana,
menanti sesudah melihat mereka tiba di atas puncak gunung
barulah menggunakan batu untuk kirim peringatan, boanpwe
mengharapkan batu ini bisa membangunkan Wi Pocu sekalian”
“Heeei .. untung saja ada batu dari Ti Kiauw-tauw yang memberi
peringatan, kalau tidak mungkin malam ini banyak orang dari
Benteng kita yang akan menemui kematiannya.”
Berbicara sampai di sini dia menoleh kearah Huang Puh Kian Pek
dan lanjutnya kembali.
“Sute, kau tetap berada di sini beri pe¬rintah kepada mereka
untuk bersihkan tempat ini, aku punya urusan hendak dibicarakan
dengan Ti Kiauw tauw”
“Baiklah suheng silahkan”
Maka dengan memberi tanda kepada Ti Then untuk mengikuti
dirinya dengan perlahan Wi Ci To berjalan menuju dalam ruangan.
Dari belakang Ti Then beserta Wi Lian In dengan berdiam diri
mengikuti diri Wi Ci To berjalan masuk ke dalam kamar bukunya,
sesampainya di depan pintu tiba-tiba ia membalikkan badannya dan
berkata kepada Wi Lian In.
“In ji, kau kembalilah kekamar untuk beristirahat”
Wi Lian In merasa ragu-ragu sebentar,agaknya dia tidak punya
muka untuk berdiam lebih lama lagi, terpaksa dia menyahut dengan
perlahan dan kembali kekamarnya.
Sesudah itu barulah Wi Ci To membuka piatu kamar mengajak Ti
Then duduk di dalam kamar, ujarnya dengan tersenyum. “Malam ini
Ti Kiauw-tanw berhasil membasmi si Anying langit Kong Son Yau
berarti juga sudah membantu orang-orang Bu-lim membasmi
saorang penyahat besar, membuat orang merasa sangat girang”
“Jika bukannya Pocu tiba pada saat yang bertepatan dan
menyambitkan pisau terbang sehingga memutuskan angkin kuning
dan si Rase bumi mungkin boanpwe pun ikut menemui bencana,
karena itu kematian dari si Anying langit seharusnya merupakan
jasa dari Pocu sendiri.” Ujar Ti Then tetap merendah.
“Mana mungkin, mana mungkin…”
Ti Then segera berganti bahan pembicaraan, ujarnya kemudian,
“Pocu memerintahkan boanpwe datang kemari entah punya
petunjuk apa?”
Senjuman yang menghiasi bibir Wi Ci To segera lenyap tanpa
bekas, dengan mimik yang amat sedih tapi serius ujarnya sesudah
menghela napas panjang.
“Lohu sangat mengharapkan bisa berbicara secara blak-blakan
dan terus terang dengan diri Ti Kiauw tauw tentang urusan yang
terjadi baru-baru ini..”
Dia berhenti sebentar kemudian lanjutnya lagi.
“Hingga sampai saat ini Lohu tetap dibuat bingung . . . sejak Ti
Kiauw-tauw memasuki Benteng hingga hari ini tidak kurang tidak
lebih selama satu bulan, tapi di dalam satu bulan ini pertama-tama
Ti Kiauw-tauw sudah bantu Lohu memukul mundur Cian Pit Yuan,
kemudian menolong putriku dari perkosaan Hong Mong Ling, lalu
menolong nyawa dari putriku dari tangan si setan pengecut,
ditambah lagi malam ini Ti Kiauw-tauw sudah membantu Benteng
kami terhindar dari mara bahaya. Semua perbuatan dari Ti Kiauw-
tauw ini membuat Lo hu merasa sangat berterima kasih sekali, budi
kebaikan dari Ti Kiauw-tauw semacam ini kami orang-orang pihak
Benteng Pek Kiam Po harus berbuat bagaimana pun tetap akan
membalas budi ini, atau dengan perkataan lain jika Ti Kiauw-tauw
punya permintaan kepada Lohu atau menghendaki nyawa Lohu
maka semuanya akan Lohu penuhi. tetapi .. . Hey, sekarang Lohu
mau menanyai suatu urusan kepada diri Ti Kiauw-tauw, sebetulnya
kau punya permintaan apa terhadap Benteng kita ini ?”
Ti Then yang melihat perkataan itu diucapkan begitu jujur dan
tulus hati dalam hati merasa sangat tidak enak sekali tetapi untuk
tetap menyaga rahasia dari Majikan patung emas dia tidak mungkin
bisa menceritakan rahasia dari Majikan patung emas itu, karenanya
terpaksa dia gelengkan kepalanya.
“Tidak ada” sahutnya. “Boanpwe sama sekali tidak ada
permintaan”
Agaknya Wi Ci To tetap merasa ragu-ragu.
“Apa Ti Kiauw-tauw tidak percaya terhadap kejujuran Lohu ini?”
tanyanya.
“Bukan begitu, boanpwe tahu maksud Pocu adalah sungguh-
sungguh dan sejujurnya.”
“Kalau begitu silahkan Ti Kiauw-tauw katakan, asalkan Lohu bisa
malakukan sekali pun terhadap Benteng kita tidak ada
keuntungannya Lohu tetap akan meluluskan permintaan dari Ti
Kiauw-tauw itu.”
Ti Then menundukkan kepalanya rendah-rendah, “Boanpwe
benar-benar tidak punya permintaan apa-apa” ujarnya tegas.
“Hey.. tetapi “ Dia menghela napas panjang, “Jika Ti Kiauw-tauw
betul betul tidak punya permintaan apa-apa terhadap Lohu, lalu
kenapa .. ini bukannya Lohu menaruh curiga, karena ada berbagai
macam bukti yangmembuktikan Ti Kiauw tauw adalah jelmaan dari
Lu kongcu, jika Ti Kiauw tauw tidak punya permintaan apa-apa
kenapa harus berbuat begini ?”
Agaknya dia takut Ti Then dibuat marah oleh perkataannya ini,
karena itu sambungnya kembali.
“Ti Kiauw tauw harap jangan marah, sekarang Lohu tidak mau
menyembunyikan kembali perasaan hati Lohu karena budi yang
diberikan Ti Kiauw tauw kepada kami sudah cukup untuk
memaafkan suatu kesalahan”
Ti Then betul-betul dibuat terharu dan menyesal oleh perkataan
ini, tanpa dia rasa butir-butir air mata setetes demi setetes
mengucur keluar.
Titik air mata ini merupakan yang pertama kali dikeluarkan dari
matanya sejak dia mengerti akan urusan, karena dia teringat
kembali akan penderitaan dirinya sebetulnya merupakan seorang
yang mengutamakan kejujuran dan kebenaran tetapi dia dipaksa
dan diharusnkan untuk berbuat sesuatu pekerjaan yang melanggar
nalurinya.
Ketika Wi Ci To melihat dia menangis secara tiba-tiba, jadi
melengak dibuatnya.
“Ti Kiauw tauw kau kenapa ?” tanyanya.
Ti Then menundukkan kepalanya tidak menyawab.
Dengun termangu-mangu lama sekali Wi Ci To memandang
kearahnya, kemudian tanya lagi dengan perlahan.
“Beritahu kepada lohu, apakah kau punya rahasia yang susah
dikatakan secara terus terang?”
Ti Then tetap berdiam diri tidak menyawab.
Dengan perlahan Wi Ci To menghela napas panjang,ujarnya.
“Dengan usia Lohu sekarang ini boleh dikata cukup untuk
menjadi ajahmu tetapi kau boleh menganggap Lohu seba¬gai
pamanmu, kau boleh menceritakan ra¬hasia hatimu kepada Lohu
kecuali memang betul-betul tidak dilaksanakan, kalau tidak lohu
mau berkorban untuk menyelesaikan urusanmu itu. Bagaimana?”
Ti Then mengusap kering air matanya dengan menggigit kencang
bibirnya berkata.
“Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan urusan ini, tetapi
sesudah boonpwe katakan Pocu tentu tidak akan mengabulkan
bahkan sekali pun pocu menyetujuinya belum tentu bisa berhasil”
“Jika Ti Kiauw tauw menghendaki rembulan yang berada di atas
langit tentu Lohu tidak mungkin bisa melakukannya selain itu Lohu
berani berkorban untuk menyelesaikan dan membantu persoalan Ti
Kiauw tauw itu"
Ti Then tetap menggelengkan kepalanya.
“Urusan ini pasti pocu tidak akan menyanggupinya” ujarnya.
“Wi Ci To tersenyum.
“Kenapa tidak Kiauw tauw katakan?” serunya perlahan.
Ti Then angkat kepalanya memandang tajam ke atas wajahnya,
kemudian sepatah demi sepatah barulah ujarnya:
“Jika Pocu betul-betul mau bantu boan-pwe menyelesaikan
urusan yang amat sukar ini hanya ada satu cara …gunakan
kepandaianmu untuk mengalahkan.diri boanpwe”
“Kau bilang apa?” tanya Wi Ci To.
“Untuk sementara Pocu boleh menganggap boanpwe sebagai
musuh yang tak bisa diam puni lagi kemudian berkelahi dengan diri
boanpwe. Jika Pocu berhasil mengalahkan diri boanpwe hal itu
berarti juga sudah mernbantu menyelesaikan suatu persoalan yang
sulit”
Sebetulnya Wi Ci To merupakan seorang yang memiliki
kecerdasan tinggi tetapi sesudah mendengar perkataan dari Ti Then
ini betul-betul dibuat bingung, tanpa terasa dengan mata dan mulut
melongo dia pandang wajah Ti Then, lama sekali baru gumamnya.
“Lohu tidak paham kau sedang membicarakan apa?”
“Alasannya boanpwe tidak bisa terangkan, tetapi jika pocu
sanggupi permintaan boanpwe ini dan sesudah berhasil
mengalahkan diri boanpwe maka alasan dan sebab-sebabnya tentu
akan boanpwe ceritakan”
Agaknya Wi Ci To tidak berani percaya terhadap telinganya
sendiri, sekali lagi tanyanya dengan teliti.
“Coba kau ulangi sekali ini, kau bilang meminta lohu
menganggap kau sebagai musuh besarku kemudian berkelahi
dengan kau, jika bisa kalahkan dirimu berarti sudah membantu kau
melepaskan diri dari suatu persoalan rumit, apa betul begitu?”
“Benar” sahut Ti Then sembari mengangguk. “Hanya satu-
satunya jalan ini saja yang bisa membantu boanpwe menyelesaikan
urusan ini.”
“Lohu tetap tidak paham” ujar Wi Ci To lagi sambil gelengkan
kepalanya.
Dengan nada yang hampir mendekati merengek ujar Ti Then
lagi.
“Besok pagi, di atas gunung yang sunyi baiknya kita pergi
bertanding bagaimana?”
“Tidak, urusan ini Lohu tidak bisa mengabulkan” sahut Wi Ci To
kembali sambil gelengkan kepalanya.
Lama sekali Ti Then termenung berpikir keras, mendadak dengan
air muka mengandung perasaan bermusuhan ujarnya:
“Jika boanpwae yang menantang Pocu mau untuk bergebrak
melawan boanpwe ?”
Seketika itu juga Wi Ci To dibuat melengak, kemudian sembari
tertawa pahit ujarnya.
“Ti Kiauw-tauw, kau betul-betul membuat Lohu bingung.”
“Pocu, lebih baik lakukanlah satu kali ini”
Berkali-kali Wi Ci To gelengkan kepalanya, “Lohu tidak bisa
menganggap Ti Kiauw tauw sebagai musuh besarku, juga tidak bisa
bertanding denganmu,” ujarnya tegas.
“Apa Pocu takut dikalahkan oleh boanpwe?” seru Ti Then sembari
tertawa dingin.
“Ha..ha gelombang belakang mendorong gelombang di depan,
orang-orang baru menggantikan orang-orang lama, jika Lohu
terkalahkan ditangan Ti Kiauw tauw sudah pasti tidak akan menaruh
sakit hati kepadamu, persoalannya yang utama kita bukanlah musuh
yang benar-benar, Lohu tidak tega untuk berbuat demikian terhadap
dirimu”
Tanpa terasa Ti Then sudah betpikir di dalam hatinya.
“Perkataannya ini memang betul, dengan kepandaiannya
memang besar kemungkinan sukar untuk mengalahkan aku, jika kini
ditambah dengan perasaan ragu-ragu lagi sudah tentu jangan harap
bisa kalahkan diriku?”
Tanpa terasa dia sudah menghela napas perlahan, ujarnya
kemudian sambil bangkit berdiri.
“Kalau begitu biarkan boanpwe pergi”
“Kemana?”
“Kembali kerumah panginapan”
“Tidak” seru Wi Ci To dengan serius, “Sejak ini hari kau masih
tetap Kiauw tauw dari Benteng kami, kau harus tinggal di sini”
“Lebih baik Pocu jangan terlalu percaya kepada diri boanpwe,
mungkin pada suatu hari boanpwe bisa melakukan banyak
kejahatan di dalam Behteng.”
“Tidak mengapa" seru Wi Ci To sembari tertawa riang, “Tadi
Lohu sudah bilang budi yang kau berikan kepada Benteng kami
sudah terlalu banyak, sekali pun boleh dianggap penerimaan dirimu
pada ini hari sebagai Kiauw tauw sama saja seperti memelihara
harimau meninggalkan bencana dikemudian hari juga tidak
mengapa”
Dia berhenti sebentar, kemudian dengan air muka serius ujarnya:
“Tapi sekali pun mungkin Ti Kiauw tauw akan melakukan banyak
kejahatan di dalam Benteng kami, lohu hanya punya satu
permintaan”
Ti Then berdiam diri menanti perkataan selanjutnya.
“Maksud perkataan lohu ini, tidak perduli kau melakukan
pekerjaan jahat macam apa pun lohu tidak akan menegur dirimu,
hanya loteng penyimpan kitab dari lohu itu jangan sekali-kali kau
selidiki. Bagaimana? setuju bukan?”
Tak tertahan lagi tanya Ti Then.”Sebetulnya loteng penyimpan
kitab itu menyimpan rahasia apa?”
“Maaf lohu tidak bisa beri keterangan” ujar Wi Ci To sambil
gelengkan kepalanya. “Pokoknya sekali pun kau menginginkan
nyawa lohu pun boleh asalkan jangan mengintip loteng penyimpan
kitab itu”
“Omong sejujurnya, boanpwe sendiri juga tidak tahu lain kali bisa
melakukan pekerjaan jahat apa saja terhadap Benteng Pek Kiam Po
ini” ujar Ti Then sambil tertawa pahit.
“Bagus sekali, sekarang Ti Kiauw tauw boleh kembali ke dalam
kamar untuk beristirahat.
Ti Then segera memberi hormat kembali ke dalam kamarnya
dengan mambawa perasaan hati yang amat berat.
Dikarenakan perubahan yang terjadi tadi maka si Lo-cia itu
pelayan tua yang melayani dirinya pun belum tidur, melihat Ti Then
kembali kekamarnya dia menjadi amat girang sekali, sambil ikut
masuk ke dalam kamar ujarnya sembari tertawa :
“Ti Kiauw-tauw, akhirnya kau kembali juga. Heeei, kemarin hari
secara tiba-tiba Ti Kiauw-tauw meninggalkan Benteng untuk
beberapa waktu Iamanya membuat budakmu betul-betul merasa
sangat bingung, sedang pocu serta siocia pun tidak mau beritahu
kepada budak tuamu, membuat budakmu selama beberapa hari ini
betul-betul merasa bingung”
“Lebih baik kau tidur saja” ujar Ti Then tertawa tawar.
Bukannya pergi si locia malah maju mendekati dirinya, ujarnya
dengan suara rendah.
“Apa bukan Ti Kiauw tauw meninggalkan Benteng karena sudah
berkelahi dengan siocia kita ?”
“Ehmmm, benar “
“Sekarang sudah baik kembali bukan?” tanya si Lo-cia dengan
perasaan ingin tahu.
“Benar”
“Itu baru bagus sekali, Hi hi hi . Budakmu selalu merasa kalian
sebetulnya merupakan pasangan yang setimpal, jika bisa mengikat
diri sebagai suami istri sebetulnya sangat..“
“Lo cia kau sedang bicara apa ?”
Mendadak dari belakang tubuhnya muncul suara yang amat
dingin sekali.
Lo cia menjadi amat terperanyat, ketika dia putar tubuhnya
terlihatlah Wi Lian In dengan air muka adem sudah berdiri di depan
pintu tanpa terasa sambil tertawa paksa ujarnya.
“Hi..hi hi ..siocia budakmu tidak bicara apa-apa, hi hi hi . .”
“Cepat pergi tidur” bentaknya lagi.
Si Lo cia tidak berani membangkang segera dia menyahut dan
berjalan keluar dari kamar sambil tersenyum senyum.
Dengan tajam Wi Lian In pandang beberapa waktu ke atas wajah
Ti Then, kemudian dengan dingin tanyanya.
“Aku boleh masuk ?”
Ti Then tertawa pahit.
“Nona Wi sudah tidak satu kali saja masuk ke dalam kamar,
kenapa sekarang harus sungkan-sungkan? ujarnya.
Dengan perlahan Wi Lian In berjalan masuk ke dalam kamar
kemudian duduk di atas kursi, sebentar seperti mau bicara tetapi
akhirnya menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Air muka yang adem kini sudah berubah menjadi wajah yang
diliputi oleh perasaan malu.
“Nona Wi apa juga mau tanya kepadaku kenapa aku menyamar
sebagai Lu Kongcu?” tanya Ti Then cepat.
“Aku sudah tahu kenapa kau berbuat begitu”
Diam-diam Ti Then menjadi amat terperanyat, ujarnya:
“Ooh, kau..kau sudah tahu?”
“Benar” sahut Wi Lian In sambil tersenyum malu.
“Kemarin malam sudah aku dapatkan jawaban ini “
Ti Then menjadi tertegun.
“Bagaimana .. bagaimana kau bisa tahu?”
“Aku terus menerus berpikir jelas sekali kau bukan seorang jahat,
tapi kenapa berbuat begitu? Jika bilang kau mau masuk ke dalam
Benteng dengan membawa suatu rencana busuk tetapi kau sudah
bantu Tia memukul mundur sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit
Yuan kemudian dua kali menolong aku, karena itu sesudah pikir
bolak balik akhirnya aku paham apa sebabnya kau berbuat begitu.”
Diam-diam dalam hati Ti Then merasa semakin ragu-ragu,
tanyanya.
“Kau sudah paham bagaimana?’
Sambil tersenyum Wi Lian In melirik sekejap kearahnya,
kemudian dengan suara perlahan menyahut.
“Hm. Kau masih berlaga pilon.”
“Dapatkah kau jelaskan kau sudah paham tentang apanya ?”
tanya Ti Then lagi dengan perasaan ragu-ragu.
Perlahan-lahan Wi Lian In menoleh ke depan pintu kemudian
baru ujarnya dengan perlahan.
“Beritahu padaku, pada waktu yang lampau kau pernah bertemu
aku dimana?”
Ti Then semakin bingung oleh perkataan ini.
“Dulu… aku bertemu denganmu di tempat mana...”
Wi Lian In segera melotot kearahnya, kemudian dengan malu-
malu dia tundukkan kepaIanya.
“Kalau memangnya kau menginginkan aku kenapa tidak berani
bicara secara terus terang saja” ujarnya lirih. “Kau.. kau..sedikit pun
tidak punya sifat jantan.”
Secara mendadak Ti Then paham kembali apa yang dimaksudkan
olehnya, diam-diam dalam hati merasa amat geli sekali, pikirnya.
“Kiranya dia sudah paham akan hal ini ternyata dia sudah anggap
aku pernah betemu dengan dia pada waktu yang lalu kemudian
menaruh rasa cinta kepadanya, karena itu baru menyamar sebagai
Lu Kongcu untuk merusak ikatan perkawinannya dengan Hong
Mong Ling”
Wi Lian In melihat dia berdiam tidak menyawab di dalam
anggapannya dia sudah mengaku karenanya dengan tertawa malu
ujarnya.
“Sebetulnya hal ini tidak bisa menyalahkan kau menggunakan
cara yang tidak jujur ini, sewaktu kau bertemu dengan ku mungkin
waktu itu aku sudah mengikat janyi dengan Hong Mong Ling,
karena kau punya maksud . . untuk mendapatkan aku maka sudah
gunakan cara ini, aku. aku tidak akan menyalahkan kau”
Ti Then hanya tersenyum tidak menyawab.
“Tadi sewaktu berada di dalam kamar buku kau sudah bicarakan
soal apa saja dengan Tia ?” tanyanya lagi.
“Ayahmu mengharapkan aku mau beritahu secara terus terang
kanapa aku menyamar sebagai Lu kongcu. aku . . . “
“Kau sudah beritahukan urusan ini kepada Tia?” tanya Wi Lian In
cepat.
“Belum” sahutnya sambil gelengkan kepalanya “Aku tidak tahu
harus berbicara bagaimana baru baik , . “
“Urusan ini sudah tentu kau merasa tidak enak untuk bicara, tapi
aku percaya Tia tentu bisa menduga sampai di sana.”
“Ayahmu mengharapkan aku mau tinggal di sini”
“Benar” ujar Wi Lian In cepat, tadi pagi aku yang beritahukan
kepadanya aku bilang kau pasti bukan seorang yang jahat.”
“Aku harap kau jangan terlalu percaya kepadaku”
Wi Lian In tidak memberi komentar lagi, matanya perlahan
dialihkan pada kaki kanan dari Ti Then yang terluka, tanyanya:
“Kakimu sudah kau beri obat ?”
“Belum, aku kira tidak begitu penting, lukanya hanya diluaran
saja, tanpa obat pun bisa sembuh dengan sendirinya”
Wi Lian In segera bangkit betdiri.
“Biar aku pergi ambil obat”
Selesai berkata dia segera putar tubuh dan berlari dengan
cepatnya meninggalkan kamar untuk pergi ambil obat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 28
1 : Manusia berkerudung utusan Majikan Patung Emas
“Tidak salah,” jawab si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit
Yuan sepatah demi sepatah. “Memang benar ada orang yang sudah
memasukkan obat pemabok ke dalam air teh kalian”
“Siapa yang memasukkan obat petnabok itu?” tanya Kwek Kwan
Ssn dengan amat terperanyat.
“Aku.”
Kwek Kwan San seketika Itu juga dibuat melengak.
“Haah .... suhu kau orang yang memasukkan obat pemabok itu
ke dalam air teh kami?” ujarnya tidak mau percaya.
“Benar . .” sahut si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan
mengangguk “Kau merasa ada diluar dugaanmu bukan?”
“Tidak salah, kenapa suhu memasukkan obat pemabok itu ke
dalam air teh kami sehingga kami jadi mabok?” teriak Kwek Kwan
San dengan melototkan sepasang matanya lebar-lebar.
“Karena aku orang tua mau merubuhkan dirinya” jawab si
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sambil menuding kearah
diri Ti Then yang menggeletak di atas tanah.
Kwek Kwan San benar-benar merasa terkejut.
“Suhu kenal dengan dia orang?”
“Sudah tentu aku kenal, dia adalah Kiauw tauw dari Benteng Pek
Kiam Po yang bernama Ti Then “
“Suhu ada dendam sakit hati dengan orang ini?”
“Aku orang tua memang punya dendam dengan Pocu mereka Wi
Ci To, sedangkan bangsat cilik ini …aku sih tidak punya ganyalan
apa apa”
“Kalau memangnya tidak punya ganyalan hati apa-apa kenapa
suhu mau merubuhkan dirinya?” tanya Kwek Kwan San keheranan.
“Karena aku ingin menanyakan satu urusan dengan dirinya, kau
pergilah mencari seutas tali”
Kwek Kwan San ragu-ragu sebentar, akhirnya dia masuk ke
dalam rumah juga untuk mengambil seutas tali.
Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan segera turun
tangan mengikat seluruh tubuh Ti Then dengan cepatnya setelah itu
menotok jalan darah dari Ti Then dan memasukkan sebutir pil ke
dalam mulutnya.
Tidak selang lama kemudian Ti Then pun dengan perlahan-lahan
sadar kembali dari pingsannya.
Ketika dia dapat melihat orang yang berdiri di hadapannya bukan
lain adalah si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan dalam hati dia
merasa sedikt bergidik, disusul satu senyuman pahit menghiasi
bibirnya.
“Aaah, kiranya Sang Sim Lojin adalah kau!” serunya.
“Setelah Lohu mengasingkan diri ke atas gunung dan berlatih
ilmu pedang dengan susah payah selama dua puluh tahun lamanya
tidak kusangka sewaktu menerjunkan diri ke dalam Bu lim untuk
kedua kalinya sudah dikalahkan ditangan kau bangsat cilik,
bagaimana hal ini tidak membuat Lohu bersedih hati”
“Hal itu dikarenakan ilmu silatmu tidak sempurna, bagaimana
bisa menyalahkan diriku?”
“Lohu sama sekali tidak menyalahkan dirimu.”
“Lalu kenapa kau menawan aku seorang?” tanya Ti Then sambil
tertawa dingin.
“Karena aku ingin menanyakan satu urusan dengan dirimu.”
“Kau bersikap demikian kasarnya terhadap diriku, kau mengira
aku mau menyawab pertanyaan-pertanyaan yang kau ajukan?”
Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan segera tertawa
dingin.
“Bilamana kau tidak mau menyawab pertanyaan yang lohu
ajukan maka jangan harap bisa meninggalkan tempat ini.” sahutnya.
Ti Then tertawa, dengan perlahan dia mengalihkar sinar matanya
kearah wajah diri Kwek Kwan San, “Lote. suhumu memang amat
bagus sekali” ejeknya.
ooOOoo
AIR muka Kwek Kwaa San seketika itu juga berubah memerah,
dengan menundukkan kepalanya rendah-rendah dia tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
“Bangsat cilik!” seru si Cian Pit Yuan dergan suara yang amat
berat, “Kau bisa mencari sampai di sini hal ini jelas tidak
mengandung maksud baik terhadap Lohu, siapa yang bilang salah
kalau Lohu turun tangan dulu?”
“Aku sedang melakukan perjalanan lewat di tempat ini, aku sama
sekali tidak sedang mencari dirimu” ujar Ti Then sambil tertawa
pahit.
“Benar” sambung Kwek Kwan San lebih lanjut. “Suhu, Ti-heng
memangnya sedantg melakukan perjalanan lewat di tempai ini, dia
bukannya sengaja datang mencari kau orang tua”
“Kau mengerti apa?” bentak Cian Pit Yuan dengan gusarnya
sambil melotolt dirinya. “Tempat ini sangat jarang sekali dilalui
orang, dia pasti sengaja datang mencari aku orang-tua, kalau tidak
mana mungkin bisa tiba di sini?”
Ti Then tiba-tiba tertawa terbahak-bahak
“Sejak semula aku sudah melupakan dirimu sama sekali buat apa
aku datang mencari dirimu lagi?” serunya.
“Omong kosong,” bentak Cian Pit Yuan dengan amat gusar. “Wi
Ci To takut lohu pergi ke benteng Pek Kiam Po-nya untuk membalas
dendam maka dia sengaja mengirim dirimu untuk menyelidiki
keadaaan dari lohu, kau kira lohu tidak mengerti akan hal ini?”
“Bagaimana mungkin Wi Pocu kami takuti dirimu yang pergi ke
benteng Pek Kiam Po untuk membalas dendam? kau kira kami pihak
benteng Pek Kiam Po ada dendam dengan dirimu?”
“Apa mungkin tidak ada?” ejek Cian Pit Yuan dengan dingin.
“Tidak ada”
Cian Pit Yuan jadi teramat gurar, dia mendengus dengan amat
ademnya.
“Tetapi Lohu merasa punya satu dendam yang sedalam lautan
dengan dirinya,”
“Bagaimana kalau suruh muridmu itu menimbangnya dari
tengah?”
“Tidak perlu.”
“Yang kau maksudkan dengan dendam sedalam lautan tentunya
dikarenakan Wi Pocu serta aku berhasil membabat putus sepasang
telingamu bukan?”
Cian Pit Yuan yang mendengar lukanya dikorek kembali oleh Ti
Then air mukanya seketika itu juga berubah jadi merah padam, dia
menggembor dengan amat kerasnya.
“Tidak salah, karena Lohu tidak hati-hati telingaku berhasil kalian
tabas sampai putus, maka itu Lohu mau membalas dendam.
Pokoknya ada satu hari Lohu pasti akan msnabas putus juga
sepasang telinga dari kalian berdua.”
“Soal ini aku sama sekali tidak menolak” jawab Ti Than dengan
air muka yang sangat tenang sekali. “Tetapi kau boleh menganggap
tersayatnya sepasang telingamu oleh kita adalah satu dendam
sedalam lautan, pada mulanya kita melukai kau dengan
mengandalkan ilmu silat yang sungguh-sungguh dan sama sekali
tidak menggunakan akal licik mau pun siasat busuk, maka itu jika
lain kali kau merasa dirimu sudah cukup kuat untuk bergebrak
dengan diri kita lebih baik pergunakanlah ilmu silat yang benar,
tidaklah benar kalau menganggap kami sebagai satu musuh buyutan
yang dendamnya sedalam lautan.”
“Lohu pasti akan memotong sepasang telinga dari kalian berdua”
teriak Cian Pit Yuan lagi sambil menggigit kencang bibirnya
menahan kegemasan dalam hatinya, “Kalian tunggu saja waktunya”
“Sampai waktunya kami akan menyambut dirimu dengan senang
hati, sekarang mari kita bicara terang-terangan saja, perjalananku
hari ini bukanlah sengaja datang mencari dirimu.”
“Lohu tidak percaya!”
“Jika aku sengaja datang untuk menyelidiki keadaanmu, aku
tidak akan mengikuti muridmu untuk bersama masuk rumah ini.”
Seru Ti Then tertawa.
“Kalau begitu ceritakanlah apa maksudmu lewat jalan ini dan kau
bangsat cilik mau pergi kemana?”
“Maaf soal ini sukar untuk memberi jawaban.”
Cian Pit Yuan segera tertawa dingin.
“Jika kau orang suka berterus terang menyawab pertanyaan yang
aku ajukan ini Lohu akan segera melepaskan dirimu pergi, kalau
tidak heee heee heee seharusnya kau tahu, pada saat ini cukup
Lohu angkat jari tangan saja kau segera akan menemui ajalnya.”
“Aku rasa kau tidak akan berbuat demikian”
“Kau mengira Lohu tidak berani membunuh dirimu? seru Cian Pit
Yuan sambil tertawa aneh.
“Menurut apa yang ku ketahui kau orang kecuali berpikiran picik
dan mem punyai rasa ingin menang yang berlebih-lebihan
sebetulnya bukanlah satu orang yang suka membunuh orang
dengan sembarangan.”
“Kau terlalu memandang tinggi diri Lohu”
“Apa mungkin tidak?” Seru Ti Then.
“Ini hari kau harus menyawab dua buah pertanyaan dari Lohu,
kalau tidak Lohu pasti tidak akan melepaskan dirimu”
“Apa itu kedua buah persoalanmu itu?”
“Pertama, beritahu kepada Lohu kau hendak kemana,” ujar Cian
Pit Yuan dengan keren, “Kedua, beritahu kepadaku, kepandaian silat
yang kau pelajari ini kau dapat dari siapa?”
“Kedua buah persoalan itu sebetulnya mudah saja untuk
dijawab,cuma aku mempunyai satu sifat yang kukoay sekali,
bilamana aku menyawab pertanyaanmu dengan perkataan yang
sungguh atau mungkin mengarangkan satu jawaban hanya
bertujuan untuk memperoleh kebebasan hal ini sama saja aku
sudah menemui satu kekalahan, aku tidak ingin memperoleh
kekalahan ini.”
“Jadi kau tidak mau menyawab?” teriak Cian Pit Yuan dengan air
muka penuh diliputi oleh hawa napsu membunuh.
“Tidak!”
Cian Pit Yuan segera tertawa dingin dengan amat seramnya.
“Haruslah kau ketahui,” ajarnya dingin, “Bilamana malam ini Lohu
turun tangan melenyapkan dirimu, tidak mungkin ada orang yang
bisa tahu atas kejadian ini.”
“Tapi sedikitnya ada dua oraag yang tahu, yang satu adalah kau
dan yang lain adalah muridmu itu.”
Dengan perlahan sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan
mengalihkan pandangannya ke atas wajah Kwek Kwan San,
tanyanya dengan nada mencoba:
“Kwan San, bangsat cilik ini adalah musuh besar suhumu,
bagaimana kalau suhu turun tangan membinasakan dirinya?”
“Baik,” sahut Kwek Kwan San mengangguk. “Tetapi suhu kau
orang tua haruslah memberi satu kesempatan buat dirinya.”
“Mau kasi kesempatan apa lagi?” tanya Cian Pit Yuan melengak.
“Lepaskan dia lantas bunuh dirinya dengan mengandalkan ilmu
silat yang suhu miliki.”
Agaknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak menyangka kalau
muridnya bisa mengucapkan kata yang demikian ’Gagah’nya, untuk
sesaat lamanyadia malah dibuat sangat rikuh. Karena dia pun
pernah menyajal kepandaian silat dari diri Ti Then dan di dalam hati
tahu bilamaoa dirinya diharuskan mengadakan pertempuran secara
adil dengan diri Ti Then maka kesempatan untuk memperoleh
kemenangan tidaklah terlalu besar di dalam hatinya justru dia tidak
ingin bertempur secara adil dengan dirinya.
Dia agak melengak sebentar tapi sebentar kemudian sudah
angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.
“Bagus... Bagus… aku orang mern punyai ahli waris seperti
dirimu dalam hati aku benar-benar merasa girang sekali.”
Mendengar perkataan tersebat Kwek Kwan San jadi sedikit
ketakutan.
“Bilamana tecu sudah salah berbicara harap suhu mau
memaafkan” ujarnya dengan cepat.
“Tidak, perkataanmu sedikit pun tidak salah” sahut Cian Pit Yuan
sambil gelengkan kepalanya. “Aku orang tua tidak akan
membinasakan dirinya di dalam keadaan situasi seperti ini, tetapi
aku pun tidak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, kecuali
dia mau menyawab kedua buah pertanyaan yang aku ajukan tadi.”
“Aku tidak akan menyawab kedua pertanyaanmu itu.” Teriak Ti
Then sambil tertawa.
“Kalau begitu kau jangan harap bisa meninggalkan tempat ini
dalam keadaan selamat”
“Kalau memangnya demikian bilamana aku punya kesempatan
bisa meloloskan diri dari sini, aku tentu tidak berlaku sungkan-
sungkan lagi terhadap dirimu.”
“Untuk selamanya kau tidak akan mem punyai kesempatan untuk
meloloskan diri lagi,” sahut Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin
dengan amat seramnya. “Mulai saat ini setiap jsm sekali Lcohu akan
menotok jalan darah kakumu, kau tidak bakal bisa melarikan diri.”
“Haaa ..... haaa . . . tapi kau harus ingat dengan pepatah yang
mengatakan, orang budiman tentu akan dibantu oleh Tbian
kemungkinan sekali ada orang bakal turun tangan menolong diriku.”
“Kau jangan mimpi” Seru Cian Pit Yuan dengan serius ambil
tertawa, “Tidak akan ada orang yang bisa sampai di sini apalagi di
dalam Bu-lim pada saat ini kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng
serta Wi Ci To dua orang tidak akan ada yang bisa menolong dirimu
dari tangan lohu.”
Ti Then segera melirik sekejap kearah Kwek Kwan San lantss dia
tersenyum.
“Hal ini sukar sekali untuk dijawab, kemuungkinan sekali cuma
seorang yang berkepandaian sangat biasa pun bisa menolong aku
meloloskan diri dari sini”
Agaknya Cian Pit Yuan pun teringat pula dengan muridnya, tidak
terasa lagi dia sudah menoleh kearah Kwek Kwan San ke atas
dengan wajah yang serius dan keren ujarnya:
“Kwan San, kau tidak akan mengkhianati suhumu bukan?”
Agaknya Kwek Kwan san tidak paham dengan kata-kata tersebut,
dia agak melengak.
“Tecu mana berani mengkhianati suhu,” ujarnya.
“Maksudku kau dilarang menolong bangsat cilik ini secara diam-
diam” ujar Cian Pit Yuan dengan serius.
“Tecu tidak berani”
“Hey bangsat cilik.” ujar Cian Pit Yuan kemudian sambil menoleh
kearah Ti Then dan tertawa dingin. “Lohu bilang satu ysa satu,
jikalau kau mau menyawab pertanyaan dari Lohu itu maka Lohu
segera akan melepaskan dirimu”
Agaknya Kwek Kwan San pun tidak tega melibat Ti Then
tersiksa, tiba-tiba dia nyeletuk, “Benar, Ti-heng, kedua pertanyaan
yang diajukan oleh suhuku agaknya tidak terlalu sukar untuk
menyawab kenapa kau tidak mau memberi jawabannya?”
“Lepaskan diriku terlebih dulu, setelah itu aku baru kasi
jawabannya”
“Tidak.” potong Cian Pit Yuan dengan ketus. “Kau jawab dulu
pertanyaanku kemudian lohu baru lepaskan dirimu.”
“Kalau begitu kita tidak usah berbicara lagi.”
“Bangsat cilik” teriak Cian Pit Yuan sambil mendengus dingin.
“Tulang badanmu sungguh-sungguh keras sekali.”
“Benar, sudah keras bau lagi.”
“Bagus, Lohu mau lihat kau bangsat cilik bisa bersabar sampai
seberapa lama,”
Ti Then pejamkan matanya tidak menyawab lagi.
Kepada Kwek Kwan San dengan cepat Cian Pit Yuan memberi
perintah.
“Kwan San, bawa dia ke dalam kamar!”
Kwek Kwan San menyahut dan membopong tubuh Ti Then
masuk ke dalam sebuah kamar tidur dan meletakkan badan Ti Then
di atas pembaringan kemudian dengan tanpa mengucapkan sepatah
kata pun dia mengundurkan diri dari tempat itu.
Kepada Cian Pit Yuan tanyanya dengan suara yang amat lirih.
“Suhu, apa kau orang tua benar-benar mau menawan dirinya
selama beberapa hari di sini.”
Cian Pit Yuan mengangguk, lalu menarik dirinya keluar dari
rumah tersebut.
“Kwan San,” ujarnya dengan suara yang amat rendah. “Di dalam
hati kecilmu tentunya kau merasa perbuatan dari suhumu ini salah
bukan?”
“Tecu tahu suhu amat benci terhadap dirinya,” sahut Kwek Kwan
San sambil menundukkan kepalanya. “Karena seperti apa yang
dikatakan agaknya telinga suhu sudah dilukai olehnya.”
“Dia memang sudah melukai telingaku sebelah kiri, tetapi aku
sama sekali tidak membenci dirinya. Karena ilmu silatnya memang
benar-benar bisa mengalahkan diriku, kini suhu menahan dirinya
sebetulnya ingin mengetahui asal-usul yang sebetulnya.”
“Dia bilang suhunya bermama Bu Beng Lojin.”
“Bukankah hal ini sama saja dengan tidak diberitahu?”
“Suhu, buat apa kau ingin mengetahui asal-usulnya?” tiba-tiba
Kwek Kwan San angkat kepalanya dan bertanya.
“Karena dia adalah satu-satunya pemuda aneh yang pernah aku
temui selama hidupku, tabun ini dia cuma berusia dua pulun
tahunan tetapi kepandaian silat yang dimiliki amat dahsyat dan
sempurna sekali sehingga sukar diukur.”
“Tadi dia sudah mendemonstrasikan ilmu pedangnya di hadapan
tecu, tecu rasa ilmu yang dimilikinya tidak lebih seimbang dengan
kepandaian silat yang dimiliki kau orang tua”
“Tidak,” jawab Cian Pit Yuan sambil gelengkan kepalanya.
“Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi satu tingkat dari diriku,
beberapa bulan yang sewaktu aku pergi ke Benteng Pek Kiam Po
untuk menunutut balas saat itu dia mengaku sebagai pendekar
pedang hitam dari Benteng Pek Kiam Po tetapi setelah bertempur
ternyata aku sudah dikalahkan satu jurus dari dirinya, akhirnya aku
baru tahu kalau dia adalah Kiauwtauw dari Benteng Pek Kiam Po…”
Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menghela napas
panjang, sambungnya kemudian:
“Hal ini benar-benar merupakan satu peristiwa yang sama sekali
tidak terduga semula aku cuma tahu di dalam Bu-lim pada saat ini
kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong Beng adalah yang
paling tinggi kemudian Wi Ci To dan terakhir aku, tetapi kini
sesudah munculnya Ti Then ini dimana kepandaian silatnya tidak
berada di bawah aku orang bahkan kelihatannya jauh di atas Wi Ci
To membuat aku jadi berpikir, dia orang yang usianya masih
sedemikian mudanya sudah memiliki kepandaian silat yang demikian
sakti dan dahsyatnya apalagi kepandaian silat dari suhunya sudah
tentu jauh lebih lihay lagi”
“Kepandaian ilmu silat dari orang itu tentu jauh berada di atas
kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong Beng, sedangkan
pada berpuluh-puluh tahun ini agaknya di dalam Bu-lim sama sekali
tidak pernah terdengar adanya orang yang memiliki kepandaian silat
jauh melebihi kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong
Beng, maka itu aku ingin sekali mengetahui siapakah sebenarnya
suhunya itu”
“Sekarang dia tidak mau memberi jawaban atas pertanyaan yang
suhu ajukan, suhu pikir mau berbuat apa terhadap dirinya?” seru
Kwek Kwan San kemudian.
“Biar dia merasa lapar selama beberapa hari, pada saat itu dia
tentu akan berbicara dengan sendirinya”
“Kalau berbuat demikian rada tidak baik suhu kalau memangnya
tidak bermaksud membinasakan dirinya lebih baik kita cepat-cepat
lepaskan dirinya pergi saja, tidak urung di kemudian hari pun suhu
harus melepasksn juga dia orang. Aku kuatir sampai waktu itu
sampaidia bisa..”
“Kau tidak perlu kuatir, dia tidak akan bisa berbuat sesuatu
terhadap kita.” Potong Cian Pit Yuan dengan cepat.
“Tecu punya satu akal, kemungkinan sekali ada gunanya.
“Akal apa?” tanya Cian Pit Yuan sambil memperhatikan dirinya.
“Apa kemungkinan ini hari dia lewat di tempat ini sebetulnya
hendak pulang untuk bertemu dengan suhunya, nanti lebih baik
suhu lepaskan dia pergi saja kemudian secara diam-diam menguntit
dari belakang, kemungkinan sekali dengan berbuat demikian bisa
bertemu dengan suhunya.”
Mendengar perkataan itu air muka Cian Pit Yuan sedikit bergerak.
“Ehmm... memang satu cara yang amat bagus . .” serunya
kemudian.
Ketika Kwek Kwan San melihat agaknya suhunya mau menerima
usulnya tersebut dalam hati dia merasa sangat girang sekali.
“Bagaimana kalau tecu pergi membebaskan dirinya?” tanyanya
dengan cepat.
“Jangan keburu. biar aku pikir-pikir dulu.”
“Tecu rasa inilah satu cara yang paling bagus,” sambung Kwek
Kwan San lebih lanjut. “Dengan demikian kita bisa menyelidiki asal
usul perguruannya bisa pula menghindarkan diri dari bentrokan
secara langsung dengan dirinya.”
“Baiklah.” sahut Cian Pit Yuan kemudian sambil mengangguk.
“Tetapi kita bebaskan besok pagi saja, besok pagi aku akan
berpura-pura pergi meninggalkan rumah lalu kau secara diam-diam
melepaskan dirinya pergi, dengan berbuat demikian dia tentu tidak
akan menaruh curiga kepada kita.”
“Betul, baiklah kita kerjakan demikiau saja. Sekararg kau tidurlah
dulu aku mau pergi menyaga dirinya”
Selesai berkata dia segera putar badan memasuki kamar
tersebut.
Setelah masuk kamar dimana Ti Then disekap, ketika melihat Ti
Then terbaring di atas pembaringan dia segera menariknya dan
merebahkan ke atas tanah.
“Sungguh maaf” serunya sambil tertawa. “Di dalam rumah ini
cuma ada dua buah pembaringan saja, malam ini terpaksa kau
harus tidur di atas tanah tanpa alas.”
Ti Then segera tertawa dingin.
“Kau bermaksud semalam tidak tidur dan duduk di atas
pembaringan untuk menyaga diriku?” tanyanya.
“Benar,” jawab Cian Pit Yuan tersenyum kemudian naik ke atas
pembaringan dan duduk bersila, “Lohu tahu kau bisa mengerahkan
tenaga dalammu untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah,
karena itu aku hendak korbankan tidak tidur satu malam untuk
setiap setengah jam sekali menotok kembali jalan darahmu.”
Tiba-tiba Ti Then tertawa terbahak-bahak.
“Haa .... haa cuma sayang perhitunganmu kali ini rada meleset,
karena aku cuma membutuhkan seperempat jam saja sudah bisa
mengerahkan tenaga dalam untuk membebaskan diri dari totokan.”
“Seperempat jam?” tanya Cian Pit Yuan sambil mendengus
dingin.
“Tidak salah, seperempat jam sudah cukup.”
“Di dalam Bu-lim pada saat ini sekali pun sikakek pemalas Kay
Kong Beng sendiri pun belum tentu bira membebaskan diri dari
totokon jalan darah hanya di dalam seperempat jam saja,
bagaimana kau orang bisa?”
“Kay Kong Beng tidak dapat tetapi aku bisa melakukanuny” sahut
Ti Then tertawa,
“Agakaja kau sudah kena totok selama seperempat jam bukan ?”
“Benar.”
Cian Pit Yuan segera tertawa terbahak-bahak.
“Kalau begitu kenapa sampai sekarang kau masih belum bisa
bergerak?” tanyanya mengejek.
“Siapa bilang aku belum dapat bergerak?"
Sewaktu Ti Then mengucapkan kata yang terakhir itulah
terdengar suara terputusnya tali yang mengikat badannya bergema
memenuhi seluruh ruangan.
Cian Pit Yuan jadi sangat terperanyat, dengan cepat bagaikan
kilat dia mcloncat turun dari atas pembaringan lalu sepasang telapak
tangannya bersama-sama didorong ke depan menghajar badan Ti
Then yang masih menggeletak di atas tanah itu.
Dengan cepat Ti Then meloncat bangun dari atas tanah
menghindarkan diri dari datangnya serangan gencar itu disusul
tubuhnya meloncat bangun, di tengah suara tertawanya yang amat
keras telapak tangannya segera melancarkan satu pukulan
menghajar pinggangnya.
Walau pun Cian Pit Yuan melakukan gerakannya dalam ksadaan
yang amat kritis tetapi dia sama sekali tidak gugup, melihat
serangannya mencapai pada sasaran yang kosong dengan cepat
kaki kanannya ditarik ke belakang, tubuhnya berputar setengah
lingkaran lalu dengan menggunakan telapak tangannya menangkis
datangnya serangan Ti Then yang amat dahsyat.
Ti Then ysng melihat serangan gsncarnya tidak mencspai pada
sasaran serangan yang kedua segera menyusul datang, telapak
kirinya dengan menggunakan jurus banteng menerjang langit
menyerang kening kanan musuhnya.
Dengan cspat Cian Pit Yuan menundukkan kepalanya
menghindarkan diri dari serangan tersebut kakinya dengan
gencarnya melancarkan tendangan kilat ke depan.
“Bangsat cilik!” bentaknya dengan keras. “Ayoh kita bertempur
diluaran saja”
Telapak kanan dari Ti Then segera dibabat ke bawah menyambut
datangnya tendangan kaki kirinya, segera tertawa.
“Di dalam kamar bukankah sama saja?” serunya mengejek.
Mendadak Cian Pit Yuan mengundurkan diri ke belakang hingga
punggungnya terbentur dengan tembok ruangan dengan mengambil
kesempatan itulah dia segera mengerahkan tenaga dalamnya
menghajar hancur tembok yang menghalangi perjalanannya itu.
“Braaak . . !” dengan disertai suara yang amat keras tembok itu
kena hajar satu lubang yang besar dengan cepatnya tubuhnya
melayang keluar dari kamar.
Bagaikan bayangan saja Ti Then menguntit terus dari
belakangnya.
“Hey Cian Pit Yuan, kau mau melarikan diri?” teriaknya sambil
tertawa keras.
“Baru saja dia selesai berkata mendadak dari samping tubuhnya
berkumandang datang suara seorang asing yang amat halus tapi
keren dan berwibawa sekali:
“Sudah .. sudahlah Ti Then, kau tidak usah membuang banyak
waktu lagi di tempat ini,” ujarnya.
Orang yang baru saja berbicara itu bukan lain adalah manusia
berkerudung itu.
Lelaki berkerudung berbaju biru itu jika didengar dari suaranya
serta dipandang dari perawakannya jelas merupakan seorang
pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan, dia berdiri kurang
lebih tiga kaki di depan pintu rumah dengan pada tangan-kirinya
mengempit seseorang, Kwek Kwan San.
Entah dengan cara bagaimana Kwek Swan San sudah
dikuasainya, saat ini badan dengan amat lemasnya bergantungan di
atas tangannya dan sama sekali tidak kelihatan bergerak.
Jilid 31
IA BERHENTI sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi
”Dikemudian hari setelah boanpwe benar-benar yakin dialah yang
membinasakan diri Hong Mong Ling maka di dalam pikiranku segera
berkelebat satu ingatan. Boanpwe merasa pastilah ada seseorang
yang menyamar sebagai dirinya dan setiap hari ada dirumahnya
dikota Tiong Cing Hu untuk melindungi seluruh gerak geriknya, kali
ini dia pergi ke tempat Cu Kiam Lojin untuk membetulkan
pedangnya bahkan mem punyai maksud untuk membunuhnya pula,
sudah tentu dia menyuruh orang yang menyamar sebagai dirinya itu
untuk setiap hari berlalu lalang di dalam kota Tiong Cing Hu agar
semua orang melihatnya, dikemudian hari apabila ada orang yang
menaruh curiga terhadap dirinya dan menudub dialah yang sudah
membunuh Cu Kiam Lojin maka saat itulah dia akan meminta
penduduk disekitar kota Tiong Cing Hu untuk bertindak sebagai
saksi kalau dia orang sama sekali belum pernah meninggalkan kota
Tiong Cing Hu barang setapak pun."
"Memang demikian adanya " sahut Wi Ci To sambil mengangguk.
"Kali ini Lohu pergi kekota Tiong Cing Hu setiap hari bisa melihat dia
pergi main catur di dalam sebuah rumah penyual teh, selama itu
Lohu selalu tidak mengetahui kalau dia adalah Cuo It Sian palsu,
sampai pada tengah malam suatu hari di sana untuk keempat
kalinya Lohu masuk ke dalam rumahnya untuk mencuri pedang
pendek itu mendadak Lohu sudah menemukan ada dua orang Cuo
It Sian muncul di tanah lapangan halaman belakangnya saat itulah
Lohu baru tahu dia orang sebenarnya punya seseorang yang
sengaja menyamar sebagai dirinya . . "
"Waktu itu apakah pocu tidak mendengar dia membicarakan soal
dia orang sudah menggunakan sebilah pedang pendek yang lain
ditukar dengan pedang Biat hun Kiam yang asli?" tanya Ti Then
kemudian.
"Tidak!" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya." Hal itu
boleh dikata adalah kesalahan Lohu sendiri yang terlalu bernapsu
dan gegabah, ketika Lohu mendengar Cuo It Sian mengatakan
"Sudah dicuri dikota Hok Hong Sian" maka di dalam anggapanku
kau sudah berhasil mendapatkannya. karena itu secara diam-diam
aku sudah mengundurkan diri dari sana, dan tidak melanyutkan
mencuri dengar pembicaraan mereka."
"Lalu seharusnya bagaimana baiknya ?”
Wi Ci To termenung berpikir sebentar mendadak sambil
menengok kearah depan pintu ujarnya :
"Lian In, kau masuklah!"
Mendengar perkataan tersebut Ti Then jadi melengak, tetapi
sebentar kemudian dia sudah tertawa.
"Aaaaah ..... kiranya Lian In sedang mencuri dengar diluar kamar
.. ”
Tampak pintu kamar dengan perlahan-lahan didorong ke dalam
kemudian tampaklah Wi Lian In dengan wajah yang masih diliputi
oleh rasa malu berjalan masuk ke dalam kamar baca itu.
”Tia. ” serunya malu, "Pendengaranmu sungguh tajam sekali, aku
baru saja samppai ditempat ini.”
”Kalau begitu orang yang mencuri dengar diluar kamar sejak tadi
tentunya bukan kau orang melainkan budak setan lainnya,” ujar Wi
Ci To sambil tertawa gemas.
Ait muka Wi Lian In seketika itu juga berubah memerah.
„Hmm.“ dengusnya, „Tia sungguh pintar sekali memaki orang
dengan jalan berputar, aku tidak cuma berdiri sebentar saja diluar
kamar.“
„Apa yang aku bicarakan dengan Kiauwtauw kau sudah
mendengar semuanya, sekarang aku mau bertanya kepadamuo kau
punya akal apa yang baik?“ ujar Wi Ci To sambil tertawa.
„Hal ini harus melihat maksud hati dari Tia, jikalau Tia sudah
mengambil keputusan untuk merebut kembali pedang Biat Hun
Kiam itu maka aku bsserta Ti Kiauw tauw terpaksa harus pergi
mencuri lagi“
„Sudah tenta lohu punya maksud hati untuk merebut kembali
pedang pendek itu.
Cuma saja jikalau kita tidak mencarikan satu akal yang bagus
rasanya tidak akan mudah mendapatkan hasil.“
Tiba-tiba tampak Ti Then bangkit berdiri dan berjalan menuju ke
pintu kamar untuk menengok sebentar keadaan ditempat luaran,
setelah dilihatnya tidak ada jagoan pedang dari Benteng yang
berada disekeliling tempat itu dia baru berputar kembali dan berkata
dengan suara yang amat lirih sekali :
„Boanpwe punya satu akal, cuma saja tidak dapat dibicarakan
secara terus terang“
„Coba kau katakanlah,“ ujar Wi Ci To sambil memandang tajam
wajahnya.
Ti Then segera maju satu langkah mendekati badannya lantas
bungkukkan badannya membisikkan sesuatu ketelinganya, akhirnya
dia menambahkan :
„Pocu rasa bagaimana dengan siasat ini?”
Air muka Wi Ci To segera memperlihatkan rasa girangnya,
dengan cepat dia mengangguk.
"Siasat ini bagus sekali, kita boleh coba. . . , Coba . . . kita boleh
coba-Coba!" Serunya.
"Cuma saja tidak tahu bagaimana dengan perawakan badannya?"
"Lohu sendiri pun sudah ada tujuh, delapan tahun lamanya tidak
pernah bertemu dengan dirinya, bagaimana perawakan badannya
lohu sendiri juga tidak begitu jelas, tetapi bagaiamana pun kita
harus pergi melihatnya pula, sampai waktunya kita mengambil
keputusan kembali."
"Eeeei. . . . sebetulnya ada urusan apa?” tanya Wi Lian In tidak
sabaran lagi.
"Lian In!" ujar Wi Ci To tersenyum dan menoleh kearah putrinya.
"Siasat dari Ti Kiauw-tauw yang begitu baik untuk mencuri kembali
pedang itu, untuk kali ini terpaksa kau tidak boleh mengikutinya."
"Asalkan aku mengetahui alasan yang melarang aku ikut pergi
sudah tentu aku tidak akan pergi !" Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya.
"Sudah tentu mem punyai alasan yang tidak memperbolehkan
kau ikut, bilamana kali ini kau tetap ngotot untuk ikut maka semua
siasat dari Ti Kiauw tauw tidak bisa dijalankan lagi.”
Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata yang amat gemas
terhadap diri Ti Then tanyanya dengan wajah yang penuh rasa tidak
senang.
”Apa tokh sebetulnya siasat yang kau usulkan itu?”
”Bila kau menyanggupi untuk tidak ikut pergi maka aku baru
beritahu kepadamu” sahut Ti Then tersenyum,
”Kau tidak mau bicara juga tidak mengapa” teriak Wi Lian In
semakin tidak senang, ”Pokoknya aku masih punya seekor anying
Cian Li Yen untuk membuntuti dirimu.”
Mendadak air muka Wi Ci To berubah jadi amat keren sekali,
”Kali ini jikalau kau menggunakan anying Cian Li Yen untuk
membuntuti lohu serta Ti Kiauw tauw lagi maka aku tidak akan
mengakui sebagai putriku lagi.“
Wi Lian In yang melihat ayahnya berbicara dengan demikian
serius dan keren tidak terasa lagi dia jadi bergidik.
”Tia, kau hendak pergi bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw ?”
tanyanya terperanyat.
”Benar, kami mau pergi menyambangi seseorang kemudian baru
pergi kekota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang.”
”Mau menyambangi siapa ?“ tanya Wi Lian In lebih lanjut,
„Kau kemarilah, aku akan memberitahukan siasat dari Ti
Kiauwtauw itu.”
Wi Lian In segera berjalan mendekati ayahnya. Wi Ci To pun
lantas memberitahukan siasat dari Ti Then itu dengan suara yang
amat lirih.
Selesai mendengar Wi Lian In mengangguk.
„Kira-kira harus membutuhkan beberapa lama?" tanyanya.
“Paling cepat juga satu setengah bulan,” sahut Wi Ci To setelah
berpikir sebentar.
“Aku setuju tidak ikut pergi, tetapi tentunya aku boleb pergi
ketempat lain untuk jalan-jalan bukan ?”
”Kau ingin pergi kemana?”
”Tiang An”
”Mau berbuat apa?“
„Aku sudah sebesar begini tetapi selamanya belum pernah pergi
kekota Tiang An, aku ingin mencari pengalaman sekalian membeli
barang aku dengar katanya barang yang ada di-ibu kota jauh lebih
baik dari barang-barang di kota lain.“
”Kalau mau main, kesempatan di kemudian hari masih amat
banyak“ ujar Wi Ci To tertawa. „Sedangkan mengenai pembelian
barang, jikalau barang itu adalah keperluan untuk perkawinanmu
nanti, kau boleh berlega hati aku bisa kirim orang untuk pergi beli
barang-barang tersebut buatmu.“
Air muka Wi Lian In segera berubah memerah sambil
mendepakkan kakinya ke atas tanah ujarnya.
”Siapa yang mau pergi beli barang keperluan kawin, aku cuma
ingin membeli sedikit barang saja.”
”Tidak perduli kau hendak membeli barang apa pun sebelum
lohu berhasil merebut kembali pedang pendek Biat Hun Kiam itu kau
dilarang meninggalkan benteng seorang diri, jikalau kau tidak mau
mendengar omonganku maka aku tidak akan menyayangi dirimu.”
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
”Tia, kau takut aku terjatuh kembali ke tangannya Cuo It Sian
bajingan tua itu?”
”Benar.”
”Soal ini sebetulnya Tia tidak perlu kuatir, perjalanan putrimu kali
ini menuju kekota Tiang An adalah . ..”
Medadak Wi Ci To ulapkan tangannya memotong pembicaraan
selanjutnya.
”Biarlah lohu beritahu satu persoalan lagi kepadamu. . ”
Sehabis berkata dia menarik dirinya ke samping badannya lalu
membisikkan sesuatu perkataan kepadanya.
Selesai mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In
segera berubah merah padam, dengan rasa amat malu sekali dia
menutupi wajahnya sendiri.
”Tidak, aku tidak mau.”
Dengan menundukkan kepalanya dia lari keluar dari kamar baca
tersebut.
Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak.
Ti Then yang melihat perubahan wajah antara ayah beranak itu
dia segera mengetahui tentunya Wi Ci To sudah mengatakan
sesuatu kepada putrinya, sehingga membuat dia merasa malu
sekali.
„Pocu, kau orang tua memberitahukan soal apa kepadanya ?“
tanyanya sambil tertawa paksa.
„Lohu beritahu kepadanya, bilamana dia tidak baik-baik tinggal di
dalam Benteng maka aku tidak akan membiarkan dia kawin“
Ti Then segera tersenyum, lalu dengan cepat mengalihkan bahan
pembicaraannya.
”Pocu punya rencana berangkat kapan ?”
”Bagaimana kalau besok pagi ?”
”Boanpwe ikuti saja keputusan dari Pocu.”
”Kalau begitu kita berangkat besok pagi saja.”
”Baikiah,” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya menjura.
”Pocu silahkan beristirahat, boanpwe ....”
”Ti Kiauw-tauw, silahkan duduk lagi” tiba-tiba Wi Ci To mengulap
tangannya memutuskan perkataan selanjutnya. ”Lohu masih ada
perkataan yang hendak dibicarakan dengan dirimu.”
Terpaksa Ti Then duduk kembali. “Pocu ada petunjuk apa?”
tanyanya.
Dengan sinar mata yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan
wajahnya, dia tersenyum,
”Ada satu persoalan yang selama ini Lohu belum pernah
menanyakan kepadamu, pernahkah kau kawin?” tanyanya.
”Belum” sahut Ti Then dengan hati berdebar-debar amat keras
sekali.
”Kalau begitu bagus sekali” seru Wi Ci To kegirangan. ”Aku mau
tanya satu persolan lagi, bagaimana pandanganmu terhadap putriku
itu?”
Wajah Ti Then segera berubah jadi merah padam seperti kepiting
rebus saking malunya.
”Lian In ba . . . bagus sekali,” sahutnya sambil tertawa malu-
malu.
”Selama hidupku lohu cuma mem punyai seorang putri dia saja,
maka itu rasa sayangku kepadanya amat berlebih-lebihan, tetapi
jika dilihat dari tindak tanduknya sifatnya boleh dikata tidak jelek.”
”Benar, benar . . ”
”Bilamana Ti Kiauw-tauw tidak menampik, bagaimana kalau Lohu
jodohkan saja kepadamu”
”Boanpwe tidak becus di dalam sega1a-galanya, mungkin tidak
memadai untuk mendapatkan diri Lian In,” sahut Ti Then sambil
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
”Ti Kiauw tauw tidak usab terlalu merendahkan diri, pemuda
yang demikian baiknya seperti dirimu boleh dikata selama hidupku
lohu baru untuk pertama kali menemuinya maka bilamana kita
bicarakan memadai atau tidak seharusnyalah putrikulah yang tidak
memadai,”
”Tidak berani, pocu terlalu memuji.”
”Bilamana kau mem punyai perhatian khusus terhadap putriku
maka setelah berhasil mencuri pedang pendek itu, lohu segera akan
menguruskan perkawinan kalian, tetapi bila kau tidak punya
perhatian juga tidak mengapa, bagaimana?”
”Pocu bisa memandang tinggi boanpwe . boanpwe merasa
sangat berterima kasih sekali,” seru Ti Then dengan gugup. ”Cuma
saja , , Cuma saja . ,”
”Cuma saja bagaimana?”
”Cuma saja boanpwe bisa jadi seorang Kiauw tauw yang baik
tetapi belum tentu bisa jadi seoraog menantu yang baik”
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To segera tertawa
”Soal ini Lohu tidak akan merasa kuatir, omong terus terang saja
Lohu sudah memperhatikan dirimu lama sekali, terhadap seluruh
tindak tandukmu lohu boleh dikata sudah mengetahui amat jelas
sekali.”
”Tapi boanpwe merasa.. . merasa boanpwe bukanlah . . bukanlah
seorang manusia baik” seru Ti Then tertawa pahit.
”Tidak” seru Wi Ci To dengan tegas, ”Kau adalah seorang
pemuda yang amat bagus dan berhati jujur, walau pun dalam
hatimu ada kemungkinan sudah tersembunyi satu rahasia yang
tidak dapat diberitahukan kepada orang lain tetap! tidak perduli
apakah rahasia itu lohu berani memastikan kalau kau adalah
seorang manusia yang dapat dipercaya.”
Dalam hati Ti Then merasa semakin menyesal lagi.
”Dugaan dari Pocu sedikit pun tidak salah, Boanpwe mem punyai
suatu rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang lain . . ”
serunya terharu.
Wi Ci To segera goyangkan tangannya mencegah dia orang
untuk melanjutkan kembali perkataannya.
”Kalau memangnya tidak boleh diberitahukan kepada orang lain
lebih baik tidak usah dibicarakan lagi” ujarnya sambil tertawa
ramah, ”Lebih baik sekarang kita bicarakan soal perkawinan saja,
bilamana tidak setuju maka Lohu tetap adalah Pocu-mu sedangkan
kau pun tetap merupakan Kiauw-tauw diri Lohu,”
Sampai keadaan seperti ini boleh dikata situasi dari Ti Then
seperti naik di atas pungguag macan mau turun pun tidak sanggup
lagi. Terpaksa dia menigggalkan tempat duduknya dan jatuhkan diri
berlutut dihadapas Wi Ci To lantas menyalankan penghormatannya.
”Gakhu, ada dia di atas, terimalah satu penghormatannya.”
Wi Ci To benar-benar merasa sangat girang sekali, dengan cepat
dia ulur tangannya membimbing dia bangun kemudian tertawa
terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
”Haaa , . ha. bagus sekali. lain kali setelah kembali ke dalam
Benteng lohu pasti akan mencarikan satu hari yang bagus untuk
kawinkan diri kalian.”
Ti Then segera bangkit berdiri, tangannya dilurus ke bawah dan
berdiri tidak bergerak, dia tidak tahu haruskah hatinya merasa
murung atau girang, keadaannya amat mengenaskan sekali.
”Satu-satunya syarat yang harus kau terima adalah setelah kau
kawin dengan putriku maka kalian harus tetap tinggal di dalam
benteng, dan kau pun tetap menyabat sebagai Kiauw tauw dari
Benteng Pek Kiam Po” sambung Wi Ci To lagi sambil tertawa.
“Baik”
”Kau punya usul lain?” tanya Wi Ci To lagi.
“Tidak ada”
“Kalau begitu sekarang kau boleh kabarkan berita bagus ini
kepada Wi Lian In bersamaan pula peringatkan kepadanya untuk
jangan meninggalkan benteng setelah kita pergi, jika kau yang
mengatakannya dia malah mau mendengar, pergilah!”
Ti Then segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar
baca itu setelah menyalankan penghormatan kembali.
Setelah itu dia baru berjalan menuju kamar Wi Lian In.
Sesampainya di depan kamar Wi Lian In tampaklah pada waktu
itu si budak Cun Lan sedang berjalan keluar dari dalam ruangan.
Dia segera menghentikan langkah kakinya.
”Siocia ada di kamar?” tanyanya.
”Ada,” sahut Cun Lan singkat.
”Tolong panggil dia keluar.”
”Ti Kiauw tauw kenapa kau tidak mau masuk sendiri ke dalam?”
ujar Cun Lan sambil tertawa.
”Aaa . . . aku . aku boleh masuk ?” tanya Ti Then malu-malu.
”Sudah tentu boleh.” sahut Cun Lan sambil tertawa geli.
Selesai berkata bukannya masuk ke dalam kamar untuk melapor
sebaliknya malah lari keluar.
Ti Then tak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa dia melanjutkan
langkah kakinya masuk ke dalam kamar.
”Lian In . , , , Lian In , ,” teriaknya berulang kali.
”Siapa ?”
Suara dari Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamar,
jika didengar dari nada suaranya jelas membawa serta tertawa yang
ditahan-tahan agaknya dia sudah tahu Ti Then yang datang tetapi
sengaja bcr pura-pura tolol.
”Aku” sahut Ti Then sambil menghentikan langkah kakinya.
”Siapa kau?” tanya Wi Lian In lagi tetap tidak munculkan dirinya.
”Si tikus membuat lubang Bun Ih” sahut Ti Then tertawa.
”Kau hendak cari siapa ?”
”Mau cari calon istriku . .”
„Siapa calon isterimu itu ?“
“Wi Lian In”
“Sungguh besar nyalimu, jikalau didengar Tia mulutmu tentu
akan ditampar sampai keluar darah,”
“Aku tidak takut, aku memangnya mendapat peritah dari ayahmu
sengaja datang mencari calon istriku.”
Ketika Wi Lian In mendengar perkataannya yang terakhir ini
bagaikan segulung angin kencang dengan cepatnya berlari keluar,
jelas sekali kelihatan biji matanya yang jeli mengandung rasa girang
yang bukan alang kepalang.
”Kau . .kau bilang apa?” tanyanya girang bercampur malu-
”Aku mendapat perintah dari Gakhu dia orang tua untuk datang
kemari mencari calon istriku.” seru Ti Then sambil menepuk
dadanya sendiri.
Di hadapan Ti Then, Wi Lian In tidak merasa malu lagi seperti
sewaktu ada di hadapan ayahnya, mendengar perkataan ini dia
segera menarik tangan Ti Then,
”Tia bilang apa?”
”Dia orang tua tanya aku maukah mengawini dirimu sebagai
isteriny, bilaman mau maka dia menyuruh aku berlutut dan
menyalankan penghormatan besar kepadanya “
”Lalu kau sudah jalankan?” tanya Wi Lian In dengan sangat
cemas.
“Sudah,” sahut Ti Then mengangguk.
Wi Lian In jadi amat girang sekali.
“Lalu bagaimana?” tanyanya cepat.
“Dia bilang setelah kita berhasil mendapatkan pedang pendek itu
maka dia akan mengawinkan kita berdua, tetapi ada satu syarat.”
”Syarat apa?”
”Sebelum kita balik kembali ke dalam Benteng kau dilarang
meninggalkan Benteng, kalau berani melanggar batal.”
”Aku tidak pergi sudahlab, buat apa kau membicarakan soal itu
demikian seriusnya” seru Wi Lian In sambil tertawa,
”Kau adalah putri kesayangan dari ayahmu, kau tidak boleh
membuat dia merasa kuatir, begitulah tindakan seoraag anak yang
berbakti kepada orang tuanya.”
Wi Lian In segera mengangguk.
„Aku bersumpah tidak akan keluar pintu benteng barang
selangkah pun,” serunya kemudian.
„Jika di dalam Benteng kau merasa megganggur bolehlah kau
bantu aku membuatkan beberapa stel pakaian, sekarang apa pun
aku tidak punya sampai waktunya kswin kalau diharuskan memakai
baju yang kuno dan jelek bukankah akan menggelikan para tamu
saja?”
„Baiklah,“ sahut Wi Lian In sambil mengangguk berulang kali.
„Aku bisa pergi ke dalam kota untuk membeli bahan kain yang
paling bagus untuk membuatkan tiga lima stel pakaian buat dirimu,
ada lainnya?“
”Tidak ada”
”Kapan kau berangkat?”
”Besok pagi.”
Wi Lian In yang mendengar kekasihnya hendak berangkat
meninggalkan dirinya
Begitu cepat jelas dari air mukanya memperlihatkan rasa
keberatannya,
”Aku ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan
dirimu, bagaimana kalau kita duduk-duduk di dalam kebun burga?”
tanyanya.
”Baiklah.”
Sesampainya di dalam kebun bunga akhirnya Wi Lian In tidak
berbicara terlalu banyak, mereka berdua dengan berdiam diri saling
berpelukan dengan mesranya.
Malam itu sehabis bersantap malam Wi Ci To mengumpulkan
semua jago pedang merah yang ada di dalam Benteng dan
mengumumkan kalau besok bendak keluar Benteng bersama-sama
dengan Ti Then untuk membereskan satu urusan sesudah memesan
wanti-wanti dan menyerahkan seluruh pekerjaan yang ada di dalam
Benteng kepada anak muridnya dia membubarkan semua orang dan
mengundurkan diri ke kamar untuk beristirahat.
Ti Then pun kembali ke dalam kamarnya sendiri, si pelayan tua
Locia dengan matanya yang sipit berjalan masuk ke dalam kamar
membawa seteko air teh panas.
”Ti Kiauw tauw, aku dengar kau hendak keluar benteng lagi?”
tanyanya.
"Tidak salah, besok harus berangkat.”
”Kali ini kau hendak pergi kemana?"
"Rahasia ini tidak boleh dibocorkan."
"Aku budak tua masih mendengar satu berita bagus lagi, berita
baik ini tentunya Ti Kiauw-tauw boleh membocorkannya bukan?”
"Berita baik apa?" tanya Ti Then pura-pura bodoh-
Si Locia segera tertawa haa haa hi hi, ”Aku dengar katanya Pocu
telah menjodohkan sio-cia kepadamu, bukan begitu?"
"Kau dengar berita ini dari siapa?" tanya Ti Then sambil tertawa
tawar.
"Semua jago pedang yang ada di dalam benteng sudah pada
tahu."
”Mereka dengar dari siapa?"
"Katanya Sio-cia memberitahukan soal ini kepada Cun Lan, dan
Cun Lan lah yang membocorkan ke tempat luaran."
'Hmmm! budak itu memang sangat cerewet sekali!"
Si Lo-cia segera tertawa.
"Peristiwa yang patut digirangkan oleh siapa pun ini, kenapa Ti
Kiauw-tauw mengelabuhi kita juga ?" ujarnya.
"Teringat akulah yang merusak hubungan perkawinan antara
dirinya dengan Hong Mong Ling aku merasa sedikit tidak enak”
Senyuman yang menghiasi bibir Lo-cia segera lenyap tak
berbekas diganti dengan satu wajah yang serius,
"Ti Kiauw-tauw bagaimana bisa berkata demikian ?" ujarnya
keras. "Bangsat cilik itu sudah terpikat oleh kecantikan wajah
seorang pelacur rendahan hal ini sudah merupakan satu persoalan
yang amat memalukan sekali, bagaimana kau bisa berkata dirimulah
yang telah menghancurkan ikatan perkawinan mereka ?"
"Jago-jago pedang yang ada di dalam Benteng setelah
mendengar berita ini, bagaimana tanggapan mereka.?"
"Semuanya setuju, mereka menganggap sio-cia memang paling
pantas kalau dijodohkan dengan diri Ti Kiauw-tauw!” Sahut Si Lo-cia
dengan cepat.
"Tidak ada seorang pun yang merasa tidak setuju ?"
"Tidak ada! Tidak ada !" Sahut Lo-cia dengan cepat gelengkan
kepalanya.
"Baiklah, Lo-cia, kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat
aku pun mau pergi tidur."
" Baik .... baik . . , ” sahut Lo-cia tertawa lalu bungkukan
badannya memberi hormat. "Ti Kiauw-tauw pun. silahkan
beristirahat"
Sehabis berkata dia segera mengundurkan diri dari sana.
Ti Then berjalan mendekati depan jendela, setelah mendengar
Lo-cia telah kembali ke kamarnya sendiri dia baru mengambil lampu
dan mengetuk di depan jendela tiga kali, selesai memadamkan
lampu dia baru naik ke atas pembaringan untuk tidur.
Dia berbaring di atas pembaringan tidak bergerak sedikit pun,
tetapi dalam hati dia merasa pikirannya amat tajam sekali, bahkan
benar-benar membingungkan hatinya.
Wi Ci To mengatakan pedang pendek itu adalah palsu walau pun
hal ini berada diluar dugaannya semula tetapi dia merasa sangat
gembira sekali, karena dengan demikian dia bisa melarikan diri lagi
dari waktu yang sudah ditetapkan, dia tidak takut untuk dikawinkan
cepat-cepat dengan Wi Lian In tetapi di hadapan Wi Ci To sudah
bilang mau menjodohkan putrinya kepadanya, hal ini membuat
harapannya jadi musnah! Dia selalu mengharapkan Wi Ci To bisa
menghapuskan maksud hatinya ini.
Sekarang akhirnya datang juga kenyataan tersebut.
"Siasat serta rencana" yang disusun oleh majikan patung emas
akhirnya jadi kenyataan juga, setelah lewat satu setengah bulan
kemudian dia bakal jadi suami istri dengan Wi Lian In. Sewaktu dia
sudah jadi suami dari Wi Lian In maka majikan patung emas bisa
memerintahkan perintahnya yang kedua, apakah perintahnya itu?
Mencuri sebuah barang dari Wi Ci To yang sama sekali Tidak
berharga"
”Benar !” Majikan patung emas berkata demikian, tetapi
perkataan ini tidak tentu benar, jikalau apa yang diminta majikan
patung emas adalah semacam barang yang sama sekali "Tidak
berharga" kenapa dia tidak memintanya sscara terbuka kepada diri
Wi Ci To ? Sebaliknya menyusun rencana yang demikian ruwetnya
untuk menyalankan maksudnya itu?
Maka itu satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil olehnya
adalah :
Barang yang diminta majikan patung emas itu tentulah barang
yang paling disayang dan paling disenangi oleh Wi Ci To!
Kalau memangnya barang itu adalah barang yang paling
disayangi oleh Wi Ci To jikalau dirinya mengikuti perinlah dari
majikan patung emas dan mencuri barang tersebut bukankah
dengan demikian sudah membuat dosa terhadap mertuanya Wi Ci
To? merasa berdosa dengan istrinya Wi Lian In?
Berdosa terhadap Wi Ci To masih tidak begitu memberatkan,
tetapi kalau berdosa terhadap Wi Lian In hal ini merupakan satu
kesalahan yang maha besar bagaimana aku boleh merusak
kebahagian dari seorang nona!
Satu-satunyanya jalan adalah segera meninggalkan benteng Pek
Kiam Po, tidak lagi menjadi patung emasnya majikan patung emas,
tetapi dengan demikian majikan patung emas pasti tidak akan
melepaskan dirinya dengan begitu saja,
Kalau dirinya mati memang sama sekali tidak perlu disayangkan,
tetapi bagaimana dengan kerugian yang diderita oleh Yuan
Lociaopwe gara-gara dirinya?
Teringat akan diri "Yuan Locianpwe” .... orang tua penjual silat
itu ... hatinya semakin merasa seperti diiris-iris, sangat menderita
sekali, karenanya sekali pun sudah bolak-balik lama sekali dia tidak
bisa tidur juga.
Kurang lebih mendekati kentongan ketiga itulah dia baru dengan
perlahan tertidur dengan pulasnya.
Tetapi pada saat itu juga mendadak terdengar suara dari majikan
patung emas berkumandang masuk ke dalam telinganya.
"Ti Then, ada urusan apa kau mencari aku?" tanyanya.
Ti Then segera membuka matanya kembali, tampak majikan
patung emas sudah menurunkan patung emasnya ke samping
pembaringannya, dia segera bangun duduk.
"Apa kau tidak mendengar sedikit berita pun?" tanya Ti Then
dengan mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suara pula.
"Aku cuma tahu Wi Ci To sudah pulang, lainnya sama sekali tidak
tahu,"
"Kalau begitu sekarang aku mau beritahu kepadamu satu berita
baik dan satu berita jelek, harap setelah kau mendengar berita baik
itu jangan kelewat girang dan setelah mendengar berita jelek
jangan kelewat marah."
"Hmmmm!" dengus majikan patung emas dengan dingin. "Kau
bangsat cilik pinter juga putar-putar dulu kalau bicara. cepat
katakanlah!"
"Aku beritahu dulu berita jelek . . . besok pagi aku mau
meninggalkan Benteng Pek Kiam Po lagi"
"Mau apa ? tanya majikan patung emas cepat,
Ti Then tidak menyawab melainkan melanjutkan kembali kata-
katanya
"Wi Ci To minta aku pergi bersama-sama dirinya, paling cepat
satu setengah bulam kemudian baru pulang."
"Mau apa?" desak majikan patung emas lebih lanjut.
"Cari pedang.”
"Eehmm?”
"Pergi ke kota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang pendek Biat
hun Kiam milik Cuo it Sian itu lagi !"
"Hmm ! apakah Cuo It Sian mem punyai pedang pendek Biat Hun
Kiam yang kedua ?”
"Tidak ada, dia cuma ada sebilah saja."
"Kalau memang cumanya sebilah, bukankah pedang tersebut
sudah kau curi kembali?"
"Tidak, aku sudah kena tertipu oleh siasatnya Cuo It Sisn,
pedang yang aku curi pulang bukanlah pedang pendek Biat Hun
Kiam yang sebenarnya."
"Bagaimana bisa terjadi ?”
"Cuo It Siaii menduga tentu kami bisa berusaha uatuk mencuri
kembali pedang pendek itu maka dia menyembunyikan pedang Biat
Hun Kiam yang asli sebaliknya membawa satu pedang tiruan yang
persis seperti Biat Hun Kiam di dalam badannya, kami tidak
menduga dia bisa berbuat demikian- karenanya sudah tertipu."
"Wi Ci To yang memecahkan rahasla ini ?”
"Benar.”
"Kalian bakal mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam asli dengan
menggunai cara apa ?"
"Wi Ci To bilang setelah sampai di kota Tiong Cing Hu baru
mencari akal lagi..." sahut Ti Then dengan cepat,
"Harus membutuhkan satu setengah bulan lamanya ?"
"Benar, kau tahu Cuo It Sian adalah seorang rase tua yang amat
licik, dia tidak akan menyembunyikan pedang-pendek Biat Hun Kiam
itu di suatu tempat yang mudah dicuri orang lain."
"Hmmm ! sungguh banyak urusan yang terjadi !"
"Sekarang aku mau memberitahu satu berita yang baik, ini hari
Wi Ci To sudah menjodohkan Wi Lian In kepadaku”
"Dia bicara bagaimana ?"
”Dia tanya kepadaku maukah aku memperistri putrinya, jikalau
aku mau maka aku disuruh menyalankan upacara penghormatan
terlebih dulu maka aku melaksanakan permintaannya itu.”
”Dia bilang kapan baru melaksanakan perkawinan kalian?”
”Sudah tentu setelah berhasil mencuri pedang pendek Biat Hun
Kiam dan kembali ke dalam Benteng”
”Apakah dia tidak mengucapkan syarat apa?”
”Ada, dia minta aku tetap tinggal di dalam Benteag Pek Kiam Po
dan melanjutkan menyabat sebagai Kiauw-tauw, dan aku sudah
setuju.”
”Soal ini sedikit pun tidak jelek”
”Apa yang kau rencanakan sudah bakal jadi kenyataan bukan?”
sindir Ti Then.
”Ehmm . . .”
”Sekarang kau beleh beritahu apa tujuanmu yang sebenarnya?”
”Tidak dapat.”
”Lebih baik kau beritahu kepadaku saja barang apa yang kau
inginkan itu jikalau aku merasa bisa kuambilkan sekarang juga aku
bisa pergi mencurinya untukmu, kalau barang itu tidak dapat aku
ambil sekali pun aku sudah kawin dengan Wi Lian In juga sama
saja tidak bakal bisa ambilkan buat dirimu"
”Barang yang aku kehendaki cuma bisa diambil setelah kau
menikah deagan Wi Lian In” seru majikan patung emas dengan
tegas.
”Kalau besitu tidak ada halangannya bukan kalau
memberitahukan sekarang juga kepadaku?” desak Ti Then lebih
laajut.
”Waktunya belum tiba, tidak berguna memberitahukan urusan ini
kspadamu”
”Kalau waktunya sadah tiba tetapi aku tidak mengambilkan
buatmu kau mau berbuat apa?”
”Kalau demikian adanya maka kau tidak bakal lolos dari
krmatian.”
”Jikalau kau menghendaki aku melakukan satu pekerjaan yang
merugikan Wi Ci To ayah beranak aku lebih baik mati saja.”
”Sejak dulu aku sudah bilang barang yang aku minta sama sekali
tidak bakal mencelakai Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh jago
pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po, kau takut apa?”
bentak majikan patung emas dengan gusar.
”Kalau tidak bakal mendatangkan bencana buat mereka kenapa
kau tidak minta kepada Wi Ci To dengan terbuka saja?”
”Persoalannya maukah Wi Ci To menyerahkan barang itu
kepadaku”
”Hal ini membuktikan kalau barang itu sama sekali bukanlah
suatu barang yang sama sekali tidak berharga.”
”Terhadap dirinya boleh dikata barang itu sama sekali tidak
berharga, lain kali kau bakal bisa tahu kalau perkataanku ini sama
sekali bukan omong kosong.”
”Aku lihat, lebih baik kau turun saja kemari dan bunuh diriku.”
”Hmm, kau kepingin melawan?” teriak majikan patung emas
dengan gusar.
”Benar.”
”Kenapa?”
”Karena aku tidak mau berbuat sesuatu pekerjaan yang
menyalahi diri Wi Ci To beserta putrinya,”
”Kau sama sekali tidak mau percaya terhadap tanggungan yang
aku ucapkan?”
”Jikalau barang yang kau minta itu sama sekali tidak bakal
mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh
jago pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka
sekarang kau tidak ada keharusannya untuk menyembunyikan
urusan tersebut, sebaliknya kini kau tidak mau memberitahu dengan
berterus terang hal ini membuktikan kalau barang yang kau mintai
itu pasti bakal mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak
serta seluruh jago pedang dari Benteng Pek Kiam Po-”
”Kau sama sekali sudah salah menduga”
”Tapi aku percaya dugaanku sedikit pun tidak salah.”
”Apakah kau sudah mengambil keputusan sekali pun mati tidak
bakal melakukan pekerjaanku?”
”Benar.”
”Kalau begitu terpaksa aku harus membunuh mati dirimu”
”Hem, jangan ngomong terus, ayoh cepat turun kemari dan mulai
turun tangan.”
”Aku tidak perlu turun, cukup dengan menggunakan patung
emas ini saja sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawamu.”
ocoOooo
”KALAU BEGITU silahkan mulai turun tangan.”
”Aku mau pergi bunuh dulu dua orang kemudian baru datang
kemari lagi untuk membunuh dirimu.”
Berbicara sampai di sini majikan patung emas segera menarik
kembali patung emasnya ke atas.
Ketika Ti Then mendengar dia mau pergi membunuh dua orang
terlebih dulu hatinya jadi sangat terperanyat sekali,
”Kau mau pergi bunuh siapa?” tanyanya.
”Wi Ci To ayah beranak” sahut majikan patung emas sepatah
demi sepatah dengan amat dinginnya.
Seluruh tubuh Ti Then segera tergetar dengan amat kerasnya.
”Tidak, tunggu dulu” teriaknya terperanyat.
”Ada apa?” tanya majikan patung emas tertawa dingin.
”Kau berdasarkan alasan apa mau pergi membunuh mati mereka
ayah beranak?”
”Tanpa alasan.”
”Kau sedang menggertak diriku?”
”Tidak” potong majikan patung emas dengan suara yang amat
dingin sekali.
”Sebetulnya aku hendak menggunakan cara yang amat halus
untuk mendapatkan barang itu, tetapi kalau memangnya kau tidak
ingin jadi patung emasku lagi terpaksa aku harus pergi dengan
menggunakan kekerasan, kejadian ini terpaksa harus aku lakukan.”
”Mau pergi merampas belum tentu harus membunuh mati
mereka ayah beranak” tiba-tiba Ti Then nyeletuk, ”Terang-terangan
kau sedang menggertak diriku.”
”Kalau memangnya menggertak dirimu kau mau apa?” seru
majikan patung emas itu sambil memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan-
Dalam hati Ti Then benar-benar merasa amat bingung dan sedih
sekali, pikirannya kacau tak terhingga.
Dia tahu pihak musuhnya sedang menggertak dirinya dan
memaksa dirinya untuk melanjutkan mendengarkan perintahnya lagi
tetapi bilamana dirinya tidak mau menurut-dia bisa sungguh-
sungguh pergi membunuh mati Wi Ci To ayah bcranak dengan
kepandaian silat yang demikiao tingginya dari majikan patung emas,
Wi Ci To pasti bukan tandingannya.
Di dalam benaknya segera berkelebatlah berbagai ingatan
kemudian dengan cepatnya mengambil satu keputusan.
Jikalau dirinya menerima perintahnya terus pergi kawin dengan
Wi Lian-In, pergi mencurikan semacam barang milik Wi Ci To walau
pun mendatangkan satu bencana terhadap diri Wi Ci To ayah
beranak tetapi bagaimana pun juga bencana masih jauh lebih
ringan daripada ancaman membunuh yang dilancarkan majikan
patung emas pada saat ini.
Karena itu diam-diam dia menghela napas panjang.
”Baiklah,” ujarnya kemudian dengan menggunakan ilmu uutuk
menyampaikan suara, ”Boleh dihitung kau cukup ganas, aku
menyerah.”
Majikao patung emas segera tertawa,
”Lain kali kau bisa tahu kalau aku orang sama sekali tidak ganas,
justru karena aku tidak ingin mencelakai mereka ayah beranaklah
maka aku baru suruh kau pergi mencuri barangnya, jikalau berganti
dengan orang lain, dia tidak akan bersikap demikian.”
”Sudah . , sudahlah kau pergi sana, aku mau tidur” usir Ti Then
sambil mengulapkan tangannya.
”Aku mau memberi peringatan lagi kepadamu, jikalau kau berani
secara diam-diam merusak semua rencanaku maka segala akibat
harus kau tanggung sendiri.”
Sehabis berkata dia menutup kembali atap rumah dan lenyap tak
berbekas.
Dengan gemasnya Ti Then menggerutuk giginya, diam-diam
dalam hati makinya.
”Iblis, kau benar-benar iblis tua yang banyak berdosa.”
Dia tidak berhasil memadamkan rasa gusar yang membakar
hatinya, sepasang matanya dengan berapi-api memandang ke atas
atap, dari gelap berubah jadi terang dia sama sekali tidak pernah
memejamkan matanya sedikit pun.
Setelah terang tanah dia baru turun dari pembaringan untuk cuci
muka kemudian berjalan menuju ke ruang makan untuk bersantap
pagi bersama-sama dengan Wi Ci To. Wi Ci To yang melihat
sepasang matanya merah membengkak jadi merasa keheranan.
”Ti Kiauw tauw, kemarin malam kau tidak bisa tidur?” tanyanya.
”Benar, teringat sudah kana tipu oleh Cuo It Sian selama satu
malaman aku tidak dapat tertidur barang sekejap pun.” sahut Ti
Then sambil tertawa malu.
”Cuma sedikit urusan saja tidak perlu kau pikirkan terus di dalam
hati,”
”Baik”
”Setelah bersantap kita segera akan berangkat, . kali ini kau
harus tukar dengan kuda yang lain, kau tidak dapat menunggang
kuda Ang San Khek lagi”
”Benar.” Sahut Ti Then membenarkan. ”Masih ada satu persoalan
lagi, boanpwe duga Cuo It Sian kemungkinan sekali sudah kirim
orang untuk mengawasi gerak-gerik kita dari luar Benteng, maka
setelah kita keluar dari pintu Benteng ada kemungkinan dibuntuti
oleh mereka, maka itu lebih baik kita sedikit berganti wajah saja
kemudian jangan keluar dari pintu sebelah depan.”
”Baik, kita berbuat demikian saja” sahut Wi Ci To sambil
mengangguk.
Demikianlah setelah bersantap pagi mereka berdua segera
kembali ke dalam kamarnya masing-masing untuk menyamar, Wi Ci
To menyamar sebagai seorang sastrawan tua sedangkan Ti Then
menyamar sebagai seorang siucay muda.
Demikianlah setelah memilih dua ekor kuda jempolan di bawah
hantaran Shia Pek Tha serta para jago pedang merah lainnya Wi Ci
To serta Ti Then meninggalkan benteng dengan melalui pintu
benteng sebelah belakang.
Setelah mengitari satu lingkaran besar mereka baru memilih satu
jalan gunung untuk kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.
Satu jam kemudian tua muda dua orang itu sudah jauh
meninggalkan benteng Pek Kiam Po dan melanjutkan perjalanan
menuju kearah sebelah utara,
Ditengah perjalanan Wi Ci To tiba-tiba menoleh ke belakang
lantas ujarnya
”Agaknya tidak ada orang yang sedang membuntuti kita bukan ?”
”Kita sudah berganti wajah apa lagi turun gunung dengan
menggunakan jalan lain, bilamana ada orang juga yang membuntuti
diri kita maka pihak lawan boleh dikata pendengarannya amat luas.”
”Benar juga perkataanmu.”
”Apakah pedang pendek itu dibawa serta?”
”Sudah kubawa” sahut Wi Ci To sambil menepuk-nepuk
badannya.
”Pedang Biat Hun Kiam dari Cuo It Sian itu apakah ada sarung
pedangnya?”
”Sebetulnya ada cuma saja kemungkinan sudah hilang.”
”Semoga saja kali ini kita bisa berhasil mendapatkan pedang
tersebut dengan lancar.”
„Siasatmu amat bagus sekali“ ujar Wi Ci To. „Asalkan tidak terjadi
urusan lain lagi seharusnya kita bisa mendapatkan hasil.”
„Setelah mendapatkan kembali pedang pendek itu, dapatkah
boanpwe mengetahui Gak-hu hendak berbuat apa?”
Wi Ci To termenung berpikir sebentar akhirnya sahutnya:
„Pertama-tama Lohu cuma bisa beritahu padamu sedikit saja,
setelah Lohu dapatkan pedang pendek tersebut pada bulan
permulaan tahun depan aku mau membawanya ke atas gunung Hoa
San untuk mengadakan pertemuan dengan si kakek pemalas Kay
Kong Beng, Yuan Kuang Thaysu dari Siauw lim Pay serta
Ciangbunyin dari Bu tong Pay Leng Cing Ceng Tojin.“
„Kalau begitu pedang pendek Biat Hun Kiam ini ada sangkut paut
yang amat erat sekali dengan pertemuan di atas gunung Hoa san
itu?“
„Lohu tidak dapat menyawab pertanyaanmu lagi,“ sahut Wi Ci To
tersenyum.
„Benar,“ sahut Ti Then dengan gugup. „Sejak kini boanpwe tidak
akan menanyakan urusan ini lagi“
“Bukannya sengaja Lohu memperlihatkan kemisteriusan
sebaliknya hal ini meyangkut keselamatan dari Bu lim, makanya
tidak boleh bocor barang sedikit pun”
”Setiap diadakannya pertemuan puncak para jago di atas
gunung Hoa san apakah mengharuskan Gak hu serta si kakek
pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Siauw lim Pay dan
ciaogbunyin dari Bu tong Pay untuk mengikutinya?” tanya Ti Then
mengalihkan bahan pembicaraan selanjutnya,
„Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, „Sebetulnya pertemuan itu
cuma satu tempatnya berkumpul para kawan lama dan bukannya
tempat satu pertenuan yang bermaksud merebut gelar jagoan.”
„Tempo hari boanpwe dengar dari ciangbynyin Siauw lim Pay
berkata, agaknya di atas pertemuan Hoa san ini juga khusus untuk
membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu lim?”
„Benar, kami empat orang saling berjanyi untuk setiap tiga tahun
berkumpul satu kali di atas gunung Hoa san, sebenarnya tujuan
kami cuma untuk mempererat persahabatan diantara kita sendiri,
hal ini disebabkan karena kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng
seorang di antara kami bertiga mem punyai anak murid yang sangat
banyak sekali dan sering terjadi keributan di dalam Bu lim, karena
itu kami sebagai pemimpinnya harus mem punyai satu ikatan
persahabatan yang erat sehingga dengan demikian suatu percek-
cokan diantara anak buah kita bisa diselesaikan dengan baik-baik.”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya.
”Tetapi waktu serta tempat berkumpulnya kami berempat
semakin lama semakin di ketahui oleh orang banyak, demikianlah
diantara mereka ternyata banyak yang sudah naik ke atas gunung
memohon kita membereskaankesukaran yang mereka hadapi, lama
kelamaan pertemuan Hoa san ini dari hubungan empat partai kini
jadi satu pertemuan Bu lim yang amat ramai sekali.”
”Bukankah hal itu bagus sekali?” seru Ti Then cepat.
Wi Ci To segera tertawa pahit.
”Benar,” sahutnya, ”Tetapi kadang-kadang kami menghadapi
juga persoalan yang benar-benar membuat orang sukar untuk
memecahkannya.”
”Dengan nama besar serta kedudukan dari Gak-hu serta tiga
orang cianpwe lainnya
apakah masih ada juga persoalan yang tidak berhasil
diselesaikan?”
”Benar, ada kalanya urusan yang kami hadapi bukanlah dapat
dibereskan cuma dengan kepandaian serta nama kita.”
”Gak-hu sering membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu
lim, sudah tentu banyak kenal dengan orang-orang Bu lim bukan?”
”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk-”Orang yang sedikit punya
nama tentu Lohu kenal, buat apa kau menanyakan urusan ini?"
”Aku ingin sekali mengetahui di dalam Bu lim pada saat ini
apakah ada orang yang memiliki kepandaian silat seperti yang
dimiliki si kakek pemalas Kay Kong Beng?”
”Ada seorang”
”Siapa?”
”Sayang lohu sendiri juga tidak kenal” sahut Wi Ci To tertawa.
”Siapakah nama serta sebutan orang itu?”
”Bu Beng Lojin.”
Ti Then jadi melengak tapi sebentat kemudsan wajahnya sudah
berubah memerah.
”Kepandaian silat dari suhuku apakah benar-benar ada di atas
kepandaian dari si kakek pemalas?” ujarnya tertawa.
Kiranya pada beberapa bulan yang lalu sewaktu tidak lama dia
memasuki benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pernah menanyakan
tentang asal-usul perguruannya,dia tidak dapat mengatakan
gurunya adalah majikan patung emas makanya dia lantas
menyebutkan seorang kakek tua tanpa nama yang sudah mewarisi
kepandaiannya itu, kini mendadak Wi Ci To menyebut kembali ”Bu
Beng Lojin” empat buah kata membuat hatinya rada sedikit tidak
tenang.
”Tidak salah,” sahut Wi Ci To mengangguk. “Walau pun Lohu
belum pernah bertemu dengan suhumu tetapi lohu berani
memastikan kalau kepandaian silat dari suhumu jauh berada di atas
dari kepandaian si kakek pemalas Kay Kong Beng.”
”Perkataan dari Gak-hu ini apakah diambil kesimpulan dari
kepandaian yang boanpwe miliki ?”
”Benar, kau sendiri terhadap kepandaian silat yang kau miliki
apakah masih merasa tidak jelas ?”
”Boanpwe merasa tenaga dalamku masih terlalu rendah . . .”
”Tidak” seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. ”Dengan
kepandaian yang kau miliki saat ini sebenarnya sudah jauh melebihi
dari lohu sendiri.”
”Gak-hu, kau jangan bicara demikian, sedikit kepandaian dari
boanpwe ini mana berani dibandingkan dengan diri Gak-hu” seru Ti
Then dengan gugup.
Wi Ci To tersenyum.
“Sungguh,” serunya. “Kau pernah mengalahkan si pendekar
pedang tangan kiri Cian Pit Yuan di dalam kurang dari seratus jurus
sedangkan tingkatan lohu dengan Cian Pit Yuan kira-kira terpaut
sedikit saja, bilamana lohu bermaksud hendak mengalahkan dirinya,
kecuali harus bertempur mati-matian sebanyak tiga-lima ratus jurus
jangan harap bisa memperoleh hasil, maka itu dengan kepandaian
silat yang kau miliki sekarang ini boleh dikata jauh berada di atas
kepandaian dari Lohu."
Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya lagi:
”Sedangkan perbedaan antara Lohu dengan si kakek pemalas
Kay Kong Beng cuma satu tingkat saja, karena itu dengan
kepandaian silat yang kau miliki sekarang sekali pun tidak bisa
melampaui diri si kakek pemalas Kay Kong Beng tetapi suhumu pasti
jauh lebih dahsyat dari diri si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Omong terus terang saja sekali pun kepandaian dari boanpwe
tidak rendah tetapi pernah dikalahkan di tangan seorang pemuda
yang satu tingkat dengan diriku" ujar Ti Then tiba-tiba.
Wi Ci To sedikit melengak.
“Sungguh?” tanyanya sambii memandang tajam wajahnya.
"Sungguh !" sahut Ti Then mengangguk.
"Siapakah dirinya ?"
”Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw !"
"Aaaah .... kiranya dia orang !"
"Gak hu tahu tentang orang ini bukan ?”
"Tahu !" sahut Wi Ci To mengangguk, "Dua tahun yang lalu lohu
pernah bertemu satu kali dengan dirinya dan dengan mata kepala
lohu sendiri bisa melihat dia mengalahkan dua orang jagoan
berkepandaian tinggi dari kalangan Hek to, tetapi jika dilihat dari
gerakan tubuhnya itu agaknya tidak seberapa lihay jika
dibandingkan dengan dirimu."
Ti Then tidak ingin mengatakan kalau sewaktu dia dikalahkan
oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw belum belajar
kepandaian silat dari majikan patung emas, karenanya dia segera
berbohong:
"Kemugkinan sekal dia sengaja menymbunykan kekuatan yang
sesungguhnya sehingga Gak hu sama sekali tidak dapat
melihatnya,"
”Ehmm . . . kemungkinan sekali memang demikian," sahut Wi Ci
To mengangguk. "Tetapi . . Lohu selalu merasa bahwa sekali pun
dia adalah seorang jagoan muda yang amat menonjol tetapi jika
dibandingkan dengan bakat serta keadaanmu agaknya dia tidak
dapat menandingi dirimu, bagaimana kau bisa dikalahkan olehnya ?"
Ti Then segera tertawa pahit.
”Kemungkinan sekali dikarenakan dia terjun di dalam dunia
kangouw rada pagian sehingga pengetahuannya jauh lebih matang
dari diri boanpwe sendiri " ujarnya.
”Siapakah suhumu ?"
"Tidak tahu!" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
"Boanpwe pernah mengadakan penyelidikan kepada banyak orang
tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui asal-usul
perguruannya.”
"Kenapa kau dikalahkan olehnya?”
”Setahun yang lalu!"
"Kenapa kau bergebrak dengan dirinya?"
"Persoalan ini jika dibicarakan terlalu panjang sekali” ujar Ti Then
sambil menghela napas ringan„ Tempo hari Gak-hu pernah bertanya
kepadaku apakah boanpwe ada rahasia yang tidak dapat diutarakan
keluar, lebih baik sekarang juga boanpwe ceritakan urusan ini . . "
Wi Ci To yang mendengar dia hendak menceritakan rahasia yang
selama ini terpendam di dalam hatinya tidak terasa lagi air mukanya
sedikit berubah.
”Jikalau kau merasa hal ini tidak leluasa untuk dibicarakan lebih
baik tidak usah diucapkan saja. Lohu pernah berkata kepada Wi Lian
In tidak perduli kau mengandung rahasia yang macam apa pun
Lohu percaya kau adalah seorang pemuda yang berhati lurus dan
jujur."
"Tidak, urusan ini sebetulnya tidak ada halangannya untuk
diberitahukan kepada Gak-hu, sebenarnya mau menceritakan
urusan ini kepada Gak-hu tetapi karena boanpwe takut urusan ini
sampai tersiar ditempat luaran sehingga mendatangkan satu
kekacauan maka selama ini boanpwe tidak pernah
membicarakannya,"
Dia bcrhenti sebentar lantas sambungnya lagi:
"Di dalam kota Tiang An dahulu pernah ada sebuah perusahaan
ekspedisi "Yong An-Piauw-kiok" yang merupakan perusahaan
terbesar diseluruh negeri tentu Gak-hu tahu bukan ??"
"Tahu!“ sahut Wi Ci To mengangguk, "Piauw-tauw dari Yong An
Piauw-kiok itu bernama Kim Kong So atau si tangan baja Yuan
Siauw Ci, aku dengar kepandaian silat yang dimilikinya tidak lemah
selamanya barang kawalannya belum pernah gagal bahkan menurut
apa yang lohu dengar dagangannya bagus sekali."
"Cuma sayang Yong An Piauw-kiok pada setahun yang lalu sudah
hancur dan tutup”
Wi Ci To jadl melengak.
„Iiih .... kenapa tentang urusan ini lohu belum pernah mendengar
orang berkata ?" tanyanya.
"Heey . . . tidak lama berselang piauw kiok itu sudah ditutup
gara-gara perbuatan dari seorang piauw-sunya."
"Siapakah piauw su itu ?" tanya Wi Ci To sambil memandang
tajam wajahnya.
"Dialah boanpwe sendiri."
Agaknya Wi Ci To merasa berita ini berada diluar dugaannya,
dengan amat terperanya dia bertanya:
"Aaaa, . . kiranya kau pernah menjadi piauw-su di perusahaan
ekspedisi Yong An Piauw-kiok ?"
"Benar !" sahut Ti Then mengangguk "Ada satu kali secara
kebetulan boanpwe bisa berkenalan dengan si tangan baja Siauw Ci,
dia mengundang boanpwe untuk bekerja di perusahaan
ekspedisinya, semula boanpwe menolak tetapi akhirnya setelah
mendapatkan desakan berulang kali akhrnya boanpwe menerimanya
juga."
"Nama besar dari perusahaan ekspedisi Yong An Piauw-kiok
sudah menggetarkan seluruh kolong langit, setiap piauw-su yang
ada diperusahaannya boleh dikata merupakan jago-jago pilihan, ada
banyak orang yang mau masuk pun tidak dapat kini si tangan baja
Yuan Siauw Ci ternyata mengundang kau untuk memasuki
perusahaannya hal ini jelas membuktikan kalau dia amat
memandang tinggi dirimu."
"Benar“ Sahut Ti Then membenarkan, "Piauw-su di dalam
perusahaan itu semuanya berjumlah tujuh puluh orang banyaknya,
masing-masing semuanya merupakan jagoan Bu-lim yang berilmu
tinggi dan memiliki pengalaman yang amat luas sekali,
sembarangan mengirim seorang pun sudah dapat membereskan
satu urusan maka itu barang siapa ssya yang bisa jadi piauw-su di
dalam perusahaan tersebut namanya segera akan terkenal di dalam
Bu-lim”
”Kau bekerja berapa bulan di perusahaan tersebut?" tukas Wi Ci
To.
"Cuma tiga bulan lamanya dan melidungi dua buah barang
kawalan, yang pertama aku mengikuti seorang piauw-su pergi
mencari pengalaman dan kedua kalinya pergi mengawal sendiri
sebuah barang kawalan rahasia, siapa tahu baru saja meninggalkan
kota Tiang An selama tiga hari peristiwa ternyata sudah terjadi..”
”Sebetulnya barang apa?” tanya Wi Ci To terkejut bercampur
heran.
"Satu peti mutiara, intan serta permata yang berharga seratus
dua puluh laksa tahil perak”
"Ooouuw, . . suatu barang kawalan yang begitu berharganya !"
Seru Wi Ci To sambil menghembuskan napas panjang.
”Benar, pemilik barang itu adalah seorang pembesar negeri yang
mem punyai pangkat tinggi, tujuannya adalah kota Thay Yuan Hu
yang semuanya ada seribu li jauhnya, dikarenakan jumlah yang
terlalu besar itulah apalagi perjalanan yang demikian jauhnya ini
Yuan Piauw-tau merasa untuk melindungi barang kawalan secara
terang-terangan terlalu bahaya maka itu dia mengambil keputusan
untuk melindungi barang kawalan tersebut secara diam-diam, dia
bertanya kepada para Piau-su yang ada di dalam perusahaan siapa
yang berani melindungi barang itu, mungkin dikarenakan jumlah
yang terlalu besar ternyata diantara piauw-su piauw-su itu tidak ada
yang berani menerima. .”
„Lalu kau beranikan diri untuk menerima?"
"Benar" Sahut Ti Then mengangguk, „Saat itu Yuan Piauw-tauw
pun sangat setuju kalau boanpwe yang bertanggung jawab,
alasannya karena boanpwe belum lama memasuki perusahaan
tersebut, sehingga orang yang mengetahui pun belum banyak,
karena hal itulah ada kemungkinan pcrhatian dari semua orang tidak
bisa dicurahkan kepada boanpwe semuanya."
„Hal ini sedikit pun tidak salah!"
"Tetapi Yuan Piauw-tauw jadi orang ternyata amat teliti sekali,
dia kirim dulu seorang piauw-su yang pura-pura sedang melindungi
barang kawalan itu melakukan
perjalanan, setelah lewat dua hari kemudian dia baru
mengijinkan boanpwe untuk meninggalkan kota Tiang An dengan
mengawal barang-barang tersebut."
Dengan sedihnya dia menghela napas panjang tambahnya:
"Demikianlah pada hari ketiga sewaktu ada dikota Cong Koan,
ternyata aku sudah
bertemu dengan si Hong Liuw Kiam Khek Ing Peng Siauw...”
”Sebelum kejadian itu diantara kalian apa saling kenal ?” tanya
Wi Ci To.
"Ada satu kali kami memang pernah bertemu, karena boanpwe
melihat kepandaian silatnya menonjoi jadi orang pun sangat bagus
maka di dalam hati aku sudah timbul rasa simpati, maka itu ketika
untuk kedua kalinya bertemu muka di sebuah rutnah makan dikota
Cong-kwan kami saling bersantap di dalam satu meja, dia bilang dia
mau pergi ke Thay Yuan Hu untuk mencari encinya sedang
boanpwe pun bilang ada urusan mau pergi ke kota Thay Yuan Hu
pula, demikianlah dia lantas mau berjalan bersama-sama dengan
boanpwe, boanpwe yang merasa dia adalah seorang dari kalangan
lurus maka dengan hati girang meluluskannya...”
”Apakah kau pernah memberitahukan soal kawalan barang
berharga itu ?" timbrung Wi Ci To tiba-tiba.
”Tidak” sahut Ti Then gelengkan kepalanya.
”Atau mungkin secara tidak berhati-hati kau sudah
memperlihatkan barang berharga itu kepadanya ?"
"Juga tidak, sebelum dia memperlihatkan wajah aslinya yang
menyengir kejam selamanya tidak pernah memandang sekeap pun
terhadap buntalan yang ada pada punggung boanpwe!"
"Jikalau demikian adanya dia tentu dari tempat lain berhasil
mendapatkan kabar kalau kau sedang mengawal sejumlah barang
kawalan menuju ke kota Thay Yuan Hu, maka itu sengaja
munculkan dirinya dikota Cong Kwan."
"Kemungkinan sekali memang demikian" sahut Ti Then
membenarkan." Tetapi yang aneh sewaktu Yuan Piauw-tauw
menerima barang kawalan itu mereka membicarakan di dalam
suasana yang amat rahasia sekali, kecuali Piauw-su yang ada di
dalam perusahaan sampai anak buah lainnya pun tidak tahu,
bagaimana mungkin dia bisa memperoleh berita ini ?"
"Kemungkinan sekali Piauw-su yang ada di dalam perusahaan
itulah yang sudah membocorkan keluar.”
"Tidak . . . tidak mungkin !" sahut Ti Then sambil gelengkan
kepalanya." Walau pun Yong An Piauw-kiok mem punyai tujuh puluh
orang Piauw-su tetapi setiap piauwsu sudah pernah memperoleh
pengawasan yang amat lama sekali dari Yuan Piauw-tauw,”
Setelah merasa aneh Wi Ci To segera tertawa dingin.
"Lohu tidak percaya kalau si Hong liuw Kiam Khek Ing Peng
Siauw mem punyai ilmu untuk meramal kejadian yang akan
datang."
"Hal ini sudah tentu, karena itulah boanpwe baru merasa sangat
keheranan"
"Kau bilang majikan dari pemilik barang itu adalah seorang
pembesar, siapakah namanya? dan apa jabatannya ?”
"Sampai saat ini boanpwe sendiri juga tidak tahu siapakah
sebenarnya orang itu karena dia pernah memohon kepada Yuan-
Piauw tauw untuk merahasiakannya, orang yang bekerja sebagai
pengawal barang memang mem punyai kewajiban untuk
merahasiakan namanya karena itu Yuan Piauw-tauw selama ini
selalu tidak mau menyebutkan siapakah nama yang sebenarnya.”
”Bagus, sekarsng lanjutkanlah lagi"
"Hari itu menunjukkan siang hari setelah kami bersantap dirumah
makan tersebut ternyata dia sudah berebut untuk membayar
rekening makanan setelah itu kita bersama-sama keluar kota, baru
saja berjalan enam, tujuh puluh li hari sudah menjadi gelap,
boanpwe segera usulkan untuk mencari penginapan sebaliknya dia
bilang malam hari hawanya amat nyaman sekali dan mau
melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li lagi, boanpwe
tidak curiga kepadanya maka itu menurut saja permintaannya dan
melanjutkan kembali perjalanan ke depan.
Siapa tahu baru saja berjalan empat lima li jauhnya dan tiba
disatu tempat yang amat sunyi dia menghentikan langkah kakinya,
sambil mendougakkan kepalanya memandang rembulan ujarnya
"Ti heng, malam ini tanggal berapa ?"
"Tanggal empat."
”Kalau begitu masih ada sebelas hari itu sampai batas waktu
yang terakhir."
"Urusan apa ?”
"Siauw-te sudah tertarik dengan seorang nona, dia adalah
seorang Putri hartawan dengan memiliki potongan wajah yang amat
cantik menarik, siauw-te kepingin memperistri dirinya tetapi
hartawan itu mengatakan siauw-te terlalu miskin, dia tidak mau
mengawinkan putrinya kepadaku..”
"Lalu bagaimana baiknya?"
"Nona itu menaruh rasa cinta yang mendalam sekali terhadap diri
siauw-te dan sanggup untuk lari dari rumah bersama-sama dengan
siauwte tapi sudah Siauw-te tolak maksudnya ini, siauw-te bilang
kalau lari dari rumah hal itu sangat memalukan sekali”
"Betul, perkataan dari Ing-heng ini sedikit pun tidak salah"
"Akhirnya Siauw-te pergi menemui ayahnya, begitu bertemu
Siauw- te segera bertanya dia mau minta uang berapa banyak baru
mau mengawinkan putrinya kepadaku, coba kau terka dia bilang
bagaimana?”
"Dia bilang apa?"
"Hmmm, dia minta seratus laksa tahil perak!”
"Oooohh...Thian!”
"Benar! ternyata jauh lebih mahal dari emas"
"Lalu akhirnya bagaimana?"
"Siauw-te mengabulkannya”
"Aaaah. . . Ing-heng punya seratus laksa tahil perak?"
"Tidak punya”
"Lalu, . . . lalu . . . Ing-heng punya rencana pergi meminyam
seratus laksa tahil perak?"
"Tidak salah, ternyata dia tidak jelek juga, dia sudah memberi
batas waktu selama satu bulan kepada Siauwte untuk pergi
meminyam."
"Aku rasa tidak mudah untuk memperolehnya."
"Siauw-te kira belum tentu.”
"Ehmmm??"
”Asalkan Ti-heng suka meminyamkan kepada Siauw-te. ....."
"Ing-heng jangan berguyon!"
"Sungguh, sekarang Ti-heng pinyamkan dulu kepada Siauw-te,
dua tahun kemudian dari seperti ini juga Siauw-te akan kembalikan
semua uangmu itu beserta bunganya! Perkataan yang sudah Siauw-
te katakan selamanya tidak pernah diingkari"
"Haaaaa ... . haaa . . . cuma sayang Siauw-te tidak punya
Seratus laksa tahil perak!"
"Intan permata yang ada dibadan Ti-heng itu bukankah berharga
di atas seratus laksa tahil perak ?"
Waktu itu boanpwe yang mendengar perkataannya ini diam-diam
merasa sangat terperanyat sekali, boanpwe lantas tanya dia tahu
darimana kalau boanpwe membawa intan permata yang bernilaikan
lebih dari seratus laksa tahil perak, dia tertawa dan menyawab kalau
mendengar dari orang lain lalu boanpwe tanyai pula apa dia
bermaksud merampok barang kawalanku, dia bilang kalau boanpwe
tidak pinyamkan kepadanya maka dia akan turun tangan merampok
barang kawalan tersebut".
Berbicara sampai di sini wajah Ti Then segera tersungginglah
satu senyuman dengan perlahan-lahan sambungnya
”Boanpwe yang melihat perkataannya seperti tidak sedang guyon
dengan cepat cabut keluar pedang siap menghadapi serangannya,
dia yang melihat sikap boanpwe itu segera tertawa terbahak-bahak
dan berkata:"Bagus . . . bagus sekali, kita boleh bertanding dengan
pedang, kita lihat siapa lebih lihay diantara kita, bilamana siauw-te
kalah maka aku segera akan lari pergi dari sini-tetapi bilamana Ti-
heng yang secara tidak beruntung aku kalahkan maka minta
permata-tersebut harus kau tinggal . . . , demikianlah pada waktu
itu juga kami segera bertempur dengan amat serunya . .”
“Dia membawa pembantu tidak?” tukas Wi Ci To lagi,
"Tidak, sejak permulaan sampai terakhir dia mengalahkan
boanpwe sama sekali tidak pernah kelihatan munculnya orang yang
ketiga !"
"Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi darimu?" tanya Wi Ci To
lagi.
"Hal ini tidak begitu menyolok, ditengah pegunungan yang amat
sunyi itu bertempur dengan susah payah sebanyak seribu jurus
lebih, ketika mendekatinya
terang tanah akhirnya boanpwe dikalahkan satu jurus dan
terkena tusukan pedangnya pada bagian kakiku”
”Tidak dapat mengetahui asal-usul ilmu silatnya?”
”Benar, tidak tahu”
”Akhirnya harta kekayaan tersebut berhasil dia rampas?”
”Benar, sewaktu boanpwe terkena tusukannya dan rubuh ke atas
tanah dengan mengambil kesempatan itulah dia merebut buntalan
yang berisikan intan permata itu, sesaat sebelum meninggalkan
tempat itu dia berkata bahwa dua tahun kemudian dia akan
mengembalikan barang itu beserta bunganya, dia berjanyi dengan
boanpwe untuk bertemu kembali dua tahun kemudian, di tempat ini
juga, setelah itu dia segera berkelebat pergi dari sana.”
Wi Ci To segera menghela napas panjang.
”Heeei ..... sungguh tidak disangka si Hong Liuw Kiam Khek, Ing
Peng Siauw sebenarnya adalah manusia semacam itu akhirnya kau
berhasil menemukan dirinya?”
”Tidak” sahut Ti Then tertawa pahit, ”Sejak dia berhasil
memperoleh harta kekayaan itu jejaknya lantas lenyap tak
berbekas, walau pun boanpwe serta seluruh piauw-su yang ada di
dalam perusahaan ekspedisi Yong An Piauw kiok sudah dikerahkan
semuanya dan mencari ke semua tempat tetapi tidak menemukan
jejaknya juga.”
”Lalu bagaimana tanggungjawab orang she Yuan itu terhadap
pemilik barang tersebut?”
”Dikarenakan persoalan inilah seluruh harta benda dari Yuan
Piauw-tauw jadi ludas untuk mengganti kerugian tersebut, dengan
demikian perusahaan Yoang An Piauw-kiok pun hancur berantakan”
”Tidak aneh kalau setiap hari keadaanmu amat murung sekali,
kiranya kau merasa tidak tenang dikarenakan sudah
menghancurkan kejayaan dari Yong An Piauw kiok.”
”Yang membuat boanpwe merasa lebih sedih adalah seorang
Piauw tauw yang mentereng dari sebuah perusahaan ekspedisi yang
besar ternyata kini sudah terlantar di dalam Bu lim dengan menjual
silat sebagai biaya hidup.”
”Hei . . hal ini memang patut menerima simpatik dari orang lain”
seru Wi Ci To sambil menghela napas panjang.
”Maka itu boanpwe pernah bersumpah untuk mencari dapat
harta yang sudah di rampok oleh Ing Peng Siauw itu, sebelum
berhasil mencapai maksudku ini aku tidak akan berdiam diri”
”Bilamana sejak semula kau menceritakan urusan ini kepada diri
Lohu maka lohu bisa perintahkan seluruh jago pedang yang ada di
dalam Benteng untuk bantu kau mencarikan kabar dari dirinya”
”Justru boarpwe takut kalau berita ini sampai tersiar didaiam Bu-
lim sehingga memancing datangnya incaran dari jago-jago kalangan
Hek-to, dengan demikian bukankah urusan jadi semakin berabe?”
”Asalkan pesan wanti-wanti kepada mereka untuk jangan
membocorkan rahasia ini bukankah urusan sudah beres?”
Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
”Boanpwe ingin sekali pergi mencari dirinya sendiri, kemudian
mengajak dia bertempur hingga salah satu diantara kita ada yang
mati.”
”Dia bilang dua tahun kemudian hendak dikembalikan entah
perkataannya itu sungguh-sungguh atau cuma bohong belaka.”
”Hmmm.. sudah tentu omongan setan” seru Ti Then sambil
tertawa dingin.
”Menanti setelah urusan yang menyangkut diri Cuo It Sian ini
bisa dibikin beres maka lohu segera akan menggerakkan semua
jago pedang merah yang ada di dalam Benteng untuk pergi mencari
jejaknya, lohu tidak percaya kalau jejaknya tidak dapat ditemukan
kembali . . oooh, kalau memangnya ini hari kau sudah membuka
rahasiamu itu kepadaku, lohu mau tanyakan kembali satu persoalan
yang mencurigakan hatiku, tempo hari sewaktu lohu mengutarakan
maksudku hendak membantu dirimu kau pernah bilang asalkan lohu
mau berkelahi kemudian mengalahkan dirimu hal ini sama juga
sudah membantu kau membereskan satu persoalan yang rumit,
sebetulnya apa maksud dari perkataanmu itu?”
Ti Then segera tertawa malu.
“Padahal hal itu sebetulnya tidak mengandung maksud yang
mendalam, semula Gak hu masih menganggap boanpwe adalah Lu
Kong-cu yang pernah pergi ke sarang pelacuran Touw Hoa Yuan,
karena di dalam hati boanpwse ingin sekali meninggalkan Benteng
Pek Kiam Po, sedang waktu itu pun Gak-hu memaksa boanpwe
untuk tinggal beberapa hari di sana boanpwe tidak mendapatkan
cara untuk manolak permintaan itu karenanya sengaja boanpwe
berkata demikiao agar Gak-hu menaruh rasa curiga semakin
mendalam lagi terhadap boanpwe, dengan begitu boanpwe bisa
meninggalkan tempat itu dengan leluasa.”
“Oooh ... kiranya begitu ..” seru Wi Ci To sambil tertawa.
Mendadak Ti Then menuding kearah tempat kejauhan.
“Coba lihat” serunya. “Bukankah itu kota Tan Leng Sian?”
Wi Ci To segera angkat kepalanya memandang ternyata sedikit
pun tidak salah di hadapannya muncul sebuah kota yang cukup
besar, dia segera mengangguk.
“Tidak salah, itu memang kota Tan Leng sian,” sahutnya. ”Ini
hari kita sudah melakukan perjalanan sejauh seratus li.”
Dengan perlahan-lahan Ti Then menengok ke sebelah Barat, dia
lantas berkata lagi:
”Sang surya sudah turun gunung, hari ini kita mau menginap di
kota Tan Leog sian ataukah melakukan perjalanan malam?”
”Kita beristirahat saja.”
Hari berlalu dengan amat cepatnya, tidak terasa sepuluh hari
sudah berlalu tanpa terasa, siang hari itu mereka sudah tiba ditepi
gunung Lak Ban san didaerah Gong Si.
Dengan termangu-mangu Ti Then memandang kearah rentetan
pegunungan Lak Ban san yang lenggak lenggok dengan terjalnya
itu.
”Tempat ini boanpwe baru untuk pertama kali datang ke sini,
pemandangannya sungguh tidak jelek” ujarnya.
”Lohu sudah ada dua kali ke sini, perkam pungan Thiat Kiam san
ada diseberang gunung yang paling atas itu.”
”Bagaimana hubungan persahabatan antara Gak hu dengan si
kakek pedang baja Nyio Sam Pek?” tanya Ti Then.
”Tidak begitu rapat, tetapi juga tidak punya ganyaian sakit hati
apa-apa.”
”Menurut berita yang tersebar katanya ilmu pedangnya amat
lihay?”
“Tidak salah” sahut Wi Ci To mengangguk. “Di dalam Bu lim pada
saat ini namanya boleh dikata termasuk di dalam kesepuluh nama
jagoan yang terkenal di Bu lim, tetapi dia sudah sangat lama
mengundurkan dirinya, jarang sekali orang-orang yang menyebut
namanya lagi,”
”Berapa banyak anak muridnya?”
“Anak muridnya yang menonjol cuma ada puluhan orang saja
tetapi baik lelaki
Perempuan, tua muda kecil semuanya pada berlatih ilmu silat,
pangaruhnya amat besar sekali.”
”Kita harus mengembalikan wajah kita yang asli bukan ?”
”Benar.”
Tua muda dua orang segera turun dari atas kuda dan mencari
sebuah sumber air untuk mencuci bersih penyamarannya, setelah
masing-masing berganti pakaian mereka baru melanjutkan kembali
perjalanannya menuju ke atas gunung.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 32
Di Perkampungan Pedang Baja
KEISTIMEWAAN dari gunung Lak Ban san ini adalah curam serta
terjalnya gunung serta jalan kecil yang menghubungkan tempat itu,
bukan saja berliku-liku bahkan merupakan tempat berlindung yang
amat bagus sekali, pada jaman dahulu tempat. ini merupakan satu
tempat persembunyian yang amat bagus sewaktu berlindung.
Setelah berhenti sebentar untuk melihat keindahan alam. Mereka
segera melanjutkan perjalanannya naik keatas gunung Lak ban san
itu.
Dari kejauhan tampaklah tiga ekor kuda datang mendekati
mereka berdua.
Diatas kuda tersebut duduklah tiga orang lelaki berpakaian
singsat dengan sebilab pedang tersoren pada punggungnya, jelas
kelihatan sikap mereka yang amat gagah dan mengagumkan sekali.
Melihat datangnya orang-orang itu Wi Ci To segera merarik tali
les kudanya untuk menghentikan tunggangannya.
”Orang-orang dari perkampungan Thiat Kiam San sudab datang.”
ujarnya cepat kepada Ti Then.
Ti Then pun segera menghentikan kuda kemudian duduk sejajar
dengan Wi Ci To.
Hanya di dalam sekejap saja ketiga orang penunggang kuda itu
sudab mendekati diri merekaberdua.
Tampaklah ketiga orang itu sudah berusia empat puluhan sedang
yang ada di tengah mempunyai wajah yang amat keren sekali.
Setelah mendekat sejauh tiga kaki dari mereka berdua, lelaki
yang berwajah keren itu segera maju tiga langkah kedepan
kemudian terhadap Wi Ci To dia merangkap tangannya menjura.
”Yang datang bukankah Wi toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po?”
tanyanya.
“Lobu benar adanya,” sahut Wi Ci To sambil balas menjura.
”Cayhe Nyio Si Ih tidak mengetahui kalau Wi Toa Pocu mau
datang menyambangi, maaf tidak dapat menyambut kedatangan
Pocu dengan cepat” ujar lelaki berusia pertengahan itu lagi.
“Tidak berani..tidak berani“ jawab Wi Ci To tersenyum. „Kiranya
Lo-te adalah putera ketiga dari Nyio Lo Cung-cu, beberapa tahun
yang lalu sewaktu Lohu datang menyambangi ayahmu di gunung
Lak ban san ini kebetulan lote tidak ada di dalam perkampungan.“
„Benar“ sahut Nyio Si Ih dengan amat hormatnya.
Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah
dua penunggang kuda lainnya disamping Nyio Si Ih.
”Lalu, apakah mereka juga adalah...”
„Dia adalah Su sute dari boanpwe Huan Ceng Hong, sedang yang
ada disebelah kanan adalah Ngo sute dari boanpwe Cia Pu Leng.”
Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng dengan cepat pada maju
memberi hormat;
”Menghunjuk hormat buat Wi Toa Pocu” serunya berbareng.
Wi Ci To tersenyum.
“Oooh..kiranya Liong Hauw Ji Kiam (Dua jagoan pedang naga
dan harimau) yang namanya sudah menggetarkan dunia persilatan,
selamat bertemu..selamat bertemu..” serunya.
“Pujian dari Wi Toa Pocu, boanpwe berdua tidak berani
menerimanya,” jawab Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng terburu-
buru.
Wi Ci To lantas menuding kearah Ti Then yang ada
disampingnya.
“Lohu juga mau perkenalkan kepada Lo-te bertiga, dia adalah Ti
Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng kami”
Ti Then yang masih duduk diatas kudanya sambil mengangguk
tersenyum ramah.
Mendengar perkataan tersebut air muka mereka segera
memperlihatkan rasa terkejutnya yang bukan alang kepalang,
sesudah melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya mereka baru
merangkap tangannya memberi hormat.
“Nama besar dari Ti Kiauw-tauw laksana meledaknya guntur di
siang hari bolong, ini hari bisa berkenalan sungguh kami merasa
sangat bangga sekali.”
Ti Then yang melihat sikap mereka sangat ramah dia pun dengan
terburu-buru turun dari kuda lalu membalas hormatnya itu. Wi Ci To
lantas melanjutkan bertanya.
“Kalian bertiga apakah ada urusan mau turun gunung?”
”Tidak” bantah Nyio Si Ih sambil menggelengkan kepalanya,
”Boanpwe mendapat perintah dari ayah untuk menyambangi
seorang sahabat, Wi Toa Pocu, kami akan antar kalian ke atas
gunung sebentar...”
”Eeii...bagaimana ayahmu bisa tahu kalau lohu mau datang?”
tanyanya keheranan.
”Bukan..bukan..setelah Wi Toa Pocu serta Ti Then naik keatas
gunung kami baru memperoleh kabar” sahut Nyio Si Ih tertawa.
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To baru jadi paham
kembali.
”Oooh..kiranya begitu...keadaan dari ayahmu apakah baik-baik
saja?”
oooOOOooo
54
”Berkat lindungan Thian-dia orang tua berada dalam keadaan
baik-baik saja" Sahut
Nyio Si Ih dengan hormat.
„Karena ini karena lohu serta Ti Kiauw-tauw ada urusan lewat sini
karena teringat sudah lama lohu tidak bertemu dengan ayahmu,
maka sekalian naik ke gunung untuk menyambangi dirinya”
„Terima kasih atas kemurahan hati Wi Toa Pocu mau
menyambangi ayah, mari ikuti boanpwe naik keatas..“ sahut Nyio Si
Ih lagi.
„Baiklah“
Demikianlah Nyio Si Ih bertiga segera naik keatas kuda untuk
memimpin jalan di depan, sedangkan Wi Ci To serta Ti Then
mengikuti dari belakang.
Kurang lebih berjalan kembali selama setengah jam lamanya
akhirnya mereka baru tiba di puncak yang teratas dari gunung Lak
Ban san tersebut.
Setelah melewati sebuah hutan pohon siong yang lebat
tampaklah sebuah perkampungan yang amat besar dan megah
muncul di hadapan mata.
Di luar pintu besar di depan perkampungan tersebut terlihatlah
sudah ada tujuh delapan orang berdiri disisi pintu menanti
kedatangan tamu terhormat, diantaranya tampaklah seorang kakek
tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya.
Tidak usah dibicarakan lagi, sudah pasti kakek tua itu bukan lain
adalah si kakek pedang baja Nyio Sam Pak, begitu dia melihat
rombongan yang datang sambil tertawa tergelak dia maju
menyambut.
„Ha..ha..sungguh gembira hati ini, entah angin apa yang
membawa Wi Pocu sudi berkunjung ke perkampungan kami ini...“
Dengan cepat Wi Ci To meloncat turun dari atas kuda, dia pun
tertawa terbahak-bahak.
"Wajah Nyio-heng penuh dengan cahaya merah kelihatan sekali
amat segar bugar, sungguh patut digirangkan! sungguh patut
diselamatkan!" Serunya sambil merangkap tangannya menjura.
Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera angkat kepalanya dan
memperlihatkan sebaris giginya yang sudah tinggal tak seberapa
banyak itu.
"Coba kau lihat" ujarnya. "Gigiku sudah pada rontok semua,
bagaimana kau bisa
bilang masih kelihatan segar bugar?"
Wi Ci To tersenyum,
"Usia dari Nyio-heng sudah ada sembilan puluh enam, cuma
rontok beberapa buah gigi bukanlah satu urusan yang berat, ada
orang bilang begitu usia manusia mula menginjak tua bukan saja
giginya pada rontok bahkan telinganya akan tuli matanya akan buta,
kalau tidak dialah seorang bajingan."
"Haaaa .... haaaa .... haaaaa : . . kenapa tidak. , . . kenapa tidak"
Seru si kakek pedang baja Nyio Sam Pak tidak tertahan sambil
tertawa terbahak-bahak. “Untung sekali lolap bukanlah bajingan!
haaaa .... haaaa . . . “
Setelabt tertawa keras beberapa saat lamanya mendadak dia
menuding kearah Ti
Then, dan tanyanya :
"Siapakah bocah ini ?”
"Kiauw-tauw dari Benteng kami, dia bernama Ti-Then."
Dengan cepat Ti Then maju kedepan untuk memberi hormat.
"Boanpwe Ti Then menghunjuk hormat buat Nyio Locianpwe,"
Air muka Si-kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera
memperlihatkan rasa terkejut kemudian dengan telitinya dia
memperhatikan tubuh Ti Then dari atas sampai ke bawah, setelah
itu dengan tak henti-hentinya dia memperdengarkan suara
keheranannya.
"Usianya masih begitu muda tetapi sudah berhasil manjadi
Kiauwtauw dari
Benteng Pek Kiam Po, sungguh mengagumkan sekali . ...
sungguh mengagumkan sekali !” serunya berulang kali.
"Aku orang she Wi serta Ti Then dikarenakan ada sedikit urusan
melewati tempat ini, mendadak aku teringat kspada Nyio-heng yang
sudah ada bebeapa tahun tidak bertemu karenanya sengaja aku
naik keatas gunung untuk menyambangi diri Nyio-heng, harap
kedatangan dari lohu ini tidak sampai mengganggu ketenangan dari
Nyio-heng.”
"Mana .... mana " sahut Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak
dengan serius.
"Silahkan masuk kedalam untuk minum teh... silahkan !"
Serombongan orang-orang itu segera berjalan masuk kedalam
ruangan tengah, setelah duduk ditempat masing-masing dan
pelayan menghidangkan air teh Nyio Sam Pak baru buka mulut
berbicara,
„Wi Pocu tadi bilang ada urusan melewati tempat ini entah
urusan apa itu?”
“Sebetulnya bukan satu urusan yang besar, Cuma dikarenakan
anak murid dari orang she Wi yang bernama Cu Han Seng banyak
meninggalkan Benteng beberapa tahun yang lalu sampai kini
jejaknya tidak jelas dan baru-baru ini aku orang she Wi dengar di
dekat kota Kiu Sian ada orang pernah menemui dirinya maka aku
orang segera menyusul kesana untuk mencarinya, aku orang she Wi
takut dia sudah menemui satu peristiwa yang diluar dugaannya,”
"LaIu apa sudah ketemu ?” tanya Nyio Sam Pak memperhatikan
dirinya.
"Belum !"
”Wi Pocu rasa sudah terjadi urusan apa dengan dirinya ?"
Wi Ci To menghela napas panjang,
”Urusan sebetulnya adalah begini, dia adalah salah seorang
pendekar pedang putih dari Benteng kami, aku orang she Wi pernah
menentukan satu peraturan barang siapa diantara pendekar pedang
merah dia baru berhak untuk berkelana diluaran, sedangkan Ciu
Han Seng ini tidak lama setelah naik menjadi pendekar pedang
putih sudah meninggalkan Benteng, Hal ini berarti pula sudah
melanggar peraturan yang sudah aku orang she Wi tentukan . ."
”Karenanya Wi Pocu bermaksud menangkap dirinya pulang ke
Benteng untuk menjatuhi hukuman ?” Sambung Nyio Sam Pak
kemudian,
”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk.
”Tetapi sebab yang utama adalah tak takut dia sudah menemui
kejadian yang diluar
Dugaan, karena dia mempunyai satu dendam kesumat, orang
tuanya sudah dibunuh oleh majikan ular Yu Toa Hay dan dia terus
menerus ingin pergi mencari Yu Toa
Hay untuk membalas dendam, tetapi dengan kepandaian yang
dimiliki sekarang ini sebetulnya dia masih bukan tandingan dari Yu
Toa Hay itu.“
Dengan perlahan Nyio Sam Pak mengangguk,
"Kiranya masih ada bermacam-macam alasan yang demikian
ruwetnya, muridmut Ciu Han Seng tentunya kepingin cepat-cepat
membalas dendam orang tuanya sehingga tanpa pamit lagi dia
sudah meninggalkan Benteng, soal ini memang patut dikasihani”
"Benar. . .”
Dengan perlahan sinar mata dari Nyio Sam Pak dialihkan keatas
wajah Ti Then ia tertawa.
"Ti Kiauw-tauw, bisa diterima sebagai Kiauwvtauw dari Benteng
Pek Kiam Po tentunya kepandaian silat yang dimilikinya amat tinggi
sekali, entah dapatkah Lolap ikut mengetahui siapakah nama dari
gurumu"
”Tidak berani!" Sahut Ti Then sambil bungkukan badannya
memberi hormat. "Suhuku adalah Bu Beng Lo-jin, dia orang tua
sudah lama sekali mengundurkan diri dari-keramaian dunia."-
”Bu Beng Lojin?” tanya Njio Sam Pak dengan air muka keheran-
heranan. "Lolap sudah berkelana didalam Bu-lim selama lima, enam
puluh tahunan lamanya tetapi belum pernah mendengar kalau
didalam Bu-lim ada seorang jagoan berkepandaian tinggi yang
demikian hebatnya. ..."
”Perkataan yang diucapkan Ti Kiauw-tauw adalah perkataan yang
sungguh-sungguh!” Sambung Wi Ci To dengan cepat.-"Dia cuma
mendapatkan pelajaran ilmu silat saja dari Bu Beng Lojin itu
sedangkan mengenai hubungan antara guru dan murid agaknya
tidak terlalu penting..”
"Kenapa ?” tanya Nyio Sam Pak melengak.
"Kemungkinan sekali dimasa yang lalu Bu Beng Lojin pernah
menemui satu peristiwa yang menyedihkan hatinya sehingga dia
sudah mengasingkan diri tidak munculkan diri kembali kedalam Bu-
lim, waktu dia menerima Ti Kiauw-tauw-sebagai muridnya dia
pernah mengatakan sebab-sebabnya menerima murid, dia bilang
tidak tega melihat ilmu silatnya ikut terkubur kedalam liang kuburan
karena itu setelah Ti Kiauw-tauw berhasil didalam ilmu silatnya dia
lantas pergi meninggalkan dirinya. -sampai sekarang Ti Kiauw-tauw
sendiripun tidak tahu-dia telah berdiam dimana."
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak menghela napas
panjang. "Kelihatannya didalam dunia ini masih terdapat banyak
jagoan berkepandaian tinggi yang tidak diketahui oleh orang Bu-lim,
walaupun lolap belum pernah melihat kepandaian dari Ti Kiauw-
tauw tapi cukup ditinjau dari penghargaan yang diberikan Wi Pocu
kepadanya sehingga sukar dicarikan tandingannya pada saat in
Ini”
"Nyio locianpwe terlalu memuji,” ujar Ti Then merendah, ”Sedikit
kepandaian dari boanpwe tidaklah seberapa, sebenarnya masih
belum bisa dikatakan hebat”
”Kalau Ti Kiauw tauw bicara demikiao Wi Pocu kalian setelah
mendengar perkataan ini hatinya tentu akan sedih” ujar Nyio Sem
Pak sambil tertawa terbahak-bahak.
”Apa maksud dari perkataan Nyio Locianpwe ini?” tanya Ti Then
melengak.
”Pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya
adalah jagoan pedang yang sudah mempunyai nama besar di dalam
Bu-lim, bilamana sekarang Ti Kiauw tauw bilang kepandaianmu
tidak dapat melebihi orang lain maka bukankah para pendekar
pedang merah itu termasuk golongan rendahan”
Wi Ci To yang ada disamping tertawa terbahak-bahak.
„Padahal keadaan yang sesungguhny memang demikian”
sambungnya dengan cepat,
„Anak buah dari aku orang she Wi jikalau dibandingkan dengan
Ti Kiauw tauw memang boleh dikata golongan rendah saja”
Sekali lagi Nyio Sam Pak tertawa tergelak.
„Sebaliknya anak murid golongan rendahan dari Wi Pocu itu
semuanya dapat menjabat sebagai Kiauwtauw dari perkampungan
Thiat Kiam san Cung kami”
”Nyio heng kita adalah kawan lama, buat apa kalau bicara begitu
merendahnya?” ujar Wi Ci To sambil tertawa.
Mendadak air muka Nyio Sam Pak berubah jadi amat sedih sekali,
lalu dengan perlahan-lahan dia menghela napas panjang.
„Suagguh kami orang dari perkampungan Thiat Kiam San cung
sudah tidak dapat mengembalikan kejayaan seperti dahulu lagi“
ujarnya dengan sedih. ”Semakin lama kita semakin merosot; coba
bayangkan pada masa yang lalu ada siapa yang berani datang ke
perkampungan Thiat Kiam san cung kami untuk mencari gara-gara?
sedan kini....”
Berbicara sampai disini dengan sedihnya dia menundukkan
kepalanya lalu menghela napas panjang,
”Kenapa ?” tanya Wi Ci To kaget,
Nyio Sam Pak segera tertawa pahit.
”Hei . . . lebih baik tidak usah kita ungkap lagi” serunya.
Wi Ci To yang melihat dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut,
dengan cepat dia mengalihkan bahan pembicaraannya.
”Putra pertama serta putra kedua dari Nyio heng apa tidak ada
didalam perkampungan?”
”Mereka ada urusan sudah meninggalkan perkampungan”
”Agaknya mereka berdua sudah memperoleh seluruh kepandaian
dari Nyio-heng, bahkan ..”
Dia angkat kepalanya memandang kearah Huan Ceng Hong serta
Cia Pu Leng yang
ada dibelakang badan Nyio Sam Pak itu lalu sambungnya lagi.
”Beberapa orang anak murid dari Nyio-heng ini pun sudah
mencapai kesempurnan, menurut perkataan seharusnya hal ini tidak
membuat Nyio-heng merasa kecewa.”
”Mereka suheng-te memangnya tidak membuat lolap merasa
kecewa,” sahut Nyio Sam Pak perlahan. ”Persoalannya sekarang
kepandaian yang lolap berikan kepada mereka sudah tidak cukup
bagi mereka untuk menghadapai segalanya.”
“Anak murid dari aku orang she Wi sekalipun pendekar pedang
merah yang paling tinggi pun sewaktu berkelana didalam dunia
kangouw belum tentu bisa menangkan seluruh pertempuran yang
dihadapinya, merekapun sama saja pernah memperoleh kekalahan,
tetapi lohu pernah beritahu kepada mereka, sebagai seoraog jagoan
pedang yang penting adalah semangat berlatih silat yang tidak ada
kunjung padamnya, belum tentu setiap menghadapi pertempuran
harus memperoleh kemenangan”
“Perkataan dari Wi Pocu sedikitpun tidak salah” ujar Nyio Sam
Pak tertawa, “Mereka suheng-te pun bisa memegang erat-erat
perkataaan tersebut”
“Kalau memangnya bisa demikian maka yang lainnya tidak perlu
dipikirkan lagi”
”Tetapi bilamana setiap kali menghadapi pertempuran sengit dan
seringkali menderita kekalahan begini pun bukanlah suatu cara yang
baik”
”Perkataan dari Nyio-heng ini apakah mempunyai bukti?”
Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar, akhirnya dia tertawa
pahit.
”Lebih baik tidak usah dikatakan saja, bilamana diceritakan malah
mendatangkan rsa malu saja”
”Bilamana Nyio-heng ada urusan yang sukar dibereskan lebih
baik kau ucapkanlah terus terang, aku orang she Wi dengan senang
hati akan turun tangan memberi bantuan”
Nyio Sam Pak Cuma gelengkan kepalanya tidak berbicara.
”Nyio-heng,” ujar Wi Ci To kemudian berganti bahan
pembicaraan. ”Pada masa
Mendekat ini apakah kau pernah bertemu dengan si pembesar
kota uo It Sian?“
Ketika Nyio Sam Pak mendengar disebutnya si pembesar kota
Cuo It Sian mendadak semangatnya berkobar kembali.
”Tidak” jawabnya sambil gelengkan kepalanya, ”Sudah lama
sekali aku tidak bertemu dengan dirinya, apakah Wi Pocu pernah
melihat dirinya?”
”Tidak lama yang lalu aku pernah bertemu satu kali dengan
dirinya, aku orang she Wi dengar katanya Nyio-heng dengan dirinya
adalah kawan lama?”
”Benar,” sahut Nyio Sam Pak mengangguk, ”jadi orang tidak jelek
juga, bukan saja Bun mau pun Bu lihay bahkan berhati pendekar
dan suka menolong orang yang lemah, dia memang seorang
manusia yang patut diajak berkawan.”
”Benar...benar..” sahut Wi Ci To tersenyum.
”Kepergian putra pertama serta putera kedua dari lolap kali ini
pun ada kemungkinan sekalian mereka pergi juga menyambangi
dirinya.”
Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa sangat
terperanjat sekali.
”Aaah..kedua orang putera dari locianpwe pergi menyambangi
dirinya?” serunya tak terasa,
Dia teringat kembali akan peristiwa terbunuhnya si elang sakti
Cau Ci Beng oleh Cuo It Sian, urusan ini Nyio Sam Pak sampai
sekarang pun masih belum tahu.
Bilamana sekarang kedua orang putra dari Nyio Sam Pak menuju
ke rumahnya Cuo It Sian bukankah hal ini akan memancing rasa
curiga dari Cuo It Sian ? ada kemungkinannya sekali malah
menimbulkan napsu membunuh dari dirinya sehingga hal ini
membuat hatinya jadi amat cemas sekali.
Nyio Sam Pak yang melihat secara tiba-tiba dia orang
menimbrung bahkan air mukanya membawa rasa tegang tidak
terasa lagi jadi sedikit melengak.
”Ada yang tidak beres?” tanyanya cepat.
”Tidak mengapa ....tidak mengapa,”
Dengan perlahan Nyio Sam Pak menoleh ke arah diri Wi Ci To
lalu dengan wajah yang ragu-ragu tanyanya;
”Apakah diantara Wi Pocu dengan Cuo It Sian ada ganjalan hati?”
Wi Ci To sendiripun tahu Ti Then sedang merasa kuatir atas
keselamatan dari kedua orang putra Nyio Sam Pak itu, tetapi pada
saat ini dia merasa tidak leluasa untuk menceritakannya kareoa itu
dia segera gelengkaa kepalanya.
”Tidak ada, walaupun aku orang she-Wi sudah berkenalan amat
lama sekali dengan dirinya tetapi belum pernah terjadi sedikit
bentrokan pun”
Baru saja dia selesai berkata mendadak tampaklah seorang
pemuda berlari masuk ke dalam ruangan lalu dengan sikap yang
gugup dia berkata kepada Nyio Sam Pak-
”Cung cu, mereka datang merampok kayu lagi”
Air muka Nyio Sam pak segera berubah sangat hebat, mendadak
dia membanting hancur cawan yang ada di tangannya dan meloncat
bangun.
”Hmmm..sungguh keterlaluan sekali!”
”Sudah terjadi urusan apa?” tanya Wi Ci To melengak.
Dengan amat gusarnya Nyio sam Pak berjalan mondar mandir di
tengah ruangan, kemudian dia baru tertawa dingin.
”Hmmmm..itu iblis bongkok Ling Hu-Ih berani mencari gara-gara
dengan lolap”
Mendengar disebutnya si iblis bongkok Ling Hu Ih oleh Nyio Sam
Pak ini baik
Wi Ci To mau pun Ti Then bersama-sama jadi sangat terkejut
karena si iblis bongkok Ling Hu Ih ini adalah seorang manusia yang
paling lihay dari kalangan Hek-to, kepandaian mau pun nama
besarnya tidak ada di bawah dari si anjing langit rase bumi, bahkan
mempunyai julukan sebagai raja dari antara iblis.
Selama ini jejaknya tidak menentu karena itu sekalipun Wi Ci To
sudah amat lama mendengar nama besarnya tetapi belum pernah
bertemu muka, tetapi dia tahu si iblis bongkok Leng Hu Ih ini adalah
seorang manusia yang sukar untuk diganggu.
”Si iblis bongkok Leng Hu Ih sudah sampai di gunung Lak Ban
San?” Tanya Wi Ci To dengan terperanjat.
“Benar, sudah ada beberapa bulan lamanya” sahut Nyio Sam Pak
dengan air muka terharu.
”Apa tujuannya datang ke gunung Lak Ban san ini?”
”Mendirikan markas besar”
”Aaaah..ternyata ada urusan begini? Dia ingin menduduki gunung
ini sebagai raja?”
”Tidak salah, selama ini iblis tersebut selalu berkelana seorang
diri, tidak disangka secara tiba-tiba saja pada tiga bulan yang lalu
dia memimpin segerombolan manusia datang ke gunung Lak Ban
san dan berdiam kurang lebih tiga li dari perkampungan kami,
katanya mereka mau mendirikan markas besar disana”
”Bukankah hal ini berarti pula sedang menantang perang
terhadap Nyio-heng?” tanya Wi Ci To dengan air muka serius.
”Benar!” sahut Nyio Sam Pak tertawa dingin, ”Karena lolap sudah
mengumumkan kalau aku telah mengundurkan diri dari kalangan
dunia persilatan, maka lolap tidak ingin bergebrak lagi dengan orang
lain, karena itu sudah memerintahkan putraku yang pernah
mencegah, akhirnya setelah bergebrak, karena mereka berjumlah
amat banyak putraku sekalian tidak kuat menahan serangan mereka
dan setiap kali menderita kekalahan, pada waktu mendekat ini sikap
mereka semakin ganas lagi, ternyata pepohonan dan kayu-kayu
yang ada di sekitar tempat ini sudah diambili, bukankah hal ini
terang-terang sedang menantang aku?"
"Apakah dahulu Nyio heng pernah ada ganjalan hati dengan Ling
Hu Ih ?"
"Dengan dia orang sendiri tidak ada, tetapi dengan adik
misannya Si "Ping sin siucay" atau-siucay penyakitan Ciu Kia Leng
psrnah terjadi sedikit peristiwa pada tujuh delapan tahun yang lalu
dia sudah lolap hukum, kemungkinan sekali dengan berdasarkan
urusan inilah dia sengaja naik keatas gunung Lak Ban San untuk
mencari gara-gara"
“Tadi Nyio heng tidak mau menceritakan urusan tersebut apakah
yang dimaksud dengan peristiwa dari Leng Hu Ih ini?”
“Benar!" Sahut Nyio Sam Pak sambil menghela napas panjang.
"Omong terus terang saja dikarenakan lolap tidak mempunyai
pegangan yang kuat untuk memperoleh kemenangan maka selama
ini lohu terus menerus bersabar diri dan menghindarkan diri dan
setiap bentrokan langsung dengan mareka, tetapi ternyata mereka
mendesak terus menerus, bukankah hal ini semakin tidak
memandang sebelah mata pun kepada lolap?"
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi:
"Orang yang dibawa olehnya kali ini ada dua ratus orang lebih,
diantaranya ada beberapa orang yang merupakan jagoan
berkepandaian tinggi dari kalangan Hek-to, lolap yang merasa tidak
dapat menangkan mereka maka pada beberapa hari yang lalu sudah
memerintahkan kedua orang putraku untuk turun gunung mencari
bala bantuan. Cuo It Sian pun termasuk salah seorang yang lolap
mintai bantuannya."
Wi Ci To yang mendengar Cuo It Sian pun termasuk orang yang
diundang untuk membantu pertempuran ini tidak kuasa lagi dia
sudah melirik sekejap kearah Ti Then kemudian tanyanya:
“Bala bantuan yang diundang Nyio heng entah kapan baru bisa
tiba disini?"
“Paling cepat mungkin dua puluh hari kemudian baru bisa tiba”
"Ada satu persoalan yang aku orang she-Wi mengharapkan Nyio-
heng suka menjawabnya secara terus terang . . .”
"Urusan apa?" tanya Nyio Sam Pak sambil pandang tajam
wajahnya.
"Nyio-heng, maukah kau orang memandang aku orang she-Wi
sebagai teman?"
„Apa maksud perkataan dari Wi Pocu ini?”
"Bilamana Nyio-heng suka memandang aku orang she-Wi sebagai
teman maka sekarang juga kita pergi temui si iblis bongkok Leng Hu
Ih itu”
"Bisa memperoleh bantuan dari Wi Pocu sudah tentu sangat
bagus sekali, Cuma saja Wi Pocu baru saja tiba dari tempat
kejauhan, bagaimana boleh . . . ".
"Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi !" ujar Wi Ci-To sambil
bangkit berdiri, nenanti setelah membereskan Leng Hu Ih, Nyio-
heng baru baik-baik menjamu kita dengan beberapa cawan arak
saja"
"Kalau begitu Lolap segera akan memrntahkan anak muridku
untuk bikin persiapan" ujar Nyio Sam Pak dengan amat girang.
"Kemudian kita bersama-sama berangkat, pergi mencari diri Leng
Hu Ih untuk bertempur mati-matian"
”Tidak . ..tidak perlu" cegah Wi Ci To dengan cepat, "Lebih baik
Nyio-heng perintahkan anak muridmu untuk baik-- m-enjaga
perkampungan saja, cukup kita- tiga orang sudah dapat
membereskan mereka”
"Tetapi mereka berjumlah amat banyak” Seru Nyio Sam Pak
melengak-
Wi Ci To lantas tersenyum tawar, "Untuk menawan penjahat
harus menangkap rajanya terlebih dulu, asalkan kita berhasil
membunuh Leng Hu Ih maka sisanya tidak perlu ditakuti lagi."
"Tetapi mereka masih mempunyai beberapa orang pembantu
yang amat lihay sekali
seperti "Ci Hun Suseng" atau si-sastrawan banci Ong Cuo Ting"
Pan Bian si Sah" atau si muka aneh Ling Ang Lian" Boe-Cing atau Si
kakek tak berbudi Ko Cing Im serta It Kiam Pun Ci" atau bertemu
tidak mujur Cang Hiong, bilamana Leng Hu Ih tidak mau bertempur
satu lawan satu melainkan memerintahkan mereka-untuk turun
tangan mengerubuti..”
”Soai ini pun tidak usah dikuatirkan !" potong Wi Ci To dengan
cepat.
Nyio Sam Pak melihat dia orang mempunyai kepercayaan yang
begitu teguh tidak-banyak berbicara lagi kepada putranya yang
ketiga Nyio Si Ih lantas perintahnya: "Si Ih, kau pergi ambil pedang
baja dari Lolap!”
Nyio Si Ih dengan hormatnya menyahut kemudian dengan
tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan.
Tidak lama kemudian pedang bajanya sudah tiba.
Nyio Sam Pak segera menerima pedang itu dan dicabutnya
keluar, seperti baru saja bertemu dengan kawan lama ujarnya
kemudian sambil menghela napas panjang.
”Pedang baja ini sudah lolap simpan lama sekali, tidak kusangka
ini hari harus digunakan kembali !”
Pedang baja ini besar kecilnya persis dengan pedang pusaka
biasa, cuma saja dari badannya mengeluarkan sinar yang amat
tawar sekali, kelihatannya sangat aneh. Wi Ci To tersenyum,
“Pedang baja dari Nyio-heng ini pada masa yang lalu pernah
mengetarkan seluruh? dunia kangouw dan ditakuti oleh kaum
penjahat, kali ini bisa muncul kembali dari sarungnya membuat
Nyio-heng kelihatan makin gagah lagi" pujinya.
Nyio Sam Pak cuma tertawa tawar lalu memasukkan kembali
pedang bajanya ke dalam sarung, kepada putranya yang ketiga Nyio
Si Ih dia segera berpesan,
"Si Ih, kau baik-baiklah menjaga perkampungan, lolap bersama-
sama dengan Wi Pocu akan menemui Leng Hu Ih tersebut.”
Berbicara sampai disini dia segera menoleh kearah Wi Ci To serta
Ti Then.
”Mari kita berangkat !" ujarnya sambil tertawa.
Dengan demikian mereka bertiga segera berjalan meninggalkan
perkampungan Thiat kiam San Cung.
Nyio Sam Pak memimpin berjalan di depan, dengan melalui
sebuah jalan usus kambing yang kecil disamping kiri perkampungan
dia berjalan sejauh setengah li, mendadak terdengarlah suara
ditebangnya kayu berkumandang datang dari hutan sebelah depan.
Nyuo Sam Pak segera mempercepat langkahnya.
"Heee . . . heeee , . . kemarin dulu pemimpin yang meronda
disini adalah Hoa Hu Tiap atau sikupu-kupu bunga Hong It peng,
kemungkinan sekali ini hari pun dia juga yang pimpin" Serunya
sambil tertawa dingin.
"Bagaimana dengan kepandaian silatnya?" tanya Wi Ci To.
"Tidak lemah, muridku Cia Pu Leng pernah bergebrak melawan
dirinya tetapi bsrakhir dengan seimbang."
”Hoa Hu Tiap, atau sikupu-kupu bunga Hong It Peng ini boanpwe
pernah mendengar orang berkata" tiba-tiba tukas Ti Then." Menurut
apa yang boanpwe dengar dia adalah adik angkat dari Giok Bian
Langcoen, Coe Hoay Lo !"
"Tidas salah, mereka berdua adalah bajingan-bajingan cabul
yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk”
"Giok Bin Langcoen Coe Hoay Lo sudah boanpwe basmi" ujar Ti
Then sambil tertawa, "Ini hari biarlah si kupu-kupu bunga Hong It
Peng ini pun boanpwe basmi sekalian,"
Berbicara sampai disini mendadak di hutan sebelah depan
terdengar suara benturan yang amat keras sekali sehingga
memekikkan telinga, agaknya ada sebatang pohon besar yang
berhasil dirobohkan.
"Kurang ajar !" maki Nyio Sam Pak dengan gusar.
Tubuhnya segera berkelebat menubruk kearah hutan itu.
Wi Ci To serta Ti Then pun dengan cepat mengikuti dari
belakangnya di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba
dilapangan tersebut.
Pada saat ini di tengah lapangan ini ada dua puluh orang lelaki
herpakaian ringkas sedang menggergaji kayu sedaag yang lain
sedang memotong-motong kayu itu jadi beberapa bagian dan siap
digotong pergi.
Diantara mereka ada seorang yang mamakai baju berwarna-
warni dengan wajah kurus kering sedang berdiri bergandeng tangan
disana jika dilihat dari sikapnya jelas dialah pemimpin yang
memimpin pekerjaan di tempat ini.
Ketika pandangan matanya dapat melihal si kakek pedang baja
Nyio Sam P»k, Wi Ci To serta Ti Ihen menubruk datang air mukanya
sedikit berubah, tetapi dia orang sama sekali tidak memperhatikan
rasa jerinya.
Bukan begitu saja bahkan dia melengos dan pura-pura tidak
melihat kedatangan mereka itu.
Dengan wajah yang amat gusar sekali Nyio Sam Pak segera
berjalan menghampiri dirinya.
”Kau kah si kupu-kupu bunga, Hong It Peng ?” tanyanya dengan
suara yang berat.
”Cayhe memang adanya” sahut lelaki berusia pertengahan itu.
”Siapakah nama besar dari lo sianseng ? Ada keperluan apa
datang kemari ?” ”Lolap Nyio Sam Pak”
Si kupu kupu bunga Hong It Peng sengaja memperlihatkan rasa
terkejutnya, dengan gugup dia bungkukkan badannya menjura.
”Aaih . .. kiranya kiranya kau orang tua adalah Nyio Lo Cung-cu
selamat bertemu , selamat bertemu.”
”Siapa yang suruh kalian tebangi kayu-kayu disini?” seru Nyio
Sam Pak tertawa dingin.
Si kupu-kupu bunga Hong It Peng tertawa.
”Toako kami si iblis bongkok Leng Hu Ih yang suruh.”
Dia mengucapkan kata-kata Iblis bongkok Leng Hu Ih dengan
dengan amat tegas sekali agaknya dia mengira nama Leng Hu Ih
bisa mengejutkan orang yang mendengar.
”Sekarang aku perintah kalian untuk menghentikan penebangan
kayu dan cepat menggelnding pergi dari sini!” perintah Nyio Sam
Pak lagi dengan dingin.
Mehdengar perkataan itu si kupu-kupu bunga Hong It Peng
segera tertawa terbahak-bahak.
”Nyio lo Cung-cu kau sungguh pandai bergurau” ujarnya
mengejek. ”Hutan belantara ini bukannya harta milik kau Nyio Lo
Cungcu, siapa yang senang menebang siapa pun tidak ada yang
bisa mencegah.”
"Tetapi Lolap bisa mencegahnya,” ujar Nyio Sam Pak dingin.
Sinar mata dari si kupu kupu bunga segera melirik sekejap
kearab Wi Ci To serta
Ti Then yang berdiri disampingnya, agaknya dia sama sekali tidak
kenal dengan Pocu dari benteng Pek Kiam Po serta Ti Kiauwtauw
yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw ini, air
mukanya sama sekali tidak memperlibatkan sedkit rasa jeripun.
”Oouw kiranya ini hari Nyio Lo Cung-cu sudah memnbawa
pembantu” ejeknya dengan dingin, ”Makanya omonganmu begitu
besar hee...he..”
Sepasang mata dari Nyio Sam Pak segera melotot lebar-lebar
lantas tertawa seram-
”Tidak-salab,, ini hari lolap memang sengaja mengundang datang
dua orang pembantu tetapi untuk membasmi kau bajingan cabul
lolap percaya masih ada kekuatan”
Berbicara sampai kata-kata yang terakhir telapak tangan
kanannya segera didorong ke depan melancarkan satu pukulan
menghajar dada darI si kupu-kupu bunga itu.
Di tangan kirinya dia masih mencekal pedang bajanya, saat ini
dia tidak ingin menggunakan pedangnya melancarkan serangan, hal
ini sudab tentu dikarenakan dia lagi menjaga kedudukannya sendiri
dan tidak ingin bertempur secara resmi melawan si kupu kupu
bunga ini.
Dengan cepat si kupu-kupu bunga merasa datangnya serangan
tersebut amat hebat baru saja pundak dari Nyio Sam Pak sedikit
bergerak dia sudah meloncat mundur ke belakang.
“Hee . . hee . . tunggu sebentar!” serunya sambil tertawa aneh.
“Ada kentut cepat lepaskan!” teriak Nyio Sam Pak tertawa dingin.
Si kupu-kupu bunga segera memperlihatkan senyuman
menyengirnya yang sangat mengejek.
”Nyio Lo cung cu.” ujarnya sambil menuding ke arah Wi Ci To
serta Ti Then yang berdiri disampingnya itu. ”Kedua orang
pembantu yang kau bawa ini hari sudah seharusnya kau kenalkan
dulu biar aku pun mengetahui nama mereka.”
”Yang tua adalah si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu dari
Benteng Pek Kiam Po, si pendekar pedang yang muda adalah Kiauw
tauw dari Benteag Pek Kiam Po si pendekar baju hitam Ti Then”
Seketika itu juga air muka si kupu-kupu bunga berubah sangat
hebat.
Dia orang yang mempunyai si iblis bongkok Leng Hu Ih sebagai
tulang punggung sebenarnya sama sekali tidak memandang sebelah
mata terhadap para pembantu yang diundang oleh Nyio Sam Pak
ini, tetapi ketika didengarnya kedua orang itu bukan lain adalah Wi
Ci To itu Pocu dari Benteng Pek Kiam Po serta si pendekar pedang
hitam Ti Then, seketika itu juga dia dibuat ketakutan. Sekalipun si
iblis bongkok Leng Hu Ih sendiri pun tidak berani mencari gara-gara
dengan Wi Ci To apalagi si kupu-kupu bunga sendiri ? Maka itu
didalam keadaan yang amat cemas itulah sikapnya pun sudah
berobah jauh lebih hormat lagi. Dengun gugup dia bungkukkan
badannya menjura terhadap diri Wi Ci To.
”Oooow . . kiranya Wi Toa Pocu sudah datang maaf cayhe
punya-mata tak berbiji . .maaf . . maaf . . ” serunya sambil
menyengir-nyengir, Wi Ci To segera melengos dia tidak ambil gubris
terhadap omongannya. Air muka si kupu-kupu bunga seketika itu
juga berubah memerah dan merasa sangat malu sekali, dengan
sekuat tenaga dia berusaha untuk tetap mempertahankan
senyuman di bibirnya-
”Hee . . . heea . cayhe . . cayhe membawa beberapa orang
saudara ini datang menebang kayu . .se.. sebetulnya mendapat
perintah dari toako Kami si iblis bungkuk Leng Hu Ih , , , kini kini ,
heee . hee , kini bilamana Wi Toa Pocu perintahkan kami untuk
berhenti . . cayhe . . , cayhe segera kembali ke markas uotuk
melaporkan urusan ini kepada toako kami“
Berbicara sampai disini dia segera menoleh dan teriaknya dengaa
keras kepada anak buahnya-
”Heeey saudara sekalian, berhenti menebang, ikut aku pulang..“
Mendengar perintah tersebut orang-orang itu lantas pada
berhenti bekerja dan membereskan alat-alatnya siap meninggalkan
tempat itu.
”Hong It Peng,” tiba-tiba terdengar Ti Then berseru sambil maju
kedspan, ”Biar mereka pulang sendiri,”
Air muka si kupu-kupu bunga segera berubah jadi pucar pasi, dia
segera memperlihatkan senyuman paksa.
”Ti Kiauwtauw ada petunjuk apa?” tanyanya.
Ti Then berjalan sampai beberapa langkah dan badannya baru
berhenti, kepada Nyio Sam Pak segera ujarnya.
„Nyio Locianpwe, kau orang tua boleh beristirahat dulu, orang ini
serahkan saja kepada boanpwe untuk dibereskan.”
Agaknya Nyio Sam Pak pun ingin sekali mengetahui kelihaian dari
Ti Then, dia segera tertawa dan mengundurkan diri dari sana, waktu
itu Ti Then baru menoleh kearah si kupu-kupu bunga.
”Aku dengar kau adalah adik angkat dari Giok Bian Langcoen Coe
Hoay Lo ?“
”Benar” sahut si kupu kupu bunga Hong It-peng sambil terpaksa
mengangguk.
”Kalau begitu seharusnya kau membalas dendam atas kematian
dari Giok Bian Langcoen, dia sudah aku bunuh mati”
„Cayhe mempunyai perintah yang belum terlaksana, saat ini
bukan waktunya untuk membicarakan soal balas dendam, nanti
setelah aku laporkan urusan ini kepada toako aku baru datang lagi
untuk minta beberapa pelajaran dari Ti kiauw tauw” usai berkata dia
putar badan siap meninggalkan tempat tersebut kembali.
”Berhenti!” bentak Ti Then sambil tertawa, si kupu kupu bunga
segera merasakan hatinya bergidik, terpaksa dengan keraskan
kepala dia putar badannya kembali.
“Ti Kiauw tauw kau punya perintah apa lagi?” tanyanya sambil
tertawa kering.
”Agaknya kau takut mati.?”
Air muka si kupu kupu bunga segera berubah memerah.
”Cayhe tidak paham apa maksud dari perkataan Ti Kiauwtauw
ini.”
”Selama hidupku aku paling benci terhadap manusia Jay Hoa Cat
yang tukang merusak perawan perempuan, maka itu setiap kali aku
bertemu dengan penjahat pemetik bunga aku tidak bakal akan
melepaskan dirinya.”
”Tapi cayhe bukanlah seorang penjahat pemetik bunga.”
”Sedikit-dikitnya satu golongaa dengan dia, kau adalah adik
angkat dari Giok Bian LangCoen maka sudah tentu sama sepeiti dia
kau pun Seoracg penjahat pemetik bunga.”
”Kalau bicara lebih baik kalau ada buktinya, Ti Kiauwtauw jangan
sembarangan menuduh.”
Ti Then segera tertawa dingin.
“Ditinjau dari julukanmu sebagai kupu kupu bunga, kupu-kupu
selamanya tidak bakal meninggalkan bunga.
Agaknya si kupu kupu banga merasa keadaan tidak baik, dengan
cepat dia menarik kembali rasa takutnya diikuti memperdengarkan
suara tertawanya yang sangat tidak enak.
”Kelihatannya ini hari Ti Kauwtauw tidak bermaksud melepaskan
cayhe?”
”Benar, kau boleh mulai melancarkan serangan” sahut Ti Then
mengangguk.
”Bagus sekali, cayhe akan menemani kau bermain sebentar”
Tubuhya segera bergerak mundur beberapa depa ke belakang
tangan kanannya merogoh ke dalam sakunya mencabut keluar
sebilah pedang emas yang memancarkan sinar yang amat-tajam,
Ti Then tetap tidak mencabut keluar pedangnya, dia tertawa
nyaring.
”Bagus sekali, sekarang silahkan mulai turun tangan”
Si Kupu kupu bunga segera menggetarkan pedang lemas di
tangannya sehingga memperdengarkan suara dengungan yang
amat keras, dia tertawa dingin.
”Kenapa kau tidak cabut keluar pedangmu?”
”Di dalam sepuluh jurus bilamana aku tidak dapat mencabut
nyawamu dengan menggunakan sepasang kepalanku ini maka ini
bari ku akan lepaskan satu kehidupan buat dirimu”
Walaupun si kupu-kupu bunga sudah lama mendengar nama
besar dari Ti Then dan mengetahui kalau dia memiliki kepandaian
silat yang amat tinggi, tetap; karena ia belum pernah melihatnya
dengan mata kepala sendiri maka dalam hatinya masih tak mau
percaya.
Kini mendengar perkataan dari Ti Then itu tak terasa dia jadi
gusar juga.
”Kita putuskan demikian, terimalah seranganku!” bentaknya
sambil tertawa seram.
Baru saja perkataannya selesai pedangnya sudah membabat
datang dengan cepat menusuk hati dari Ti Then.
Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti setelah ujung
pedangnya hampir mendekati badannya tubuhnya baru sedikit
miring kesamping, telapak tangannya diubah jadi cengkeraman
mengancam pergelangan tangan kanan pihak lawan.
Siapa tahu tusukan pedang dari si kupu kupu bunga itu tidak
lebih cuma serangan kosong belaka, melihat Ti Then miringkan
badannya menghindar dengan cepat dia gerakkan badannya maju
kedepan pedang lemasnya dari gaya minimal jadi membabat,
laksana berkelebatnya naga perak dia mengancam pergelangan
tangan kanan dari Ti Then.
Perubahan jurus yang sangat cepat ini benar-benar boleh dipuji
sebagai serangan jagoan kelas satu di Bulim,
Ti Then segera membentak keras, tubuhnya sedikit berjongkok
ke bawah telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepatnya menghajar
pusar dari pihak lawan.
Ketika si kupu-kupu bunga menemukan serangannya yang kedua
kembali mencapai sasaran yang kosong untuk mengubah jurus
kembali sudah tidak sempat saking terdesaknya terpaksa dia
mengundurkan dirinya kebelakang.
Tetapi bersamaan dengan mundurnya sang badan kebelakaog
itulah dia membentak keras lagi, pedang lemasnya membacok
pundak-kiri dari Ti Then.
Datangnya serangan pedang kali ini amat dahsyat dan ganas
sekali, bilamana pundak dari Ti Then ini terkena bacokannya maka
kontan segera akan terpapas putus jadi dua.
Tetapi menang kalahpun pada saat itu sudah dapat ditentukan.
Ketika pedang si kupu-kupu bunga dibabat kebawah itulah
mendadak dia merasakan pandangannya jadi kabur, dia sudah
kehilangan bayangan dari Ti Then.
Diikuti jalan darah Leng Thay hiat pada punggungnya terasa
seperti kena ditusuk, saking kesakitannya seketika itu juga dia tidak
sadarkan diri.
Tubuhnya sedikit bergoyang lantas rubuh tak dapat bergerak
lagi.
Kedua puluh orang penjahat lainnya sewaktu melihat pemimpin
mereka si kupu-kupn bunga hanya didalam tiga jurus saja sudah
menggeletak tak bangun, semuanya pada terkejut dan berdiri
termangu-mangu di sana. Untuk melarikan diri pun mereka sudah
lupa.
Nyio Sam Pak sendiripun dibuat terbelalak oleh kejadian ini.
Dia sejak semula sudah tahu kalau Ti Then tentu memiliki
kepandaian silat amat tinggi sekali hingga bisa diterima sebagai
Kiauwtauw didalam Benteng Pek Kiam Po tetapi dia tidak
menyangka kalau gerakan Ti Then dapat demikian lihaynya.
Lama sekali dia termangu-mangu kemudian dengan sangat
terperanjatnya berpikir.;
”Dalam tiga jurus saja dia sudah berhasil memukul rubuh si
kupu-kupu bungs. kepandaian yang demikian tingginya ini
kemungkinan Wi Ci To sendiripun tidak sanggup untuk
melakukannya.
Berpikir sampai disitu tidak tertahan lagi dia segera membuka
mulutnya bertanya:
”Ti Kiauw tauw, apa kau sudah membunuh dirinya ?”
”Benar” sahut Ti Then mengangguk,
Para penjahat lainnya sewaktu mendengar si kupu-kupu bunga
sudah binasa saat itu
seperti baru saja bangun dari impian, dengan cepat-cepat pada
melarikan diri dari sana dengan terbirit-birit,
”Semuanya berhenti!” tiba-tiba dengan suara yang seperti guntur
membelah bumi Ti Then membentak keras.
Mendengar suara bentakan yang memekikkan telinga itu suasana
di sekeli1ing kalangan jadi bergetar, para penjahat sudah mulai
melarikan diri terbirit-birit itu pun segera pada berhenti berlari dan
tidak berani bergerak barang sedikitpun.
”Maju dua orang dan angkat mayat ini, sisanya dengan berbaris
jadi satu mengikutinya dari belakang” perintah Ti Then lebih lanjut.
Para penjahat itu mana berani membangkang, segera tampaklah
dua orang penjahat maju ke depan menggotong mayat si kupu-
kupu bunga sedang yang lainnya berbaris jadi satu mengikutinya
dari belakang, tapi mereka tidak ada yang berani bergerak.
Karena mereka tidak tahu Ti Then hendak memerintahkan
mereka pergi ke perkampungan Thiat Kiam San-cung ataukah
kembali ke markas besarnya sendiri.
”Ayoh jalan! Kembali ke markas besar kalian!” perintah Ti Then
lebih lanjut.
Demikianlah dua orang yang menggotong mayat itu berjalan di
paling depan berbaris mengikuti dari belakangnya.
Thi Then, Nyio Sam Pak serta Wi Ci To tiga orang berjalan di
paling belakang, bagaikan sebuah ular panjang mereka beramai-
ramai bergerak menuju ke markas mereka.
Kurang lebih sesudah melakukan perjalanan sejauh dua li
setengah sampailah mereka di depan sebuah perkampungan.
Perkampungan itu belum selesai dibangun, saat ini masib ada
berpuluh-puluh orang penjahat sedang mendirikan pagar kayu serta
bahan tangga.
”Berhenti!” perintah Ti Then selanjutnya.
Kedua puluh orang penjahat itu agaknya sudah pernah mendapat
pendidikan yang amat keras sekali, mendengar perintah itu dengan
gerakan yang sama mereka menghentikan barisannya.
„Berlutut..!“
Para penjahat jadi melengak tapi mereka tidak berani
memmbangkang dengan cepat pada berlutut keatas tanah.
”Yang membopong mayat tidak usah berlutut”
Kedua orang penjahat yang menggotong mayat itu mengikuti
perintah dan tetap berdiri.
”Bagus sekali, sekarang semua orang merangkak masuk kedalam
perkampungan dan suruh Leng Hu Ih menggelinding keluar!”
Para penjahat itu tidak ada yang berani membangkang, dengan
mengikuti dari belakang mayatnya si kupu-kupu bunga mereka
merangkak masuk kedalam perkampungan.
Para penjahat lainnya yang ada didalam perkampungan itu
semula tidak mengetahui apa yang sudah terjadi, ketika melihat ada
segerombolan orang merangkak masuk kedalam perkampungan
mereka pada tertawa terbahak-bahak kegelian.
Tetapi setelah melihat jelas kalau mereka adalah orang sendiri
bahksn melihat pula mayat tersebut bukan lain adalah mayat dari si
kupu kupu bunga air muka mereka baru pada berubah hebat.
Dengan meninggalkan pekerjaannya sendiri-sendiri mereka pada
melarikan diri masuk kedalam markasnya dengan terbirit-birit.
Tidak lama kemudian si iblis bungkuk Leng Hu Ih dengan
memimpin serombongan orang berjalaa keluar dari sarangnya.
Usianya ada enam puluh tahun, kepalanya besar dengan mata
yang bulat, wajahnya„ penuh barcambang walaupuo badannya
bongkok tetapi perawakannya besar dia amat ganas sakali
kelihatannya, pada saat ini air mukanya diliputi oleh napsu untuk
membunuh.
Orang yang mengikutinya dari belakang semuanya ada dua belas
orang banyaknya,
diantara mereka tidak ada seorangpun yang berwajah genah,
mereka semua mempunyai bentuk wajah yang bengis dan ganas
sekali-
Setelah berjalan keluar dari sarangnya mereka berhenti karang
lebih empat kaki dari antara Wi Ci To bertiga.
Si iblis bungkuk Leng Hu Ih segera mengulap tangannya
mencegah kedua belas orang pembantunya untuk berhenti sedang
dirinya maju tiga langkah kedepan, kepada Wi Ci To lantas rangkap
tangannya memberi hormat.
"Lo-heng ini apakah bukan si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu
dari Benteng Pek-Kiam Po ?” ujarnya,
"Lo-hu memang adanya" sahut Wi Ci To sambil balas hormatnya.
Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan.
”Nama besar dari saudara aku sudah mendengarnya seperti
mendengar guntur di siang hari bqlong, ini hari beruntung dapat
bertemu aku merasa sangat beruntung sekali "
"Haaaa .... haaa .... tidak berani ..tidak berani!"
Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperlihatkan sebaris
giginya yang putih runcing kemudian tertawa seram kembali.
"Selama puluhan tahun lamanya Wi Pocu memimpin Bu-lim dan
menjagoi seluruh kolong langit hal ini benar-benar patut dikagumi
oleh semua orang."
"Terima kasih. . . . terima kasih." Sahut Wi Ci To kembali.
oooooOooooo
“Tidak lama berselang aku dengar katanya Wi Pocu
menghancurkan istana Thian Teh Kong dan membasmi si anjing
langit rase bumi, entah benarkah urusan ini ?” tanya si iblis bongkok
Leng Hu Ih tertawa.
"Benar !"
"Ini hari Wi Pocu datang kemari entah ada keperluan apa ?"
"Sengaja datang menghantar kau ke-akherat !"
Air muka si iblis bongkok Leng Hu Ih segera berubah sangat
hebat.
"Perkataan dari Wi Pocu sungguh enak sekali !" serunya tertawa
serak.
Wi Ci To tersenyum.
"Selamanya lohu kalau berbicara tidak pernah berbelok-belok !"
"Bagus sekali, kalau begitu sekarang aku orang she-Leng Hu
ingin minta satu penyelasan kepadamu, kau mau menghantar aku
orang she Leng Hu menuju ke akherat berdasarkan alasan apa ?”
"Membasmi penjahat !”
"Kau mengartikan aku orang she Leng Hu yang memerintahkan
anak buahku pergi ke sekitar perkampungan Thiat Kiam San Cung
menebangi kayu ?" Seru Si iblis bongkok Leng Hu Ih tertawa dingin.
"Bukan !"
"Kalau begitu membasmi penyahat dua kata mempunyai maksud
apa ?”
"Kau mengumpulkan manusia-manusia celaka ini datang kemari
dan bendak mendirikan sarang hal ini terang-terangan sedang
mempersiapkan satu komplotan perampok, demi keselamatan dari
penduduk terpaksa lohu harus membasmi dulu bibit-bibit bencana
ini agar pendudukpun bisa terhindar dari bencana yang
menderitakan."
Tiba-Tiba Leng Hu lh tertawa terbahak-bahak.
"Haaa . , - . haaaa . haaa .. Wi Ci To ! Kau terlalu tidak pandang
diri kami,” teriaknya mendongkol.
“Orang lain mungkin takuti dirimu tetapi aku Leng Hu Ih tidak
bakal akan pandang sebelah matapun kepadamu!"
'*Selama hidup tujuan lohu membasmi penjahat bukanlah
bermaksud hendak jadi seorang pahlawan, kau tidak pandang lohu
hal ini tidak akan menyusahkan hati lohu."
“Nyio Sam Pak” tiba-tiba Leng Hu Ih menoleh kearah diri Nyio
Sam Pak lantas ejeknya dengan suara yang menghina,.”Lohu kira
kau adalah seorang manusia luar biasa, tidak disangka kau orang
lebih cuma seorang kawanan tikus bernyali:kecil, menanti setelah
kedatangan pembantu kau baru berani menongolkan kepala
bertemu dengan lohu!"
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak segera maju
kedepan.
"Bliamana kau berharap hendak berkelahi dengan lolap, sekarang
bukankah sudah ada kesempatan' ujarnya perlahan.
"Bagus. , . . bagus .... bagus sekali, hal ini memang sesuai
dengan maksud hati lohu!" Sahut Leng Hu Ih sambil angkat
kepalanya tertawa tertawa terbahak-bahak.
SambiI berkata dari tangan seorang sastrawan berusia pertengan
dia menerima sebilah pedang kemudian maju kedepan menyambut
kedatangan dari Nyio Sam Pak.
Melihat suasana sudah meruncing Wi Ci To segera berkata
dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya :
"Ti Kiauw tauw, badan Nyio Cungcu sudah lemah usianya pun
sudah lanjut,aku rasa dia tidak bakal bisa menahan serangannya
lebih baik kau saja yang menyambut serangan kali ini."
Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera maju kedepan
menghalangi Nyio Sam Pak.
“Nyio Locianpwe!" ujarnya sambil. rangkapkan tangannya
memberi hormat. "Kau orang tua sudah mengumumkan diri untuk
mundur dari dunia persilatan, tidak seharusnya kau orang tua
menggerakkan senjata lagi, biarlah pertempuran kali ini boanpwe
yang mewakili."
"Tidak !" tolak Nyio Sam Pak sambil tertawa, "Ti Kiauw tauw
silahkan mengundurkan diri. lolap mau turun tangan sendiri*
"Bilamana Nyio Locianpwe sayang kepada boanpwe maka
seharusnya pertempuran kali ini kau orang tua berikan kepada
Boanpwe, agar boanpwe pun mendapat kesempatan untuk
mengangkat nama !"
Berbicara sampai disini tidak menanti Nyio Sam Pak setuju atau
tidak dia segera menyambut datangnya Si iblis bongkok Leng Hu Ih.
“Hey manusia bongkok!” ujarnya sambil tertawa, “Seharusnya
kau mencari diriku dulu. dan balaskan dendam atas kematian dari
anak buahmu si kupu-kupu bunga”
"Menyingkir!" bentak Leng Hu lh sambil mengerutkan alisnya
rapat-rapat. "Kau bangsat cilik manusia macam apa. Kau berani juga
menantang Lohu bertempur?"
Kelihatannya dia sama sekali tidak mengetahui kalau Ti Then
adalah seorang manusia yang sukar untuk dihadapi.
"Ooow kau suruh aku menyingkir ? mudah sekali! asalkan kau
gerakan pedangmu aku bisa mundur .sendiri.”
Mendengar perkataan dari Ti Then ini Leng Hu Ih jadi amat gusar
sekali dengan cepat dia putar badan meninggalkan tempat itu.
"Cuo Ting!" perintahnya dengan dingin. “Kau turun tangan dan
jagal bangsat cilik itu!"
Jika didengar dari nada suaranya jelas dia tidak mau menurunkan
derajatnya berternpur dengan angkatan rendah.
Si sastrawan berusia pertengahan itu segera menyahut dan
meloncat maju kedepan.
Wajahnya adalah yang paling "Genah" diantara kedua belas
orang lainnya telapi bibirnya memakai gincu serta pipinya berbedak,
seorang lelaki dengan memakai gincu dibibirnya hal ini jelas
memperlihatkan kalau dia orang adalah seorang banci.
Ti Then yang melihat potongannya segera merasa dadanya amat
mual hamper muntah.
“Kau orang yang disebut sebagai sastrawan Banci Ong Cuo
Ting?” tanyanya.
“Benar” sahut si sastrawan banci Ong Cuo Ting dengan suara
yang melengking kecil dan gaya yang tengik.
“Kau sebenarnya lelaki atau perempuan?” bentak Ti Then dengan
mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Lalu kau melihat aku seorang lelaki atau perempuan?” balik
Tanya si sastrawan banci sambil paling kepalanya tertawa
melengking.
“Aku lihat kau mirip dengan seorang siluman!”
“Betul sekali!” sahut si sastrawan banci tertawa, “Aku memang
paling suka makan itunya manusia…hee..hiii..hiii..kau bocah cilik
lebih baik sedikit waspada!”
“Kau berbadan tidak laki-laki tidak perempuan sungguh membuat
orang merasa mual, harus dibunuh!”
Begitu kata-kata terakhir diucapkan keluar dari mulutnya,
serangannya sudah menyambar kedepan.
Agaknya si sastrawan banci itu tidak menyangka kalau gerakan Ti
Then bisa begitu cepatnya, dia jadi terperanjat lalu dengan terburu-
buru mundur beberapa tindak kebelakang.
Serangan kedua dari Ti Then segera menyambar dating lagi
menghajar pinggangnya.
“Rubuh!” bentaknya keras.
Pukulannya ini dilancarkan amat cepat sekali, sedangkan
ketepatannya serta kemantapannya luar biasa.
“Braaak!” punggung dari si sastrawan banci Ong Cuo Ting itu
segera terkena hajar sehingga badannya berjumpalitan diatas
tanah.
Melihat kejadian itu si iblis bongkok Leng Hu Ih baru merasa
terkejut, air mukanya berubah sangat hebat sekali, agaknya pada
saat ini dia baru mengetahui kalau Ti Then sebetulnya adalah
seorang manusia berbahaya.
“Pukulanku barusan cuma merupakan satu peringatan saja
kepadamu agar kau jangan terlalu memandang rendah musuhmu,
ayoh bangun kita bergebrak kembali!”
Air muka si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera berubah
memerah, dengan cepat dia melompat bangun.
“Bangsat cilik, kau pintar juga!” teriaknya.
Pukulannya tadi agaknya tidak sampai melukai badannya, tetapi
tidak urung nyalinya terpukul goyah juga, senyuman yang
menghiasi wajahnya seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Begitu tubuhnya meloncat meloncat bangun dia segera
merendahkan badannya memperkuat kuda-kuda kemudian pusatkan
seluruh perhatiannya menanti serangan lawan selanjutnya.
Ti Then sama sekali tidak memperlihatkan gaya apa pun, sambil
tertawa mengejek ujarnya.
“Kali ini lebih baik kau saja yang mulai menyerang!”
Si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera geserkan bandannya
bergerak maju, kemudian secara tiba-tiba membentak keras,
telapak tangannya laksana sebilah golok dengan tajamnya
membabat badan Ti Then.
Ti Then yang mendengar datangnya angin pukulan amat keras
dia segera mengetahui kalau serangan tersebut adalah serangan
yang benar-benar, telapak tangan kanannya segera diayun
menyambut kedatangannya.
Si sastrawan banci Ong Cuo Ting yang baru saja menerima satu
pukulannya tanpa menderita Iuka dalam hati dia mengira Ti Then
cuma mengandalkan kelincahan ilmu telapaknya saja sedangkan
tenaga dalamnya biasa saja, karena itu melihat Ti Then menyambut
datangnya serangan tersebut dalam hati merasa sangat girang
sekali, dia mengambil keputusan untuk mengadu keras. lawan keras
dengan diri Ti Then.
Mendalak ..." Braak !" ujung telapak masing-masing pihak
dengan menimbulkan suara yang amat keras saling berbentur satu
sama lainnya.
Si sastrawan banci segera menjerit ngeri tubuhnya berturut-turut
mundur tiga langkah kebelakang kemudian jatuh terduduk di atas
tanah, air mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat: sedang
keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya.. .
Sebaliknya Ti Then bagaikan batu karang saja dengan tenangnya
masih tetap berdiri tidak bergerak,
Air muka Leng Hu lh berubah sangat hebat.
"Cuo Ting, kau luka dimana?" tanyanya dengan cemas.
Tangan kiri dari Si sastrawan banci Ong Cuo Ting ditekan pada
lengan kanannya kemudian memperlihatkan rasa kesakitan.
"Aduuh . . . lengan kananku! aduuh .habis sudah lengan
kananku." Teriaknya meringis.
Leng Hu Ih segera maju kedepan dan menyincing ujubg baju
kanannya untuk memeriksa, tampaklah ujung telapaknya sudah
mendekok kedalam. sebuah lengan kanan yang bagus kini sudah
terhajar patah jadi empat bagian, tulang-tulangnya sudah hancur
lebur sedangkan otot-otot maupun urat nadinya sudah pada pecah
berantakan.
Tidak terasa lagi dia menghembuskan napas dingin. kepada
seorang kakek tua yang ada disampingnya dia segera berseru:
"Lo-ko, cepat kau bimbing Cuo Ting masuk kedalam…!”
Seorang kakek tua .segera menyahut dan membimbing Si
sastrawan banci masuk kedalam sarangnya.
Setelah itu Leng Hu Ih baru mendengus dingin. sepasang
matanya dengan perlahan beralih keatas wajah Ti Then,
Dengaa pandangan berapi-api dan penuh napsu membunuh
teriaknya sepatah demi sepatah:
“Bangsat cilik, lohu ternyata sudah salah menyangka dirimu!"
“Sekarang pun aku rasa masih belum terlambat" sambung Ti
Then dengan cepat.
Agaknya Leng Hu lh tetap tidak bermaksud untuk turun tangan
sendiri, dia kembali pergi ketempat semula
"Kim Ho, Kim Hay kalian kakak beradik cepat turun kedalam
kalangan, minta beberapa petunjuk dari Ti Kiaw tauw” perintahnya.
Dua orang kakek tua yang kurus kering dengan wajah yang sama
dan berusia kurang lebih lima puluh tahunan dengan mencekal gada
bersama-sama berjalan keluar dari barisan.
Wajah mereka seperti pinang dibelah dua- pakaian yang dipakai
pun sama sampai perawakan pun kembar, jelas sekali mereka
adalah saudara kembar.
Wi Ci To yang melihat munculnya sepasang saudara kembar yang
bernama Kim Ho serta Kim Hay itu air mukanya segera berubah
sangat hebat,.,
“Haaaa . . , haaa . . -haaaa . ; , kiranya Thian san Ji Lang! atau
dua ekor serigala dari Thian san, sudah lama kita tidak bertemu !"
ujarpja tiba-tiba.
Thian San Ji Lang segera tertawa seram.
"Wi Toa Pocu selama ini baik-baik kah ?'* ujarnya berbareng.
"Haaaa . . . haaa . . . pertempuran kita sewaktu ada diatas
gunung Thian mungkin sudah sepuluh tahun bukan?"
"Tidak salah, sepuluh tahun !"
"Kalian saudara-saudara kembar yang dapat turun tangan
bersama-sama bahkan memiliki kerja sama yang amat bagus
sungguh mengagumkan sekali untung sekali pada sepuluh tahun
yang lalu Lohu berhasil menangkan setengah jurus dari kalian, lohu
rasa setelah berpisah sepuluh tahun. kepandaian kalian berdua
tentu jauh lebih lihay bukan?''
Thian san Ji Lang segera tertawa dingin.
“Nanti setelah kita bertemu dengan Ti-kiauwtauw mu ini, cayhe
bersaudara masih ingin minta petunjuk dari Wi toa pocu, harap toa
pocu suka member muka kepada kami.”
“Bagus…bagus sekali, lohu akan menanti kedatangan kalian!”
Ti Then sebetulnya tidak tahu keadaan yang sebetulnya dari
Thian san Ji Lang ini, setelah mendengar pembicaraan dengan Wi Ci
To dia baru tahu kalau kedua orang saudara ini bukanlah manusia
sembarangan, dia tahu secara diam-diam Wi Ci To sedang memberi
peringatan kepadanya untuk jangan memandang enteng musuhnya,
dia lantas bertanya :
"Wajah kalian dua orang sungguh mirip sekali. tentunya anak
kembar bukan ?"
"Tidak salah !" sahut Thian San Ji Lang berbareng.
"Siapakah "Kim Ho ? dan siapa Kim Hay?”
"Aku Kim Ho” sahut orang yang ada di sebelah kiri.
“Aku Kim Hay !" sahut orang yang ada di sebelah kanan.
"Oooouw. . . Kim Ho adalah Lo-toa Kim Hay- adalah Lo-ji ?" tukas
Ti Then lagi sambil tertawa.
"Tidak salah!" sahut Kim Ho mengangguk, air mukanya berubah
amat keren sekali.
“Kalian menggunakan serigala sebagai julukan, tentunya bukan
manusia baik-baik !"
"Aku rasa tidak seberapa . . . . hanya saja kami doyan makan
daging manusia !" kata Kim Hay sambil tertawa seram.
"Ouuw begitu?? sungguh tepat sekali aku orang memang ahli
didalam menangkap srigala yang doyan makan manusia!”
"Tidak usah banyak omong lagi cepat cabut keluar pedangmu!"
bentak Kim Ho sambil melototkan matanya.
Dengan perlahan-lahan Ti Then mencabut keluar.pedangnya,
ujung pedangnya dituding keatas tanah sambil tertawa ringan.
“Silahkan - .!”
"Kau bangsat cilik jikalau kepingin hidup lebih lama lagi lebih baik
turun tangan terlebih dulu.";
"Sedikitpun tidak salah."
Ditengah suara pembicaraannya mendadak tubuhnya bergerak
maju kedepan, pedang panjangnya dengan cepat melancarkan
serangan gencar mengancam tubuh musuh-musuhnya.
Ditengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata
tampak dua kuntum bunga pedang dengan amat cepatnya
melayang kekiri dan kekanan.
Ternyata kedua orang srigala dari Thian san bukan marusia tolol,
gada ditangan masing-masing dengan cepat diangkat menangkis
datangnya serangan pedang dari Ti Then.
“Crring...criing”. . dua buah suara benturan berbunyi pada saat
yang bersamaan hal ini membuktikan bagaimana cepatnya gerakan
pedang dari Ti Then.
Baiu saja suara bentrokan tersebut bergema tubuhnya sudah
rnenerobos ke tengah antara Thian.san.Ji Lang; dengan jurus Hong
Cian Jan Im atau angin berhembus membuyarkan mega pedangnya
bagaikan kilat cepatnya melayang membabat bagian bawah dari
tubuh Thian san Ji Lang.
Ketenangannya laksana perawan, kecepatannya laksana
sambaran kilat,
Tetapi kepandaian silat dari Thian san Ji Lang pun amat tinggi
sekali, baru saja jurus serangan dari Ti Then dilancarkan kedepan
tubuh mereka pun melayang sejauh lima depa menghindarkan diri
dari serangan tersebut.
Kemudian disusul gada dari Kim Ho mendadak menekan
kebawah dengan jurus “Hay The Ci Sah” atau menusuk hiu di dasar
laut menangkis pedang dari Ti Then.
Satu bertahan yang lain menyerang, kerjasama mereka benar-
benar sangat hebat sekali.
Sekali pandang saja Thi sudah tahu kalau pertempuran kali ini
merupakan pertempuran yang paling seru sejak dia terjunkan
dirinya kedalam dunia Kangouw, tetapi dia sedikit pun tidak keder
sejak semula dia sudah tidak memperhatikan nyawanya sendiri,
bahkan dia sangat berharap didalam satu pertempuran yang amat
sengit sekali dia bisa mengakhiri hidupnya sehingga dengan
demikian bisa lolos dari perintah majikan patung emas.
Sudah tentu yang dimaksudkan dengan berharap bisa mengakhiri
hidupnya didalam satu pertempuran sengit bukannya berarti dia
mempunyai niat membiarkan musuhnya membinasakan dirinya
sebaliknya dia bermaksud hendak mengadu jiwa dengan
mengeluarkan seluruh kepandaiannya.
Maka itu setiap kali ia bisa bertemu dengan musuh tangguh
semangatnya malah berkobar, dia semakin berani untuk bergerak
maju dan semakin bertempur semakin bersemangat.
Karena itulah walaupun kerja sama dari Thian San Ji Lang amat
lihay sekali tetapi tidak sampai membuat dia jadi keder.
Tampak telapak tangannya bersama-sama dengan pedang di
tangannya mendadak melancarkan serangan berbareng ke depan.
Telapak kirinya dengan cepat disambar kedepan menghajar dada
dari Kim Hay sehingga dia orang terdesak mundur disusul badannya
maju kedepan, pedang ditangannya laksana seekor naga sakti
menyambut datangnya serangan dari Kim Ho.
Di dalam sekejap saja masing-masing pihak sudah saling serang
sebanyak lima puluh jurus.
Keadaan seperti semula siapa pun tidak ada yang berhasil
memperoleh kemenangan.
Nyio Sam Pak yang menonton jalannya pertempuran seketika itu
juga dibuat terbelalak dan mulut melongo.
Sebaliknya Leng Hu Ih serta jagow kelas satunya pun dibuat
terbelalak melihat pertempuran tersebut, mereka benar-benar tidak
dapat percaya akan kejadian yang dilihatnya di depan mata pada
saat ini.
Seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan ternyata
bisa bertempur seorang diri melawan Thian San Ji Lang yang
namanya telah menggetarkan dunia kangauw sejak puluhan tahun
yang lalu, bukan saja tidak kelihatan kalah bahkan semakin
bertempur semakin berani dan semakin lama semakin gagah.
Kembali tiga puluh jurus berlalu dengan cepatnya, hati Thian San
Ji Lang pun mulai goyah dan gugup.
Hal ini sudah tentu terjadi, bilamana pihak lawannya adalah Wi Ci
To sekali pun bertempur sangat lama mereka tidak bakal jadi gugup
kerena Wi Ci To adalah jagoan yang satu angkatan dengan mereka,
bilamana tidak berhasil mendapatkan kemenanga didalam waktu
yang singkat adalah soal yang jamak.
Sebaliknya Ti Then dia tidak lebih adalah seorang bocah yang
masih ingusan, ternyata dengan seorang diri dia bisa menahan
serangan gabungan dari Thian san Ji Lang bahkan semakin
bertempur semakin gagah, sudah tentu didalam hati mereka merasa
sangat terperanjat sekali-
Pertempuran diantara jagoan kelas satu paling mengutamakan
ketenang'an, sedikit mereka merasa gugup perhatiannya jadi buyar
dengan sendirinya kerja sama diantara mereka pun jadi rada
kendor, semakin bertempur mereka semakin jarang menyerang dan
akhirnya terdesak ada dibawah.
Ti Then yang berhasil merebut diatas angin jurus serangan yang
dilancarkan keluar pun semakin ganas lagi, jurus-jurus mematikan
dengan tak hentinya mengalir keluar, sinar pedangnya laksana
beribu-ribu jarum ganas dengan cepatnya menerjang kedepan
membuat keadaaan serasa kabur dibuatnya.
Mendadak suara jeritan ngeri menyayatkan hati berkumandang
keluar dari mulut Kim Hay.
Tampak tubuhnya mendadak meloncat kedepan meninggalkan
kalangan pertempuran, baru saja sepasang kakinya menempel
permukaan tanah tubuhnya sudah bergoyang-goyang tidak
hentinya.
Kiranya bagian lambungnya sudah tertusuk pedang..darah segar
dengan amat derasnya mengucur keluar membasahi bajunya.
Mungkin dikarenakan luka itu tepat ada di tempat bahaya maka
akhirnya dia tidak kuat menahan tubuhnya lagi dan rubuh ke atas
tanah.
“Lo-ji, kau…” teriak Kim Ho dengan perasaan terperanjat sekali.
Baru saja dia selesai berkata mendadak air mukanya sudah
berubah sangat hebat.
Karena pada saat itulah dia merasa lengan kanannya terasa amat
dingin, dalam hati dia segera tahu urusan tidak beres, tubuhnya
dengan terburu-buru meloncat beberapa kaki kedepan sedangkan
telapak kirinya pun tanpa terasa sudah menekan ke lengan
kanannya.
Tetapi dia segera menemuka tempat itu sudah kosong kemudian
disusul rasa nyeri yang amat sangat, air mukanya berubah sangat
berduka, sambil menghela napas panjang dia jatuhkan diri duduk
diatas tanah.
Darah segar dengan derasnya mengucur keluar dari lengannya.
Kiranya seluruh bagian dari lengan kanannya sudah kena dibabat
putus.
Gada serta tangan kanannya tepat terjatuh di depan kaki Ti
Then.
Leng Hu Ih semula menganggap dengan dikeluarkannya Thian
san Ji Lang maka kemenangan pasti ada di tangannya, siapa tahu
akhirnya satu mati yang satu terluka, membuat hatinya merasa
terkejut bercampur gusar, air mukanya jadi kehijau-hijauan, kulitnya
mengerut, setelah memerintahkan anak buahnya menggotong pergi
Thian San Ji Lang dia segera berjalan maju mendekati Ti Then.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 33
“BANGSAT CILIK!” Bentaknya sambil tertawa seram “Kau
memang betul-betul seorang manusia berbakat alam yang sukar
ditemui diantara Bu-lim, kau berhak bermain-main dengan Lohu.”
“Haaa . . . haaa . . haaahaa sebentar lagi kau bakal tahu bukan
saja aku punya hak untuk bermain dengan diirmu bahkan
mempunyai kekuatan pula untuk membereskan dirimu” sahut Ti
Then sambil tertawa terbahak-bahak.
Leng Hu Ih segera menggetakkan taagannya mencabut keluar
pedang panjang dari sarungnya sambil melemparkan sarung
pedangnya ke samping serunya dengan suara yang amat keras:
“Ayoh! mulai serang!".
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Wi Ci To berteriak mencegah.
Dia segera berjalan kesamping Ti Then dan mengulapkan
tangannya minta dia orang mengundurkan diri, lalu kepada Leng Hu
Ih ujarnya sambil tersenyum:
"Kiau-tauw dari Benteng kami sudah melayani dua kali
pertandingan, kali ini seharusnya adalah giliran Lohu!”
Sinar mata yang amat buas dari Leng Hu Ih berkelebat beberapa
kali, dia lantas mengangguk.
"Bagus .... bagus sekali, Lohu dari dulu memang mempunyai
maksud untuk terjadinya satu peristiwa seperti ini hari" sahutnya
sambil tertawa seram.
Dengan perlahan2 Wi Ci To mencabut keluar pedang panjangnya,
dia tersenyum tawar,
“Saudara mempunyai julukan sebagai iblis nomor satu didalam
Bu-lim, sekalipun diantara kita berdua tidak ada ikatan sakit bati
tetapi demi melenyapkan bibit bencana untuk Bu-lim lohu sudah
ambil keputusan untuk melenyapkan kau dari muka bumi, karena
itulah nanti kalau turun tangan kaupun tidak usah sungkan2 lagi.”
“Baik!" Teriak Leng Hu Ih tertawa seram dengan kerasnya. "Ini
hari juga kita tentukan siapa yang menang siapa kalah, kita lihat
saja setelah hari ini seluruh Bu-lim adalah milikmu atau milik Lohu!"
"Heee . . . heeee . , , kiranya saudara ingin mcrajai seluruh
sungai telaga." Tidak tertahan lagi Wi Ci To tertawa dingin.
"Tidak salah, urusan ini bukannya tidak dapat dikerjakan!"
“Sekalipun kau dapat membinasakan lohu jangan harap kau
dapat merajai seluruh Bu-lim, haruslah kau ketahui jago2 Bu-lim
yang kepandaiannya jauh melebihi lohu pun masih amat banyak
sekali!"
“Hee . . heeee . . . heeee . . . cuma ada dua orang saja, yang
satu adalah si kakek pemalas Kay Kong Beng sedang yang lain
adalah Suhunya bangsat cilik She-Ti itu, tetapi kedua orang ini aku
rasa tidak terlalu sukar untuk dihadapi."
"Haa . . haaa . . . haaa . . . lalu tahukah kau orang siapa
sebetulnya Suhu dari Ti Kiauw-tauw?” ejek Wi Ci To sambil tertawa
ter-bahak2.
"Lohu dapat menyelidikinya dengan seksama."
"Kau orang sama sekali tidak mengetahui siapakah Suhu dari Ti
Kiauw-tauw,
bagaimana kau bisa tahu kalau dia orang tidak sukar untuk
dihadapi?”
“Tidak usah banyak omong lagi, ayoh, mulai serang” bentak Leng
Hu Ih tidak sabaran lagi kemudian mendesak maju satu langkah
kedepan.
“Lohu lihat lebih baik kau saja mulai menyerang, tidak perduli
kau bagaimana sombongnya dimata lohu kau orang tidak lebih
cuma seorang cacad, bagaimana lohu tega untuk turun tangan
terlebih dulu terhadap seorang yang sudab cacad?”
Mendengar perkataan tersebut Leng Hu Ih benar-benar dibuat
amat gusar, dia segera berpekik nyaring lalu membentak keras.
“Mulutmu jelek harus dihancurkan, lihat pedang!”
Tubuhnya berkelebat kedepan, sekonyong-konyong pedang
panjangnya ditusuk kehadapan dada Wi Ci To.
Kecepatan geraknya benar-benar membuat Ti Then yang berdiri
disamping pun merasa sangat terperanjat, dia dapat melihat
kecepatan gerak dari Leng Hu Ih tidak berada dibawah dirinya,
karenanya dia mulai merasa kuatir terhadap keselamatan dari Wi Ci
To, dia takut Wi Ci To tidak sanggup menahan datangnya serangan
yang begitu gencar dari Leng Hu Ih.
Tetapi bagaimanapun Wi Ci To adalah seorang ahli di dalam ilmu
pedang, tampak tubuhnya sedikit miring kesamping dengan amat
indahnya dia berhasil menggeserkan kedudukkannya dan dengan
amat cepatnya menghindarkan diri dari tusukan pedang Leng Hu Ih
ini.
Pokoknya diapun berhasil juga untuk balas melancarkan satu
tusukan mengarah badan musuhnya.
Tusukannya ini amat aneh dan dahsyat sekali, pedangnya dari
arah bawah menuju keatas menusuk leher dari Leng Hu Ih.
Sebaliknya gerakan dari Leng Hu Ih untuk memecahkan
datangnya jurus serangan itupun sangat aneh sekali, tampak
sepasang kakinya tidak bergerak tubuhnya bagian atas menjatuhkan
diri kebelakang pedang pedangnya dengan mendatarkan dada
ditusuk kedepan menutul tubuh pedang dari Wi Ci To, kecepatannya
luar biasa sekali.
Sekali pandang saja Ti Then dapat melihat kalau di dalam jurus
serangannya ini secara diam-diam sudah terkandung satu serangan
mematikan yang amat ganas sekali.
Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah, pada waktu pedang
panjang dari Wi Ci To menyambar kedepan menangkis datangnya
serangan dari Leng Hu Ih itulah mendadak Leng Hu Ih melancarkan
satu jurus yang amat aneh.
Pedangnya bagaikan ular dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat berturut-turut menusuk jalan darah "Tiong Ting, Hun Swe serta
"Tan Thian" tiga buah jalan darah penting.
Wi Ci To tidak sempat menangkis datangnya serangan tadi,
seketika itu juga dia kena terdesak mundur tiga langkah ke
belakang.
Leng Hu Ih segera mendesak kedepan pedang panjangnya
bagaikan bayangan setan berkelebat keatas kebawah tak ada
hentinya menyerang keseluruh tubuh Wi Ci To.
Dalam hati Ti Then merasa sangat tegang sekali, tidak kuasa lagi
kepada Nyio Sam Pak yang disampingnya dia berbisik dengan suara
yang amat lirih,
"Si bongkok ini sungguh lihay sekali jalannya jurus pedang amat
aneh dan ganas,”
"Benar!" sahut Nyio Sam Pak mengangguk. "Katanya ilmu
pedangnya ini dia dapatkan dari seorang hwesio Si Ih yang amat
lihay.”
Baru saja Ti Then mau membuka mulut lagi mendadak dari
dalam sarang musuh berkelebat datang tiga sosok bayangan
manusia. Sewaktu dilihat lebih jelas lagi ternyata mereka adalah
ketiga orang yang membawa pergi si sastrawan banci serta Thian-
shan Ji lang itu.
Ketika memandang pula kearah keenam orang yang ada ditengah
kalangan tampaklah mereka dengan mata melotot sedang
memandangi dirinya tajam2. Di dalam hati dia segera tahu kalau
mereka mempunyai maksud untuk mengerubuti dirinya berdua.
Kepada diri Nyio Sam Pak kembali ujarnya dengan suara yang
perlahan:
“Nyio Locianpwe apa kau kenal dengas kesembilan orang itu?”
“Kenal . . kenal..” sahut Nyio Ssm Pak dengan cepat, “Dari kiri
kekanan adalah Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong, si ketemu tidak
mujur Cing Hiong, si muka aneh Leng Ang Lian, Kui Kok Yau Tong
atau si siluman bocah dari lembah setan Yu Si, atau si malaikat
botak Yu Sam San, Ci Hua Kui atau si sastrawan rambut merah
Gong Pit Kay, sedang tiga orang yang baru datang itu adalah Ang
Liuw Ci atau si bisul merah Tiauw Ih, Touw Ciauw Liong atau si
naga bertanduk tunggal Lu Cian San serta Sam Cian Lang Ci atau si
mata keranjang Si Koan Khei.”
“Anak buah dari si iblis bongkok apakah cuma ini saja yang
lihay?” tanya Ti Then kembali.
“Masih ada tujuh, delapan orang yang tidak datang mungkin
orang-orang itu sudah mendapat perintah untuk turun gunung
menyelesaikan sesuatu tugas.”
“Dari antara kesembilan orang ini Nyio locianpwe percaya bisa
sekaligus menghadapi berapa orang?”
“Paling banyak cuma tiga orang saja” sahut Nyio Sam Pak setelah
termenung berpikir sebentar, “Ti Kiauw tauw apakah mengira
mereka bakal maju mengerubuti kita?”
“Benar, coba kau lihat mereka sudah saling bertukar pandangan,
aku rasa sebentar lagi mereka akan bergerak”
“Lalu Ti Kiauw tauw sendiri bisa menerima berapa orang?” balik
tanya Nyio Sam Pak.
Didalam hati Ti Then merasa dengan kekuatannya sendiri
didalam sekejap saja dia bisa menerima empat orang musuh, tetapi
agar membuat pihak sana tidak merasa terlalu malu maka
jawabnya;
“Boanpwe sendiri pun cuma bisa menghadapi tiga orang saja,
maka itu bilamana mereka bersembiian bersama-sama menyerang
kiranya kita bakal menemui kerepotan, kita harus menggunakan
cara yang paling cepat dan diluar dugaan turun tangan terlebih dulu
membereskan dua orang dari antaranya,”
“Coba kau lihat, mereka sudah datang” tiba-tiba Nyio Sam Pak
berteriak dengan air muka berubah hebat,
Sedikitpun tidak salah, Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong
sekalian bersembilan bersama-sama mencabut keluar senjata
tajamnya masing-masing kemudian dengan gagahnya berjalan
mengbampiri diri Ti Tben serta Nyio Sam Pak yang masih berdiri tak
bergerak.
Menanti setelah mereka hampir mendekati dirinya mendadak Ti
Then tertawa nyaring, “Heee .. . hee . . . kalian ingin mengandalkan
jumlah banyak untuk memperoleh kemenangan ?”
Baru saja perkataan tersebut diucapkan keluar mendadak
tubuhnya berkelebat ke depan, saking cepatnya sehingga orang lain
tidak dapat melihat jelas tahu-tahu tubuhnya sudah berada diantara
kesembilan orang itu.
Di tengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata
terdengarlah dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang memenuhi angkasa.
Diikuii suara jatuhnya dua tubuh manusia ke atas tanah.
Orang yang rubuh binasa diatas tanah adalah si Setan rambut
merah Gong Pit Kay serta si naga bertanduk tunggal Lu Cing San.
Bagian badannya yang terkena pedang adalah diatas kening
serta pada lehernya, begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah
napasnya pun ikut putus.
Sebenarnya mereka pun sudah bersiap sedia untuk ikut maju
mengerubuti Ti Then berdua, mereka pun dapat melihat tubuh Ti
Then yang menerjang kearah mereka tetapi walaupun sudah
bersusah payah untuk menghindar keadaan masih tidak
mengijinkan.
Hal ini seketika itu juga membuat sisanya bertujuh jadi
termangu-mangu. Sudah tentu mereka semua adalah jago-jago dari
kalangan Hek-to yang sering memperoleh kemenangan didalam
menghadapi pertempurannya, mereka semua berani menerjang dan
berani beradu jiwa, setelah termangu-mangu beberapa saat
lamanya kesadarannya pun jadi pulih kembali, mereka mulai
berteriak-teriak dan maju kedepan mengerubuti Ti Then.
Tampak bayangan golok serta pedang berkelebat memenuhi
angkasa membuat pandangan jadi kabur, hanya dalam sekejap saja
Ti Then sudah terjerumus di dalam dengan keadaan yang sangat
berbahaya sekali.
Walaupun dia orang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi
tetapi dengan kekuatan seorang diri mana mungkin dia dapat
menahan serangan gabungan dari tujuh orang jagoan kelas satu
dari kalangan Hek to ini, karena tujuh orang ada empat belas buah
tangan sebaliknya dia orang cuma ada dua tangan saja.
Dua tangan tidak mungkin bisa menahan serangan berbareng
dari empat belas buah tangan.
Nyio Sam Pak tidak berani berlaku ayal lagi, dengan
menggerakkan pedangnya dia pun segera menubruk masuk
kedalam kalangan.
Dengan menggunakan jurus Hong In Yong atau angin bertiup
ombak menggulung secara terpisah dia menyerang si siluman bocah
dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw Ih berdua.
Dia orang adalah seorang ahli pedang yang sudah sangat
terkenal didalam Bu lim bahkan tenaga dalamnya amat tinggi sekali,
si siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta sibisul merah Tiauw
Ih mana berani memandang enteng musuhnya, berturut-turut
mereka menggerakan pedangnya menangkis datangnya serangan
tersebut.
Demikianlah dengan cepatnya Nyio Sam Pak sudah terjerumus
kedalam satu pertempuran yang amat seru sekali melawan si
siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw ih.
Beberapa jurus lewat dengan cepatnya, sewaktu dilihatnya Ti
Then yang harus melawan lima orang ternyata sudah terdesak 'U
dibawaJi acgin. sec&ra mendadak dibawah angin, secara nendadak
dia sudah kirim satu tusukan kearah si ketemu tidak mujur.
“Ayoh kemari seorang lagi!” bentaknya dengan keras. “Kalian
lima orang tua bangka mengerubuti seorang pemuda apakah tidak
merasa malu?”
“Bagus sekali,” sahut si ketemu tidak mujur Cang Hiong sambil
tertawa dingin, “Kalau kau orang tidak ingin berumur panjang, aku
si orang tua segera kirim kau pulang ke rumah nenekmu.”
Gada di tangannya dengan mengarah tepat kepala Nyio Sam Pak
membacok ke bawah.
Dengan adanya hal ini Ti Then segera merasakan tekanan yang
mendesak dirinya jauh lebih enteng lagi, tempo hari sewaktu ada di
dalam Benteng Pek Kiam Poo dia pernah membasmi habis
kedelapan belas malaikat iblis dari si anjing langit rase bumi,
sekalipun sekarang dia merasa si kakek tak berbudi si malaikat
botak serta si mata keranjang memiliki kepandaian silat yang jauh
lebih tinggi dari kedelapan belas orang
malaikat iblis tersebut tetapi dia merasa untuk merebut
kemenangan bukanlah suatu persoalan yang menyulitkan.
Dugaannya sedikitpun tidak meleset, setelah berlalu puluhan
jurus perlahan-lahan dia berhasil merebut posisi yang lebih baik lagi.
Senjata yang digunakan si kakek tak berbudi empat orang adalah
toya, pedang, cambuk serta kipas, mereka yang melihat Ti Then
dari kedudukan banyak bertahas sedikit menyerang, makin lama
berubah jadi kedudukan banyak menyerang sedikit bertahan hatinya
mulai merasa terkejut bercampur gusar, empat macam senjata
bagaikan titiran air hujan dan tiupan angin topan dengan gencarnya
menyerang tubuh Ti Then.
Didalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan
cepatnya, walau pun si kakek tak berbudi berempat masih berada
diatas angin tetapi toya, pedang, cambuk serta kipas empat macam
senjata tajamnya untuk menjiwit ujung baju dari Ti Then pun tidak
sanggup.
Saat ini Wi Ci To serta si iblis bongkok Leng Hu Ih pun sedang
bertempur dengan amat serunya, untuk beberapa saat lamanya
tidak dapat ditentukan siapa yang kuat siapa yang lemah.
Sebaliknya Nyio Sam Pak ada sedikit tidak kuat menahan
serangan musuhnya, ilmu pedangnya amat lihay sekali tetapi
dikarenakan usianya yang sudah lanjut ditambah pula badannya
sudah mulai lemah, setelah bergebrak mendekati ratusan jurus
gerakannya mulai menjadi perlahan, kelihatannya dia sudah tidak
ada harapan lagi untuk merebut kemenangan.
Ti Then, yang melihat akan hal ini diam-diam didalam hati
merasa amat cemas sekali mendadak dia bersuit panjang, jurus
pedangnya berkelebat semakin cepat lagi menerjang musuh-
musuhnya.
Tiba-tiba si malaikat botak Yu Sam San mendengus berat,
dengan terhuyung-huyung tubuhnya mundur beberapa langkah
kebelakang, dari kaki kirinya mengucur keluar darah segar dengan
amat derasnya jelas dia sudah tersambar pedang dari Ti Then.
Ti Then yang serangannya mendapatkan hasil semangatnya
semakin berkobar, pedang panjangnya dengan mengikuti
gerakannya menekan kebawah kemudian laksana serentetan sinar
kilat dengan cepatnya membabat sepasang kaki dari si kakek tak
berbudi.
Dengan terburu-buru si kakek tak berbudi meloncat menghindar,
sepasang tangannya mencekal toya besinya semakin kencang
kemudian dengan mengarah kepala Ti Then membacok kebawah.
Jurus serangannye amat kuat dan dahsyat, gerakannya pun
cepat bagaikan sambaran kilat.
Ti Then tertawa dingin mendadak tubuhnya miring kesamping
kemudian berputar kearah kanan, pedangnya dari gerakan
membacok diubah jadi gerakan menusuk dengan menggunakan
jurus Huan Liong Ci Hauw atau naga membalik menusuk macan
berbalik menerjang si mata keranjang Su Koan Khei terdengar dia
berpekik aneh kemudian dengan gugupnya mengebutkan kipasnya
menangkis datangnya serangan tersebut tetapi akhirnya dia tidak
berhasil juga untuk menghindarkan diri dari seluruh serangan
tersebut pinggangnya dengan kerasnya kena tertusuk pedang Ti
Then.
“Aduuuh …!”
Dengan amat terperanjatnya dia berteriak keras kemudian ujung
kakinya menutul permukaan tanah dengan cepatnya mengundurkan
diri sejauh dua kaki ke belakang, kedua tangannya menekan
menutupi luka pada pinggangnya kemudian dengan terbirit-birit
melarikan diri kedalam sarangnya.
Si malaikat botak Yu Sam Sian pun tidak berani bertempur lebih
lama lagi cambuknya dengan cepat disambar kebawah kemudian
dengan menyeret kaki kirinya yang terluka mengikuti dari belakang
si mata keranjang, mengundurkan diri kedalam sarang dengan ter-
gesa2,
Dengan demikian orang yang mengerubuti diri Ti Then kini
tinggal dua orang saja yaitu si kakek tak berbudi serta si muka
aneh.
Ti Then merasa semakin enteng lagi, serangan yang dilancarkan
semakin ganas lagi, seketika itu juga membuat si kakek tak berbudi
serta si muka aneh terdesak mundur terus dan tidak kuat untuk
bertahan lebih lanjut.
Tetapi pada saat itulah Nyio Sam Pak berhasil dipukul kaki
kanannya oleh gada dari si ketemu tidak untung Cang Hiang
sehingga terjatuh keatas tanah.
Senjata siluman bocah dari lembah setan Yu Si adalah sepasang
tombak pendek, ketika dilihatnya Nyio Sam Pak rubuh keatas tanah
dia segera tertawa aneh.
Dengan mengambil kesempatan ini sepasang tombaknya dengan
disertai tenaga yang dahsyat ditusuk keatas lambung Nyio Sam Pak.
Bilamana tusukannya ini mendapatkan hasil maka seketika itu
juga seluruh isi perut dari Nyio Sam Pak akan berserakan diatas
tanah.
Tetapi pada saat yang amat kritis itulah mendadak Si siluman
bocah dari lembah setan Yu Si menjerit ketakutan, tubuhnya dengan
sempoyongan mundur satu kaki lebih kemudian rubuh keatas tanah
tak bergerak lagi.
Tepat pada bagian ulu hatinya tertancaplah sebuah gagang
pedang yang menembus sampai pada punggungnya. Matinya amat
cepat sekali, begitu tubuhnya menggeletak diatas tanah sepasang
matanya mendelik keluar dan tidak bernyawa lagi.
Orang yang baru saja turun tangan melancarkan serangan itu
bukan lain adalah Ti Then adanya.
Ti Then yang melihat Nyio Sam Pak rubuh diatas tanah
dikarenakan jaraknya ada tiga kaki jauhnya didalam keadaan cemas
dalam hati segera mengambil keputusan untuk menyambitkan
pedangnya guna menolong nyawa dari Nyio Sam Pak.
Begitu pedangnya disambitkan kedepan tubuhnya ikut menubruk
maju kedepan tubuh Nyio Sam Pak.
Telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya dihantam kedepan
menghajar dada dari si ketemu tidak mujur.
Si ketemu tidak mujur yang dikarenakan melihat si siluman bocah
dari lembah setan Yu Si secara tiba tiba menemui ajalnya terkena
sambitan pedang pada saat ini saking terkejutnya sudah dibuat
termangu-mangu, maka itu sewaktu pukulan Ti Then menyambar
datang ternyata dia sudah lupa untuk menangkis maupun
menghindar,
“Braak . .” dengan disertai suara yang amat keras tubuhnya
terpukul pental keatas udara, serentetan darah segarpun mengikuti
melayang sang tubuh memancar keluar dari mulutnya.
Sewaktu tubuhnya mencapai tanah dia sudah tidak bergerak lagi.
Sebaliknya si bisul merah Tiauw Ih yang melihat kehebatan Ti
Then laksana malaikat dari angkasa saking takutnya dia tidak berani
bergebrak lebih lanjut, sepasang kakinya menutul permukaan tanah
kuat-kuat kemudian mengundurkan diri beberapa kaki jauhnya.
Si kakek tak berbadi serta si muka aneh pun tidak berani maju
kembali, dengan perlahan mereka mulai menggeserkan kakinya
kebelakang, agaknya mereka bermaksud untuk molor pergi.
Melihat sikap mereka itu Ti Then segera mendesak tiga langkah
kedepan.
“Heee - , . heee . . . jangan lari!” bentaknya sambil tertawa
dingin. “Kalian bertiga harus bertempur lagi dengan aku”
Air muka si kakek tak berbudi seketika itu juga berubah jadi
pucat pasi bagaikan mayat, mendadak dia putar tubuh kemudian
bagaikan segulung asap berlalu dengan tergesa-gesa dari sana,
Si muka aneh serta si bisul merah yang melihat si kakek tak
berbudi melarikan diri sudah tentu tidak berani berdiam lebih lama
lagi disana, mereka pun dengan cepat melarikan diri terbirit-birit
dari kalangan.
Ti Then segera tertawa terbahak-bahak kemudian baru putar
badannya dan berkata kepada Nyio Sam Pak.
“Bagaimana dengan luka Nyio Locianpwe ?”
Nyio Sam Pak tidak menjawab, sepasang matanya dengan
terbelalak lebar-lebar melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya
dia orang banar-benar dibuat melongo.
Lama sekali baru terdengar dia orang menghela napas panjang
kemudian gelengkan kepalanya berulang kali.
“Oooh . . . Thian, kepandaian silat dari Kiauw-tauw ini sebetulnya
dilatih dengan cara bagaimana?”
Ti Then cuma tersenyum tidak menjawab, dia segera maju
kedepan membimbingnya bangun.
"Heeeei, masih untung kakiku tidak sampai putus ..." ujar Nyio
Sam Pak kemudian sambil tundukkan kepalanya memperhatikan
kaki kanannya. "Ombak belakang sungai Tiang Kang mendorong
ombak di depannya, manusia baru menggantikan manusia-manusia
lama, perkataan ini ternyata sedikit pun tidak salah. Lolap memang
sudah terlalu tua,”
Ti Then yang melihat dia tidak menemui cedera yang berarti
segera menoleh memandang kearah pertempuran yang masih
berlangsung dengan sengitnya antara Wi Ci To dengan Leng Hu Ih,
ketika melihat mereka masih bartempur dengan begitu ramainya tak
terasa dia sudah tersenyum.
"Mereka benar-benar sepasang musuh yang bagus!" ujarnya.
"Tidak-" Bantah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Si iblis bungkuk
hampir kalah, coba kau lihat keringat sudah mulai mengucur
membasahi keningnya, sebaiiknya keaadaan Wi Poocu masih biasa
saja seperti sedia kala . .”
"Tidak salah, si iblis bungkuk tidak bakal bisa bertahan seratus
jurus lagi."
"Tetapi ..." ujar Nyio Sam Pak dengan suara yang amat lirih.
"Bilamana dia ingin melarikan diri agaknya Wi Poocu tidak bakal bisa
menghalangi dirinya."
Ti Then segera mengangguk tanda menyetujui pendapat ini, dia
pun sudah bisa melihat kalau Leng Hu Ih adalah seorang manusia
yang luar biasa.
Bilamana dia orang dibandingkan dengan diri si pendekar pedang
tangan kiri Cian Pit Yuan, dia orang memang jauh lebih tinggi satu
tingkat darinya.
Terdengar dengan perlahan Nyio Sam Pak menghela napas
panjang, lalu gumamnya seorang diri, "Bilamana iblis ini tidak
dibasmi maka dia merupakan satu bencana yang tak terhingga
dikemudian hari ....”
"Tadi dia bilang mau bertempur mati-matian melawan Poocu,
entah benar tidak perkataannya itu”
"Menurut penglihatan lolap dia tidak bakal mau bertempur
mati2an melawan Wi poocu, dia pasti akan melarikan diri" sahut
Nyio Sam Pak tertawa.
Tetapi dia tidak akan berhasil meloloskan dirinya. . .”
Perkataannya yang gagah dan tegas ini menunjukkan kalau
didalam hatinya dia sudah berniat untuk membasmi si iblis bungkuk
Leng Hu Ih tersebut.
Selesai berkata dia segera berjalan menuju kedepan mayat dari si
siluman bocah dari lembah satan dan mencabut keluar pedangnya,
setelah membersihkan darah yang menempel pada tubuh pedang
itu dia baru kembali lagi kesamping badan Nyio Sam Pak.
“Ti Kiauw-tauw ini hari sudah menolong lolap lolos dari kematian,
entah lolap harus berbuat bagaimana untuk membalas budimu yang
besar itu?” ujar Nyio Sam Pak kemudian sambil memandang diri Ti
Then tajam2.
ooOoo
56
“Nyio locinpwe kau tidak usah begitu sungkan2, membasmi
kaum penjahat dan menolong sesamanya adalah tugas kami, buat
apa Locianpwe memikirkannya didalam hati ?" Seru Ti Then dengan
cepat.
Pada saat itulah mendadak terdengar si iblis bongkok Leng Hu Ih
yang ada didalam kalangan berteriak keras, dengan cepat dia
menoleh kearah tengah kalangan.
Tampaklah pada saat itu si iblis bongkok Leng Hu Ih sedang
melayang kebelakang untuk mengundurkan diri.
Sejak semula Ti Then sudah memperhatikan dirinya, begitu
melihat dia mengundurkan dirinya kebelakang dengan cepat
tubuhnya bergerak, maju kedepan untuk menghalangi perjalanan
mundurnya.
“Hey Bungkuk ! mati hidup belum ditentukan kau sudah ingin lari
?" bentaknya keras. f
Dibagian dada dari si-iblis bongkok Leng Hu Ih sudah tergores
sebuah luka yang panjang, darah segar menetes keluar membasahi
bajunya. jelas dia audah berhasil di lukai oleh ujung pedang dari Wi
Ci To.
Ketika dilihatnya Ti Then menghalangi jalan mundurnya, pada air
mukanya jelas menampilkan rasa gusarnya yang amat sangat;
"Siapa yang menghalangi aku mati!" bentaknya dengan keras.
Pedang ditangannya dengan kecepatan yang luar biasa ditusuk
kedada Ti Then.
Dengan cepat Ti Then menggeserkan badannya kesamping,
pedangnya dengan menggunakan jurus "Giok Ti Heng Coei" atau
seruling pualam berbunyi alun, membabat pinggangnya.
Siapa tahu jurus serangan yang baru saja dilancarkan oleh Leng
Hu Ih ini cuma sebuah jurus tipuan belaka, baru saja menyambar
sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya menyingkir kesamping
untuk kemudian berkelebat pergi.
Ti Then segera tertawa terbahak2 bagaikan bayangan setan dia
mengikuti dari belakangnya dan menghalangi didepannya.
“Kau tidak bakal bisa lolos dari sini!” teriaknya keras sambil
membabat pedangnya ke depan. "Lebih baik kau tinggal disini untuk
baik2 bergebrak dengan aku saja”
"Baik. Lohu akan mengadu jiwa dengan kau bangsat cilik!"
Bentak Leng Hu Ih dengan gusarnya sambil menangkis datangnya
serangan itu.
Ditengah suara teriakannya yang amat nyaring kembali dia
melancarkan tujuh kali tusukan mengancam tubuh Ti Then.
Ti Then harus mengundurkan diri tujuh tindak baru berhasil
memecahkan ke tujuh buah serangan dahsyatnya itu, dengan cepat
dia balas melancarkan tujuh buah se rangaa dahsyat pula mendesak
dia orang sehingga terpaksa mundur tujuh delapan tindak
kebelakang,
Wi Ci To tahu Ti Then tidak bakal menderita kekalahan ditangan
Leng Hu Ih karenanya didalam hati dia merasa berlega hati, dia
segera berjalan mendekati diri Nyio Sam Pak dan tanyanya dengan
penuh perhatian :
"Agaknya tadi Nyio-heng terluka, bagaimana?? Tidak mengapa?"
"Tidak mengapa!" Sahut Nyio Sam Pak sambil gelengkan
kepalanya. "Sedikit aku berlaku ayal kaki kananku terkena satu kali
gebukan dari gadanya Si ketemu tidak mujur"
"Masih dapat berjalan?”
"Bisa!”
"Kalau begitu mari kita serbu kedalam sarangnya dan sekalian
membakarnya"
“Tetapi menang kalah diantara mereka belum ketahuan,
bagaimana kita..”
Seru Nyio Sam Pak sambil menuding ketengah kalangan dimana
Ti Then serta Leng Hu Ih sedang bergebrak dengan amat serunya.
"Kau tidak usah menaruh rasa kuatir terhadap diri Ti Kiauw-tauw"
Potong Wi Ci To dengan cepat "Tidak sampai seberapa lama dia
sudah dapat membereskan musuhnya.”
"Bukan begitu, maksud lolap bilamana kita meninggalkan tempat
ini dan anak buahnya ber-sama2 mengerubuti diri Ti Kiauw-tauw
bukankah urusan akan berabe?"
“Justru dikarenakan takut anak buahnya menyerbu kesini dalam
jumlah yang besar maka aku orang she-Wi bermaksud untuk
menerjang dulu kedalam sarangnya dan hancurkan seluruh orang
yang ada disana."
Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar akhirnya dia
mengangguk. "Baiklah. mari kita masuk!”
Demikianlah dengan cepat mereka berdua berkelebat menaiki
tangga didepan sarang tersebut kemudian menerjang masuk kearah
dalam.
Leng Hu Ih yang melihat Wi Ci To serta Nyio Sam Pak menerjang
masuk ke dalam sarangnya dan dia segera tahu mereka hendak
menghancurkan seluruh isinya tidak terasa lagi didalam hati merasa
tarkejut bercampur gusar.
Dia meraung keras, ber-turut2 pedangnya dibabat kedepan
memaksa mundur Ti Then kebelakang kemudian dengan meminjam
kesempatan itu hendak menerjang masuk pula kedalam sarang
tersebut dan mencegah Wi Ci To berdua menghancurkan
gerakannya.
Sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia orang
mengundurkan diri dari sana, ditengah suara tertawanya yang amat
keras tubuhnya segera meloncat keatas mengejar dari belakang.
Sekali loncat Leng Hu ih sudah mencapai tiga kaki jauhnya, ilmu
meringankan tubuhnya jelas sangat hebat, tetapi baru saja
sepasang kakinya menncapai atas tanah Ti Then pun dalam waktu
yang bersamaan melayang lima depa dihadapannya, pedang
panjangnya dengan amat gencar melancarkan serangan mendesak
dirinya membuat dia orang kembali terkurung didalam bayangan2
pedang yang amat rapat itu.
Sekali lagi mereka berdua bergebrak beberapa jurus banyaknya
diatas tangga itu.
Leng Hu Ih yang melihat dia tidak berhasil meloloskan diri tidak
kuasa lagi segera memaki dengan gusarnya:
"Neneknya . . anak anjing! lohu dengan kalian Benteng Pek Kiam
Poo ada sakit hati apa? kenapa kalian mau membasmi kami sampai
keakar2nya?”
"Kami Benteng Pek Kiam Poo selalu mengutamakan sifat
pendekar untuk membasmi kaum penjahat yang mengacau
ketentraman Bu-lim, selamanya kami menganggap kaum penjahat
sebagai musuh2 kita yang harus dibasmi" ujar Ti Then sambil
tertawa berat.
Leng Hu Ih setelah berhasil menangkis beberapa jurus serangan,
mendadak tubuhnya meloncat keatas kemudian berjumpalitan
ditengah udara dan melayang turun ditangga yang lebih depan.
Dengan cepat Ti Then meloncat mengejar.
"Mau pergi boleh saja, tetapi sebuah tanganmu harus ditinggal"
Serunya sambil tertawa nyaring.
Mendadak Leng Hu Ih putar badannya dan mengayunkan
tangannya kebelakang.
"Barang ini kau terimalah !" teriaknya sambil tertawa keras-
Segenggam kapur dengan cepatnya menyambar datang.
Ti Then menduga dia orang sedang menyambitkan senjata
rahasia ke arahnya tetapi sama sekali tidak menyangka kalau
senjata rahasianya adalah segenggam kapur yang khusus digunakan
untuk melukai mata, dikarenakan jaraknya terlalu dekat baru saja
dia bermaksud menutup matanya keadaan sudah terlambat.
Ada sebagian kecil dari kapur itu sudah tepat menghajar matanya
sehingga terasa amat perih.
Mata adalah bagian badan yang paling lemah, setiap jago Bu-lim
yang terkena kapur tersebut bilamana bukannya untuk sementara
akan jadi buta maka untuk selamanya dia tidak dapat melihat lagi,
karenanya keadaan seperti itu sangat berbahaya sekali.
Sudah tentu Ti Then tidak terkecuali, dia merasakan sepasang
matanya amat sakit, seketika itu juga pandangannya jadi gelap tak
dapat melihat suatu apapun.
Rasa terperanjatnya kali ini benar2 luar biasa, dengan gugup dia
menghentikan gerakannya dan meloncat turun dan atas tangga.
Dikarenakan dia orang tak dapat melihat suatu apapun, begitu
mencapai permukaan tanah seketika itu juga tubuhnya jatuh
terjengkang tak dapat bergerak.
Melihat hal itu Leng Hu Ih jadi amat girang sekaii, dengan cepat
dia menubruk kebawah.
"Bangsat cilik, serahkan nyawamu!” Bentaknya sambil tertawa
keras.
Pedangnya digetarkan dengan cepat mengarah ulu hati Ti Then,
dia menyerang kearah bawah.
Walaupun sepasang mata Ti Then sudah jadi buta tetapi
telinganya masih tajam dan dapat membedakan datangnya angin
serangan.
Dengan gesitnya dia menggelinding ke samping menghindarkan
diri dari tusukan pedang tersebut, diikuti tubuhnya meloncat keatas
dengan mengikuti arah datangnya angin serangan tadi menyapu ke
depan.
Serangannya kali ini mengancam sepasang kaki dari Leng Hu Ih.
Kecepatan serangannya amat dahsyat seperti menggunakan
mata yang normal.
Dengan lekas Leng Hu Ih meloncat kesamping untuk
menghindarkan diri dari babatan itu, pada wajahnya segera
tersungginglah satu senyuman yang amat buas dan ganas sekali,
“Heee . . . . bangsat cilik. kau masih ingin mempamerkan
kepandaianmu ?” ejeknya dingin.
Air muka Ti Then amat tawar sekali, dengan perlahan-lahan dia
menekukkan kaki kirinya kebawah sehingga membentuk gaya
setengah berlutut pedang panjangnya dilintangkan didepan dada
memperhatikan sikap menanti serangan.
“Hmm.... sekarang adalah kssempaian yang baik buatmu, ayoh
maju!” serunya dingin.
Dengan diam2 Leng Hu Ih bergeser tiga langkah kesamping
kemudian secara
diam2 menusuk kearah pinggangnya, menanti ujung pedangnya
sudah berada satu dua coen dari pinggangnya dia baru membentak
dengan keras :
"Awas !”
Mendadak tubuh Ti Then berputar setengah lingkaran, didalam
keadaan yang amat kritis dia sudah membabat pedangnya
kesamping memukul miring serangaanya itu, kemudian dengan
mengikuti gerakan badannya sang pedang membacok kearah
dadanya.
Gerakannya amat keras dan aneh sekali. Dengan ter-buru2 Leng
Hu Ih meloncat mundur kebelakang.
"Heee . . . heee .... bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa
seram." Aku mau lihat kau masih bisa terima berapa jurus serangan
dari Lohu !"
Selesai berkata tubuhnya bergerak maju lagi melancarkan
serangan ganas.
Dengan mengandalkan pendengarannya Ti Then segera
menggerakkan pedangnya menangkis serangan tersebut, semakin
lama dia merasa semakin tidak tahan akhirnya terpaksa dia
meloncat bangun untuk menghindar.
Leng Hu Ih tidak mau memberi kesempatan buatnya untuk
bertukar napas. tubuhnya sekali lagi menubruk maju kedepan,
serangannya pun semakin lama semakin gencar semakin lama
semakin dahsyat.
"Hey bangsat cilik" teriaknya sembari menyerang sembari
tertawa seram. "Ini hari kau sudah membinasakan empat orang
anak buah dari Lohu, sekarang lohu mau tabas putus sepasang
tangan serta sepasang kakimu terlebih dulu untuk membalaskan
dendam atas kematian dari mereka berempat! "
Ti Then dengan sekuat tenaga menahan datangnya serangan itu,
sembari bertempur tangannya yang lain segera mengucak matanya
berusaha untuk mengembalikan penglihatannya tetapi sekalipun
sudah berusaha amat lama dia semakin merasa matanya semakin
sakit sehingga tak terasa lagi didalam hati dia menghela napas
panjang.
"Sudahlah " pikirnya kemudian, “tidak kusangka aku Ti Then ini
hari harus menemui ajalnya ditangan Si iblis bungkuk ini tetapi . .
bagaimana aku boleh mati dengan sama sekali tidak berharga ini ?
Aaku harus mengadu jiwa dengan dirinya."
Baru saja berpikir sampai disitu mendadak dia merasakan
lengannya amat sakit sekali agaknya Leng Hu Ih sudah berhasil
menggores luka lengannya.
Masih untung luka tersebut tidak terlalu berat, dengan tergesa-
gesa dia angkat badannya untuk menangkis.
“Traaaang . . “ dengan tepatnya dia berhasil memukul kesamping
pedang dari Leng Hu Ih, dia tidak mau membuaug kesempatan lagi
tubuhnya dengan cepat bergerak maju mendesaknya lebih lanjut.
Ssbaliknya Leng Hu Ih tidak mau mengadu jiwa dengan dirinya,
ketika dilihat tempat kedudukkannya sudah diketahui dengan cepat
tubuhnya meloncat kesamping.
Kemudian dengan perlahan-lahan dia memutar kebelakang badan
Ti Then, sambil meringankan tindakannya dengan tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun dia mendesak maju kembali.
Ti Then dengan pusatkan seluruh perhatiannya mendengar,
dikarenakan tidak mendengar juga pihak lawannya menyerang
terpaksa dia putar badannya melancarkan serangan dengan
menggunakan jurus Ya Can Pat huan atau delapan penjuru
petempur malam.
Leng Hu Ih tetap berdiam ditempat sama sekali tidak bergerak.
“Leng Hu Ih, kau terlalu tolol” Maki Ti Then kemudian sambil
menghentikan gerakammya. “Bagaimana sudah begitu lama kau
masih belum sanggup untuk membinasakan diriku ?”
Didalam hati Ti Then tahu dia hendak melancarkan serangan
bokongan kepadanya karena itu di dalam hati dia pun segera
mengambil keputusan untuk dengan siasat melawan siasat.
Dia akan berdiri tenang menunggu datangnya serangan musuh,
menanti pedangnya sudah menempel badannya dengan
menggunakan saat yang amat kritis itulah dia hendak balas
melancarkan satu serangan beradu jiwa dengan dirinya.
Karena itu keadaannya jadi semakin tegang lagi, dengan
dinginnya dia berdiri menanti.
Leng Hu Ih yang melihat pihak lawannya pun hendak
menggunakan tenang ma lawan tenang semakin tidak berani
bergerak lagi, sepasang matanya yang buas dengan cepatnya
berputar-putar, mendadak dengan perlahan-lahan dia berjongkok
memungut sebuah batu kemudian dengan perlahan-lahan bangkit
dan mneyambitkan batu itu kedepan tubuh Ti Then.
“Plooook!” dengan disertai suata yang amat nyaring batu itu
tepat terjatuh dihadapannya.
Tubuh Ti Then segera kelihatan bergetar amat keras.
Tetapi dia pun tidak turun tangan, dia hendak menanti sampai
pedang pihak lawan menempel badannya dia baru melancarkan
serangan balasannya.
Sebaliknya Leng Hu Ih menduga Ti Then pasti akan terkena
pancingannya dan turun tangan melancarkan serangan, karena itu
begitu melihat badan Ti Then sedikit tergetar dengan cepat dia
ayunkan pedangnya menyerang lengan sebelah kanan dari Ti Then.
Dia tetap mempunyai rencana untuk membacok putus tangan
serta kaki Ti Then dulu kemudian baru membinasakan diri Ti Then
dengan perlahan-lahan.
Tampaklah sinar pedang berkelebat menyilaukan mata,
pedangnya dengan amat tepat sekali berhasil membacok lengan
kanan dari Ti Then,
Sedang Ti Then pun dengan menggunakan saat pedang tersebut
menempel badannya mendadak dia putar pedangnya dari bawah-
ketiak kanannya menusuk kearah belakang.
"Aaaaaah ,„.„..".
Suara teriakan ngeri yang mendirikan bulu roma segera bergema
keluar dari mulut Leng Hu Ih.
Ti Then segera merasakan kalau pedangnya dengan amat tepat
sekali berhasil menusuk lambung lawannya, didalam hati dia merasa
sangat girang sekali, dengan cepat tubuhnya berputar kebelakang
kaki kanannya dengan kecepatan yang luar biasa melancarkan
tendangan kilat menghajar lambungnya kemudian sembari
mencabut keluar pedangnya dia meloncat mundur satu langkah.
Dia sama sekali tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan,
karena itu begitu ujung kakinya mencapui permukaan tanah dengan
pusatkan seluruh perhatiannya dia siap-siap menghadapi perubahan
selanjutnya,
Tetapi walaupun sudah ditunggu beberapa saat lamanya masih
belum terdengar juga suara rubuh maupun berjalannya Leng Hu Ih,
didalam hati diam2 dia merasa terkejut bercampur curiga, tidak
kuasa lagi tanyanya dengan suara keras;
"Hey bungkuk, kau sudah mati?”
Leng Hu Ih tidak menjawab.
Tadi dia merasakan pedangnya itu dengan amat tepat sekali
berhasil menusuk lambung dari pihak lawannya bahkan pedangnya
menancap sangat dalam sekali, menurut keadaan biasa seharusnya
pihak lawan sudah menemui ajalnya.
Tetapi kenapa dia tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan?
karenanya didalam hati dia merasa tidak paham. pedangnya segera
dikibaskan kembali dengan menggunakan jurus Ya Can Pat Hong
atau delapan penjuru bertempur malam.
Akhirnya dia sama sekali menemui sasaran yang kosong.
“Apa mungkin dengan membawa luka dia sudah melarikan diri ?”
pikirnya didalam hati- “Bilamana memang demikian adanya maka
tentunya dia meloncat pergi sewaktu aku mencabut keluar
pedangku tadi . . ?”
Berpikir akan hal ini rasa tegang yang mencekam didalam hatinya
pun manjadi kendor kembali, dia mulai merasakan lengan kanannya
terasa amat sakit.
Ketika dia meraba dengan menggunakan tangannya saat itulah
dia baru menemukan kalau luka pada lengannya itu tidak kecil,
panjangnya ada dua coen dengan lebar tiga coen bahkan hampir
melukai tulangnya, darah segar dengan tak-henti2nya menetes
keluar membasahi bajunya, dengan cepat jari tangannya berkelebat
menotok jalan darah yang dekat dengan tempat tersebut.
Setelah itu kepalanya didongak memandang kearah sebelah
sarang penjahat itu, secara samar2 dia merasakan ada sinar merah
yang muncul didaerah sekitar tempat itu, tak kuasa lagi dia
bergumam seorang diri;
“Aaah…... itu tentu warna api, Wi Ci To serta Nyio Sam Pak
sudah membakar sarang perampok tersebut"
Berpikir sampai disitu mendadak telingany mendengar suara
hiruk pikuk yang amat keras sekali berkumandang datang dari
tempat kejauhan,
Jika didengar dari suara tersebut agaknya berasat dari anak buah
dari si iblis bongkok yang sedang melarikan diri kocar kacir dari
dalam sarangnya.
"Ehmm .... bilamana diantara orang2 itu ada seorang jagoan
yang melarikan diri melewati tempat ini dan melihat aku sedang
terluka…”
Berpikir akan hal ini dengan ter-gesa2 dia berjalan menuju
kesebelah kanan.
Dia masih ingat disebelah kanas dari tempat itu terdapat sebuah
hutan yang amat lebat dia bermaksud untuk bersembunyi beberapa
saat lamanya didalam hutan itu, karena mata serta kedua luka
dilengannya sudah sukar buatnya untuk bergebrak kembali.
Tetapi baru saja dia berjalan beberapa langkah mendadak
terdengarlah suara tersampoknya ujung pakaian berkelebat dating
dengan kecepatan yang luar biasa.
Dengan cepat dia putar badannya siap2 menghadapi sesuatu.
“Ti Kiauw-tau kau kenapa?”
Suara dari Wi Ci To.
Mendengar suara itu Ti Then segera menghembuskan napas
lega, dengan wajah yang menampilkan senyuman pahit dia berkata:
“Gakhu..kau…”
Wi Ci To yang melihat wajahnya sudah dipenuhi dengan kapur
menjadi amat terperanjat sekali, dengan cepat dia berlari mendekat.
“Kenapa matamu?” tanyanya dengan cemas.
“Karena sedikit tidak waspada, mataku sudah terkena sambitan
kapur dari si iblis bongkok..”
Belum habis dia berbicara tiba-tiba terdengarlah suara dari Nyio
Sam Pak berkumandang keluar dari belakang Wi Ci To.
“Aaaah…kau sudah bunuh iblis ini!” teriaknya dengan keras.
“Aaaah..dia sunguh-sungguh sudah mati?” Tanya Ti Then
kegirangan.
“Kau…kau membinasakan dirinya setelah matamu dibutakan
olehnya?” tanya Wi
Ci To dengan terperanjat.
“Benar” sahut Ti Then mengangguk, “Dia ingin menabas tangan
serta kaki dari boanpwe tetapi akhirya boanpwe berhasil menusuk
dirinya… agaknya boanpwe berhasil menusuk lambungnya”
“Tidak!” seru Nyio Sam Pak membenarkan kesalahannya, “Kau
sudah menusuk ulu hatinya”
“Oooh..lalu mayatnya apa rubuh disana?”
“Benar”
“Sungguh aneh sekali” gumam Ti Then seorang diri, “Kenapa
boanpwe tidak mendengar tubuhnya rubuh keatas tanah?”
“Tentunya dia rubuh keatas tanah dengan perlahan” sahut Wi Ci
To memberikan pendapatnya, “Matamu sudah tidak dapat melihat?”
"Benar, aku cuma bisa melihat sinar putih yang rada samar2 dan
buram . .”
Wi Ci To dengan ter-gesa2 memasukkan pedangnya kedalam
sarung kemudian serunya dengan cemas:
"Mari, lohu gendong kau pulang kedalam perkampungan !"
Tidak menanti Ti Then memberikan jawabannya dengan cepat
dia sudah menggendong badan Ti Then dan lari menuju ke
perkampungan Thiat Kiam San Cung.
Nyio Sam Pak sambil menenteng pedang-segera mengikuti dari
belakangnya.
"Bagaimana dengan sarang mereka ?” tanya Ti Then kemudian
ditengah jalan.
"Sedang terbakar hebat, anak buah mereka sebanyak seratus
orang sudah bubaran bagaikan buuung !". Sahut Wi Ci To.
"Diantara pembantu2 Leng Hu Ih kini cuma Sikakek tak berbudi,
Si muka aneh serta sibisul merah tiga orang saja yang berhasil
meloloskan diri" Sambung Nyio Sam Pak lebih lanjut. "Boleh dikata
pertempuran kita kali ini memperoleh kemenangan total, cuma saja
Ti Kiauw-tauw sudah menderita luka. hal ini benar2 membuat lolap
merasa tidak tenang".
“Nyio Locianpwe buat apa mengucapkan kata2 tersebut ? sedikit
luka dari boanpwe ini tidaklah seberapa buat apa locianpwe merasa
kuatir ?".
"Tetapi bilamana sepasang mata dari Ti Then Kiauw-tauw tidak
dapat melihat kembali, maka „ . . . "
“Tidak! dia dapat melihat lagi," Sela Wi Ci To dengan cepat."
Setelah kembali kedalam perkampungan nanti, asalkan dibersihkan
beberapa kali dengan menggunakan air maka dia bisa melihat
kembali seperti sedia kala”
“Semoga saja demikian..." sambung Nyio Sam Pak sambil
menghela napas panjang.
"Bilamana tidak dapat melihat juga tidak mengapa, nyawa dari
boanpwepun ini didapat dari pungutan, ada apanya yang dapat
disesali ?"
Di dalam keadaan buta ternyata Ti Kiauw tauw masih bisa
melukai dan membinasakan Leng Hu Ih, hal ini sungguh2 sukar
untuk dipercaya!"
"Soal ini mungkin dikarenakan dia orang terlalu memandang
rendah diriku.
Bilamana bukannya dia ingin membacok putus sepasang tangan
serta kaki dari boanpwe kemungkinan sekali dia sudah berhasil
membinasakan diri boanpwe.”
Mereka bertiga sembari berjalan sembari ber-cakap2, tidak
selang seperempat jam kemudian mereka sudah tiba didalam
perkampungan Thiat Sam Kiam san Cung.
Nyio Si Ih sekalian yang melihat Ti Then menderita luka jadi
merasa terkejut, dengan cepat mereka pada maju mengerubung
dan menanyakan parsoalannya..
Tetapi Nyio Sam pak sudah mengulapkan tangannya mencegah,
tegurnya:
“Nanti saja kita bicarakan lagi, sekarang cepat ambil beberapa
pikul air bersih,”
Huan Ceng Koei serta Cia Pu Leng yang ada dikalangan dengan
tergesa2 segera berlalu.
Kepada putranya Nyio Si Ih dengan cepatnya Nyio Sam Pak
memberi perintah lagi.
“Si Ih, cepat kau siapkan obat2an dan menolong Ti Kiauw-tauw
balutkan lukanya.”
“Baik!” sahut Nyio Si Ih kemudian dengan tergesa-gesa berlalu
dari sana. Beberapa saat kemudian Huan, Cio dua orang sudah
mengambil empat pikulan air bersih, Wi Ci To segera membimbing
Ti Then untuk berjongkok dihadapan air bersih itu dan serunya.
“Mari masukkan kepalamu kedalam air!”
Ti Then segera menurut dan memasukkan kepalanya kedalam
air, kapur yang di wajahnya setelah terkena sir segera pada buyar
dari kawahnya,
Wi Ci To yang melihat air yang bersih atu sudah tercampur
sehingga kotor segera ganti dengan air yang baru.
“Sekarang coba kau membuka matamu dengan perlahan-lahan”
katanya,
Sekali lagi Ti Then memasukkan kepalanya kedalam air kemudian
dengan ptrlahan-lahan membuka matanya,
Ternyata sedikitpun tidak salah, rasa sakit sudah semakin
berkurang, kaput yan masih tertinggal didalam matapun sebagian
besar sudah larut kedalam air.
Ketika dia angkat kepalanya secara samar2 dia dapat melihat
beberapa sosok bayangan yang kabur, dalam hati dia merasa
sangat girang sekali.
"Aaah . . , sudah lebih baikan!".
"Sudah dapat melihat??" tanya Wi Ci To dengan cepat.
"Masih sedikit kabur, tetapi sudah dapat melihat bentuk badan
orang!".
"Coba ganti sepikul air lagi!”
Setelah mencuci lagi dengan sebaskom air bayangan orang yang
semula kelihatan kabur kini jauh lebih jelas lagi, cuma saja jaraknya
masih kelihatan jauh.
Wi Ci To yang melihat Nyio Si Ih sudah membawa obat2an
datang kesana lantas ujarnya kemudian:
"Sekarang balut dulu lukamu, setelah itu lohu akan bantu
mencucikan kembali matamu dengan perlahan".
Demikianlah dengan dibimbing oleh Wi Ci To, Ti Then
dibaringkan keatas sebuah pembaringan.
Wi Ci To serta Nyio Sam Pak segera turun tangan sendiri
mencucikan mulut luka itu kemudian baru diberi obat dan di
bungkus dengan kain.
"Kau sudah banyak mengalirkan darah, sekarang merasa
bagaimana?" tanya Wi Ci To tiba2.
"Sekarang aku merasa rada lapar! " sahut Ti Then sambil
tersenyum.
"Aaaah ..." seru Nyio Sam Pak tertahan, kepada putranya Nyio Si
Ih cepat ujarnya:
"Si Ih, perjamuan telah dipersiapkan?".
"Sejak semula telah dipersiapkan " sahut Nyio Si Ih dengan
sangat hormat.
"Sekarang Ti Kiauw-tauw tidak dapat makan dimeja perjamuan, .
kau cepatlah bawa kemari makanan tersebut".
Nyio Si ih lantas menyahut dan berlalu dari sana.
"Nyio-heng!" tiba? terdengar Wi Ci To berkata. "Disini apakah ada
kapas yang bersih?”
"Buat apa Wi Poocu memerlukan kapas?" tanya Nyio Sam Pak
melengak.
"Bersihkan matanya!" Sahut Wi Ci To sambil menuding kearah Ti
Then. "Matanya harus dibersihkan dengan menggunakan-kapas
baru dapat bersih dari kapur".
Nyio Sam Pak lalu memerintahkan anak buahnya untuk pergi
mengambil kapas, kemudian dengan rasa girang ujarnya:
"Jika dilihat keadaan ini penglihatan dari Ti Kiauw-tauw akan
dapat pulih kembali seperti sedia kala”
“Benar! " sahut Wi Ci To mengangguk. “kapur memang barang
yang paling mudah melukai mata, tetapi kalau dapat cepat2
dibersihkan dengan air maka hal itu tidak lagi terlalu bahaya".
Leng Hu Ih selamanya menyebut dirinya sebagai iblis nomor satu
didalam Bu-lim dan selamanya bersikap amat sombong sekali, tidak
disangka didalam sakunya dia pun memiliki benda yang amat
rendah seperti ini! ".
"Mungkin benda ini sudah dipersiapkan untuk menghadapi kita
berdua dia sebeenarnya adalah orang dari kalangan Hek-to sudah
tentu berbuat apa pun dia tidak takut".
Sewaktu berbicara sampai disana tampaklah Nyio Si Ih dengan
membawa nampan makanan yang lezat sudah berjalan masuk ke
dalam.
Baru saja makanan itu diletakkan di meja orang yang
diperintahkan untuk membawa kapas pun sudah tiba.
"Mau cuci mata dulu atau makan dulu?" tanya Nyio Sam Pak
kemudian.
“Cuci mata dulu" Sahut Wi Ci To,
Dia mengambil sebuah bangku dan membiarkan kepala dari Ti
Then menjulur keluar dari dalam pembaringan dan bersandar diatas
bangku tersebut. setelah itu dia mengambil kapas dibasahi dulu
dengan air dingin kemudian baru mulai membuka mata dari Ti Then
dan membersihkan kapur yang masih tertinggal didalam kelopak
matanya itu.
Sesudah dicuci beberapa kali akhirnya rasa sakit yang diderita Ti
Then pun jauh berkurang, sedangkan penglihatannya sudah pulih
delapan bagian,
"Sekarang bagaimana rasanya ?" tanya Wi Ci To.
“Sudah hampir pulih seluruhnya cuma saja masih merasa sedikit
sakit."
“Soal ini tidak bisa terhindar lagi tetapi setelah lewat satu dua
hari tentu akan sembuh kembali seperti sediakala, sekarang kau
duduklah dan bersantap.”
"Tidak!” cegah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Tangan kanan dari
Ti Kiauw-tauw masih belum sembuh. biarlah dia tetap berbaring
Lolap akan suruh putraku membantu dia!”
Dengan cepat dia menekan badan Ti Then untuk berbaring
kembali, setelah itu kepada putranya Nyio Si Ih perintahnya:
"Si Ih, coba kau bantulah Ti Kiauw-tauw untuk menyiapkan
makanan itu kepadanya!"
"Tidak perlu begitu. boanpwe bisa makan dengan menggunakan
tangan kiri." Seru Ti Then menampik.
Tetapi walaupun dia sudah berbicara secara bagaimanapun dia
orang tua tidak memperkenankan juga dia makan sendiri. Ti Then
tidak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa sahutnya kemudian:
"Kalau begitu silahkan Nyio Locian-pwe pergi bersantap, cuma
dikarenakan sedikit luka dari boanpwe membuat Lo-cianpwe pun
harus bingung- benar2 membuat boanpwe merasa tidak tenang."
"Baiklah!” ujar Nyio-Sam Pak kemudian dan menoleh kearah Wi
Ci To. "Mari kita pergi makan dulu, nanti kita datang lagi!"
Setelab dua orang tua itu pergi Nyio Si Ih mulai membantu Ti
Then menyuapinya, dia orang sampai waktu ini masih tidak tahu
bagaimana Ti Then terkena sambitan kapur oleh pihak lawan serta
bagaimana kesudahan pertempuran melawan Leng Hu Ih, tidak
tertahan lantas tanyanya;
“Ti-heng siapa yang sudah melukai matamu itu ?”
"Leng Hu Ih”
"Oooh. . . kau sudah bergebrak dengan si iblis bungkuk Leng Hu
Ih ?" tanya Nyio Si Ih terkejut.
"Benar."
"Lalu bagaimana kesudahannya ?" Sembari menyuapi makan Ti
Then segera menceritakan bagaimana dia sudah mengalahkan diri
iblis bungkuk itu.
Ketika Nyio Si Ih mendengar dia orang sudah berhasil
membinasakan diri iblis bungkuk Leng Hu Ih tidak terasa lagi
sepasang matanya sudah terpentang lebar2, dengan wajah kurang
percaya tanyanya dengan terkejut.
"Sungguh ? kau . . . kau bisa menangkan si iblis bungkuk Leng
Hu Sian?"
Ti Then cuma tersenyum saja tidak menjawab.
xxxx
Malam ini dengan alasan hendak menjaga Ti Then Wi Ci To tidur
satu kamar dengan diri Ti Then.
Nyio Sam Pak menemani mereka berdua sampai tengah malam
baru pamit untuk pulang ke kamarnya.
Setelah melihat bayangan punggungnya lenyap dari balik pintu,
Ti Then baru menoleh ke arah Wi Ci To dan tersenyum pahit.
"Siasat kita aku rasa sukar untuk dijalankan lagi" ujarnya dengan
suara yang rendah. "Gak-hu punya rencana berbuat bagaimana?”
"Lohu sendiri juga tidak mengetahui cara untuk menghadapi
perubahan ini..” sahut Wi Ci To kemudian dengan wajah serius
setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya.
“Ini hari kita harus membantu Nyio-locianpwe melenyapkan si
iblis bungkuk Leng Hu Ih, walau pun urusan terjadi di luar dugaan
tetapi boleh dikata perjalanan kita tidak sia-sia, bilamana kita tidak
pergi ke perkampungan Thiat Kiam San Cung terlebih dulu
bagaimana bisa tahu kalau Nyio locianpwe juga mengundang Cuo It
Sian untuk member bantuan?”
“Benar!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk "Untung sekali Nyio
Cung-cu berkata kalau paling cepat Cuo It Sian baru sampai disini
dua puluh hari kemudian, maka itu kita masih punya kesempatan
untuk mengubah siasat”
"Gak-hu menduga apakah Cuo It Sian bisa menerima undangan
dari Nyio Locian-pwe untuk datang ke perkampungan Thiat Kian San
Cung?”
"Delapan bagian dia bisa dating!”
"Tetapi ada kemungkinan juga dia tidak berani datang, karena
dia sudah membinasakan anak murid dari Nyio locianpwe, Si elang
sakti Cau Ci Beng, sewaktu putra dari Nyio Locianpwe sampai di
rumahnya dan menjelaskan maksud hatinya untuk memohon
bantuannya membasmi Si iblis bungkuk Leng Hu Ih, mungkin dia
sudah menaruh curiga kalau rahasia dimana dia sudah membunuh
mati si elang sakti Cau Ci Beng telah diketahui oleh dia orang tua
sehingga dengan demikian dia sudah menaruh salah anggapan
bahwa undangannya untuk mengunjungi perkampungan Thiat Kiam
San Cung hanyalah satu siasat balaka !"
"Sudah tentu dia bisa berpikir sampai kesana, tetapi lohu percaya
dia bisa datang karena diapun menduga kalau pembunuhan yang
dilakukan ditengah malam buta itu tidak bakal bisa diketahui oleh
siapapun juga, maka itu Nyio Cung-cu tidak mungkin bisa
mengatahui kalau Cau Ci Beng mati ditangannya, bahkan bilamana
dia tidak datang maka hal ini semakin bisa diperlihatkan kecurigaan
yang lebih besar !"
Dia berhenti sebentar untuk kemudian katanya lagi :
"Sudah tentu jikalau dia tidak datang kita bisa melakukan
pekerjaan sesuai dengan rencana,"
"Bilamana dia sudah datang apakah Gak-hu merasa dia dapat
membawa pedang Biat Hun Kiam-nya ?" tanya Ti Then
“Sukar untuk dibiarakan, dia ada kemungkinan membawa serta
pedang tersebut ada kemuugkinan juga tidak membawa pedang itu
. . .”
“Apa maksud perkataanmu itu ?”
“Untuk menutupi rahasia patahnya pedang pendek itu ada
kemungkinan dia bisa membawa serta pedang pendek Biat Hun
Kiam itu untuk sengaja diperlihatkan kepada Nyio Cung cu sehingga
dengan demikian bisa ada orang yang membuktiksn kalau pedang
pendek Biat Hun Kiam itu belum pernah terputus , . .”
“Oooh „ , . . sekarang boanpwe paham sudah,” tiba-tiba potong
Ti Then sambil tertawa.
“Kau sudah memahami apa?” tanya Wi Ci To melengak.
“Dahulu dia pernah menggunakan pedang pendek Biat Hun Kiam
itu untuk melakukan satu perbuatan yang merugikan masyarakat,
akhirnya pedang pendek itu patah jadi dua dan secara tidak sengaja
sudah didapatkan oleh Gak-hu sehingga menangkap pangkal
peristiwa inu, bukan begitu?” ujar Ti Then sambil tertawa.
“Benar” sahut Wi Ci To kemudian sambil mengangguk sesudah
berpikir sebentar. “Sekarang kau adalah menantuku, maka aku
sudah menaruh kepercayaan kepadamu, peristiwa yang terjadi
memang seperti apa yang kau duga, dia memang pernah
menggunakan pedang ini untuk melakukan satu perbuatan yang
merugikan orang lain.”
“Peristiwa apa?”
Dengan perlahan-lahan Wi Ci To menghela napas panjang.
“Orang itu sebetulnya tidak jelek” ujarnya. “Pada masa yang lalu
setelah lulus ujian dia lantas diangkat sebagai pembesar negeri dan
memangku jabatan disatu kota tetapi dia orang bersifat jujur dan
suka menegakkan keadilan bahkan paling tidak suka melihat cara
bekerja dari pembesar lainnya, akhirnya karena tidak betah dia
meletakkan jabatan dan kembali kedesa, beberapa tahun kemudian
dia mulai berkelana didalam Bu-lim. dikarenakan semasa kecilnya
dia pernah memperoleh pelajaran ilmu silat dari seorang manusia
aneh di dalam Bu-lim maka tidak sampai satu tahun dia
mengembara namanya sudah terkenal sekali diseluruh sungai telaga
bahkan di dalam beberapa tahun itupun dia sering melakukan
pekerjaan baik maka orang2 sudah menganggap dia sebagai
seorang pendekar yang patut dihormati.
Heei.. , , siapa tahu setelah tiba di masa tuanya ternyata
perbuatannya malah tidak keruan dan sudah melakukan satu
perbuatan yang sangat tercela sekali”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambil
tertawa dingin sambungnya:
“Urusan sudah begini, pada suatu tengah malam empat tahun
yang lalu, dikarenakan lohu ada urusan hendak pergi menyambangi
Yuan Koan Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw lim pay ditengah
perjalanan melewati sebuah dusun didekat kota Tiong Cing Hu yaitu
dusun Sak Peng, mendadak dari sebuah rumah petani
berkumandang datang suara jeritan ngeri dari seorang perempuian,
lohu dengan cepat mengejar kesana begitu masuk kedalam pintu
satu pemandangan yang amat memalukan dan mengerikan
terpampang dihadapan mata,
Didalam rumah itu menggeletaklah sepasang suami istri, yang
lelaki sudah tertotok jalan darah kematiannya sehingga binasa
diatas lantai, yaug perempuan telanjang bulat menggeletak diatas
pembaringan, jelas sekali bagian bawah badannya sudah mengalami
perkosaan yang ganas, pada dadanya masih mengalir keluar darah
segar dengan amat derasnya sedang disamping badannya
menggeletaklah potongan pedang pendek tersebut.
Jika ditinjau dari keadaan itu jelas perempuan tersebut sudah
diperkosa dulu kemudian baru dibunuh dan alat untuk melakukan
pembunuhan itu bukan lain adalah pedang pendek tersebut entah
secara bagaimana pedang pendek yang digunakan untuk menusuk
dada perempuan itu bisa putus sedangkan pembunuhnya mungkin
karena keadaannya amat gugup ternyata potongan pedang itu pun
sudah lupa untuk memungutnya kembali.”
Ketika mendengar kisah tersebut sampai disana Ti Then segera
mengerti, bangsat tukang perkosa itu bukan lain adalah si pembesar
kota Cuo It Sian, tidak terasa lagi hawa amarah sudah membara
didalam dadanya.
“Hmm, sungguh ganas perbuatannya!” makinya dengan gusar.
Sekali lagi Wi Ci To menghela napas panjang, sambungnya lagi :
“Ketika Lohu melangkah masuk kedalam kamarnya perempuan
tersebut masih belum putus nyawa, begitu bertemu dengan lohu
dengan kata kata terputus dia cuma mengucapkan Cuo It Sian tiga
kata saja setelah itu napasnya putus dan menemui ajalnya.”
“Dia mempunyai banyak uang, untuk main perempuan masih
mempunyai cara yang amat banyak sekali, tidak kusangka ternyata
dia masih menggunakan juga cara yang demikian kejamnya. Hmm,
patut dibunuh”
Wi Ci To tersenyum.
“Manusia adakalanya memang sangat menggelikan” ujarnya lagi
dengan perlahan. “Terang-terangan didalam hati mempunyai sifat
suka main perempuan tetapi dihadapan orang lain sengaja
memperlihatkan sikap yang keren dan berwibawa di wajahnya
memperlihatkan sikapnya yang sok suci . . . karena itu untuk
melampiaskan napsu binatangnya terpaksa dia melakukan pekerjaan
mencuri, demikian pula dengan keadaan dari Cuo It Sian, terang
terangan dia kepingin sekali main perempuan tetapi tidak berani
memperlihatkan keinginannya itu secara terbuka didalam keadaan
yang kebelet pikiran serta kesadarannya jadi terganggu,
kesadarannya jadi kalut sehingga tanpa memikirkan akibatnya dia
sudah melakukan pekerjaan yang amat rendah dan memalukan itu.”
“Tetapi jikalau ditinjau kekayaan yang berlimpah limpah untuk
mencari perempuan atau gundik bukanlah satu soal yang amat sulit,
didalam rumahnya dia menyembunyikan perempuan ada siapa yang
bakal tahu ?” ujar Ti Then sambil tertawa.
“Dengan usianya yang sudah lanjut boleh dikata sudah patut
menjadi kakeknya orang lain, bagaimana pun dia harus
memperlihatkan juga kewibawaannya apalagi ada beberapa patah
kata entah kau pernah dengar orang berkata atau tidak ?”
“Perkataan apa ?” tanya Ti Then cepat.
“Daripada istri lebih baik gundik, daripada gundik lebih baik
budak perempuan, daripada budak perempuan lebih baik
memperkosa.”
“Hmmm, sungguh mirip tulang kere!” seru Thi Then sambil
tertawa pahit.
Mendadak Wi Ci To mendehem perlahan, senyuman yang
menghiasi bibirnya pun
telah lenyap.
“Pokoknya” ujarnya lagi dengan serius, “Perbuatan dari Cuo It
Sian memperkosa perempuan itu bukan dikarenakan godaan hatinya
saja. sebab yang penting adalah dikarenakan perempuan itu
mempunyai wajah yang amat cantik serta bentuk badan yang
montok dan menggiurkan.”
“Aaaah.., perempuan ini sangat cantik?” tanya Ti Then tertegun.
“Benar.” sahut Wi Ci To mengangguk, “Boleh dikata saking
cantiknya sukar untuk dibandingkan, apalagi sepasang matanya
yang hitam dan besar itu membuat setiap orang yang melihatnya
pasti akan terpikat. Sudah tentu Cuo It Sian terpikat hatinya oleh
kecantikan wajah perempuan itu sewaktu menarik hasil panennya
sehingga saking tidak tahannya dia sudah melakukan perbuatan
tersebut.”
“Lalu apakah suami dari perempuan itu adalah anak buah dari
Cuo It Sian?” tanya Ti Then keheranan-
“Tidak salah, kalau tidak bagaimana perempuan itu bisa
mengetahui kalau orang yang memperkosa kemudian
membunuhnya adalah hasil perbuatan dari Cuo It Sian?”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya
lagi.
“Berbicara selanjutnya, sewaktu loho melihat perempuan itu telah
mati untuk menghindarkan diri dari kesalah pahaman dari orang-
orang kampung, maka lohu segera pungut kembali potongan
pedang itu dan meninggalkan dusun itu kembali ke kota Tiong Cing
Hu”
Sewaktu Lohu sampai dirumahnya waktu itu dia masih belum
tidur, ketika lohu munculkan dirinya dan bertemu dengan dia
kemudian memperlihatkan pula potongan pedang itu dia segera jadi
ketakutan bahkan secara tiba-tiba sudah berlutut dihadapan lohu
untuk minta diampuni dosanya, dengan memandang jasa yang
pernah diperbuat sewaktu berkelana didalam Bu-lim dia berjanji
empat tahun kcmudian dia akan bunuh diri dihadapan lohu untuk
menebus dosanya”
“Kenapa dia mengajukan permintaan itu?”
"Dia bilang dia masih ada perintah dari suhunya yang masih
belum diselesaikan, menurut perkataannya sesaat suhunya
menemui ajalnya dia minta dia orang bantu mencarikan keturunan
dari seorang tuan penolongnya kemudian mewariskan seluruh
kepandaian silat itu kepada putra atau cucu dari orang itu, dan
selama ini dia masih belum menjalankan tugasnya itu karenanya dia
berharap sebelum meninggalkan dunia ini dia ingin menyelesaikan
dulu perintah dari Suhunya ini..”
"Perkataannya ini apa sungguh-sungguh?”
"Waktu itu wajahnya dipenuhi dengan air mata bahkan sudah
mengangkat sumpah. Lohu segera mempercayainya dan
mengijinkan dia hidup empat tahun lagi. Saat itu perduli dia sudah
berhasil menemukan keturunan dari tuan penolongnya itu atau tidak
dia diharuskan bunuh diri untuk menebus dosa tersebut.”
"Lalu apakah Gak-hu tidak pernah memikirkan bilamana sampai
waktunya dia mungkiri sumpahnya dan tidak mau membunuh diri
untuk menebus dosanya itu?".
“Lohu pernah memberitahu kepadany dengan jelas bilamana
sampai waktunya dia tidak mau bunuh diri untuk menebus dosa
tersebut maka pada pertemuan puncak di gunung Hoa san tahun
besok dihadapan orang banyak Lohu akan membongkar rahasianya
ini”
“Dan potongan pedang itu sebagai barang buktinya ? sambung Ti
Then lebih lanjut.
“Benar” sahut Wi Ci To membenarkan.
“Selama tiga tahun ini secara diam-diam beberapa kali Lohu
memeriksa gerak-geriknya; aku menemukan dia agaknya memang
benar sedang mencari- keturunan tuan penolongnya sesuai dengan
pesan terakhir suhunya, tetapi waktu hari itu Lohu mendengar
pengakuan dari Hu-Poocu yang berlutut sambil menjelaskan
maksudnya mengadakan jual beli dengan Cuo It Sian, Lohu baru
merasa aku orang sudah tertipu*, kiranya dia sengaja ulur waktu
sebenarnya sedang berusaha untuk mencuri kembali potongan
pedang itu untuk melenyapkan bukti”
“Setelah Hu poocu bunuh diri seharusnya Gak-hu lantas
mengumumkan kejahatannya”
“Waktu itu dikarenakan sedang mempersispkan perjanjian
dengan si anjing langit rase bumi lohu tidak ada waktu untuk
mengumumkan kejahatannya dihadapan umum tetapi menanti
setelah aku berhasil menghancurkan istana Thian Teh Kong dia
sudah berhasil menawan Ih Koen, Cha Cay Hiong serta Pau Kia Yen
tiga orang”
“Sewaktu dia orang sesudah memperkosa lalu membunuh
perempuan itu, potongan pedang yang lain masih tertinggal didalam
badan perempuan itu, akhirnya bagamana dia bisa mengambil
kembali potongan pedang yang masih tertinggal itu ?” tanya Ti Then
lagi.
“Hari itu setelah lohu perintah kau pergi kegunung Cun san untuk
mencuri kembali potongan pedang tersebut, lohu segera berangkat
menuju ke dusun Sam Peng untuk mengadakan penyelidikan, saat
itulah lohu baru tahu pada malam setelah perempuan itu diperkosa
kemudian dibunuh dan tepatnya setelah lohu meninggalkan diri Cuo
It Sian dia segera kembali lagi ke perkampungan Sam Peng untuk
mengambil keluar potongan pedang yang masih tertinggal dibadan
perempuan itu kemudian minjam kesempatan sebelum terang tanah
dia sudah bakar habis rumah petani itu, karenanya sewaktu Lohu
mengadakan penyelidikan didusun Sam Peng orang2 dusun
disekeliling tempat itu semuanya bilang sepasang suami istri itu
menemui ajalnya karena rumah yang mereka diami sudah terbakar,
mereka sama sekali tidak tahu kalau mereka sudah mati terlebih
dahulu ditangan Cuo It Sian.
Ditinjau dari hal ini saja jelas sekali sejak semula dia sudah punya
rencana untuk merebut kembali potongan pedang itu dari tangan
Lohu dan hendak mencuci bersih dosanya."
-oooOdwOooo-
“PERISTIWA ini sekalipun Gak-hu tidak dapat segera
mengumumkan dihadapan Bu-lim seharusnya boleh juga
diberitahukan kepada para jago yang ada didalam Benteng "ujar Ti
Then kemudian. “Kenapa Gak-hu selalu tidak mau berkata?"
“Sesudah potongan pedang itu berhasil dia orang dapatkan
kembali lohu sendiri pun tidak mempunyai bukti lagi untuk
membuktikan dosanya secara terbuka berarti juga sudah membuka
kedoknya yang sebenarnya dia mempunyai pengaruh dan harta
yang cukup banyak dan dapat menggunakan uangnya untuk
membeli kekuatan dari luar untuk melawan Benteng kita, maka itu
Lohu harus berpikir sebelum membeberkan dosa dihadapan umum."
“Tetapi pedang pendek itu sudah disambung seperti sedia kala,
sekalipun kita rebut kembali apakah bisa digunakan sebagai bukti
atas kejahatannya?”
“Dapat”
“Bagaimana bisa jadi ?” tanya Ti Then tidak paham.
“Pedang pendek itu adalah hadiah dari Nyio Sam Pak kepadanya
di kemudian hari setelah ada ditangan kita sekalipun dia mau
memberi penjelasan juga tidak bakal jadi terang apalagi ada kau
sebagai yang dengan mata kepala sendiri melihat dia
membinasakan Cu Kiam Lojien serta Si elang sakti Cau Ci Beng- lain
kali di hadapan para jago dalam Bu lim kau bisa menunjukan pula
tempat dimana Cu Kiam Lo-jien serta Si elang sakti Cau Ci Beng
dikubur.”
Ti Then segsra mengangguk membenarkan.
“Tadi Gak-hu bilang kalau memangnya dia menerima undangan
tersebut datang ke Perkampungan Thiat Kiam San cung ada
kemungkinan pedang pendek Biat Hun Kiam itu dibawa serta
kemudian sengaja diperlihatkan pada Nyio locianpwe sehingga
dengan demikian ada orang yang membuktikan kalau pedang
pendek itu belum pernah patah.”
Tidak menanti dia meneruskan perkataannya Wi Ci To sudah
menyambung.
“Sebaliknya alasannya tidak dibawa serta kemungkinan sekali dia
takut hilang.”
“Kalau begitu sekarang kita pura-pura mengatakan dia datang
dengan membawa pedang pendek itu. kita harus carikan satu akal
untuk mendapatkan pedang tersebut”
“Kau punya pendapat apa ?”
“Sebenarnya maksud kita datang kemari adalah hendak melihat
wajah serta perawakan dari Nyio Locianpwe kemudian oleh Gak-hu
atau boanpwe yang menyamar sebagai Nyio Locianpwe pergi ke
kota Tiong Cing Hu untuk memeriksa pedang itu kemudian menukar
pedang yang asli dengan yang palsu- Kini kalau memangnya Cuo It
Sian akan datang di perkampungan Thiat Kiam San Cung bagaimana
kalau kita jelaskan seluruh persoalan itu kepada dia orang tua
kemudian minta dia menanyakan pedang Biat Hun Kiam itu sesudah
dia tiba didalam perkampungan, bilamana Cuo It Sian membawa
serta pedang pendek Biat Hun Kiam itu maka dia akan mengambil
keluar untuk diperlihatkan kepada Nyio Locianpwe, saat itulah kita
dengan menurut rencana yang semula turun tangan dan biarlah
Nyio Locianpwe yang menukar pedang yang asli itu dengan yang
palsu".
"Bilamana siasat ini diketahui olehnya?" tanya Wi Ci To setelah
termenung berpikir sebentar.
Ti Then segera tersenyum manis.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 36
“PERKATAAN dari pinceng sampai disini saja, bilamana saudara2
sekalian suka mendeagarkan perkataanku maka silahkanlah turun
gunung, jikalau tidak suka percaya kenapa tidak lantas turun tangan
saja".
"Tidak salah" sambung Wie Ci To dengan cepat. "Yuan Kuang
ciangbunjin sudah menjelaskan seluruh persoalan hingga benar2
terang, bilamana saudara2 sekalian merasa kalau perkataan ini
boleh dipercaya maka silahkan sekarang juga turun gunung,
bilamana tidak percaya heee . . . . heee . . . aku orang she-Wie
akan menantikan petunjuk selanjutnya dari saudara2 sekalian".
Dua ratus orang jagoan dari kalangan Hek-to dengan
membusungkan dadanya pada berdiri tidak bergerak.
Tidak, akhirnya ada juga seorang yang mempercayai perkataaa
tersebut.
Dialah si "Tang Loo Koei Bo" Han Giok Bwee.
"Selamanya aku si nenek tua paling tidak suka mencari gara2
tetapi akupun tidak ingin mengikat permusuhan dengan lain
golongan, hey penguasa Go, aku pergi dulu !" teriaknya dengan
keras.
Selesai berkata tanpa mengucapkan kata2 lagi dia lantas putar
tubuh untuk turun gunung.
"Han Giok Bwee, kau berani pergi ?” bentak si penguasa Go
dengan nada amat gusar.
"Benar" jawab Tang Loo Koei Bo tertawa, "Oooh yaa haa . . . haa
kurang sedikit saja aku si nenek tua sudah melupakan akan sesuatu
urusan, maaf . . maaf…”
Dari dalam sakunya dia lantas mengambil keluar sebuah kertas
uang dan dilemparkan kembali kearah sipenguasa Go,
“Naah itu ambillah kembali, aku si nenek tua tidak akan merasa
tertarik oleh selaksa tahil perakmu itu!”
Selesai berkata dia lantas putar badan dan berlalu bagaikan
angin yang berhembus.
Seketika itu juga air muka si penguasa Go berubah jadi merah
padam dia benar2 merasa amat malu sekali.
Belu lagi dia orang memperlihatkan sesuatu gerakan apapun
terdengarlah si majikan ular Yu Toa Hay dengan amat gusarnya
sudah gembar-gembor dan mencak2.
"Apa ?" Teriaknya keras. "Kau kira si Tang Loo Koei Bo jauh lebih
kuat dari loohu? dia boleh mengambil selaksa tahil perak, kenapa
Loohu cuma mendapat delapan ribu tahil perak saja, Loo Phu kan
ambil berapa?"
"Loohu juga hanya mendapat delapan ribu tahil perak " jawab
sikakek kura2 Phu Tong Seng.
"Hal ini tidak bisa jadi !” Teriak si majikan ular Yu Toa Hay sambil
mencak2. "Hey orang she-Go kau tidak adil. kami majikan ular serta
kakek kura2 di dalam hal apa tidak dapat melebihi si Tang Loo Koei
Bo itu ? dia boleh mendapat selaksa tahil perak kenapa kami hanya
mendapat delapan ribu tahil?”
“Benar, hal ini tidak adil . . . .kurang ajar ! kurangajar! kau lihat
bagaimana sekarang??? "
"Jangan mau kerjakan pekerjaan ini" Teriak simajikan ular Yu
Toa Hay keras. "Mari kita pergi saja dari sini !”
Sehabis berkata dia mengambil keluar sabuah kertas uang dan
dilemparkan kehadapan si penguasa Go tersebut, setelah itu kakinya
menjejak tanah dan berkelebat pergi dari sana.
Si kakek kura2pun dengan cara yang sama melemparkan uang
kertas it keatas tanah lalu mengikuti dari belakang kawannya berlalu
dari situ.
Si penguasa Go benar2 merasa amat malu sekali atas terjadinya
peristiwa ini.
"Pemberontak ! Pemberontak !” Teriaknya sambil mendepakkan
kakinya berulang kali keatas tanah.
Si "Boe Cing Shu"; Ko Cing Liong yang tempo hari berhasil
meloloskan diri dari gunung Lak Ban San dengan cepat bergeser
kesamping badannya, dan dalam saku diapun mengambil keluar
secarik uang kertas lalu disusupkan ketangannya.
“Hmmm ! Bilamana bukannya Han Giok Bwee sengaja bicara
terus terang maka Loohu akan kau tipu mentah2" Serunya dengan
dingin. "Hmm! Kau kira aku yang harus menjual nyawa buat kau
orang she Go hanya berharga enam ribu tahil perak saja? Niiiih ....
aku kembalikan kepadamu !".
Sehabis berkata tanpa menoleh lagi dia segera berlalu dari sana.
Si muka aneh Ling Ang Lian dengan jalan yang menggiurkan pun
berjalan keluar dari barissn setelah itu dia melemparkan uang kertas
tersebut keatas wajah si penguasa Go.
"Han Giok Bwae adalah Loocianpwee aku tidak akan menandingi
dirinya", Serunya sambil tertawa dingin. "Tetapi si majikan ular serta
sikakek ular adalah orang cacad, mereka boleh mengambil delapan
ribu tahil kenapa aku cuma mendapat lima ribu tahil saja”
Dengan genitnya diapun berlalu dari sana.
"Maknya . . . !" Terdengar seorang lelaki bercambang memekik
keras dengan amat gusarnya, "Kiranya orang lain bisa mendapat
lebih banyak lagi dari loohu ... mak nya! loohu cuma mendapat tiga
ribu tahil, tidak mau, aku tidak mau !"
Demikianlah satu demi satu para jago dari kalangan Hek-to itu
melemparkan kembali uang kertasnya keatas tanah lalu ber-sama2
mengundurkan diri dari kalangan pertempuran.
Hanya didalam sekejap saja sudah ada seratus orang lebih yang
mengundurkan dirinya.
Melihat kejadian ini tidak kuasa lagi Wie Ci To mendongakkan
kepalanya tertawa ter-bahak2.
"Haaa . . . haha .... haaa . . Loohu masih kira saudara2 sekalian
datang kemari karena setia kawan . . , haaa . . .haaa kiranya
mereka lagi menjual nyawa buat orang lain !".
Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Cang-jien, Kiem Cong Loojien,
Mong Yong-Sian Kauw beserta seluruh jagoan pedang merah yang
ada disana tidak tertahan lagi bersama-sama tertawa ter-bahak2;
Sebaliknya sipenguasa Go saking gusarnya seluruh tubuhnya
gemetar amat keras.
Cian Pit Yuan semakin gusar lagi, mendadak dia mencengkeram
dada si penguasa Go itu lalu memakinya dengan amat gusar.
"Kau kakek tua celaka . . . kiranya kau orang sedang
menggunakan uang untuk membeli nyawa mereka! Hampir2 Loohu
kena kau kibuli !"
"Bukankah kau sama saja seperti mereka menerima uang dariku
?" Teriak si penguasa Go. “Kau malah menerima paling banyak, kau
mengambil lima, . .”
"Omong kosong”
Ditengah suara bentakan yang amat keras telapak tangannya
sudah melayang turun menghajar ubun2 dari si penguasa Go
sehingga seketika itu juga kepalanya hancur berantakan.
Sehabis membunuh sipenguasa Go itu, tanpa banyak bicara lagi
Cian Pit Yuan segera meloncat beberapa kaki jauhnya, dengan
melewati kepala para jagoan dari kalangan Hek-to lainnya dia
melayang kearah depan.
"Orang she-Cian, kau tidak boleh pergi!" bentak Wie Ci To sambil
menjejakkan badannya meloncat ketengah udara.
Tetapi belum berhasil dia menyandak diri Cian Pit Yuan, sejak
semula sudah ada orang yang menanti kedatangannya di tempat
kejauhan, begitu melihat Cian Pit Yuan melayang datang dia lantas
melancarkan satu pukulan kedepan.
"Terimalah seranganku!” bentaknya.
Orang itu bukan lain Ti Then adanya.
Cian Pit Yuan yang tubuhnya masih ada di tengah udara tidak
dapat menghindarkan diri lagi, terpaksa dia mendorong telapak
tangannya kedepan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Braak . .. !” disertai suara bentrokan yang amat keras sekali,
tdbuh Cian Pit Yuan sudah kena dipukul mental sehingga jatuh dari
tengah udara dan rebah terlentang diatas tanah.
Pada saat itulah Wie Ci To kebetulan sudah berada disamping
badannya, dengan cepat pedangnya berkelebat mengancam di atas
lehernya.
"Jangan bergerak!” ancamnya.
Dengan langkah yang perlahan Ti Then pun segera menghampiri
datang.
Air muka Cian Pit Yuan berubah pucat pasi bagaikan mayat,
tetapi nada ucapannya masih amat kasar.
"Wie Toa Poocu sungguh dahsyat kepandaian silatmu!"
Jelas dari ucapannya ini mengandung nada mengejek yang amat
pedas.
"Kau boleh berlega hati" Seru Wie Ci To sambil tertawa dingin.
"Loohu bisa memberi satu kesempatan yang amat adil buat dirimu,
sekarang loohu mau tanya terlebih dulu akan satu hal, kau sudah
menerima berapa banyak uang dari si penguasa Go itu."
"Kau anggap Loohu manusia macam apa, tidak mengambil uang
barang sesenpun dari dirinya!" Teriak Cian Pit Yuan dengan amat
gusarnya.
"Tetapi agaknya loohu pernah mendengar si penguasa Go
mengucapkan kata2 "Lima" bukankah kau sudah menerima lima
laksa tahil perak dari dirinya?"
Air muka Cian Pit Yuan seketika itu juga berubah jadi memerah,
"Kau memfitnah!" gembornya.
“Semua orang mengambil uang, mana mungkin kau sendiri yang
tidak menerima?"
"Dia datang padaku meminta Loohu bantu dirinya untuk
menegakkan keadilan, dia bilang kau orang she Wie serta Nyio Sam
Pak sudah membunuh mati Cuo It Sian majikannya dengan
menggunakan akal; Loohu mempercayai penuh atas perkataannya
itu maka lantas menyetujui permintaan bantuannya, aku sama sskali
tak menerima uangnya!"
"Kalau memangnya demikian kenapa dia membenci dan memaki
dirimu?" Seru Wie Ci To sambil mendengus dingin.
“Siapa yang tahu?” Teriak Cian Pit Yuan pula dengan benci.
“Bilamana kau tidak mengambil uangnya maka ada seharusnya
meninggalkan satu kehidupan untuk loohu tanyai sampai jelas,
tetapi secara tiba2 kau turun tangan membinssakan dirinya
bukankah tindakanmu itu mirip pula dengan perbuatan membunuh
untuk melenyapkan bukti hidup?"
"Omong kosong, loohu membinasakan dirinya karena merasa
gemas akan kelicikan serta kekejaman hatinya, aku sama sekali
tidak bermaksud membunuh untuk melenyapkan bukti hidup."
Dengan perlahan Wie Ci To segera menoleh kearah Ti Then.
“Ti Kiauw tauw, coba kau periksa sakunya!" perintahnya dengan
cepat.
Ti Then menyahut dan berjalan kesisi tubuh Cian Pit Yuan setelah
itu berjongkok dan memeriksa sakunya.
Air muka Cian Pit Yuan dari pucat pasi kini berubah jadi biru ke-
hijau2an, mendadak teriaknya dengan keras:
"Didalam saku Loohu ada selembar uang kertas, tetapi itu adalah
uang dari loohu sendiri".
Tangan kanan Ti Then yang merogoh ke da!am sakunya lantas
dapat meraba secarik uang kertas, setelah dilihatnya nilai yang
tertulis diatas kertas itu tidak kuasa lagi dia lantas tertawa cekikikan.
"Haaa . . . haaa . . . kenapa kertas uang ini pun kebetulan
bernilai lima laksa tahil perak?".
"Tidak Salah, uang itu adalah uang tabungan dari Loohu
sendiri!".
"Kalau begitu biarlah aku periksa sebentar dengan kertas uang
yang lainnya, bilamana gudang uang yang tertera diatas kertas
uang ini sama dengan gudang uang yang tertera diatas kertas2
uang lainnya maka hal ini membuktikan kalau uang itu bukan
milikmu".
Dia berjalan beberapa langkah kedepan untuk memungut secarik
kertas uang, setelah dilihatnya gudang uang yang tertera di atas
kertas uang itu tak ada bedanya tidak terasa sambil tertawa dingin
ujarnya kepada sipendekar pedang tangan kiri ini.
"Hmm ! Kiranya berasal dari sebuah gudang uang yang sama,
sekarang tentu saja kau tidak ada perkataan lain bukan ?".
Saking malunya saat ini Cian Pit Yuan jadi amat gusar sekali,
"Kalau memangnya Loohu menerima uangnya, lalu ada sangkut
pautnya apa dengan dirimu??" Bentaknya keras.
"Siapa yang bilang tiada sangkut pautnya dengan kami?"
sambung Wie Ci To sambil tertawa dingin. "Kau orang she Cian
terang2an mengetahui kalau tuduban yang dilancarkan mereka
terhadap Loohu adalah suatu peristiwa yang tidak nyata tetapi
karena ingin mempeioleh uang lima laksa tahil peraknya kau sadah
membolak-balikkan persoalan.
Hmmmm! Sekarang dengan memimpin jago2 dari kalangan
Hitam kalian datang mencari gara2 dengan Loohu apakah dalam
urusaa ini Loohu tidak boleh menuntut ??"
"Tetapi kau harus lihat dulu orang yang menerima uangnya ada
dua ratus orang banyaknya, bukannya cuma loohu seorang saja"
Bantah Cian Pit Yuan dengan ter-buru2.
"Orang lain boleh dipandang rendah tapi kau orang she Cian
tidak akan dipandang demikian!”
"Diluar mukanya walaupun loohu dibeli olehnya tetapi hal yang
sebenarnya adalah ingin berkelahi dengan dirimu, beranikah kau
bergebrak melawan loohu ??"
"Bagus sekali . . . bagus sekali . . Loohupun sudah siap sedia
untuk mamadamkan niatmu itu !" Seru Wie Ci To sambil tertawa
dingin.
Berbicara sampai disini pedang yang mengancam
tenggorokannya segera ditarik kemball dan mengundurkan diri tiga
langkah kebelakang.
"Ayoh bangun berdiri !" Bentaknya dengan keras.
Cian Pit Yuan dengan cepat meloncat bangun, diantara
berkelebatnya sinar pedang yang keemas-emasan ditangan kirinya
sudah bertambah lagi dengan sebilah pedang yang memancarkan
hawa yang amat dingin sekali.
Tetapi agaknya dia masih menaruh rasa jeri terhadap Ti Then
yang berdiri disamping, dia memandang sekejap kearahnya lalu
ujarnya.
"Kita harus menjelaskan dulu perkataan kita, ini hari bilamana
loohu kalah di tangan Wie Tou Poocu maka loohu akan menanti
hukuman, tapi bilamana menang?".
"Bilamana kau menang maka Loohu akan serahkan diri dan
menerima hukuman yang dijatuhkan kepada Loohu !" Sambung Wie
Ci To dengan cepat.
"Justru karena loohu takut tidak bertenaga untuk jatuhi hukuman
kepadamu, karena anak buahmu amat banyak sekali"
Sekali dengar saja Wie Ci To sudah mengerti apa maksud dari
perkataannya itu; kepada para jago pedang merah lantas pesannya:
"Kalian dengarlah semua, bilamana nantti loohu mati ditangannya
maka kalian tidak boleh menyusahkaa dirinya, biarkanlah dia pergi
dengan bebas, sudah dengar?"
"Dengar!” Seru pendekar pedang merah itu serempak.
“Ti Kiauw-tauw kaupun sama juga!” pesannya pula kepada diri Ti
Then.
"Baik!" sahut pemuda itu sambil menjura.
Wie Ci To segera kebas2kan pedangnya dan menoleb kembali
kearah Cian Pit Yuan.
“Sudahlah!" ujarnya sambil tertawa “Loohu sudah memberi pesan
wanti2 kepada mereka, sekarang kau boleh turun tangan dengan
berlega hati!"
"Baik, ini hari bilamana bukannya kau yang mati maka akulah
yang modar!" Teriak Cian Pit Yuan sambil tertawa seram.
Kuda2nya diperkuat, seketika itu juga dia sudah bersiap
melancarkan serangan.
Walaupun terhadap orang ini Wie Ci To memandang menghina
tetapi terhadap ilmu pedangnya dia tidak berani berlaku gegabah,
tubuhnya dengan cepat diperendah kemudian dengan pandangan
mata yang amat tajam memperhatikan pihak musuh.
Jago kelas satu bertempur situasinya sudah tentu tidak sama,
tampaklah mereka berdua yang satu ada diselatan yang lain ada di
sebelah Utara berdiri saling berhadap-hadapan, seluruh
perhatiannya dicurahkan pada gerak-gerik pihak musuhnya
kemudian dengan perlahan baru bergeser maju kedepan.
Suasana jadi amat tegang, seluruh jago yang hadir disana
merasakan hatinya berdebar keras, napasnya menjadi sesak.
Dengan wajah yang amat seram dan penuh diliputi napsu
membunuh Cian Pit Yuan segera bergeser maju terus kedepan.
Sebaliknya wajah Wis Ci To amat halus, ramah tetapi keren dan
berwibawa sekali.
Ti Then yang melihat sikap serta air muka mereka berdua segera
berjalan kesamping Wie Lian In dan bisiknya dengan suara yang
amat lirih.
“Pertempran kaii ini ayahmu pasti menang,”
“Bagaimana kau bisa tahu ?” tanya Wie Lian In dengan hati tidak
tenang.
Ti Then tidak menjawab sebaliknya malah bertanya.
“Tahukah kau pada tempo dulu ayahmu harus menggunakan
berapa jurus untuk mengalahkan dirinya ?”
“Teringat akan perkataan Tia, agaknya dia bertempur sebanyak
seribu jurus banyaknya.
“Tetapi situasi pada saat ini sama sekali berbeda, aku percaya
tidak sampai membutuhkan dua ratus jurus ayahmu sudah dapat
memperoleh kemenangan”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Orang yang bergebrak melawan orang selamanya harus
membutuhkan keteguhan serta kepercayaan diri sendiri, terutama
kali niat.
Cian Pit Yuan yang dibeli oleh orang lain sebetulnya tidak
mempunyai niat untuk bergebrak ditambah pula keteguhan hatinya
berhasil kita pecahkan. maka pertempuran ini dengan amat
cepatnya bisa diselesaikan.”
Baru saja perkatan itu selesai diucapkan mendadak terdengar
Cian Pit Yuan membentak keras, dialah yang pertama-tama
melancarkan satu serangan dahsyat menutuk kearah diri Wie Ci To.
Dia orang yang memiliki julukan sebagai si pendekar pedang
tangan kiri sudah tentu serangannya berlawanan dari biasanya, jelas
kelihatan serangannya kali ini amat dahsyat sekali.
Sebaliknya permainan pedang dari Wie Ci To adalah kebalikan
dari permainan pedangnya, tampak dia sedikit mengangkat
psdangnya, jurus serangan tersebut segera dapat dipunahkan
dengan manis.
Tetapi sewaktu dilihatnya Cian Pit Yuan mengubah jurus
serangan lagi dan menyapu badannya dengan mengikuti gerakan
badannya dengan mantap dia segera membabat pundak kanan dari
Cian Pit Yuan,
Jurus serangan ini kelihatanya amat sederhana tetapi secara
samar-samar mengandung satu tenaga tekanan yang maha
dahsyat.
Mendadak , . sepasang pedsng mereka bagaikan kilat cepatnya
sudah terbentur satu sama lain, hanya di dalam sekejap saja
mereka berdua sudah saling serang menyerang sebanyak puluhan
jurus banyaknya setelah itu baru berpisah dan masing2
mengundurkan diri keutara dan keselatan.
Beberapa puluh orasg jagoan dari kalangan Hek-to serta jago2
pedang merah dari Benteng Pek Kiam Poo pada saat ini ber-sama2
mengundurkankan dirinya kebelakang, karena mereka merasakan
adanya segulung hawa pedang yang amat tajam dan santar
berkelebat memenuhi angkasa.
Selangkah demi selangkah kembali Cian Pit Yuan maju kearah
Wie Ci To dengan langkah yang mantap mengikuti terus kearah
sebelah kiri mereka baru berhenti setelah saling berhadap-hadapan
muka.
Pada wajah Cian Pit Yuan terlintaslah satu senyuman buas yang
amat seram sekali,
Sedangkan pada wajah Wie Ci To terlintas satu senyuman yang
ramah tapi mempersonakan.
Mendadak . . , masing2 pihak kembali melayang kedepan
melancarkan serangannya.
Kali ini tubuh mereka bersama melayang ketengah udara lalu
dengan cepat bagaikan kilat saling serang menyerang beberapa
jurus banyaknya, hanya didalam sekejap mata saja mereka berdua
sudah menyerang dua puluh jurus serangan dahsyat.
Tetapi belum juga bisa menentukan siapa menang siapa kalah.
Sikap Cian Pit Yuan berubah semakin menyeramkan lagi.
Sedangkan sikap dari Wie Ci To berubah semakin rsmah dan
halus.
Melihat akan hal itu dalam hati Ti Then benar2 merasa sangat
kagum.
Ilmu pedang mereka berdua yang satu jalan keras yang lain
mengutamakan
kegesitan walaupun belum bisa dikata betul-betul sempurna
tetapi telah mencapai pada taraf yang benar2 matang “ pikirnya di
hati.
Pada saat pikirannya sedang berputar itulah mendadak
pandangannya terasa jadi kabur, Wie Ci To serta Cian Pit Yuan
untuk ketiga kalinya sudah bergebrak saling serang menyerang
dengan serunya.
Pertempurannya kali ini jauh lebih dahsyat lagi dari bentrokannya
yang semula, walau pun jurus2 serangan yang mereka lancarkan
sedikitpun tidak kacau tetapi kelihatannya bagaikan dua ekor macan
betina yang lagi berduel membuat setiap orang merasa hatinya
amat tegang sekali.
Dan untuk pertempuran kali ini mereka berdua tidak berpisah
lagi, sinar pedang bagaikan api membara yang berkelebat ke atas
kebawab tidak hentinya seperti juga ombak ditengah samudra yang
melanda pantai . . .
Saking dahsyatnya pertempuran ini hampir boleh dikata tanah
merekah seluruh jagat tergoncang hebat.
Hanya didalam sekejap saja mereka berdua sudah bertempur
sebanyak seratus jurus banyaknya walaupun pertempuran ini amat
seru tetapi masih belum juga bisa ditentukan siapa yang menang
siapa yang kalah.
Semakin lama Wie Lian In merasa hatinya semakin tidak tenang,
dengan cepat dia menyenggol badan Ti Then.
“Eeeei coba kau lihat, mereka sudab bergebrak sebanyak seratus
jurus” serunnya cemas.
“Jangan kuatir, ayahmu pasti akan menang”
“Bilamana sampai kalah ?” tanya Wie Lian In murung.
Ti Then segera tersenyum, “Peristiwa ini tidak bakal ada.”
katanya-
“Sewaktu bertempur didalam Benteng tempo hari agaknya
bajingan tua ini tidak selihay ini hari”
“Soal ini ada dua sebab musabsbnya, pertama: waktu itu dia
terlalu memandang rendah pihak musuhnya. Kedua, didalam
setengah tahun ini dia telah berlatih kembali akan beberapa buah
jurus serangan yang baru .... aaah . . menang kalah sudah dapat
ditentukan.”
Sedikitpun tidak salah, akhirny menang kalah bisa ditentukan
juga,
Semua orang mendengar suara dengusan berat terlebih dulu
setelah itu tampaklah masing2 pihak dengan cepatnya
mengundurkan diri beberapa kaki kearah belakang.
Sepasang kakinya menempel permukaan tanah, semuanya berdiri
tegak tak bergerak, sedang matanya saling melotot tak berkedip.
Cian Pit Yuan dengan senyum kemenangan yang amat seram
berdiri tak bergerak disana.
Sebaliknya air muka Wie Ci To berubah sangat keren, baju
dibagian dadanya sudah terobek beberapa coen panjangnya oleh
ujung pedang Cian Pit Yuan sehingga pakaian dalamnya pun ikut
tergores robek, tetapi tidak terlihat adanya darah yang mengalir
keluar.
Dengan sangat terkejutnya Wie Lian In menjerit kaget, hatinya
merasa amat kecewa sehingga tubuhnya hampir2 rubuh tak
sadarkan diri,
Air muka ciangbunjin dari Siauw lim pay, Bu tong pay, Kun Lun
Pay, Tiang Pek Pay serta seluruh pendekar pedang merah pada
berubah sangat hebat,
Ternyata Wie Ci To sudah menemui kekalahan.
Walaupun tubuhnya tidak sampai mengucurkan darah tetapi
dengan kekalahannya ini akan mempengaruhi meti hidupnya,
karena dengan diri Cian Pit Yuan dia sudah mengadakan perjanjian
terlebih dahulu.
Siapa yang kalah dia bakal dihukum oleh pihak lawannya sedang
dia sepagai seorang Toa Poocu dari Benteng Pek Kiam Poo yang
namanya sudah amat terkenal didalam Bu-lim tidak akan
memungkiri perkataannya yang sudah diucapkan, sudah tentu dia
akan membiarkan Cian Pit Yuan turun tangan menghukum dirinya.
Senyum kemenangan yang menghias wajah Cian Pit Yuan pun
semakin lama semakin menebal, dia memandang sekejap kearah
diri Wie Ci To lalu sambil menuding dengan menggunakan
pedangnya dia membentak:
“Orang she Wie, kau sudah kalah..”
Siapa tahu baru saja perkataan itu selesai diucapkan air mukanya
sudah berubah jadi tertegun.
Pokoknya sinar matanya yang buas dan amat menyeramkan itu
hanya didalam sekejap saja sudah berubah jadi amat tawar dan
sedih sekali.
Diikuti tubuhnya yang berdiri tegak dengan perlahan-lahan rubuh
kedepan dan jatuh tertelungkup diatas tanah.
Apa yang sudah terjadi?
Semua jago dibuat tertegun oleh peristiwa ini.
Untuk beberapa saat lamanya mereka semua tidak mengetahui
siapakah yang menang dan siapakah yang kalah, masing-masing
dengan mata terbelalak lebar-lebar berdiri mamatung di tempat.
Saat itu cuma Ti Then seorang yang dapat melihat seluruh
kejadian itu dengan amat jelas, tampak dia berjalan maju kedepan
dan menendang badan Cian Pit Yuan sehingga tidur terlentang,
setalah itu dengan menggunakan tangannya dan membuka
pakaiannya.
“Gak hu, sambaran pedangmu kali ini sungguh indah sekali!”
pujinya sambil tertawa.
Waktu itulah semua orang baru dapat melihat kalau pada jalan
darah Cang Bun Hiat pada pinggang Cian Pit Yuan sudah dibasahi
oleb darah segar karena itulah seketika itu juga mereka mengerti
peristiwa apa yang sudah terjadi.
Kiranya sewaktu dia berhasil mcmbabat robek baju bagian dada
dari Wie Ci To itulah jalan darah Cang Bun Hiat pada bagian
pinggangnya sendiripun terkena satu tusukan pedang dari Wie Ci
To.
Sedang dirinya sama sekali tidak merasakan akan hal itu, dia
masih mengira dirinyalah yang sudah memperoleh kemenangan.
Setelab semua orang mengerti apa yang telah terjadi, maka tidak
kuasa lagi suara tepukan tangan serta teriakan memuji bergema
memenuhi seluruh angkasa.
ocooOoooo
BEBERAPA puluh jago dari kalangan Hek-to yang melihat
kemenangan ada dipihak Wie Ci To tidak berani berada disana lebih
lama lagi, masing2 pada bubaran dan melarikan diri dari sana,
Hanya didalam sekejap saja seluruh kalangan sudah dibikin
bersih dari jago2 kalangan Hek-to.
Suatu angin taupan yang bakal melanda, dengan demikian jadi
tenang kembali.
Suara teriawa dari sisekuntum Bunga Bwee Mong Yong Sian
Kauw tiba2 memecahkan kesunyian.
"Aaaih . , kiranya pasukan aneh yang disusul oleh Cuo It Sian
sama sekali tidak lihay !" ujarnya.
"Benar!" sahut Kiem Cong Loojien dari Kun Lun-pay," Apalagi
Tang Loo Koei Bo sinenek tua itu, dia paling mengerti bilamana
bukannya dia yang sudah memecahkan rahasia sipenguasa Go yang
membeli tenaga mereka dengan uang mungkin badai ombak dan
angin taupan yang dahsyat ini tidak bakal sirap dengan sebegitu
cepatnya.”
“Dia adalah simanusia paling cantik di dalam Bu lim Han Giok
Bwee" timbrung Wie Lian In pula." -Waktu yang ialu dia menaruh
kesalah pahaman terhadap kami dan hendak merebut kitab pusaka
Ie Cin Keng, terakhir dia berhasil kami tawan tetapi kemudian kami
lepaskan kembali dirinya.”
"Kiranya begitu, mungkin dia sengaja memecahkan rahasia
sipengua&a Go ini juga dengan maksud untuk membalas budi kalian
itu" ujar Kiem Cong Loojien.
"Inilah yang dinamakan semangka akan mendapatkan semangka,
menanm sayur akan mendapatkan sayur”
Wie CiTo tertawa, dia lantas memerintahkan orang2 dari Benteng
untuk membereskan jenasah dari Cian Pit Yuan, setelah itu kepada
keempat orang Ciangbunjin ujarnya:
"Meja perjamuan ada kemungkinan sudah dipersiapkan, mari kita
masuk kedalam untuk meneguk beberapa cawan arak!".
XX XXX
Keesokan harinya Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Ceng-jien
berpamit kepada Wie Ci To dan masing2 menuju ke gunung Go-bie
dan Cing Shia untuk menyambangi teman2nya, sedangkan Kiem
Cong Loojien serta Mong Yong Sian Kauw tetap menjadi tamu
didalam benteng Pek Kiam Poo . . .
Sedangkan suasana didalam Benteng Pek Kiam Poo untuk
sementara menjadi tenang kembali.
Sebaliknya perasaan hati dari Ti Then tidak dapat tenang, bahkan
boleh dikata duduk tidak enak tidurpun tidak tenang, hatinya benar2
terasa kacau sekali karena hari perkawinannya sehari demi sehari
mulai mendekat sedangkan tak sebuah akal pun didapat olehnya hal
ini membuat hatinya bertambah tidak tenang.
Terhadap diri Wie Lian In dia sama sekali tidak mempunyai
perasaan " Sayang atau keberatan " bilamana dia bisa pergi dan
membereskan urusan ini maka walau pun seperempat jam pun dia
tidak ingin berada lebih lama lagi didalam Benteng Pek Kiam Poo.
Tetapi dikarenakao ancaman dari majikan patung emas membuat
dia orang
mau tidak mau harus mengambil satu keputusan untuk
menyelesaikan urusan ini, barang yang diinginksn oleh majikan
patung emas agaknya harus didapatkan juga, bilamana dirinya
tanpa memperdulikan lagi segala urusan dan meninggalkan benteng
Pek Kiam Poo maka majikan patung emas pasti akan menggunakan
cara yang paling kejam dan paling ganas untuk membinasakan Wie
Ci To ayah dan anak.
Walaupun Ti Then merasa harga diri adalah amat penting tetapi
nyawa dari Wie Ci To ayah beranak jauh lebih penting lagi. dia tidak
akan mengorbankan nyawa Wie Ci To ayah beranak, karena ingin
menjaga harga dirinya sendiri.
Bahkan undangan sudah dibagikan, bilamana dia melarikan diri
dari Benteng Pek-Kiam Poo bukankah Wie Ci To ayah beranak bakal
kehilangan muka dihadapan orang2 Bu-lim ?
Maka itulah saat ini dia sudah berada didalam keadaan kepepet.
keadaannya seperti sedang menunggang harimau sekali pun mati
tidak boleh melakukan niatnya tersebut.
Satu2nya cara yang dapat dilakukan oleh dia adalah didalam
sepuluh hari sebelum hari perkawinannya ini berusaha untuk
menyelidiki nama serta asal usul dari majikan patung emas,
bilamana nama serta asal usul dan majikan patung emas ini dapat
diketahui olehnya maka ada kemungkinan dia masih bisa
memikirkan satu cara untuk menghadapinya.
Tetapi, harus membutuhkan beberapa waktu dia baru berhasil
mengetahui nama serta asal-usul dari majikan patung emas ini?
Hal ini sama sekali tak terpikir olehnya!
Hari itu, sewaktu dia lagi memberi petunjuk ilmu pedang kepada
seorang pendekar pedang mendadak masuklah kedalam benteng
seorang pemuda dengan menunggang kuda, jika dilihat dari gagang
pedang merah yang tersoren pada pinggangnya jelas dia
merupakan seorang pendekar pedang merah.
Ketika dilihatnya pula perawakan tubuh dari orang itu mendadak
hatinya merasa rada bergerak, kepada seorang pendekar pedang
putih yang ada disampingnya dia lantas bertanya :
“Eeeei . . pendekar pedang merah itu apakah anggota dari
Benteng kita?".
"Benar, apakah Ti Kiauw-tauw sudah lupa ??".
"Pendekar pedang didalam Benteng kita, ada sembilan puluh
orang banyaknya, bahkan ssbagian bssar berkelana didalam dunia
kangouw, sudah tentu aku tidak akan kenal satu persatu" sahut Ti
Then pura2 serius.
"Saudara ini tentunya Ti Kiauw-tauw pernah menemuinya, dia
baru dua bulan yang lalu pulang kerumah menjenguk keluarganya.
Ini hari dia baru pulang kembali ke dalam Benteng kita !".
“Dia tentu Yuan Cia-heng?”
"Salah ! Dia adalah Phoa Loo Tek, usianya jauh lebih besar dua
tahun dari diri Yuan Cia" sahut pendekar pedang putih itu sambil
gelengkan kepalanya.
"Aaah . . . benar, benar," dia adalah Phoa Loo Tek, heeeei ....
bagaimana ingatanku bisa begitu buruk ?”
Saat itulah Phoa Loo Tek sudah turun dari kudanya ditengah
kalangan latihan silat itu, sewaktu dilihatnya Ti Then sedang
memberi petunjuk ilmu pedang kepada para pendekar pedang
lainnya sambil tertawa dia lantas maju menghampiri dan menjura.
“Ti Kiauw-tauw kau sudah pulang ?" ujarnya.
“Benar, aku dengar Phoa-heng pun sedang pulang untuk
menjenguk keluarga?" ujar Ti Then mengangguk.
"Betul, sebenarnya cayhe hendak kembali kedalam Benteng lebih
pagian tetapi dikarenakan ibuku selalu tidak memperbolehkan cayhe
untuk berangkat maka terpaksa aku harus tinggal satu bulan di
rumah ".
"Dimanakah rumah Phoa heng ?"
"Cayhe tinggal disuatu dusun kecil, Swie Mo Kauw, sebelah Barat
dari gunung Cing Shia!"
“Aaaah . . . tempat itu tidak terlalu jauh, dengan menunggang
kuda paling banter cuma dua tiga hari perjalanan "
"Benar!”
"Phoa-heng baru saja kembali kedalam Benteng perjalanan jauh
melelahkan sekali, kau pergilah untuk beristirahat!".
Phoa Loo Tek segera menyahut dan mengundurkan diri dari
sana,
Ti Then yang melihat cuaca sudah mendekati siang dia lantas
membubarkan para pendekar pedang lalu berjalan menuju kamar
istirahat dari sipenembus ulu hati Shia Pek Tha.
Sesampainya didalam kamar Shia Pek Tha dia melihat Phoa Loo
Tek lagi mencatatkan tanggal kembalinya kedalam Benteng didalam
buku..
Shia Pek Tha yang melihat Ti Then berjalan masuk kedalam
kamar dia segera bangkit berdiri dan menuding kearah Phoa Loo
Tek.
"Ti Kiuw tauw, Phoa Lote ini baru saja kembali dari liburannya."
"Siauw te sudah tahu, kita sudah bartemu muka sewaktu ada
dilapangan latihan silat" sahut "Ti Then sambil tertawa.
Saat ini Phoa Loo Tek sudah menulis tanggal liburannya, setelah
itu kepada Ti Then dan Shia Pek Tha dia tertawa dan putar badan
berjalan keluar dari kamar.
"Ti Kiauw tauw ada urusan apa?” tanya Shia Pek Tha.
Ti Then yang mendengar suara langkah dari Phoa Loo Tek sudah
menjauh dia berbisik.
"Shia heng, siauwte rada menaruh perasaan curiga terhadap
jagoan pedang she Phoa ini!"
Shia Pek Tha jadi melengak.
"Aaah . . apanya kurang beres dari dirinya?"
"Peadekar psdang she Phoa ini tinggal didusun Swee Mo Kauw,
jaraknya dari sini cuma ada tiga hari perjalanan saja, tetapi sekali
pergi sudah ada dua bulan lamanya, agaknya didalam urusan ini
rada sedikit tidak beres."
Mendengar perihal tersebut Shia Pek-Tha segera tertawa.
“Tinggal beberapa hari di rumah adalah biasa, apanya yang tidak
beres ?”
“Ingatkah sewaktu tempo hari Siauw-te datang untuk memeriksa
buku tersebut ?”
“Masih ingat, bagaimana ?” tanya Shia Pek Tha sambil
mengangguk.
“Tempo hari sewaktu siauw-te kembali ke dalam benteng dan
ditengah jalan melewati gunung Lak Ban San ada satu hari di
sebuah rumah penginapan di kota Kiam Bun Koan sudah
menemukan dua orang Bu-lim yang lewat dari samping siauw te,
salah satu diantaranya sudah berkata;
“Kau harap berlega hati, tadi Phoa Loo Tek sudah berbicara amat
jelas sskaii, dia bisa turun tangan memberi bantuan... siauw te yang
merasa nama Phoa Loo Tek ini rada dikenal maka setelah dipikir-
pikir setengah harian baru teringat kembali kalau didalam Benteng
dari antara pendekar pedang merah pun ada seseorang yang
bernama Phoa Loo Tek . . .”
“Akhirnya bagaimana ?” Tanya Shia Pek Tha dengan pandangan
tajam.
“Menanti siauw-te teringat kembali akan hal ini kedua orang Bu-
lim itu sudah pergi tak berbekas, tetapi wajah dari kedua orang itu
siauw te masih ingat, jika dilihat dari potongannya jeias dia
bukanlah seorang manusia baik2”
“Lalu apakah arti dari perkataan kedua orang itu ?”.
Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya;
“Siauw te sendiri pun tidak paham, akhirnya setelah siauw-te
melakukan pemeriksaan di buku catatan itu dan mengetahui kalau
Phoa Loo Tek baru pulang kerumah dalam hati siauw-te baru
menaruh rasa heran. Bukankah Shia heng tahu jarak antara dusun
Swie Mo Kauw serta Kiam Bun Koan ada enam ratus li jauhnya,
kalau memangnya Phoa Loo Tek pulang ke rumah bagaimana dia
bisa lari ke kokta Kiam Bun Koan yang jaraknya ada enam ratus li
itu?”
Shia Pek Tha segera termenung berpikir sebentar, akhirnya dia
menjawab juga;
“Apakah Ti Kiauw tauw menaruh curiga kalau alasan Phoa Loo
Tek pulang kerumah adalah pura2, sebaliknya secara diam2 dia
sudah pergi mengadakan hubungan dengan orang dikota Kiam Bun
Koan ?”
“Tidak salah!”
“Bagaimana kalau sekarang juga kita pergi menanyai dirinya ?”
kata Shia Pek Tha, setelah itu dia lantas melangkah keluar dari
dalam kamar.
Dengan terburu-buru Ti Then menarik dia kembali,
“Kau tidak boleh berbuat demikian” sahutnya sambil
menggelengkan kepalanya.
“Kenapa ?” tanya Shia Pek Tha melengak.
“Pertama, yang dimaksudkan sebagai Phoa Loo Tek oleh orang
itu belum tentu Phoa Loo Tek dari benteng kita, ada kemungkinan
nama mereka adalah sama. Kedua, Jikalau misalnya dia orang
sendir, maka sekalipun Shia heng tanya dirinya belum tentu dia
orang suka mengaku buat apa kita mengejutkan dirinya terlebih
dahulu ?”.
“Lalu menurut pendapat dari Ti Kiauw tauw kita harus berbuat
bagaimana ?”
“Secara diam2 kirim seorang kedusun Swie Mo Kauw untuk
menyelidiki apakah dia sungguh-sungguh sudah pulang kerumah.
Bilamana orang tuanya menjawab bahwa dia ada disana maka hal
ini membuktikan kalau Phoa Loo Tek ini bukanlah dia, sebaliknya
bilamana orang tuanya berkata bahwa dia tidak ada dirumah atau
mungkin cuma tinggal sehari dua hari saja maka ada kemungkinan
dia orang adalah Phoa Loo Tsk yang dimaksudkan kedua orang Bu-
lim itu, dengan sendirinya dia adalah seorang yang patut dicurigai.”
“Hmmm . . , sangat beralasan sekali”
“Kedua orang Bu-lim itu bsrwajah amat menyeramkan, bilamana
mereka berasal dari kalangan hitam maka janji Phoa Loo Tek untuk
turun tangan membantu sudah tentu bukan satu pskerjaan yang
cemerlang, apalagi Poocu kita selalu menasahati seluruh jagoan
pedang yang ada didalam Benteng kita untuk menjauhkan diri dari
segala kejahatan maka itu urusan ini harus kita selidiki sampai
jelas.”
“Benar . . benar . . .” sahut Shia Pek Tha sambil mengangguk
berulang kali, “Ti Kiauw tauw rasa baiknya kirim siapa untuk
melakukan penyelidikan ini ?”
“Urusan ini untuk sementara waktu janganlah dilaporkan terlebih
dahulu kspada Poocu sehingga jangan sampai pula kawan yang lain
mengetahui maka itu maksud dari Siauw te bilamana Shia heng
tidak keberatan maka dengan mengambi1 beberapa waktu ini
berangkatlah sendiri untuk melakukan penyelidikan, bagaimana
maksud dari Shia heng ?”
“Boleh, waktu perkawinan dari Ti Kiauw tauw masih ada enam
belas hari lamanya dari sini menuju ke dusun Swie Ma Kauw pun
pulang balik cuma membutuhkan enam hari saja, kemungkinan
sekali Poocu akan memberi izin uutuk turun gunung, cuma entah
harus menggunakan alasan apa untuk minta libur ?”
“Coba Shia-heng pikirlah dengan cermat.”
Lama sekali Shia Pek Tha termenung bsrpikir akhirnya dia
menjerit kegirangan.
“Aaash. sudah ada, setiap tahun pada waktu begini cayhe tentu
akan menuju ke gunung Kiu Cing san untuk menengok istri dari
seorang kenalanku yang telah meninggal, biarlah aku menggunakan
alasan ini untuk minta ijin.”
“Tetapi apa hubungannya antara dirimu dengan dia orang ?”
“Dahulu cayhe mempunyai seorang sahabat karib yang bernama
Siauw Tioen Hoo, dia pun merapakan seorang jagoan Bu-lim tapi
akhirnya dia dibunuh orang dan meninggalkan seorang istri dengan
tiga orang anak, keadaannya sangat kasihan sekali, karenanya
setiap tahun cayhe tentu pergi menengok meraka dan membagi
sedikit uang buar mereka, urusan ini pun diketahui pula oleh Poocu
sendiri.”
“Kalau memangnya begitu hal ini amat bagus sekali. Poocu tentu
mengijinkan Shia heng untuk pergi keluar.”
“Cayhe sekarang juga akan minta ijin kepada Poocu, bilamana
Poocu setuju maka cayhe sekarang juga akan berangkat”
Sehabis berkata dengan ter-buru2 dia terus berlalu dari sana.
Tidak lama kemudian dengan wajah penuh senyuman dia sudah
berjalan kembali lagi.
“Haaa .. haaa . Poocu sudah setuju” ujarnya tertawa, “Dia cuma
memberi pesan agar beberapa hari sebelum perkawinan dari Ti
Kiauw tauw harus sudah kembali ke dalam Benteng.”
Dalam hati Ti Then merasa amat girang sekali.
“Lalu Shia heng mengambil keputusan hendak berangkat
sekarang juga ?”
“Tidak salah, cayhe adalah seorang yang mempunyai sifat ingin
terburu2, sesuatu urusan setelah diambil keputusan maka segera
juga kepingin berangkat”
Dia berganti pakaian, mengambi1 beberapa stel ganti dan
beberapa ratus tahil perak yang dibungkus menjadi satu buntalan
lalu dipanggul keatas bahu,
“Sudahlah. sekarang aku mau berangkat” katanya kemudian.
“Shia heng hendak berangkat dengan menunggang kuda ?”
“Sudah tentu”
“Kawan-kawan Benteng lainnya bilamana melihat secara tiba2
Shia heng berangkat meninggalkan benteng tentu akan menaruh
rasa curiga. lebih baik kau pesanlah beberapa patah kata kepada
mereka.”
“Baiklah, apakah Ti Kiauw tauw ada pesan lainnya ?”.
“Tidak ada, Siauw te punya maksud tidak menghantar Shia heng
keluar benteng, harap di perjalanan Shia heng suka berhati-hati”
Demikianlah Shia Pek Tha lantas berangkat meninggalkan
benteng itu.
Sedangkan Ti Then sendiri pun dengan wajah penuh
kegembiraan berjalan kembali kedalam kamarnya.
Apa yang dikatakan pernah bertemu dua orang Bu-lim di kota
Kiam Bun Koan sudah tentu adalah perkataaa kosong belaka, tujuan
yang utama dari dirinya adalah pergi menyelidiki kemana perginya
Phoa Loo Tek selama dua bulan ini, karena dia merasa perawakan
badan dari Phoa Loo Tek ini sangat mirip sekali dengan perawakan
pemuda berkerudung yang diperintah majikan patung emas untuk
menyelidiki dan mengawasi dirinya itu.
Bilamana Shia Pek Tha mendapat tahu kalau Phoa Loo Tek tidak
pernah pulang ke rumah atau mungkin cuma beberapa hari saja
disana maka delapan bagian Phoa Loo Tek ini adalah si pemuda
berkerudung.
Jikalau dia berhasil membuktikan kalau Phoa Loo Tek adalah si
pemuda berkerudung itu, dirinya secara diam2 bisa pancing dia
keluar dari Benteng kemudian menawan dirinya dan paksa dia untuk
mengaku nama serta asal usul dari majikan patung emas, dengan
demikian ada kemungkinan dia akan memperoleh cara yang amat
baik untuk menghadapi majikan patung emas itu.
Terhadap urusan ini dia menaruh harapan yang amat besar
sekali.
Sakembalinya kedalam kamar dia lantas berganti dengan pakaian
singsat.
Saat itulah tampak si Loo-cia pelayan tua itu sudah berjalan
masuk ke-dalam kamar.
“Ti Kiauw tauw,” ujarnya. “Tadi Coen Lan datang kemari, katanya
nona mengundang kau pergi ke-sana setelah bersantap.”
“Baiklah.”
“Beberapa hari ini agaknya setiap hari nona terus menerus
bersembunyi didalam kamar, apakah dia merasa malu?”
“Benar” jawab Ti Then tertawa.
Mendadak, dengan pandangan mata yang tajam si Loo-cia
pelayan tua itu memperhatikN dirinya lalu sambil tertawa tanyanya:
“Ti Kiauw tauw, ada urusan apa yang membuat hatimu jadi
begitu gembira ?”
“Urusan yang menggembirakan ?” tanya Ti Then melengak.
“Air muka Ti Kiauw tauw amat giraag sekali, tentu ada satu
urusan yang menyenangkan hatimu,” seru si Loo-cia sambil
menuding wajahnya.
"Setiap orang yang menghadapi hari perkawinannya sudah tentu
akan bsrsemangat, aku sudah hampir jadi pengantin . . . coba kau
bilang patutkah aku merasa tidak gembira?".
"Tidak, rasa girang dari Ti Kiauw-tauw kali ini sangat luar biasa
sekali, perasaan gembira ini belum psrnah ditemui sejak Ti Kiauw-
tauw memasuki benteng Pek Kiam Poo".
"Kau jangan omong sembarangan!".
“Sungguh, hamba yang selama hidup bekerja sebagai pelayan
paling pinter melihat perubahan wajah dari majikanku, hati
majikanku lagi senang atau sedih hamba mengetahuinya dengan
amat jelas sekali".
Ti Then tidak banyak bicara lagi dengan dirinya, dia lantas
berjalan keluar dari kamar dan menuju ke ruangan makan, karena
waktu itu adalah waktu bersantap.
xxxxx
Selesai bersantap dia berjalan menuju ke kamar Wie Lian In, saat
itu dia melihat Wie Lian In lagi duduk disamping Mong Yong Sian
Kauw itu si ciangbunjin dari Tiang Pek Pay dan melihat dia sedang
menyulam.
Dengan amat hormatnya dia lantas menjura kepada diri Mong
Yong Sian Kauw setelah itu baru ujarnya kepada diri Wie Lian In:
"Coen Lan tadi bilang kau ada urusan mencari aku ?".
"Aaaah . . tidak ada urusan yang penting" sahut Wie Lian In
sambil tertawa malu. "Mong Yong ciangbunjien lagi memberi
pelajaran menyulam kepadaku, aku ingin membuatkan satu
kantongan uang buat dirimu cuma saja tidak tahu kau suka
kembangan yang bagaimana maka aku sengaja mengundang kau
kemari".
"Tidak boanpwee sangka Mong Yong ciangbunjin pun bisa
menyulam, sungguh luar biasa sekali" puji Ti Then kepada Mong
Yong Sian Kauw sambil tertawa.
"Aku adalah seorang perempuan sudah tentu mengerti akan
menyulam, hal ini ada apanya yang aneh?7" seru Mong Yong Sian
Kauw tertawa pula.
"Tetapi kau sebagai seorang ciangbunjien suatu partai besar
bagaimana ada waktu untuk mempelajari soal begini ??".
"Sekarang aku adalah seorang ciangbunjien tetapi sewaktu kecil
tidak, permainan macam ini aku mempelajari ini dari ibuku semasa
kecil".
Waktu ini dia sedang menyulam sebuah bunga Bwee, kelihatan
sulamannya amat bagus sekali.
"Agaknya ciangbunjien amat suka dengan bunga Bwee?" tanya Ti
Then lagi.
"Bukankah julukanku sebagai sekuntum bunga Bwee?".
"Mong Yong ciangbunjien bukan saja pandai membuat bunga
Bwee bahkan bunga yang lain pun saagat indah sekali" timbrung
Wie Lian In dari samping.
"Lalu kau sendiri sudah bisa mempelajari berapa macam?” tanya
Ti Then terhadap diri sang nona.
"Sama sekali tidak bisa, maka itu aku mau tanya dulu kau suka
dengan bunga apa, setelah kau menyebutkannya maka aku akan
mempelajarinya dari Mong Yong ciangbunjien!".
Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera tersenyum.
"Bilamana diatas kantongan uang disulam sekuntum bunga, hal
ini aku rasa rada kurang bagus.”
"Kenapa ?"
"Mudah menghamburkan uang hingga habis!" jawab Ti Then
sambil tertawa. (Huruf Tionghoa "Hoa" berarti bunga, berarti pula
menghamburkan).
Wie Lian In segera tertawa cekikikan, “Uang yang ada didalam
kantongan uang memang seharusnya di-hambur-hamburkan!"
serunya.
“Mengirit adalah satu kebaikan, buat apa orang harus
menghambur-hamburkan uang? aku lihat lebih baik kau sulamkan
sebuah kepala harimau saja”
"Kepala macan?" tanya Wie Lian In melengak,
"Benar?" jawab Ti Then tsrtawa. "Bilamana diatas kantongan
uang disulam dengan seekor kepala macan maka setiap kali aku
merogoh kantong untuk mengamhil uang lantas bisa merasakan
seperti masuk kedalam mulut macan, maka setiap pengeluaran
sangat berhati-hati."
Wie Lian In serta Mong Yong Sian Kauw yang mendengar
perkataan tersebut tak terasa lagi segera tertawa keras.
Pada saat mereka bertiga sedang bercakap-cakap itulah
mendadak dari luar bangunan terdengar suara si Loo-cia pelayan
tua itu sedang berteriak teriak:
"Ti Kiauw tauw . . Ti Kiauw-tauw... diluar ada seorang tamu yang
sedang mencari dirimu!"
Mendengar perkataan tersebut Ti Thens segera merasakan
hatinya tergetar amat keras, dengan terburu-buru dia mohon pamit
dan berjalan keluar.
"Siapa?" tanyanya setelah bertemu muka dengan Loocia si
pelayan tua itu.
"Orang itu tidak suka melaporkan namanya, dia cuma bilang
dirinya kenal dengan Ti Kiauw tauw dan sekarang ada urusan untuk
bertemu muka.”
Ti Then merasa tidak mungkin ada seorang kawannya yang
sengaja datang untuk bertemu muka dengan dirinya karena itu
dalam hati dia merasa amat curiga, tanyanya lagi :
"Bagaimana potongan dari orang itu ?".
"Katanya seorang kakek tua, hamba tidak melihatnya sendiri
sehlngga tidak begitu jelas".
"Sekarang dia ada dimana?”
"Masih ada didalam pintu luar benteng".
Dengan langkah yang tergesa-gesa Ti Then segera berjalan
keluar dari pintu luar Benteng.
Sewaktu tiba dihalaman depan dia bertemu muka dengan Wie Ci
To.
"Loo-cia bilang di luar ada seorang kakek tua yang hendak
bertemu dengan siauw say!" katanya sambil menghentikan
langkahnya.
"Benar, mari kita berjalan keluar untuk melihat sebentar" ujar
Wie Ci To sambil mengangguk.
Tua muda dua orang segera berjalan keluar dari pintu Benteng,
terlihatlah didepan pintu berdiri seorang kakek tua berbaju hijau
dengan pada kepalanya tertutup oleh sebuah topi lebar yang
terbuat dari rerumput, saat ini dia sedang menundukkan kepalanya
sebingga tidak terlihat wajahnya, tetapi jika ditinjau dari sikapnya
tidak salah lagi dia adalah searang jagoan dari Bu-lim.
Ti Then sagera mengerutkan alisnya cepat 2, sambil maju
merangkap tangannya memberi hormat ujarnya :
"Cayhe adalah Ti Then, entah…”
Si kakek tua berbaju hijau itu mendongakkan kepalanya lalu
tersenyum.
Melihat kedatangan dari orang itu, terasa lagi Ti Then segera
tertawa sanang, dengan gugup dia berlari kedepan dan jatuhkan diri
berlutut.
"Aaaah . , , kiranya adalah Yuan Loocianpwee ..."
Suaranya gemetar, jelas hatinya merasa sangat terharu sekali!
Tidak salah, kakek tua itu adalah Piauw Tauw dari Yong An
Piauw-kiok, Si Kiem Kong So, Yuan Siauw Ko adanya.
Dengan cepat Yuan Siauw Ko membangunkan dia.
"Tidak usah banyak adat " ujarnya sambil tertawa. "Loohu
dengar kau sudah hampir menikah maka sengaja berangkat kemari
untuk menengok dirimu."
Bertemu dengan orang ini Ti Then merasa bertemu dengan
orang yang paling rapat dengan dirinya, dsngan rasa yang amat
girang dia lantas menoleh kearah Wie Ci To dan ujarnya.
"Gak-hu, dialah Piauw-tauw dari Yong An Piauw-kiok!"
"Nama besar dari Yuan-heng sudah lama aku orang she Wie
kagumi, selamat bertemu! selamat bertemu! " ujarnya sambil
merangkap tangannya menjura.
Dengan gugup Yuan Siauw Ko pun membalas hormat itu.
"Kunjungan yang mendadak harap Wie Poocu suka jangan
marah."
"Mana . . . mana . . mari masuk ke dalam untuk minum teh".
Sambil berkata dia menyingkir ke samping mempersilahkan
tamunya untuk masuk ke dalam.
Mereka bertiga segera mengambil tempat di ruangan tengah
Benteng dan duduk menurut urutan.
Ti Then lantas menghidangkan air the, setelah masing2 pihak
berbicara beberapa kata kesopanan terdengarlah dengan wajah
serius Wie Cl To berbicara:
“Mengenai peristiwa lenyapnya barang kawalan sewaktu Ti Then
bekerja di dalam Piauw-kiok Yuan-heng, aku orang she-Wie baru
tahu pada kurang lebih sebulan yang lalu, karena urusan ini bocah
ini makan tidak enak tidur tidak tenang. Tetapi aku orang she-Wie
sudah berjanji setelah perkawinan mereka aku akan mengerahkan
ssluruh pendekar pedang yang ada untuk menyelidiki jejak dari si
Hong Liuw Kiam Khek ini, aku tidak percaya dia bisa lenyap".
"Bilamana Wie Poocu suka turun tangan memberi bantuan sudah
tentu Loohu merasa sangat berterima kasih sekali" ujar Yuan Siauw
Ko sambil tertawa. "Tetapi sejak semula Loohu sudah tidak pikirkan
urusan ini didalam hati, apakah lain kali berhasil menemukan
kembali barang kawalan yang lenyap itu soal tersebut sudah tidak
terlalu penting lagi."
"Apa maksud dari psrkataan Yuan-heng itu?”
"Loohu sudah mengganti lenyapnya barang itu dengan si pemilik
barang, sedang terhadap mereka pun tidak ada tanggung jawab lagi
maka itu dapatkah kita menemukan kembali barang itu loohu rasa
bukanlah satu urusan yang penting."
"Yuan-heng sangat lapang dada menganggap harta seperti
kotoran, sungguh membuat Loohu merasa amat kagum, tetapi di
pihak Ti Then hal ini tidak bakal menenangkan hatinya, karena dia
sudah mencelakai seluruh keluarga Yuan-heng.”
"Usia Loohu sudah lanjut, terhadap pekerjaan pun sudah tidak
terlalu mementingkan, setelah berkelana selama beberapa tahun
didalam Bu-lim, loohu merasa sudah bosan dan ingin beristirahat
saja.”
“Tidak perduli bagaimana pun lenyapnya barang kawalan itu
harus berusaha untuk dicari kembali” ujar Wie Ci To dengan wajan
yang amat serius. “Hal ini bukan saja demi Yuan-heng tetapi demi Ti
Then pula. Sejak dia menjabat sebagai Kiauw tauw didalam benteng
aku orang she Wie jarang sekali melihat wajahnya menampakkan
kegembiraan, selalu saja dia merasa amat murung, kini dia sudah
menjadi menantu dari aku orang she Wie, maka aku orang
seharusnya memberi satu kebahagiaan kepada mereka.
Mendengar psrkataan tersebut saking terharunya tidak kuasa lagi
Ti Then mengucurkan air matanya,
Dia benar2 merasa terharu, luka dihatinya pun terungkap
kembali.
Dengan sedihnya Yuan Siauw Ko menghela napas panjang.
“Sudah tentu Loohu sendiri pun sangat mengharapkan barang
kawalan yang sudah lenyap itu bisa dicari kembali, bilamana Wie
Poocu bisa bantu mencarinya kembali maka Loohu bersedia untuk
menyumbangkan separohnya untuk menolong kaum miskin”
“Lao-heng serta putrimu apa tidak ikut datang ?” tiba-tiba Ti
Then menyambung dari samping.
“Setelah pertemuan kita dulu, sebulan kemudian Loohu sudah
menikahkan Lao Ie dengan putriku, kini mereka tinggal di rumah”
"Apakah mereka sudah tidak ikut loocianpwee menjual silat ?”
"Benar! " Sahut Yuan Siauw Ko sambil mengangguk. "Alasannya
ada dua, pertama; sekaraag Lan-jie sudah mengandung sehingga
tidak leluasa baginya untuk berluntang-lantung didalam dunia
kangouw. Kedua: Lao Ie sekarang sudah menjadi Piauw-su dari
Liong Hauw Piauw-kiok, penghidupan mereka pada saat ini lumayan
juga”
"Lalu kau sendiri?” tanya Ti Then dengan rasa kuatir.
"Menganggur, heeeei .... di kota Han Yang Loohu buka sebuah
perguruan silat dan menerima murid, idep2 mencari tambahan
sesuap nasi!”
"Bilamana bisa mencari satu tempat untuk tinggal memang jauh
lebih baik dari pada harus berkelana terus didalam Bu-lim ..." seru Ti
Then dengan rada lega.
"Kapan kau akan menikah dengan nona Wie ?" tanya Yuan Siauw
Ko kemudian.
"Masih ada enam belas hari lagi".
"Apakah Yuan-heng suka menetap selama beberapa hari disini ?”
sambung Wie Ci To kemudian.
"Baiklah, Loohu sengaja datang kemari untuk memberi selamat
sudah tentu baru pulang setelah perkawinan mereka selesai,
asalkan tidak mengganggu ketenangan didalam Benteng, loohu
tentu akan tinggal disini".
"Aaaah . . . buat apa Yuan-heng membicarakan perkataan
tersebut ? Tempo hari aku orang she Wie pun pernah
membicarakan soal Yuan-heng dengan diri Ti Then, cuma karena
tidak mengetahui dimanakah Yuan-heng berada maka sulit untuk
mengirim undangannya keluar, kini Yuan-heng sudah datang, sudah
tentu hal ini amat bagus sekali”
Sedang mereka bercakap-cakap terlihatlah ciangbunjien dari Kun
Lun Pay Kiem Cong Loojien ber-sama2 dengan ciangbunjien dari
Tiang Pek Pay, Mong Yong Sian Kauw sudah berjalan masuk ke
dalam ruangan.
Dengan cepat Wie Ci To memperkenalkan mereka berdua dengan
Yuan Siauw Ko setelah itu baru ber-sama2 mengambil tempat
duduk, karena semuanya adalah orang2 dari kalangan dunia
kangouw maka apa yang dibicarakan pun tidak akan lebih dari
persoalan tersebut.
Malam itu Wie Ci To mengadakan perjamuan untuk menjamu diri
Yuan Siauw Ko, orang yang ada didalam perjamuan itu, Kiem Cong
Loojien. Mong Yong Sian Kauw, mereka dengan amat gembiranya
bersantap dan minum arak sehingga tengah malam baru bubaran.
Setelah itu Ti Then menghantar sendiri Yuan Siauw Ko ke dalam
kamarnya untuk beristirahat.
“Malam sudah larut, kau pun kembalilah ke kamar untuk
beristirahat, ada perkataan kita bicarakan lagi besok pagi”. katanya
kemudian.
Ti Then ssgera menyahut dan mengundurkan diri dari ruangan
tersebut.
Pada saat dia mengundurkan diri kedalam kamarnya itulah
langkahnya amat perlahan sekali, beberapa kali dia kepingin
berhenti dan berbicara sepuasya dengan Yuan Siauw Ko.
Dia ingin memberitahukan rahasia dirinya kepadanya, dia akan
menceritakan bagaimana dia diperalat oleh majikan patung emas.
Rasa hormatnya terhadap si Kiam Kong So Yuan Sauw Ko ini
tidak berada dibawah Wie Ci To, karena Yuan Siauw Ko adalah
merupakan seorang jagoan Bu lim yang paling disayang olehnya, dia
pernah mengangkat dirinya, memberi petunjuk kepadanya bahkan
menyayangi dirinya.
Sesuatu kehilangan barang kawalan tempo hari pun bukan saja
dia tidak memaki dirinya bahkan terus menerus menghibur dirinya.
Karena itu di dalam hatinya Yuan Siauw Ko adalah seorang ayah
yang pstut dihctmati dan disayangi, sekarang dirinya menemui
urusan yang menyulitkan dia ingin mengutarakan seluruh kesulitan
itu kepadanya.
Tetapi berbagai ingatan kembali berkelebat memenuhi seluruh
benaknya, akhirnya dengan paksakan diri dia membatalkan maksud
hatinya itu dan berjalan kembali ke kamarnya.
Karena dia sudah memikirkan akan satu hal dia merasa kuatir
bilamana hal ini sampai diketahui oleh majikan patung emas atau
mata2 yang dikirim olehnya untuk mengawasi dan
memperdengarkan apa yang dikatakaa olehnya Yuan Siauw Ko
bakal menemui kematian yang mengerikan sekali,
Hal ini boleh dikata ada kemungkinan bisa terjadi, majikan
patung emas tidak akan membiarkan orang ketiga untuk ikut
mengetahui rencana busuknya ini, sewaktu dia mengetahui kalau
Yuan Siauw Ko pun mengetahui akan rahasianya ini maka dia bisa
turun tangan membinasakan dirinya.
Maka itu setelah berpikir pulang pergi akhirnya dia paksakan diri
untuk bersabar.
Sekembalinya kedalam kamar dia lantas mencuci muka,
membuka pakaian dan tidur.
Malam itu kembali Majikan patung emas munculkan dirinya.
Dengan diam2 dia menurunkan patung emasnya kebawah lalu
menggerakkan patung tersebut untuk membangunkan Ti Then.
"Ti Then, kau bangunlah!" tegurnya.
Dengan cepat Ti Then membuka matanya kembali.
"Ada urusan apa?”
"Aku man membicarakan soal Kiam Kong Su Yuan Siauw Ko
dengan dirimu".
"Kenapa ?" tanya Ti Then tawar.
"Aku ingin mengetahui hubunganmu dengan si tangan baja Yuan
Siauw Ko itu?"
"Tidak perduli aku mempunyai sangkut paut apa dengan dirinya
hal ini tiada hubungannya dengan dirimu".
"Sekarang kau masih merupakan patung emasku " bentak
majikan patung emas dengan gusar. "Sekalipun aku suruh kau
mengorek keluar hatimu kaupun harus melaksanakannya.”
“Baik, aku akan mengorek hatiku baru kau lihat2".
Sehabis berkata dari dalam sakunya dia mencabut keluar sebilah
pisau belati.
Agaknya majikan patung emas merasa amat terkejut sekali
melihat kejadian itu.
"Tidak, aku tidak akan taruhan dengan dirimu" serunya dengan
terburu-buru, "Aku tidak menyuruh kau untuk mengorek keluar
hatimu".
"Hmmm! aku sih mengharapkan sekali kau benar2
memerintahkan aku untuk mengorek keluar hatiku, dengan
demikian semua kesulitanku bisa musnah" seru Ti Then sambil
tertawa pahit.
Nada suara dari majikan patung emas seketika itu juga berubah
jauh lebih lunak lagi.
"Aku cuma ingin mengetahui hubungan diantara kalian, apakah
soal inipun tidak boleh dikatakan?"
"Sewaktu ada di gua Hu Lu Tong di gunung Ccen san kau pernah
berjanji tak akan mendesak aku untuk membuka rahasia".
Majikan patung emas termenung sebentar, akhirnya dia
menyahut.
“Baiklah, kau tidak usah mengatakan pun tidak mengapa,
padahal aku cuma ingin membantu kau..”
“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku mempunyai kesulitan yang
membutuhkan bantuan dari orang lain ?” desak Ti Then dengan
sedikit tergerak.
“Aku bisa melihatnya.”
“Kemunculanmu malam ini apakah sengaja hendak
menyampaikan maksud baikmu itu?”
“Di samping itu aku mau mengatakan satu hal kepadamu aku
merasa bahkan hubunganmu dengam Yuan Siauw Ko agaknya amat
rapat sekali, tetapi bagaimanapan hubungan diantara kalian berdua
aku melarang kau untuk menceritakan urusan di antara kita ini
kepadanya.
“Bilamana aku memberitahukan rahasia ini kepadanya kau punya
maksud untuk berbuat apa?”
“Aku bermaksud untuk berbuat apa tentunya kau bisa
menebaknya sendiri bukan?” seru majikan patung emas dengan
dingin.
“Bilamana secara diam2 aku memberitahu kepadanya ?" tanya Ti
Then dengan nada mencoba.
"Soal itu tidak akan mengelabuhi diriku " jawab majikan patung
emas sambil tertawa dingin.
"Benar " kata Ti Then sambil mengangguk. "Ada seseorang yang
bersembunyi di dalam benteng dan setiap waktu setiap saat
mengawasi setiap gerak gerikku secara diam2 ..."
"Hmm! kalau kau sudah tahu itulah sangat bagus sekali”
"Kau ingin menakut nakuti diriku ?”
"Bukannya menakuti dirimu " sahut majikan patung emas
sepatah demi sepatah. "Aku benar2 bisa berbuat demikian, setiap
kali aku melihat kau hendak membocorkan rahasiaku maka aku bisa
perintah dia untuk membunuh mati orang itu".
"Kau berlegalah hati. bilamana aku bermaksud hendak
memberitahukan urusan ini kepadanya maka sewaktu tadi aku
membawa dia kedalam kamar aku bisa memberitahukan hal ini
kepadanya, aku tidak akan menanti sampai sekarang".
"Aku sangat tidak ingin membunuh mati sahabatmu yang paling
intim maka itu aku memberi peringatan kepadamu, lebih baik kau
sedikit berhati-hati".
“Terima kasih atas peringatanmu, aku bisa meng-ingat? urusan
dihati".
Nada suara dari majikan patung emas kembali berubah jadi amat
halus.
"Apakah kau sudah mengambil keputusan untuk tidak
memberitahukan kepadaku apakah hubungannya antara dirimu
dengan dia orang?".
"Hubunganku dengan dirinya Wie Ci To ayah beranak pun sudah
tahu, maka aku bermaksud hendak menceritakan rahasia ini
kepadamu".
Segera dia menceritakan kisahnya pada dua tahun yang lalu
sewaktu dia menjadi Piauw-su diperusahaan Yong An Piauw-kiok
lalu bagaimana sewaktu melindungi suatu barang sudah kena
dicegat oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ih Ping Siauw lalu
bagaimana ia dikalahkan dan seterusnya.
Selesai mendengar kisahnya itu majikan patung emas lantas
tertawa.
"Tidak aneh kalau kau ingin mencari si kakek pemalas Kay Kong
Beng untuk mengangkatnya sebagai guru, haaa . , haaa . . kiranya
kau ingin belajar ilmu silat kemudian mencari Ih Ping Siauw untuk
membalas dendam".
"Sekarang kau sudah tahu rahasia hatiku, tolong tanya
bagaimana kau ingin membantu aku untuk menyelesaikan urusan
ini?"
Majikan patung emas termenung sebentar, akhirnya dia
menjawab:
“Walaupun didalam urusan ini aku bermaksud untuk membantu
dirimu tetapi tidak akan aku lakukan secepat mungkin, unsan itu
bisa aku kerjakan setelah tujuanku tercapai sukses”
"Menanti setelah tujuanmu tercapai aku bisa pergi mencarinya
sendiri, buat apa membutuhkan bantuanmu lagi?”
"Kau seorang diri mau pergi mencari kemana ? bila ada aku yang
memberi bantuan . . .”
"Semoga saja kau tidak tertarik oleh karena intan permata
tersebut " potong Ti Then dengan cepat.
"Itulah pikiran dari seorang manusia rendah " Seru majikan
patung emas dengan nada tidak senang. "Walaupun intan permata
itu nilainya ada diatas ratusan laksa tahii tetapi aku tidak akan
memandangnya barang sebelah matapun"
Ti Then termenung tidak menjawab. Majikan patung emas segrra
menarik kembali patung emasnya keatas.
"Ingat !” ujarnya lagi. "Bilamana kau tidak ingin melihat Yuan
Siauw Ko mati dengan sangat mengerikan maka urusanku janganlah
kau bocorkan kepadanya.”
XXX
Hanya didalam sekejap saja enam hari sudah berlalu.
Jarak dengan hari perkawinanpun tinggal sepuluh hari saja ! Hari
itu mcndekati lohor sipendekar pedang penembas ulu hati Shia Pek
Tha sudah kembali kedalam Benteng.
Setelah menemui Poocu Wie Ci To, sewaktu didengarnya Ti Then
lagi main catur dengan Kiem Cong Loojien di kebun dia lantas
berjalan menuju kesana.
XxxdwxxX
TI THEN yang lagi bermain catur di dalam gardu kebun, sewaktu
dilihatnya Shia Pek Tha berjalan mendekat, semangatnya mendadak
berkobar.
"Shia heng kau sudah kembali?" tanyanya.
"Benar, baru saja pulang "
Ti Then yang melihat adanya Kiem Cong Loojien disana merasa
tidak leluasa untuk menanyakan jejak dari Phoa Loo Tek di
hadapannya, segera sambil manuding kearah bangku batu dia
berseru:
"Shia-heng, silahkan duduk disini."
Shia Pek Tha segera memberi normat kepada Kiem Cong Loojien
setelah itu baru duduk disampingnya.
"Bagaimana kesudahan dari permainan semula?" tanyanya
sembari memperhatikan permainan catur itu.
"Seri . . . sudah main dua kali, satu menang satu kalah, sekarang
adalah permainan yang ketiga".
"Agaknya didalam permainan kali ini ciangbunjien sudah ada
diatas angin".
Kiem Cong Loojien segera terlawa ter-bahak2.
"Has .... haa kentutnya yang ada di atas angin! pada permainan
yang semula pun loolap selalu memimpin didepan tetapi setelah
sampai pada akhirnya selalu saja menemui kegagalan, permainan
catur dari Ti Kiauw-tauw ini sangat aneh sekali !".
Mendadak Ti Then menggerakkan biji caturnya.
"Biji catur ini harus dihidupkan" serunya keras.
Dengan rasa tegang Kiem Cong Loojien segera memperhatikan
biji catur dari Ti Then tersebut setelah itu berpikir sebentar akhirnya
dengan wajah yang amat girang tanyanya:
"Kau sudah pasti ?".
“Pasti!” jawab Ti Then mengangguk.
"Kau tidak boleh mengulangi kembali biji caturmu lho!"
"Ciangbunjin kapan melihat aku ber main curang?"
"Bagus sekali, permainan caturmu kali ini sudah mati !" sahutnya.
Sambii berkata dia menjalankan sebuah biji caturnya.
Melihat akan hal itu Ti Then segera menjerit keras:
"Aduh . . . celaka ! celaka! kiranya mataku sudah buta."
"Haa ,. . sekarang kau sudah kalah aku lihat . . "
Ti Then segera membubarkan biji2 catur tersebut.
"Boanpwee mengaku kalah!" serunya sambil tertawa pahit.
Agaknya Kiem Cong Loojien merasa amat bangga sekali.
"Bagaimana?" Ujarnya sambii tertawa "Permainan catur dari
Loolap tidak jelek bukan?"
"Benar, tidak disangka permainan catur dari ciangbunjien sangat
lihay sekali sungguh mengagumkan!"
Berbicara sampai disini dia lantas bangkit berdiri.
“Tetapi boanpwee masih tidak mau mengaku kalah, besok pagi
kita teruskan lagi dengan dua kali permainan !".
"Selalu menanti petunjuk darimu" jawab Kiem Cong Loojien
sambil tertawa.
Dia lantas membereskan catur itu lalu bertiga berjalan keluar dari
kebun.
Ti Then serta Shia Pek Tha mengawani Kiem Cong Loojien
kembali kedalam kamarnya terlebih dulu setelah itu baru kembaii
lagi kedalam kebun,
Ti Then yang melihat ditempat itu tidak kelihatan ada orang lain
segera tanyanya dengan suara perlahan:
"Bagaimaaa ?”
"Dugaan dari Ti Kiauw-tauw sedikitpun tidak salah, Phoa Loo Tek
benar-benar sangat mencurigakan sekali" sahut Shia Pek Tha
dengan air muka yang berubah amat keren.
Mendengar perkataan tersebut Ti Then hanya merasakan hatinya
berdebar amat keras, tanyanya dengan cemas:
"Apa yang dikatakan oleh orang tuanya?”
"Dia sama sekali tidak pulang kerumah, orang tuanya bilang Loo
Tek sudah ada setahun lamanya tidak pernah puiang!".
"Jika demikian adanya, didalam hal ini tentu ada suatu persoalan
yang mencurigakan".
"Dia keluar benteng dengan alasan hendak pulang menemui
orang tuanya tetapi dia tidak kembali hal ini jelas sekali
menunjukkan kalau ditempat luaran dia sudah melakukan suatu
pekerjaan yang tidak genah, urusan ini harus cepat2 dilaporkan
kepada Poocu" ujar Shia Pek Tha dengan wajah ssrius.
"Tidak bisa jadi!" bantah Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
"Kenapa?”
"Apa yang sudah dilakukan oleh Phoa-heng selama ditempat
luaran kita sama sekali tidak tahu, apalagi hari perkawinan dari
siauw-te pun sudah dekat, lebih baik didalam waktu seperti ini
jangan mengganggu diri Poocu",
Agaknya Shia Pek Tha merasa kalau perkataannya ini sedikitpun
tidak salah, dia lantas mengangguk.
"Kalau begitu, Ti Kiauw-tauw rasa kita harus berbuat bagaimana
baiknya?"
"Besok pagi Siauw-te akan meminjam kesempatan ini untuk
keluar dari Benteng; setelah itu Shia-heng pura2 teringat kalau
masih ada dua orang kawan yang belum kebagian undangan, maka
kirimlah dia serta Yuan Cia untuk membawa undangan itu, sudah
tentu kedua buah undangan itu harus mempunyai tujuan yang
berbeda, hingga dengan demikian Siauw-te bisa mencegatnya
ditengah jalan dan menanyainya dengan se-jelas2nya."
"Ehm ... ini memang suatu cara yang amat bagus sekali ..."
"Coba Shia-heng pikirkan apakah masih ada sahabat yang belum
kebagian undangan?”
Shia Pek Tha termenung berpikir sebentar setelah itu baru
jawabnya :
"Diatas gunung Cing Shia masih ada seorang To Pit Toojien yang
ada perkenalan satu kali jumpa, karena sifatnya yang suka
menyendiri dan tidak akur untuk berkumpul dengan orang maka
undangan itu tidak dikirim buatnya, tetapi bilamana membagikan
undangan ini kepadanya pun boleh juga ..."
“Kalau begitu kirimlah dia pergi!”
"Di kota Tiong Lam didaerah Siok Tiong ada seorang hartawan
Cau yang boleh juga dibcri undangkn tetapi kenapa kau ingin
menggunakan cara ini"
“Bilamana di dalam waktu yang bersamaan Shia-heng mengirim
mereka berdua untuk kirim undangan maka dia orang baru tidak
menaruh rasa curiga."
"Baiklah Besok pagi Cayhe akan kirim dia menuju ke gunuug Cing
Shia, sedang mengirim Yuan Cia ke kota Ticng Lam.. Bilamana Ti
Kiauw tauw ingin menanyakan dirinya maka kau boleh mencegatnya
ditengah jalan, biiamana alasan yang dikatakan amat masuk diakal
maka lepaskan dia pergi tetapi jikalau alasannya terlalu dibuat-buat
maka segeralah membawa dia pulang untuk dihadapkan kepada
Poo-cu!"
Setelah mengadakan perundingan beberapa saat lamanya
mereka berdua baru berjalan keluar dari kebun itu dan kembali ke
dalam kamarnya masing2.
Sekembalinya didalam kamar Ti Tthen segera naik keatas
pembaringannya untuk beristirahat, dengan amat tenang dia mulai
memikirkan satu peristiwa yang sulit dan berada diluar dugannya.
Hal itu adalah: Sewaktu besok pagi dia mencegat diri Phoa Loo
Tek ditengah perjalanan dan akhirnya membuktikan kalau dia
benar2 anak buah dari majikan patung emas, setelah itu dia harus
mengambil tindakan apa untuk memberi hukuman kepadanya ?
Sudab tentu dirinya harus memaksa dia untuk mengakui siapakah
nama serta asal usul dari majikan patung emas, setelah itu
memaksa dirinya pula untuk mengaku siasat apa yang sudah
disusun olehnya, tetapi tidak perduli dia mengatakan apa pun
akhirnya dia harus mengambil suatu tindakan terhadap dirinya.
Bunuh matia dia orang?
Tentu Tidak!
Bilamana membisakan dirinya dia bisa mengelabuhi diri majikan
patung emas, tetapi bagaimana dia harus bertanggung-jawab
terhadap Wie Cito serta Shia Pek Tha?
Lepaskan dia pergi?
Hal ini semakin tidak mungkin lagi.
Bilamana majikan patung emas mengetahui kalau dia berhasil
menawan “Anak buahnya”nya, mana mungkin dia mau berpeluk
tangan.
Persoalan ini terus menerus berkelebat di hatinya, akhirnya
saking tidak kuatnya Ti Then mengambil keputusan untuk
menentukan sikapnya setelah situasi berada dihadapan mata.
xxxx
Hari kedua, dia minta ijin kepada Wie Ci To dengan alasan
hendak mencari angin di luar benteng, dengan menunggang
kudanya dia lantas meninggalkan benteng Pek Kiam Poo.
Didalam perjalanannya menuju ke kota Go-bie, dia sama sekali
tidak berhenti, setelah melewati kota sebelah utara dia melanjutkan
kembali perjalanannya sejauh beberapa li dan sampailah di suatu
tempat pegunungan yang amat sunyi dengan disampingnya tumbuh
lebat pepohonan yang besar.
Setelah turun dari kudanya dan mengikat tunggangannya baik2,
dengan amat tenangnya Ti Then duduk disamping hutan untuk
menunggu.
Jalan raya ini adalah satu jalan yang harus dilalui bilamana
hendak menuju ke gunung Ching Shia, di dalam hati dia
memastikan kaiau Phoa Loo Tek pasti akan melewati tempat ini.
Kurang lebih setelah menunggu satu jam lamanya, akhirnya
terdengarlah olehnya suara derapan kuda yang amat ramai
bergema mendatang.
Dengan gesitnya Ti Then meloncat bangun dan berdiri di
samping hutan, ketika menengok kearah sebelah depan terlihatlah
dari arah kota Go-bie berlarilah mendatang seekor kuda dengan
amat cepatnya.
Dalam hati dia lantas menduga kalau orang itu pastilah Phoa Loo
Tek adanya, karena itu sengaja dia duduk disamping jalan pura2
lagi beristirahat
Hanya didalam sekejap saja kuda itu sudah berada dekat dengan
dirinya.
Tetapi ketika dia dapat melihat si penunggang kuda itu, seketika
itu juga dia orang dibuat tertegun.
Kiranya orang yang ada di atas kuda itu bukan Phoa Loo Tek,
melainkan seorang pendekar pedang merah yang lain dari benteng
Pek Kiam Poo.
Pendekar pedang merah itu bernama Tong Ceng Boe dan
merupakan salah seorang pendekar pedang merah yang pernah
menerima petunjuk ilmu silat dari diri Ti Then.
Bukankah terang2an orang yang di kirim untuk membagi
undangan itu adalah Phoa Loo Tek, bagaimana secara tiba2 orang
bisa berganti dengan Tong Ceng Boe?
Untuk beberapa saat lamanya Ti Then dibuat kebingungan.
Tong Ceng Boe yang melihat Ti Then ada di samping jalan, air
mukanya pun kelihatan sedikit berubah, dengan gugup dia lantas
menahan tali les kudanya dan meloncat turun ke atas tanah.
-oo0dw0oo-
Suasana didalam gua itu amat gelap tak tampak lima jarinya
sendiri.
Dengan menggunakan pedang Ti Then meraba-raba beberapa
saat lamanya, dia menemukan pedangnya sudah terbentur dengan
sebuah dinding gua yang amat keras, karena dia tidak tahu arah
gua itu berbelok ke arah mana terpaksa dari dalam sakunya
mengambil keluar obor sebagai penerangan.
Dengan menggunakan cahaya sinar obor itulah dia mulai
memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, saat itulah dia baru
melihat walaupun gua itu Cuma satu tapi berbelok-belok, sebentar
melebar sebentar lagi menyempit dan dinding yang saat ini
menghalangi perjalanannya adalah sebuah batu cadas yang
menonjol keluar sedang lorong itu berbelok kearah sebelah kanan.
Dengan mengikuti lorong itu dia berbelok kekanan, setiap kali
bsrjalan beberapa langkab dia menyulut kembali obornya.
Setelah berjalan beberapa saat lamanya akhirnya dia tiba juga
disuatu ruangan yang amat besar sekali.
Gua itu dibatasi dengan dinding batu yang terjal dan tajam,
disekelilingnya tak tampak barang apa pun kecuali batu sehingga
keadaannya amat menyakitkan.
Baru saja Ti Then hendak melakukan pemeriksaan lebih teliti lagi,
mendadak obor yang ada ditangannya padam kembali.
Hatinja rada mendongkol, dia lantas mengambil keluar sebuah
obor kembali siap2 disulut.
Mendadak . . .
"Ti Then, kau?" Suara seseorang secara tiba2 saja
berkumandang keluar dari sisi kirinya, jelas dari nada suara itu
menunjukkan hatinya merasa amat kegirangan.
Dan suara itu . , . , bukan lain adalah suara dari si tangan sakti
Yuan Siauw Ko.
Mendengar teguran itu Ti Then jadi amat girang sekali, dengan
ter-buru2 dia menyulut obornya untuk memeriksa tempat
disekeliling tempat itu.
"Yuan Loocianpwee, kau ada dimana?"
Tetapi sebentar kemudiam dia sudah lihat dimana Yuan Siauw Ko
berada.
oooOOOOooo
64
Dari balik sebuah batu cadas yang tingginya ada tiga depa
dengan panjang empat depa tampak si tangan sakti Yuan Siauw Ko
merangkak keluar, kaki kanannya diborgol sedang rantainya diikat
kebawah batu cadas tersebut, cuma tangan tiga hari saja tidak
melihat sinar sang surya keadaannya sudah benar-benar berubah,
wajahnya tidak mirip manusia lagi.
Dengan sekali lompat Ti Then meloncat ke hadapannya dan
berjongkok.
“Yuan Loocianpwee, dia…dia mengurung kau di tempat ini?”
tanyanya dengan terperanjat.
Dia bisa mengajukan pertanyaan ini dikarenakan dia melihat batu
cadas yang mengikat rantai itu cuma seribu kati saja beratnya,
sedang dengan tenaga dalam yang dimiliki si tangan sakti Yuan
Siauw Ko untuk mendorong batu cadas itu bukanlah satu pekerjaan
yang sulit, tetapi kelihatannya dia terkurung rapat dan tak dapat
meloloskan diri.
Sambil bersandar pada batu cadas itu Yuan Siauw Ko tertawa
sedih.
"Tentunya kau merasa heran bukan, kenapa cuma batu seberat
seribu kati saja bisa mengurung loohu ?" tanyanya.
Sepasang mata dari Ti Then dengan amat tajamnya
memperhatikan rantai yang memborgol kakinya itu lalu memandang
ke arah ujung rantai yang ditindih batu cadas itu.
"Benar !" sahutnya keheranan. "Apakah batu cadas ini ada
permainan lainnya ?".
"Tidak ada!" sahut Yuan Siauw Ko sambil gelengkan kepalanja.
"Dia cuma mendorong batu cadas ini untuk ditindihkan keatas rantai
besar itu . .” "Kalau memangnya demikian, kenapa kau orang tua
tidak mendorongnya ?”
Dengan sedihnya Yuan Siauw Ko menghela napas panjang.
"Dia sudah musnahkan seluruh kepandaian silat dari loohu !”
“Apa? dia sudah musnahkan seluruh kepandaian silat kau orang
tua?” teriak Ti Then terperanjat.
"Kini Loohu seperti juga orang tua biasa, seorang kakek biasa
bilamana ingin mendorong batu cadas bukankah hal ini sama saja
dengan satu impian disiang hari bolong ?"
"Apakah dia memberi makanan serta minuman buat kau orang
tua?" tanya sang pemuda lagi dengan gusarnya.
"Ada, dia membawa sekantong ransum kering serta sekantongan
air bersih, hanya cukup buat Loohu gunakan selama setengah
bulanan."
"Mari aku bantu tarikan rantai besi itu”
Dia meletakkan kembali pedangnja lalu dengan menggunakan
sepasang tangannya menarik rantai itu kebelakang.
“Sreeett . . . ! " dengan satu kali sentakan dia berhasil
memutuskan rantai itu menjadi dua bagian.
Tetapi Yuan Siauw Ko masih tetap duduk tidak bergerak
sedikitpun.
"Apa kau bisa mencari tempat ini setelah mengertikan
kesembilan nama yang sengaja aku tulis salah itu ?" tanyanya.
"Benar !" sahut Ti Then mengangguk. “Dia bilang kau orang tua
masih hidup, boanpwee tidak percaya dan paksa dia untuk meminta
nama2 dari seluruh Piauw-su yang pernah bekerja di perusahaan
'Yong An Piauw-kiok”
Kemarin dia meletakkan nama2 itu di samping pembaringan
boanpwce, sewaktu boanpwee melihat diatas daftar nama itu
banyak terdapat tulisan yang salah dalam anggapanku pasti bukan
tulisan yang sebenarnya dari kau orang tua, akhirnya setelah
boanpwee baca seluruh kesalahan itu menjadi satu, akhirnya aku
baru tahu kalau kau orang tua sengaja hendak memberi tahu
tempat dimana Loocianpwee dikurung"
“Malam ini kau datang kemari, apakah dia orang tahu ?" Tanya
Yuan Siauw Ko dengan cemas.
"Mungkin dia tidak tahu".
"Apa yang dia katakan kepadamu ?" tanya Yuan Siauw Ko lagi
sambil tertawa pahit.
"Dia bilang kau orang tua sudah mengakui pernah mendengar
rahasianya”
"Kau percaya ?”
"Tidak percaja !".
"Bagus sekali !" Seru Yuan Siauw Ko dengan amat girang. "Dia
sudah mengetahui bagaimanakah sifat dari loohu, loohu sama sekali
tidak mengakui soal apa pun kepadanya”
"Bagaimana dia bisa membawa kau orang tua meninggalkan
Benteng Pek Kiam Poo?" tanya Ti Then ingin tahu.
"Ditengah malam buta dia mengetuk pintu kamar loohu, katanya
kau lagi menunggu diluar benteng dan ada urusan penting yang
hendak dirundingkan dengan loohu, pada waktu itu Loohu tidak
tahu kalau dia lagi main siasat..”
“Kalau begitu kau sudah melihat dia orang?" tanya Ti Then
dengan hati berdebar-debar.
Dia dengan Majikan patung emas sudah mengadakan hubungan
selama tujuh, delapan bulan lamanya tetapi hingga hari ini tidak
tahu sebenarnya Majikan patung emas itu lelaki atau perempuan
dan bagaimana wajahnya.
Kini mendengar Majikan patung emas sudah munculkan dirinya
untuk memancing Yuan Siauw Ko keluar benteng hatinya jadi
berdebar ingin cepat-cepat tahu.
“Benar! Bahkan loohu melihatnya dengan amat jelas sekali” sahut
Yuan Siauw Ko sambil tertawa.
Ti Then segera merasa hatinya semakin berdebar keras lagi.
“Siapakah dia orang?” tanyanya cemas.
“Seorang kenalan yang setiap hari dapat kau temui.”
Agaknya dia merasa didalam urusan ini amat menarik sekali
sehingga sengaja jual mahal untuk menyebutkan nama orang itu.
“Apakah dia adalah salah seorang pendekar pedang merah dari
Benteng Pek Kiam Poo?” tanya Ti Then ingin tahu.
“Bukan!” jawab Yuan Siauw Ko tertawa, dengan perlahan dia
gelengkan kepalanya.
“Apa…apa Wie Ci To?”
Sekali lagi Yuan Siauw Ko gelengkan kepalanya.
“Bukan!”
“Lalu siapakah dia orang?”
“Coba kau terka…!”
Ti Then termenung berpikir sebentar tetapi sekali pun sudah
lewat beberapa saat lamanya dia tidak dapat mengetahui juga
siapakah orang itu.
“Yuan Loocianpwee, kau jangan jual mahal, sebenarnya siapakah
orang yang sudah menyamar sebagai Majikan patung emas itu?”
“Haa . . . haaa .... buankah tadi aku sudah berkata orang iiu
dapat kau temui setiap hari . . .!”
"Pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Poo bukan, Wie
Ci To bukan lalu . .. lalu siapakah dia orang?"
Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan Yuan Siauw
Ko tanpa berkedip, dalam hati dia merasa gemas atas ke-jual-
mahalan dari si orang tua she Yuan itu.
Yuan Siauw Ko yang melihat pemuda itu dibuat gemas dia cuma
tersenyum saja.
“Loocianpwee, aku mohon siapakah orang yang sudah menyamar
sebagai Majikan Patung Emas itu?”
“Dia . . . dia . . . adalah…….”
“Siapa ? siapa dia ??" desak Ti Then dengan gemas.
Sekali lagi Yuan Siauw Ko tertawa ter-bahak2.
"Kalau aku beritahu siapakah majikan patung emas itu, kau ingin
beri apa kepadaku?”
“Apa yang Loocianpwee inginkan pasti aku kabulkan !" sahut Ti
Then dengan bernapsu.
-oo0dw0oo-
SETIAP KALI dia berjalan maju setindak maka dalam hati dia
sudah ber-siap2 menerima datangnya elmaut .... dia bersiap sedia
menerima datangnya sambaran anak panah yang menembusi ulu
hatinya .... dia bersiap sedia menerima jatuhan batu besar yang
akan menggencet dirinya jadi rata ....
Tetapi akhirnya semua itu bisa dilewati dengan selamat tanpa
kekurangan sasuatu apa pun.
Kini dihadapannya sudah terhalang kembali dengan sebuah pintu
kayu yang besar.
Pintu kayu itu cuma sedikit dirapatkan saja, dari dalam ruangan
memancarkan keluar sinar yang redup2 . .
Jelas dibalik pintu kayu itu adalah ruangan yang dikatakan
"Kamar rahasia!"
Sekali pandang saja Ti Then dapat tahu kalau didalam ruangan
rahasia itu ada orangnya, karena itu dengan memperingan
langkahnya dengan perlahan dia mendekati pintu pasang telinga
dan memperhatikan dengan taliti.
Sedikitpun tidak salah dari dalam ruangan itu berkumandang
keluar suara dengkuran dari seseorang yang keras.
Jelas orang yang ada didalam ruangan rahasia itu sedang tidur
siang!
Ti Then ingin sekali membuka pintu kayu itu untuk melihat
siapakah orang yang ada didalam ruangan itu.
Tetapi akhirnya dia membatalkan kembali rasa ingin tahu yang
mencekam dihatinya iiu, dia merasa tugas bagi dirinya sudah selesai
dan tidak usah pergi menempuh bahaya lagi.
Urusan selanjutnya adalah tugas dari Majikan Patung emas
sendiri!
Maka itu dia cuma memperhatikan sebentar dari samping pintu
kemudisn dengan perlahan-lahan mengundurkan diri dari sana dan
dengan langkah lebar berjalan kembali keatas ruangan loteng
penyimpan kitab.
Hanya didalam sekejap saja dia sudah tiba didalam lorong
rahasia dan berjalan keluar dari tempat tersebut.
Loo-cia masih tetap berdiri di samping pintu berjaga-jaga,
sewaktu dilihatnya Ti Then meloncat keluar dari lorong rahasia itu
air mukanya segera berubah amat girang bercampur tegang.
“Bagaimana?” tanya Loo-cia dengan hati rada berdebar-debar.
“Perkataan dari Wie Ci To sedikitpun tidak salah, didalam
ruangan itu benar-benar tidak dipasangi alat rahasia.”
“Coca kau katakan lebih jelas lagi!”
“Dari sini masuk kedalam semuanya ada lima puluh buah tangga
batu,” ujar Ti Then sambil menuding kearah mulut pintu rahasia
tersebut.
“Setelah itu melalui sebuah lorong rahasia yang panjangnya ada
tiga puluh langkah, di ujung lorong muncullah sebuah pintu kayu
dan dibalik pintu kayu itu adalah ruangan rahasia, saat itu pintu itu
cuma dirapatkan saja sedang orang yang ada didalam ruangan itu
pun lagi tidur nyenyak, cepat kau turun ke bawah.”
Loo-cia dengan tergesa-gesa menutup rapat pintu itu dan
berjalan ke sisi Ti Then.
“Kau sudah melihat orang itu?” tanyanya sambil melongok
kedalam lorong rahasia tersebut.
“Tidak!” jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.
“Kalau tidak melihat orangnya bagaimana kau bisa tahu kalau
orang itu lagi tidur?”
“Aku bisa mendengar suaranya.”
“Kau bilang pintu kamar rahasia itu cuma dirapatkan saja?”
“Benar!”
“Kenapa tidak dikunci sekalian?”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 39
“AKU TIDAK tahu" sahut Ti Then. "Mungkin biar hawa segar bisa
lancar masuk kedalam ruangan !".
"Kalau memangnya kamar itu tidak dikunci, kenapa kau tidak
secara diam2 mencuri masuk untuk melihat keadaan yang
sebenarnya ??".
"Aku takut sudah mengganggu orang itu sehingga sudah
merusak pekerjaanmu".
Dengan amat tenangnya Loo-cia memperhatikan dirinya, agaknya
dia mau melihat apakah didalam perkataannya itu ada siasat atau
tidak.
Setelah termenung beberapa saat lamanya terakhir dia baru
berkata:
"Baiklah, aku mau pergi kebawah untuk melihat-lihat, kau
berbaringlah untuk sementara diatas pembaringan".
Ditengah suara percakapannya dengan cepat bagaikan kilat jari
tangannya melancarkan satu totokan menghajar jalan darah kaku
dari Ti Then, setelah itu dia baru membopoog tubuhnya keatas
pembaringan.
“Bilamana ada orang datang aku harus berbuat bagaimana ?”
tanya Ti Then dengan suara perlahan.
"Kau boleh berkata kapadanya lagi sakit dan tidak ingin keluar
kembali”
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa pahit.
"Terhadap para pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Poo aku
bisa menolak untuk membuka pintu tetapi terhadap Wie Ci To serta
beberapa orang ciangbunjien, apakah aku bisa menolak ?" katanya.
"Urusan tidak bakal begitu kebetulan, bahkan aku pun dengan
cepatnya akan keluar kembali!".
Sehabis berkata dengan cepatnya dia menerobos masuk kedalam
lorong rahasia tersebut.
Diam2 Ti Then menghela napas panjang, dia sendiripun pernah
berpikir hendak menggunakan kesempatan sewaktu dia orang
masuk kedalam lorong rahasia itu dia hendak menggerakkan tombol
untuk menutup kembali jalan rahasia tersebut sehingga pihak lawan
terkurung didalam bawah tanah.
Setelah itu dia akan melaporkan hal ini kepada Wie Ci To untuk
menawan dirinya.
Siapa tahu baru saja pikiran tersebut berkelebat didalam
benaknya pihak lawan sudah turun tangan menotok jalan darah
kakunya. “Sungguh licik sekali rase tua itu!”
Sejak dia dipaksa menjadi patung emasnya Ti Then selalu
mencari kesempatan untuk memberikan perlawanan, dia sangat
mengharapkan bisa mendapatkan satu kesempatan untuk balas
menguasai majikan patung emas tetapi kssempatan itu tiada
kunjung datang.
Sedang kini tujuan dari Majikan patung emas sudah hampir
tercapai tetapi dirinya sudah dibuat tak berdaya oleh akal liciknya.
Kalau memangnya dirinya sudah menemui kekalahan dan dirinya
tidak bakal bisa mendapatkan kebahagiaan dengan Wie Lian In
didalam pcrkawinan ini maka saat ini dia cuma mengharapkan
Majikan patung emas bisa cepat2 memperoleh hasil agar dia cepat2
meninggalkan benteng Pek Kiam Poo dan memberi kesempatan
buat dirinya untuk menghindarkan diri dari perkawinan ini..,
"Sreeet . . ,!"
Sewaktu dia lagi memejamkan mata dan berpikir tidak karuan
itulah mendadak terasa adanya ujung baju yang tersampok angin
berkumandang dari luar jendela loteng sebelah kanan dari
pembaringannya.
Mendengar suara tersebut dia lantas tahu kalau ada orang yang
melayang datang dari loteng sebelah depan.
Gerak gerik dari orang itu yang diluar kebiasaan seketika itu juga
membuat hatinya merasa kaget dan tergetar amat keras.
Ketika dia membuka matanya . . air mukanya segera berubah
sangat hebat!!
Coba terka siapa yang sudah datang??
Dia bukan lain adalah Wie Ci To.
Air muka Ti Then berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat,
matanya terbelalak lebar2 sedang mulutnya melongo . . dia benar2
dibuat tertegun !!!
Dengan air muka amat keren tetapi tersungging satu senyuman
ramah ujar Wie Ci To dengan suara perlahan:
"Bilamana dugaan Loohu tidak salah maka ada kemungkinan kau
sudah tertotok jalan darahnya oleh Majikan patung emas bukan??".
Sepasang mata Ti Then melotot semakin lebar lagi, dia benar2
merasa amat terperanjat.
"Gak-hu, kau , . semuanya kau . . kau sudah tahu ???".
Sambil tersenyum Wie Ci To mengangguk dengan perlahan.
"Cepat tutup ruangan rahasia tersebut!” seru Ti Then kemudian
dengan cemas,
"Tidak perlu lagi, dia tidak bakal bisa lolos !”
"Didalam ruangan rahasia itu sudah dipasangi alat2 rahasia ??"
tanya Ti Then terkejut bercampur girang.
"Tidak salah !".
Ti Then segera teringat kembali dengan Phoa Loo Tek si
pendekar pedang merah.
"Kalau begitu masih harus menangkap seorang lagi! dia adalah .“
"Bukankah Phoa Loo Tek??" sambung Wie Ci To cepat.
Mendengar disebutnya nama itu Ti Then jadi semakin melengak.
"Pek Tha-heng yang melaporkan urusan ini kepada Gak-hu?"
tanyanya.
"Tidak . . . ".
Dia berjalan maju kedepan menekan tombol rahasia itu untuk
menutup kembali dinding tersebut setelah itu menekan tombol yang
lain untuk menutup kembali dinding paling luar setelah itu dia baru
mendekati pembaringan dan membebaskan jalan darah dari Ti Then
yang tertotok itu.
Dengan cepat Ti Then meloncat bangun dari atas pembaringan.
“Gak-hu bagaimana kau bisa mengetahui seluruh urusan ini?"
tanyanya dengan terharu.
"Selama ini kau selalu menutup-nutupi urusan Majikan patung
emas ini dengan Loohu, sekarang loohu pun mau jual mahal
terhadap dirimu . . mari ikutlah loohu turun loteng!" ujar Wie Ci To
sambil tersenyum.
Sehabis berkata dia berjalan keluar dari pintu itu dan menuruni
ruangan loteng penyimpan kitab.
Ti Then pun mangikuti dari belakangnya, mimpipun dia tidak
pernah menyangka kalau urusan ini bisa berakhir dengan begini
mudah.
Berakhirnya urusan ini benar2 membuat hatinya jadi kaget
bercampur heran, tetapi membuat hatinya merasa girang juga!! dia
kepingin sekali mencak2 dan berteriak2 kegirangan sehingga semua
kemurungan di hatinya bisa terlempar keluar dari dalam dadanya.
Dia boleh dikata tidak bisa mempercayai akan kenyataan ini ... .
dia sama sekali tidak menyangka kalau Wie Ci To bisa menyusun
jebakan secara diam2 dan memancing Majikan patung emas untuk
masuk kedalam pancingannya.
Bagaimana Wie Ci To bisa mengetahui rencana busuk dari
Majikan patung emas ini ???
Masih ada lagi, mengapa dia sama sekali tidak menyalahkan
dirinya ?
Sewaktu beberapa persoalan yang mencurigakan hatinya itu
berkelebat didalam benaknya itulah dia bersama-sama dengan Wie
Ci To sudah keluar dari loteng penyimpan kitab tersebut.
Sekeluarnya dari loteng penyimpan kitab itu Ti Then segera
merasakan suasana ditempat itu rada berubah.
Benteng Pek Kiam Poo yang semula diliputi oleh rasa kegirangan
saat ini sudah berubah jadi tenang dan serius sekali:
Ciangbunjin dari Siauw-Lim Pay, Bu Tong Pay, Kun-lun Pay serta
Tiang Pek Pay berdiri berdiri berjajar didepan loteng, air mukanya
mereka amat tegang jelas merekapun mengetahui urusan yang
sebenarnya.
Air muka Ti Then berubah jadi merah padam hingga menjalar
sampai ditelinganya, kepalanya ditundukkan rendah2 karena dalam
hati benar2 dia merasa menyesal.
Ti Then benar2 merasa takut kalau Wie Lian In pun hadir disana
.... tetapi untung tak tampak dia orang muncul dikalangan.
Wie Ci To segera kirim satu senyuman kearah keempat orang
ciangbunjien itu dan ajaknya :
"Mari kita pergi melihat Phoa Loo Tek dahulu !".
Demikianlah beberapa orang itu segera berjalan ber-sama2
kehalaman depan.
Sesampainya dikamar istirahat dari para pendekar pedang merah
terlihatlah olehnya didepan kamar tidur dari Phoa Loo Tek sudah
berkerumun beberapa puluh orang pendekar pedang merah.
Agaknya mereka belum mengerti urusan apa yang sudah terjadi,
saat ini masing2 lagi berbisik-bisik dan membicarakan persoalan
tersebut.
Ketika dilihatnya Poocu mereka berjalan mendatang, semua
orang pada menyingkir kesamping memberi jalan lewat buat Wie Ci
To sekalian untuk masuk kedalam.
Ti Then pun mengikuti dari belakang Wie Ci To berjalan masuk
kedalam ruangan beristirahat tersebut, terlihat olehnya Phoa Loo
Tek dengan diikat kencang2 lagi berbaring dibawah kaki Shia Pek
Tha, Kie Tiong Hong beberapa orang pendekar pedang merah.
Menanti setelah keempat orang ciangbunjien itu sudah masuk
semua kedalam ruangan Wie Ci To baru menoleh kearah Ti Then
dan tertawa.
“Yang inipun baru saja berhasil ditawan, dikarenakan dia orang
tidak mengetahui terlebih dahulu bakal terjadi urusan ini maka tak
ada kesempatan buat dirinya untuk melawan.
Ti Then berdiam diri tidak menjawab, karena dia sendiripun tidak
tahu harus menjawab secara bagaimana.
Sekali lagi Wie Ci To tertawa.
“Bilamana kau dapat menebak tahu siapakah dia orang maka
didalam hati kau tentu akan merasa terkejut” katanya.
“Apakah dia bukan Phoa Loo Tek yang sungguh2 ?” tanya Ti
Then tertegun.
Senyuman yang semula menghiasi bibir Wie Ci To pun segera
lenyap tak berbekas diganti dengan rasa sedih:
“Sudah tentu bukan !” sahutnya. “Phoa Loo Tek yang
sesungguhnya sudah menemui bencana .. dia cuma memakai kulit
wajah dari Phoa Loo Tek saja !.
“Lalu siapakah dia orang?” tanya Ti Then dengan terperanjat.
“Temanmu !".
"Temanku ??”.
"Bilamana kau tidak percaya boleh sobek kulit mukanya !".
Ti Then menurut dan maju satu langkah kedepan untuk
kemudian berjongkok disamping badan Phoa Loo Tek, dengan
kerasnya dia tarik rambutnya sehingga seluruh kulit wajahnya
terobek lepas,
Sewaktu dia dapat melihat wajah yang sesungguhnya dari orang
itu tidak kuasa lagi saking kagetnya dia menjerit keras.
"Aaaach .... Thian ! Kiranya kau adalah si "Hong Liuw Kiam Khek"
Ih Peng Siauw”
Sedikitpun tidak salah, orang itu adalah si "Hong Liuw Kiam
Khek" Ih Peng Siauw yang setiap hari dipikirkan dan berharap bisa
merebut kcmbali harta pusaka yang direbut olehnya,
Soal ini dia sama sekali tidak pernah menduga, dia tidak pernah
berpikir kalau anak buah dari Majikan Patung emas sebenarnya
adalah Hong Liuw Kiam Khek Ih Peng Siauw.
Jika ditinjau dari hal ini maka jelas rencana Majikan patung emas
hendak menurunkan ilmu silat kepadanya dan minta dia menjadi
patung emasnya selama setahun sudah disusun sejak dua tahun
sebelumnya.
Dalam hati Ti Then benar2 merasa amat gusar, saking marahnya
seluruh tubuhnya sudah gemetar amat keras.
"Tadi dia sudah mengakui kalau dia bersama-sama dengan
Majikan patung emas sengaja kerja sama uniuk memancing dirimu
terjerumus pula kedalam lingkungan ini, kelihatannya dia sengaja
merampok barang kawalanmu dengan tujuan agar kau pergi
mencari seorang guru dan tujuannya yang di-cita2kan bisa
tercapai."
Dengan cepatnya Ti Then mencengkeram baju dibagian dada Ih
Peng Siauw dan menariknya duduk.
"Sebetulnya terjadi urusan apa?" Bentaknya dengan keras.
Si "Hong Liuw Kiam Khek” Ih Peng Siauw yang jalan darah
kakunya tertotok seluruh tubuhnya tak dapat bergerak, tetapi dia
masih bisa berkata.
Dari wajahnya yang tampan segera tersungginglah satu
senyuman mengejek.
"Tidak salah !" sahutnya. "Selama beberapa tahun ini kami sudah
menipu dirimu mentah2 sungguh maaf sekali!"
Ti Then betul2 merasa amat gusar, tangannya dengan cepat
diayun kirim satu tamparan keras menggaplok wajahnya.
"Kalian sengaja mengatur siasat untuk memancing aku apakah
tujuannya hendak mengunakan diriku sebagai patung emasmu?"
bentaknya kembali.
Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ih Peng Siauw yang wajahnya kena
digaplok air mukanya segera berubah sangat hebat.
"Urusan sudah menjadi begini, aku suka menceritakan seluruh
kejadian ini kepadamu, tetapi bilamana kau main kasar lagi maka
sekalipun mati aku tidak akan menjawab pertanyaanmu!".
"Cepat katakan!".
"Terhadap barang2 kawalan yang kami rampas itu aku orang
tidak menaruh rasa tertarik, saat ini kesemuanya kami titipkan
disebuah gudang uang, kami punya maksud setelah urusan ini
dibikin beres maka uang itu akan kami ambil kembali untuk
diserahkan kepadamu".
"Dititipkan di gudang uang yang mana?" desak Ti Then.
"Kiem San Cian Cung dikota Go-bie"
Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa amat
girang.
"Lalu apa hubunganmu dengan majikan patung emas?".
"Dahulu aku adalah kacung bukunya, achirnya dia menerima aku
sebagai murid!”
"Dia sudah mempunyai murid seperti kau, lalu buat apa mencari
diriku untuk dijadikan patung emasnya?".
"Soalnya bakatku tidak baik sehingga tidak dapat mempelajari
seluruh kepandaiannya, bilamana aku yang datang kemari belum
tentu Wie Poocu suka menghargai diriku".
"Hmmm! kau tahu tidak aku benar2 benci diri kalian guru
bermurid hingga merasuk ketulang sumsum!” Teriak Ti Then sambil
menggigit kencang bibirnya.
"Sudah tentu tahu, ini urusan sudah mengalami kegagalan, aku
pun tidak berani minta diampuni dari kematian, Bilamana kau orang
merasa aku adalah seorang lelaki sejati maka janganlah memberi
siksaan kepadaku melainkan berilah satu kematian yang cepat buat
diriku."
"Heee . . . heec . . . bilamana kau ingin mati dengan sempurna
lebih baik jawab lagi satu pertanyaanku ini !"
"Silahkan bertanya, mulai sekarang asalkan ada pertanyaan pasti
akan kujawab, kecuali urusan yang aku sama sekali tidak tahu
menahu ..."
"Aku rasa suhumu sudah menguruog Yuan Cong Piauw-tauw
disuatu tempat, sekarang Yong Cong Piauw-tauw ada dimana ?"
"Maaf, soal ini suhu tidak pernah memberitahukan kepadaku,
sehingga aku sendiripun tidak tahu."
"Omong kosong!" teriak Ti Then gusar.
"Yuan Cong Piauw-tauw dikurung disebuah gua diatas puncak
Hud Ting, loohu sudah kirim orang uutuk pergi menolongnya, ada
kemungkinan aebentar lagi bakal kembaii” timbruug Wie Ci To.
"Gak-hu bagaimana bisa tahu?" tanya Ti Then melengak.
Wie Ci To tersenyum.
"Urusan sebcnarnya adalah begini:. sewaktu malam itu kau pergi
menjenguk Yuan Cong Piauw-tauw didalam gua Loei Tong Peng
tengah malam itu Loohu terjaga dari tidur dan entah bagaimana tak
bisa tidur ksmbali, karenanya lantas masuk kedalam Loteng
Pcnyimpan kitab untuk melihat buku, tetapi tidak lama kemudian
hatiku merasa murung sehingga berdiri didekat jendela loteng.
Pada saat itulah mendadak Loohu menemukan dari dalam
kamarmu ada sesosok bayangan manusia berkelebat dengan
cepatnya. . ."
Berbicara sampai disitu mendadak dia berhenti sebentar, setelah
tukar napas, sambungnya lagi sambil tersenyum.
"Bayangan manusia itu adalah Loo-cia, waktu itu Loohu tidak bisa
melihat jelas kalau dia orang adalah Loo-cia, didalam anggapanku
ada orang asing yang menyelinap masuk kedalam benteng,
karenanya aku lantas meloncat keluar dari Loteng Penyimpan kitab
dan mengadakan pengejaran.
Sesampainya dibawah tembok banteng Loohu baru bisa melihat
jelas kalau orang itu adalah Loocia, melihat tangannya membawa
lampu lentera sedang gerak=geriknya amat mencurigakan bahkan
amat gesit dan lihay sekali dalam hati Loohu segera menaruh rasa
curiga, demikianlah diam2 lantas aku menguntil dari belakanggnya.
Demikianlah Loohu menguntil terus sampai di gua Loei Tong
Ping, melihat dia meloncat pula cuma saja aku tidak ikut masuk
kedalam gua, karena waktu itu Loo-cia sudah pasang lampu
bilamana aku ikut masuk bukankah jejakku segera akan di ketahui ?
karena itu Loohu cuma bersembunyi ditenpat luaran saja
mendengarkan seluruh pembicaraaan kalian, waktu itulah Loohu
baru tahu kalau dia bukanlah Loo-cia yang sebenarnya sedang
kaupun adalah patung emasnya yang sengaja menerima perintah
untuk menyelinap masuk kedalam Benteng.”
Dengan muka menyesal Ti Then menundukkan kepalanya tidak
berkata.
"Tetapi " ujar Wie Ci To lagi sambil tertawa. "Dari pembicaraan
diantara kalian berdua Loohu bisa tahu walaupun kau jadi patung
emas yang menerima perintah darinya tetapi tidak ber-sunggguh2
ada di pihaknya, bahkan rasa sayangmu terhadap Loohu ayah
beranak membuat hatiku merasa amat terharu.”
Saat itulah Ti Then baru tahu kenapa dia orang sama sekali tidak
menyalahkan dirinya, dalam hati dia lantas merasa amat girang.
"Akhirnya" sambung Wie Ci To lebih lanjut. "Loohu melihat kau
berjalan keluar dari gua itu dan meloncat naik dari Loei Tong Ping.
Tidak lama kemudian Majikan patung emas dengan membawa Yuan
Cong Piauw-tauw berjalan keluar pula dari dalam gua tersebut,
karena itu dari tempat kejauhan Loohu lantas menguntitnya terus,
akhirnya sewaktu tiba didekat puncak Ban Hud Ting dia membawa
Yuan Cong Piauw-tauw masuk kedalam sebuah gua, Loohu menanti
beberapa saat lamanya diluar gua . . . kurang lebih sepertanak nasi
kemudian baru melihat dia berjalan keluar dari gua tersebut dan
meninggalkan tempat itu.
Menanti dia sudah pergi jauh Loohu baru masuk ke dalam gua
untuk menemui Yuan Cong Piauw-tauw, waktu itu dia sudah
ditindihi dengan b«berapa buah batu cadas ..."
"Aaakh . . . Yuan Loocianpwee tidak terluka?" tanya Ti Then
dengan terperanjat setelah mendengar sampai disitu.
"Tidak, Yuan Cong Piauw-tauw terkurung diantara sela2 batu2
cadas itu, dia cuma tak dapat keluar sedang badannya tidak sampai
tertindih . .”
Waktu itulah Ti Then baru bisa menghembuskan napas lega
tetapi disusul pula dengan helaan napas sedih.
"Dikarenkan Yuan Loo-cianpwee mengetahui seluruh rahasia ini
maka dia sudah ditawan dan dipunahkan seluruh kepandaian
silatnya.”
"Sewaktu dia melihat Loohu muncul di sana benar2 merasa amat
giraog sekali, dia lantas menceritakan aeluruh hubunganmu dengan
majikan patung emas, Sebetulnya Loohu ingin menolongnya keluar
tetapi dia bilang menawan majikan patung emas dan menolong
orang lebih penting; Loohu merasa perkataannya tidak salah maka
itu lantas berangkat pulang kedalam benteng dan mengadakan
perundingan rahasia dengan Pek Tha serta Lian In, akhirnya kami
ambil keputusan untuk mengubah loteng penyimpanan kitab itu
sebagai kamar pengantin dan pancing majikan patung emas untuk
masuk kedalam jebakan!".
"Bilamana bukannnya Gak-hu menemukan jejaknya aecara
mondadak, siauw-say entah harus berbuat bagaimana baiknya?"
ujar Ti Then dengan terharu.
Sehabis berkata dia melelehkan air mata kegirangan.
"Lalu sekarang dia sudah terkena alat rahasia apa?" tanya Yuan
Kuang Thaysu dari Siauw-Lim pay secara tiba2.
"Terkurung didalam kurungan besi".
"Sebenarnya siapakah dia orang??" tanya Leng Cing Ceng-jien
pula.
"Apa tujuannya menggunakan Ti siauw-sicu unluk menyelinap
kedalam Benteng ??"',
Wie Ci To segera tertawa dingin.
"Dia memerintahkan Ti Then untuk menyelinap masuk kedalam
Benteng sebetulnya hendak mencuri buku keterangan mengenai alat
rahasia loteng penyimpan kitab itu setelah itu masuk kedalam loteng
penyimpan itu untuk membunuh seseorang yang menerima
lindungan dari aku orang she-Wie".
"Aaakh .. siapakah orang itu?" tanya Leng Cing Ceng-jien dengan
kaget.
"Aku orang she Wie sudah atur dia orang untuk bersembunyi
didalam kamar gudang kayu, mari silahkan saudara2 sekalian
mengikuti aku orang she-Wie untuk menemui dirinya !!".
Sehabis berkata dia lantas berjalan keluar dari kamar.
Ti Then, Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng-jien, Kiem Cong
Loojien, Mong Yong Sian Kauw serta ber-puluh2 orang pendekar
pedang merah lantas ber- sama2 mengikuti dari belakangnya.
Saat ini para tetamu yang datang untuk memberi selamat pun
sudah pada mengetahui sudah terjadi urusan, oleh karena itu
sewaktu tiba di depan gudang kayu tersebut orang yang mengikuti
datang ada tiga ratus banyaknya.
Wie Ci To mempersilahkan para tetamu untuk menunggu didepan
pintu sedang dia sendiri berjalan kedalam, sebentar saja dia sudah
berjalan keluar kembali dengan membawa seorang manusia "Aneh"!
Sewaktu semua hadirin melihat munculnya orang aneh itu tidak
terasa pada bergidik semuanya, bulu kuduk pada berdiri.
Sedikitpun tidak salah, wajah dan bentuk orang aneh itu amat
menakutkan.
Jikalau ditinjau dari rambutnya yang sudah memutih kira2
usianya ada enam puluh tahunan, wajahnya amat jelek sehingga
sukar untuk dilukiskan.
Kulitnya kering dan hangus seperti bekas terbakar tempo dahulu
seluruh wajahnya berwarna darah dengan mata, hidung serta mulut
yang bengkok tidak keruan, sungguh menyeramkan.
Disamping itu sepasang tangannya sudah lenyap hingga
pundaknya, ternyata diapun merupakan seorang cacad.
Melihat kejadian itu Ti Then segera merasakan hidungnya jadi
kecut, hatinya benar2 terharu.
"Orang yang sudah cacad seperti begini pun majikan patung
emas masih mau membunuh dirinya, orang itu sungguh amat
kejam!".
Dengan dibawah bimbingan Wie Ci To orang aneh itu berdiri
didepan pintu gudang kayu.
"Saudara2 sekalian coba lihatlah" ujarnya dengan keras. "Inilah
orang yang hendak dibunuh oleh majikan patung emas!"
Semua orang dengan hati terperanjat berdiri ter-mangu2, tak
sepatah katapun bisa diucapkan keluar.
Wie Ci To kembali menuding keatas wajah orang aneh itu,
teriaknya lagi dengan keras, "Pada sepuluh tahun yang lalu dia
dibakar oleh majikan patung emas, bahkan memotong lidahnya dan
sepasang tangannya, Sang Kwan-heng coba kau bukalah mulutmu
agar bisa dilihat orang!".
Untung telinga orang aneh itu masih baik, mendengar perkataan
tersebut dia lantas membuka mulutnya lebar2.
Sedikitpun tidak salah didalam mulutnya memang benar2 tidak
terdapat lidah lagi!
Yuan Kuang Thaysu yang tidak tega melihat kekejaman itu lantas
memejamkan mata memuji keagungan Buddha.
Sedangkan Kiem Cong Loojien dengan suara yang berat dan hati
khe-ki berteriak.
"Sebenarnya ada dendam sakit hati apakah antara dirinya
dengan majikan patung emas sehingga dia turun tangan begitu
kejam terhadap dirinya ?"
"Hee . . . heee . . . sedikitpun tidak ada dendam apa-apa, bahkan
mereka berdua adalah suheng-te. Majikan patung emas adalah
suheng sedang dia adalah sute-nya!”
"Kalau memangnya tak ada dendam sakit hati bahkan saudara
seperguruan pula, kenapa majikan patung emas hendak menyiksa
dirinya?” tanya Kiem Cong Loojien keheranan.
“Semuanya hanya dikarenakan sejilid kitab pusaka ilmu silat!”
jawab Wie Ci To dengan wajah adem, “Orang ini she Sang-kwan,
bernama Jien. Pada tiga puluh tahun yang lalu dengan majikan
patung emas bersama-sama belajar ilmu silat dengan seorang
jagoan Bu-lim, akhirnya setelah tamat belajar dan turun gunung,
dengan amat cepatnya Majikan patung emas berhasil memperoleh
nama didalam Bu-lim, sebaliknya Sang-kwan Jien karena berhati
tawar dan tidak suka mencari nama maka tidak lama setelah turun
gunung lantas berpesiar ke daerah Si Ih.
"Berturut2 dia berdiam selama delapan belas tahun lamanya
didaerah Si Ih, pada saat dia hendak kembali kedaerah Tionggoan
itulah dari seorang hweesio Si Ih dia memperoleb sejiiid kiiab
pusaka ilmu silat. Sekembalinya kedaerah Tionggoan dia lantas
membawa kitab puiaka itu pergi mencari suhengnya Majikan patung
emas, untuk diajak belajar bersama-sama.
"Siapa tahu Majikan patung emas sudah timbul hati serakah,
diam2 dia memasukkan racun kedalam arak yang diminum oleh
Sang Kwan Jien, memotong pula lidah serta sepasang tangannya
membuat dia jadi seorang cacad yang tak dapat menulis mau pun
berkata.
"Akhirnya dia mengurung dirinya dalam sebuah gua, tetapi tak
lama kemudian dia berhasil melarikan diri dan datang ketempat aku
orang she Wie. Dengan menggunakan kakinya dia menulis seluruh
kejadiannya dan minta bantuan aku orang she Wie untuk membalas
dendam ini. aku orang she Wie yang merasa bukanlah tandingan
dari suhengnya terpaksa melindungi dirinya didalam loteng
penyimpan kitab dan berharap dengan menggunakan alat rahasia
yang ada disana untuk menangkap suheng-nya, karena cuma
dengan loteng penyimpan kitab ini saja bisa menawan dirinya,
setelah menanti selama puluhan tahun lamanya akhirnya aku orang
she Wie berhasil pula mendapatkan kesempatan ini.”
Air muka Sang-kwan Jien sedikit pun tidak berubah, dia tetap
berdiri tak bergerak di tempat semula cuma saja dari sepasang
matanya menetes keluar titik-titik air mata.
Terdengar Leng Cing Cengjien menghela napas panjang.
“Heee...Sang-kwan sicu ini sudah mau berlatih bersama-sama
dengan dirinya kenapa dia masih merasa tidak puas?” ujarnya.
“Karena pada waktu itu dia sudah merasa dirinya adalah seorang
jagoan yang tak terkalahkan, dia sudah menerima penghormatan
dari para jago Bu-lim, dia tidak ingin membagikan kecemerlangan ini
kepada orang lain...karena itu dia melakukan pekerjaan ini!”
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi.
“Bilamana diantara saudara=saudara sekalian ada yang merasa
ragu-raagu terhadap perkataan dari aku orang she Wie maka nanti
bilamana bertemu dengan Majikan Patung emas boleh
menanyakannya sendiri, asalkan saudara-saudara sekalian dapat
melihat wajahnya yang sesungguhnya maka waktu itulah kalian
bakal mengetahui kalau perkataan dari aku orang she Wie
sedikitpun tidak salah”
“Siapakah dia orang?”
"Bilamana Sian-kauw melihat orang itu maka waktu itulah bakal
mengetahui siapakah dia orang, sekaraog mari saudara2 ikuti aku
menuju ke lapangan latihan silat, aku orang she Wie akan suruh
orang membawa dirinya datang untuk bertemu muka dengan
saudara2 sekalian!"
Demikianlah semua orang lantas bergerak menuju ke lapangan
latihan silat dengan bersama-sama.
Sedangkan Wie Ci To dengan membawa Shia Pek Tha serta Kie
Tong Hong berjalan masuk kedalam Loteng Penyimpan kitab itu,
Ti Then yang melihat di sekeliling tempat itu tidak kelihatan
munculnya Wie Lian In dalam hati merasa amat tidak tenang.
Diam2 dia menghela napas panjang dan serunya :
"Heei . . .dia tentu sedang menangis didalam kamarnya, dia
merasa gemas karena aku sudah menipu dirinya . . .
Dia kepingin sekali pergi menemui dirinya dan minta maaf
kepadanya, tetapi teringat kalau sebentar lagi dia bakal menemui
majikan patung emas terpaksa pikiran ini untuk sementara waktu
dihapuskan dari hatinya, dengan mengikuii orang lain ber-sama2
berjalan menuju lapangan latihan silat.
Sesampainya di tengah lapangan latihan silat, tiba-tiba..
"Aaach . . Yuan Cong Piauw-tauw sudah kembali, Yuan Cong
Piauw-tauw sudah kembali !!"
Terdengar suara teriakan dengan riuh rendah.
Dengan cepat Ti Then menoleh kearah sana, sedikitpun tidak
salah, terlihatlah si tangan sakti Yuan Siauw Ko dengan dibimbing
oleh dua orang pendekar pedang merah berjalan masuk kedalam
benteng, hatinya hadi amat girang.
Dengan cepat dia berlari mendekat sambil teriaknya dengan amat
gembira:
"Yuan Loocianpwee, kau sudah kembali!”
Yuan Siauw Ko mengangguk, tetapi sewaktu dilihatnya ditengah
lapangan latihan silat sudah berkumpul beratus-ratus orang dia jadi
rada terkejut.
"Orang2 itu lagi berbuat apa ?? apakah majikan patung emas
sudah kena ditawan?" tanyanya.
"Sudah .... sudah berhasil ditawan !" sahut Ti Then sambi!
Tersenyum.
"Dia sudah menggerakkan alat rahasia yang dipasang didalam
lorong rahasia dibawah loteng penyimpan kitab, saat ini Wie Poocu
sedang masuk kedalam loteng penyimpan kitab untuk membawanya
keluar, orang2 ini lagi menanti untuk melihat wajahnya".
"Apa sudah tahu siapakah dia orang?" tanya Yuan Siamv Ko
dengan girang pula.
"Masih belum tahu, Wie Poocu jual mahal, katanya setelah
melihat wajah aslinya tentu bakal ada orang yang tahu dengan
sendirinya.”
Saat ini para tamu yang kenal dengan Yuan Siauw Ko sudah pada
berdatangan untuk menyapa. Yuan Siauw Ko pun lantas menjura
membalas hormatnya.
Kepada Ti Then ujarnya lagi:
"Wie Poocu apakah sudah menjelaskan kisahnya kisahnya malam
itu menguntit Loo-cia?”
"Benar!" Sahut Ti Then mengangguk, “Boanpwee sama sekali
tidak menyangka bisa berakhir dengan demikian . . .”
"Bukankah berakhir secara begini mendapatkan kebaikan buat
dirimu ?".
"Sudah tentu!!".
"Masih ada Phoa Loo Tek apakah sudah ditangkap sekalian ?".
"Benar! Loocianpwee tentu tidak menyangka siapakah dia orang
!!".
"Siapa?"
"Hong Liuw Kiam Khek, Ih Peng Siauw!”
"Aaah, bagaimana bisa dia orang?" tanya Yuan Siauw Ko
melengak.
"Kiranya dia merampok barang kawalanku tempo hari karena
mendapat petunjuk dari Majikan patung emas, sedang tujuan
mereka guru bermurid merampok kawalan itu pun hanya bertujuan
untuk memancing keinginan boanpwee untuk mencari guru belajar
silat, sstelah dengan menggunakan cara itu pula memaksa
boanpwee untuk menjadi patung emasnya dan mengerjakan
rencananya yang sudah disusun."
"Kalau begitu kesemuanya ini hanya merupakan satu siasat yang
licik saja?" tanya Yuan Siauw Ko terperanjat.
"Sedikit pun tidak salah!"
"Apakah Ih Peng Siauw mengakui dimana barang2 pusaka itu
disimpan olehnya?"
"Benar! dia bilang barang itu tetap seperti sedia kala dan
disimpan didalam sebuah gudang uang didalam kota Go bie, lain kali
biarlah aku pargi kekota untuk megambilnya kembali."
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan terdengarlah suara
yang hiruk pikuk bergema datang.
"Ach . . , sudah datang, sudah datang!” teriaknya,
Tidak salah, Shia Pek Tha serta Kie Tong Hong dengan
menggotong sebuah kurungan besi berjalan masuk kedalam
lapangan latihan silat.
Kurungan baja itu tidak besar cuma ada enam depa tingginya
dengan tiga depa tebalnya, saat ini di-sekeliling kurungan itu
tertutup dengan secarik kain sehingga tidak dapat melihat jelas
wajah majikan patung emas yang ada didalam kurungan,
Semua hadirin pada berkerumun maju untuk saling rebut melihat
wajahnya.
Dibawah perintah Wie Ci To, Shia Pek Tha serta Kie Tong Hong
segera meletakkan kurungan itu ketengah kalangan.
Semua orang yang melihat kurungan itu tertutup oleh secarik
kain sedang dari dalam kurungan tak terlihat adanya gerakan
apapun dari majikan patung emas pada merasa terkejut bercampur
ke-heran2an.
Kiem Cong Loojien dari Kun-lun Pay tidak dapat menahan ssbar
lagi, tak tertahan segera tanyanya.
"Apakah dia sudah mambunuh diri?".
"Belum!" jawab Wie Ci To tertawa.
"Kalau belum, kenapa tidak meronta?”
"Kurungan besi itu amat kuat sekali, dia tahu sekalipun meronta
juga tak berguna maka terpaksa dia harus berbaring didalam
kurungan dengan tenang !".
Berbicara sampai disini dia lantas menoleh ke arah Shia Pek Tha
dan perintahnya:
"Pek Tha, coba buka kain penutup itu!"
Dengan amat hormatnya Shia Pek Tha menyahut dan menarik
kain penutup tersebut.
Dengan begitu maka Loo-cia (majikan patung emas) itu dapat
dilihat keseluruhan tubuhnya oleh semua orang.
Keadaannya amat mengenaskan sekali sehingga mirip dengan
seekor tikus, tetapi buas pula seperti seekor binatang, wajahnya
menyengir kejam sedang dari sepasang matanya memancarkan
senar kejam yang membuat orang bergidik.
Ti Then adalah orang yang paling mengetahui jelas kedahsyatan
ilmu silatnya, melihat seluruh wajahnya sudah diliputi oleh napsu
membunuh dan siap2 menerjang keluar dari kurungan hatinya
merasa bergidik.
Dengan cepat dia menggeserkan badannya mendekati Wie Ci To,
lalu tanyanya dengan suara yang amat lirih.
"Apakah kurungan itu benar2 sangat kuat?",
"Sedikitpun tidak ada parsoalan!" sahut Wic Ci To mengangguk.
"Ada kemungkinan dia bisa membobol kurungan itu untuk
keluar?”
"Aaakh . . . tidak mungkin bisa terjadi”.
Waktu itu Leng Cing Ceng-jien yang berdir di dekat mereka
sudah membuka mulut,
"Wie Poocu tadi bilang pada wajahnya memakai topeng,
sekarang apakah kau bisa melepaskan topeng tersebut agar pinto
bisa melihat jelas wajahnya?"
“Sudah tentu boleh saja" sahut Wie Ci To sambil mengangguk,
"tetapi kepandaian silat orang iui amat lihay sekali, bilamana
kepandaian silatnya tidak dimusahkan terlebih dahulu siapapun
jangan harap bisa mendekati dirinya, biarlah sekarang aku orang
she-Wie mausnahkan dulu tenaga dalamnya”
Sambil berkata dia mengambil sebilah psdang dari seorang
jagoan pedang merah dan berjalan maju kedepan.
Mendadak Ti Than teringat kembali dengan kata2 dari majikan
patung emas yang mengatakan dia punya cara untuk memulihkan
kembali tenaga murni dari Yuan Siauw Ko, melihat Wie Ci To
berjaIan maju kedepan diapun lantas menyusul.
"Gak-hu tunggu sebentar!" serunya.
"Ada urusan aps ?" tanya Wie Ci To sambil menoleh.
Ti Then lantas menuding kearah Yuan Siauw Ko yang berdiri
diantra para jagoan lainnya.
"Yuan Loocianpwee sudah kembali, sedang kepandaian silainya
sudah dipunahkan oieh majikan patung etnas, tetapi dia bilang dia
orang punya cara untuk memulihkan kembali ilmu silatnya . . . ".
"Ehmm . . Loohu paham !".
Dia maju tiga langkah kedepan dan berdiri didepan kurungan
besi tersebut, kepada majikan patung emas yang ada didalam
kurungan itu lantas teriaknya:
"Loo-heng!! perbuatanmu jauh lebih kejam dari perbuatan Cuo It
Sian, maka itu kau tidak bisa diampuni lagi, tetapi bilamana kau
suka menjelaskan cara untuk memulihkan kembali ilmu silat dari
Yuan Cong Piauw-tauw, Loohu bisa pergi memintakan keringanan
dari sute-mu agar kau bisa mati lebih tenang, bagaimana ?".
“Hee . . . heee . . . kau bersiap sedia hendak menghukum loohu
dengan cara bagaimana ?” tanya majikan patung emas sambil
tcrtawa dingin.
"Menggunakan api membakar wajahmu lalu memotong lidah dan
sepasang tanganmu.'
Mendengar perkataan tersebut majikan patung amas segera
tertawa ter-bahak2.
“Haaa , . . . haaa . , . bagus . . . bagus sekali, inilah yang
dinamakan adil . . dahulu aku menyiksa dia dengan cara begitu dan
sekarang diapun hendak menggunakan cara yang sama untuk
menyiksa aku . . haaa . . . bagus, bagus sekali !”
"Bilamana mengikuti keputusan dari sute-mu maka walaupun kau
bisa hidup didunia tetapi jauh lebih tersiksa dari pada mati, maka itu
menurut pendapat loohu lebih baik kau memilih mati sempurna saja
bagaimana ?".
“Tidak ! haaa - - haaa ..." Teriak majikan patung emas sambil
tertawa ter-bahak2 " Loohu bilamana hidup malah tersiksa lebih
baik aku terima saja keputusanmu itu!".
"Kalau begitu kau tidak ingin memulihkan kembali ilmu silat dari
Yuan Siauw Ko ?".
"Tidak !".
"Seorang lelaki sejati bisa membedakan dendam dan budi, dia
tidak ada sakit hati apa pun dengan dirimu buat apa kau menyiksa
dirinya?”.
"Heee . . . hee . . . Loohu tidak akan punya hati welas kasih,
terus terang aku beritahu padamu, loohu masih ingin membunuh
beberapa orang untuk main-main!".
"Sudah besar sekali omonganmu, apakah kau punya tenaga
untuk membunuh orang?” ejek Wie Ci To sambil tertawa dingin.
"Sedikitpun tidak salah, kalau kau tidak percaya lihatlah sendiri!”.
Berbicara sampai disini mendadak dia dongakkan kepalanya dan
memandang ke arah Ti Then dengan buas.
"Bangsat cilik, kau kemarilah!" bentaknya.
Ti Then segera merasakan seluruh bulu kuduknya pada berdiri,
dengan paksakan diri dia berjalan maju juga.
"Kau ada perkataan apa lagi?".
"Aku mau tanya padamu, sewaktu kau menyanggupi untuk
menjadi patung emas ku apa yang pernah kau katakan?" tanya
majikan patung emas dengan amat gusar.
"Aku bilang setelah menyanggupi perknataanmu tidak akau
menyesal kembali ".
"Dan akhirnya ?" tanya Majikan patung emas sambil tertawa
dingin.
"Akhirnya aku selalu merasa menyesal, tetapi masih untung
perbuatanku tidak sampai melanggar janji kita".
Sepasang mata Majikan patung emas melotot semakin bulat lagi.
"Kau tidak melanggar janji ?" tanyanya sepatah demi sepatah.
"Bonar, tidak !".
Agaknya saking bencinya majikan patung emas kepingin menelan
diri Ti Then didalam satu kali terkaman.
"Lalu siapa yang sudah mengkhianati diriku ?” bentaknya dengan
keras.
"Aku sama sekali tidak mengkhianati dirimu, tertawannya dirimu
adalah siasat yang diatur oleh Wie Poocu sendiri, aku sama sekali
tidak tahu menahu".
"Omong kosong !" bentak majikan patung emas dengan gusar.
Wie Ci To tertawa dingin.
"Saat ini walaupun saudara mempunyai sayap juga jangan harap
bisa meloloskan diri dari sini, buat apa kami berbohong?? dia benar2
tidak mengkhianati dirimu, rahasiamu berhasil loohu bongkar
sendiri!.”
Sudah tentu majikan patung emas tak mau percaya akan
perkataannya itu. Dia segera mendengus dengan amat dinginnya.
"Ooooh begitu?"
"Tidak salah, ditengah malam buta tempo hari karena Loohu
tidak bisa tidur maka sudah naik keatas loteng penyimpan kitab,
waktu itu secara tidak sengaja aku sudah menemukan jejakmu lalu
menguntit sampai diluar gua Loei Tong Peng, karenanya rahasiamu
bisa aku ketahui semuanya."
"Apa benar2 begitu?" tanya majikan patung emas sambil
memandanng tajam wajahnya.
"Sedikitpun tidak salah"
Dari air muka majikan patung emas segera tersungginglah
senyuman dingin yang mengerikan.
"Wie Ci To! kau paling auka ikut campur didalam urusan orang
lain," ujarnju perlahan. "Kau ikut campur didalam urusan Cuo It Sian
masih boleh2 saja tetapi kau berani juga menyinggung kepala loohu
. . Hmm! Sungguh tidak tahu kekuatan sendiri!"
"Loohu memang rada tidak mengetahui kekuatan sendiri, tapi
loohu punya kesabaran untuk memancing ikan kakap, selama
sepuluh tahun tiada sedikitpun loohu lelah menanti kedatanganmu,
dan akhirnya cita-cita loohu itu terjadi pula.
"Hmm! apa kau kira bisa membereskan loohu ?"
"Benar! kecuali kau punya tenaga untuk menghancurkan
kurungan baja ini!” seru Wie Ci To sambil mengangguk.
"Baik, Loohu akan mendemontrasikan kepandaian silatku!"
Begitu perkataan terakhir diucapkan keluar mendadak
terdengarlah suara yang amat keras berkumandaug memenuhi
seluruh angkasa ....
"Braak . . . !" kurungan baja itu sudah terpental hancur sebagian
besar oleh tenaga pukulannya sehingga terbang sejauh lima depa.
Dia benar2 berhasil menghancurkan kurungan besi tersebut.
Dengan menggunakan sepasang telapak tangannya dia
menghancurkan tutup kurungan besi yang amat kuat, dari hal ini
saja sudah jelas menunjukkan kalau tenaga pukulannya benar2
sangat dahsyat sekali.
Tak ada seorangpun yang pernah menyangka kalau dia bisa
menghancurkan tutup kurungan besi yang begitu kuat, untuk
beberapa saat lamanya mereka dibuat termangu.
Tampaklah olehnya setelah sepasang telapak tangannya berhasil
menghancurkan penutup kurungan tersebut tubuhnya pun
mengikuti gerakan tersebut melayang keluar dan mololoskan diri
dari kurungan itu.
Melihat kejadian itu Wie Ci To jadi merasa sangat terperanjat.
"Saudara2 sekalian cepat mundur!" serunya.
Ditengah suara bentakannya yang amat keras tubuhnya pun
bagaikan kilat cepatnya menerjang ketergah udara dan kirim satu
tusukan dahsyat kwtubuh Majikan patung emas,
Majikan patung emas segera tertawa ter-bahak2, telapak kirinya
menekan kebawah balas menghantam tubuh pedang dari Wie Ci To
sehingga tusukan tarsebut berubah arah, bersamaan pula dua jari
tangannya dengan gaya "Jie Liong Ciang Cu" aiau dua naga berebui
mutiara menotok ke arah sepasang mata Wie Ci To.
Gerakannya amat cepat dan dahsyat laksana malaikat yang turun
dari kahyangan.
Wie Ci To yang tubuhnya masih ada di tengah udara tidak
sempat untuk berubah jurus, dia dipaksa untuk berjungkir balik dan
melayang turun kembali keatas tanah.
Bagaikan kilat cepatnya majikan patung emas segera menerjang
kearah gerombolan para hadirin, sepasang telapak tangannya
bagaikau kilat cepatnya sudah melancarkan cangkeraman
menghajar seorang pendekar pedang putih.
"Braaak ! Braaak ! Braaak !" dengan menimbulkan tiga kali suara
yang amat nyaring, tiga orang pandekar pedang putih sudah kena
dihajar sehingga otaknya berceceran memenuhi seluruh permukaan
tanah,
Melihat kejadian itu Wie Ci To jadi amat gusar, sepasang
matanya melotot lebar-lebar dengan disertai suara bentakan yang
amat keras dia manubruk kedepan melancarkan satu tusukan kilat.
Ti Then yang melihat Majikan patung emas berhasil meloloskan
diri dari kurungan tersebut dalam hati sudah mengerti kalau urusan
bakal celaka. dengan cepat dia merebut sebilah pedang dari seoraug
peadekar pedang merah dan siap2 menghadapi musuh,
Saat ini melihat dia orang didalam sekali kelebatan berhasil
membinasakan tiga orang pendekar pedang putih, dia semakin tidak
berani berayal lagi.
Tubuhnya dengan cepat menubruk kearah depan melancangi
tubuh Wie Ci To yang lagi menubruk kedepan pula, pedangnya
dengan cepat membabat pinggangnya.
Hanya didalam sekejap saja diantara mereka bertiga sudah
terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.
Beberapa orang ciangbunjien serta be-ratus2 tetamu yang
melihat pertempuran diantara mereka bertiga sudah mencapai pada
ketegangannya pada dibuat merasa bergidik.
Kiranya Majikan patung emas yang baru menghadapi dua orang
musuh ternyata sudah menggunakan tangan kosong untuk melawan
serangan2 pedang dari Wie Ci To serta Ti Then, semakin bertempur
semakin bersemangat dan semakin lihay bahkan berhasil menduduki
diatas angin.
Semua orang tahu bahwa kepandaian silat dari Wie Ci To ada
sedikit dibawah kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong
Beng, dengan kedahsyatan ilmu silatnya ditambah lagi dengan si
pendekar baju hitam Ti Then ternyata tidak berhasil pula untuk
menahan serangan2 dari Majikan patung emas, hal ini benar2
merupakan satu peristiwa yang tak pernah diduga sebelumnya.
Kiem Cong Loo-jien yang melihat pertempuran itu dalam hati
benar2 merasakan hatinya bee-debar2, gumamnya:
"Loohu berlatih ilmu silat selama hidupku, ini hari boleh dikata
terbuka sepasang mataku . . . “
Yuan Kuang Thaysu yang melihat kejadian itupun lantas
mengerutkan alisnya rapat2 dan mulai bergeser mendekati diri Leng
Cing Ceng-jien.
“Jika ditinjau situasi saat ini agaknya Wie Poocu serta Ti kiauw
sicu tidak bakal kuat bertahan lebih lama lagi,” ujarnya dengan
suara perlahan. “Apakah ciangbunjien sekalian punya maksud untuk
maju memberi bantuan ?”
“Kepandaian silat majikan patung emas memang benar amat
dahsyat sekali dan seharusnya kita maju membantu” ujar Leng Cing
Cengjien agak ragu2. “Tetapi . . . walaupun kepandaian silat
majikan patung emas amat tinggi tatapi kita masing2 adalah
seorang ketua dari suatu partay besar bilamana kita pun harus
harus bekeja sama untuk mengerubuti seseorang bukankah hal ini
mendapatkan tertawaan dari orang lain . . .”
“Walau pun perkataan dari Ciang kauw sedikit tidak salah” Sahut
Yuan Kuang Thaysu perlahan. “Tetapi jikalau kiia tidat maju
membantu sehingga Wie Poo cu serta Ti siauw-sicu menemui
kekalahan bukankah keadaan malah semakin bertambah runyam ?”
Leng Cing Cengjien termenung beberapa saat lamanya, akhirnya
dia mengangguk.
“Baiklah.,mari kita maju”
Tetapi pada saat mereka hendak maju kedepan itulah mendadak
menang kalah sudah bisa ditentukan.
“Plak.” dengan disertai suara yang amat nyaring Wie Ci To sudah
terkena pukulan dengan amat tepat sehingga tubuhnya terjengkang
kebelakang.
Majikan patung emas segera tertawa terbahak-bahak, dengan
meminjam kesempatan ini dia mengejar lebih jauh sedang
serangannya pun semakin gencar menghajar perut Wie Ci To.
Ti Then membentak keras tidak perduli keselamatan dirinya
sendiri dia lantas maju dua langkah kedepan pedangnya dengan
disertai sambaran angin tajam membabat telapak kanan dari
majikan patung emas,
Serangannya kali ini sudah menggunakan seluruh tenaga yang
dimiiikinya sehingga gerakannya amat tajam dan ganas.
Majikan patung emas terdesak dan terpaksa dia menarik kembali
tangan kanannya, kakinya dengan cepat kirim satu tendangan kilat
menghajar pergelangan tangan kanan dari Ti Then.
“Bangsat cilik, Loohu jagal dirimu dulu!” makinya dengan gusar.
Sepasang tangan Ti Then kembali berputar dari gerakan
membabat berubah jadi gerakan menghadang menancam
pinggangnya.
Tetapi baru saja bergerak sebanyak tiga jurus dia sudah terpukul
pundaknya oleh serangan yang umat aneh dari majikan patung
emas sehingga terjungkir balik dan jatuh terlentang diatas tanah.
Wie Ci To yang melihat akan hal ini segera meloncat bangun dari
atas tanah, pedangnya dengan gaya ‘Coan Sin Si Ing’ atau putar
badan memanah elang menusuk jalan darah "Thay Yang Hiat" pada
pelipis kiri majikan patung emas,
Waktu itu majikan patung emas sedang mengangkat telapak
tangannya untuk membereskan nyawa Ti Then, kini melihat
datangnya serangan pedang yang amat ganas terpaksa dia
bubarkan serangan semula untuk meuolong diri, kakinya bergeser
badannya berputar menghindarkan diri dari tusukan tersebut,
bersamaan pula kaki kanannya menyapu kedepan menghajar
sepasang kaki dari Wie Ci To.
Dengan mengambil kesempatan itulah Ti Then cepat2 meloncat
bangun lalu kirim satu tusukan.
Tua muda dua orang dengan bekerja sama amat erat ber-sama2
menerjang diri majikan patung emas.
Semula mereka masih bisa bertahan tetapi lama kelamaan
keadaan mulai barubah setelah dengan susah payah mereka
menerima sepuluh jurus akhirnya mereka berdua cuma bisa
menangkis saja tanpa dapat menyerang barang sejuruspun.
Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Ceng-jien tidak berani
berayal lagi mereka segera kirim kerdipan mata lalu ber-sama2
menubruk kedepan.
Yang satu dengan menggunakan senjata toya sedang yang lain
menggunakan senjata Hud-tim dari kiri serta kanan menggencet
pihak musuh.
Wajah majikan patung emas segera berubali amat dahsyat, dia
dongakkan kepalanya tertawa ter-habak2,
"Bagus . , bagus sekali!" teriaknya: “haaa ... haa . . . ayoh maju
beberapa orang lagi, dari pada banyak buang waktu ayoh berbareng
saja pada maju semua!"
Sekali lagi suatu pertempuran yang amat sengit kembali
berlangsung!
Dengan terjunnya Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Cin-jien
maka situasi pertempuranpun lantas berubah seimbang, untuk
beberapa saat lamanya mereka bertempur semakin sengit.
Tampaklah tubuh mereka berlima bagaikan kilat cepatnya saling
menyambar. angin pukulan menyambar tiada hentinya diselingi
babatan hawa pedang yang menggigilkan serta sambaran toya serta
hud-tim yang setiap saat mengancam jiwa . . .
Enam puluh jurus berlalu dengan amat cepatnya tetapi keadaan
masih seimbang,
Kiem Cong Loojien yang melihat kejadian itu segera garuk2
kepalanya, mendadak dia bergeser kesisi Mong Yong Sian Kauw itu
Ciangbunjien dari Tiang Pek Pay dan ujarnya sambil tertawa:
"Mong Yong ciangbunjien, aku lihat kita pun harus segera maju!"
"Aku rasa tunggu sebentar lagi" jawab Mong Yong Sian Kauw
tawar.
"Apa kau kira mereka berempat bisa mempcroleh kemenangan?"
“Sedikit-dikitnya tidak sampai dikalahkan”
“Aku lihat tidak bisa jadi….” Seru Kiem Cong Loojien sambil
gelengkan kepalanya.
“Lebih baik kita maju sekalian untuk membantu mereka.”
Agaknya Mong Yong Sian Kauw merasa keberatan atas usul
tersebut.
“Bilamana kitapun ikut maju” ujarnya, “Hal ini berarti bahwa dari
Benteng Pek Kiam Poo sudah bekerja sama dengan Siauw Lim, Bu-
tong, Kun-lun serta Tiang-Pek lima partay besar untuk mengerubuti
seseorang bilamana berita ini sampai tersiar dalam Bu-lim bukankah
rada tidak enak?”
“Haa..haa..Siauw-Lim serta Bu-tong merupakan gunung Thay-san
dari Bu-lim, mereka berdua pun tidak takut ditertawakan bagaimana
kita harus takut?”
Mong Yong Sian Kauw termenung tidak menjawab.
“Eeeii aku mau tanya kepadamu, besok pagi kau kepingin minum
arak kegirangan tidak?” desak Kiem Cong Loojien lagi.
“Sudah . . . sudahlah, mari kita pun maju” seru Mong Yong Sian
Kauw kemudian sambil tertawa.
Demikianlah mereka berdua pun segera menerjang pula kedepan
untuk mengerubut diri majikan patung emas.
Dengan demikian keadaan dari majikan patun& emas semakin
teedessk lagi, dia dibuat agak repot oleh kerubutan ini.
Walaupun dia crang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi
tetapi seorang manusia tidak bakal berhasil menangkan kerubutan
enam pasang tangan, apalagi keenam orang itu pun merupakan
jago2 nomor wahid didalam Bu-lim pada saat ini dan memiliki
kepandaian silat yang amat tinggi sudah tentu dia rada kedesak.
Wie Ci To yang melihat keempat orang ciangbunjien itu turun
tangao dengan tanpa belas kasihan dan setiap serangannya tentu
mengancam tempat yang berbahaya, dengan gugup lantas serunya
: “Harap saudara2 sekalian suka turun tangan lebih ringan, jangan
sampai membinasakan dirinya,”
Keempat orang ciangbunjien sendiri pun tahu kalau ilmu silat dari
Yuan Siauw Ko belum pulih dan tak dapat membinasakan dirinya
karena itu serangannya mulai mengendor,
Mendadak Majikan Patung Emas melayang setinggi empat kaki
jauhnya dan meloloskan diri dari kurungan enam orang untuk
kemudian menerjang kearah sebelah luar.
Tujuannya bukan lain adalah gerombolan dimana para tamu lagi
berdiri.
Wie Ci To yang melihat dia bermaksud hendak bunuh orang
secara sembarangan hatinya jadi merasa amat terkejut, dengan
diiringi suara bentakan yang keras tubuhnya segera menubruk
kedepan.
Ti Then pun bersamaan waktunya mengejar dari bslakang, per-
tama2 dialah yang tiba terlebih dahulu dibelakang tubuh majikan
patung emas.
Tetapi pada saat yang bersamaan pula majikan patung emas
berhasil menangkap sepasang kaki dari seorang tetamu, dia lantas
mengangkat tubuh tetamu itu dan diputar keatas kepala untuk
kemudian dihajarkan kearah Ti Then.
Dengan cepat Ti Then membungkkukan badannya menghindar
pedangnya dengan disertai desiran tajam menusuk kakinya
sehingga mengucurkan darah segar.
Majikan patung emas segera menjerit keras, sepasang tangannya
dipentangkan lebar2, tubuh dari tamu yang berhasil dicengkeram
sudah kena disobek sehingga robek jadi dua bagian, setelah itu
lengannya lalu diayunkan kedepan.
Separuh badan yang masih dibasahi oleh darah segar lalu
disambitkan kearah Wie Ci To sekalian yang mengejar datang
sedangkan separuh lainnya dengan mengerahkan tenaga murninya
yang dahsyat disambitkan ketubuh Ti Then.
Dengan cepat Ti Then meloncat empat depa kesamping, dengan
mengikuti getakan itu tubuhnya berputar satu lingkaran besar
pedangnya dengan menggunakan jurus Liuw Seng Kun Gwat" atau
bintang meluncur mengejar rembulan menusuk kedepan dengan
datar.
Tetapi pada saat itulah mendadak dia sudah kehilangan
bayangan dari Majikan patung emas.
"Aduuh . . .”
Suara teriakan ngeri berkumandang datang dari tiga kaki dari
tempat tersebut !
Kiranya Majikan patung emas sudah berhasil menerjang
ketengah gerombolan para tamu, dengan menggunakan ilmu Ing
Jiauw Kang dia menghajar wajah tetamu itu sehigga hancur dan
binasa seketika itu juga.
Melihat kejadian itu Wie Ci To benar2 amat gusar, sepasang
matanya ber-api2, dengan mencekal pedangnya kencang2 dia
mengejar kearah depan.
"Bunuh dia! bunuh dia! tidak usah sungkan2 lagi" teriaknya
dengan keras.
Ti Then, Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng-jien, Kim Cong
Loo-jien serta Mong Yong Sian Kauw bagaikan sambaran kilat
cepatnya segera menerjang kedepan dan mengerubuti kembali diri
Majikan patung emas.
Walaupun untuk melawan serangan enam orang musuh sekaligus
Majikan patung emas menemui kesukaran tetapi untuk meloloskan
diri dari kurungan sangatlah mudah sekali, kembali dia melancarkan
serangan dahsyat mendesak mundur keenam orang itu kemudian
bagaikan seekor burung dengan cepatnya menerjang keluar dari
kurungan.
Kali ini Ti Then tidak memberi kesempatan buatnya untuk
melarikan diri lagi, tubuhnya dengan cepat ikut mengejar ke tengah
udara dan kirim satu tusukan.
"Turun!" bentaknya keras.
Tubuh majikan patung emas yang meloncat ke tengah udara
mendadak berhenti bergerak, tubuhnya membalik dan kirim satu
pukulan dahsyat ke depan.
"Coba kau rasakan pukulanku ini!" teriaknya sambil tertawa aneh.
Ti Then sama sekali tidak menyangka dia bisa menghentikan
tubuhnya di tengah udara untuk sesaat lamanya dia tak sempat
menarik tubuhnya kembali sehingga dengan amat tepatnya pukulan
tersebut bersarang didadanya,
" Braaak . . . !" dadanya kena dihantam sehingga tubuhnya
terjatuh kembali dari tengah udara.
Tetapi satu peristiwa yang diluar dugaan pun sudah terjadi pada
saat itu pula.
Sewaktu tubuh Ti Then terkena serangan itu hingga jatuh keatas
tanah kelihatannya dia tentu akan terluka parah atau mati, siapa
tahu pada saat itulah mendadak pedangnya diangkat, dengan jurus
"Gien Liong Jut Hay" atau naga perak keluar dari lautan mengirim
satu tusukan kedepan. Tusukan ini datangnya jauh berada di luar
dugaan dari majikan patung emas !
Dia mimpi pun tidak mengira kalau Ti Then mnsih bertenaga
untuk kirim satu tusukan kearahnya, tadi dia melancarkan serangan
kearah Ti Then dengan menggunakan seluruh tenaga, barang
siapakah yang terkena serangan itu maka seketika itu juga akan
binasa atau se-dikit2nya jatuh tidak sadarkan diri, karena itu dia
tidak pernah berpikir kalau Ti Then masih bisa melancarkan
serangan kearahnya.
Baru saja hatinya mcrasa kaget tusukan pedang yang amat cepat
dari Ti Then itu dengan amat tepatnya sudah menembus
lambungnya hingga tembus kebelakang.
"Aaaach . . .”
Seketika itu juga seluruh kalangan jadi gaduh dan ramai oleh
suara teriakan terkejut bercampur girang. Tubuh majikan patung
emas yang terjatuh dari atas tidak sampai rubuh ke atas tanah, dia
tetap berdiri tegak dengan gagahnya.
Dengan perlahan kepalanya ditundukkan melihat sekejap kearah
pedang yang menusuk lambungnya itu kemudian dengan wajah
penuh rasa terperanjat memandang diri Ti Then dengan melotot.
"Kau . . . kau tidak terluka?" gumamnya.
Terhadap diri Ti Then yang tidak terluka oleh pukulan dia merasa
amat terkejut, bahkan jaun lebih terkejut dari pada tusukan pedang
yang berhasil menembus lambungnya itu.
Ti Then sendiri pun sama sekali tidak menyangka kalau didalam
keadaan gugup pedangnya berhasil menembus lambungnya hingga
tembus kebelakang punggung, walaupun saat ini dia sudah jauh
dari kematian tetapi hatinya masih merasa takut, dengan ter-buru2
dia mundur satu langkah kebelakang.
"Selamanya aku tidak bermaksud untuk membinasakan dirimu,
tetapi perbuatanmu terlalu kejam . . .”
Air muka majikan patung emas berubah jadi amat keren,
bentaknya lagi:
"Cepat katakan, kenapa kau tidak terganggu oleh pukulan Loohu
tadi?".
"Dapatkah kau beritahukan dulu kepadaku bagaimana caranya
untuk nemulihkan kembali ilmu silat dari Yuan Cong Piauw-tauw?".
Dari atas wajah majikan patung emas segera tersungginglah rasa
kesakitan yang luar biasa, bibirnya bergerak dengan gemetar.
"Asalkan dia bisa mempelajari sim hoat dari tenaga dalamku
maka tiga bulan kemudian dia bisa pulih kembali seperti keadaan
semula" katanya.
"Tetapi. . heee-. . . heee . . . tahukah kau bilamana waktu ini aku
sudah tak ada waktu lagi untuk memberi pelajaran Sim-hoat
tersebut kepadanya!".
"Lalu apakah Sang Koan Loocianpwee dia orang mengerti Sim-
hoat tersebut?"
Dengan perlahan majikan patung emas menundukkan kepalanya.
"Aaaa . . aku . . aku tidak tahu . , . kau boleh . . boleh taa . . tanya
sendiri . . . keee . . kepada . . . kepadanya . . ".
Tubuhnya mulai sempoyongan, mendadak dia angkat kepalanya
dan membentak keras :
"Cepat katakan, bagaimana kau tidak terluka oleh serangan dari
Loohu??".
“Karena aku memakai pakaian luar tameng landak !".
"Aaaach . . . darimana kau mendapatkan pakaian luar tameng
landak tersebut?" tanya majikan patung emas dengan terperanjat,
"Nyio Loo cung-cu dari perkampungan Thiat Kiam San Cung yang
hadiahkan kepadaku".
"Bagus . . bangsat . . bangsat cilik . , nasibmu sungguh mujur!"
serunya sambil menundukkan kepalanya dengan perlahan.
Baru saja dia selesai berkata mendadak tubuhnya bergerak maju
kedepan, bagaikan kilat cepatnya dia menerjang kedepan tangan
kirinya mencengkeram dada Ti Then sedang telapak kanannya
dengan beratnya menghajar keningnya.
"Aduuuh . . . !".
Semua orang yang melihat kejadian itu pada berteriak terkejut.
Tetapi pada saat itulah . . .
"Bruuk!" tubuh majikan patung emas sudah keburu dipukul dulu
hingga terpental sejauh tiga kaki dan jatuh terlentang diatas tanah.
Bersamaan waktunya pula serentetan darah segar muncrat keluar
dari lambungnya!
Kiranya pada saat Ti Then melancarkan serangan menggetarkan
tubuhnya kebelakang itulah tangannya yang lain sudah mencabut
keluar pedangnya yang tertancap pada lambungnya itu. Darah segar
memancur amat tinggi, semakin lama semakin rendah dan akhirnya
suasana menjadi amat tenang. Akhirnya majikan patung emas mati
juga.
Ti Then merasa amat terkejut bercampur girang, lama sekali dia
berdiri mematung disana. Suasana di seluruh kalanganpun jadi sunyi
senyap, lama sekali baru terlihatlah Wie Ci To beserta keempat
orang ciangbunjien berjalan mendekat. Sang Kwan Jien pun
dibawah bimbingan dua orang pendekar pedang merah berjalan
mendekati mayat dari majikan patung emas. Wajahnya masih tetap
dingin tak berperasan tetapi sinar matanya memancar keluar cahaya
kegirangan, disamping rasa sedih, girang bercampur pula rasa
kasihan.
Setelah berdiam diri beberapa saat lamanya akhirnya Wie Ci To
berjongkok dan tangannya mulai meraba leher majikan patung
emas . . , lama sekali dia meraba terakhir tampaklah dengan
perlahan dia melepaskan selapis topeng kulit dari dagunya, mulut . .
hidung . . . mata . . .
Mendadak terdengar keempat orang ciangbunjien itu pada
berteriak kaget. Para tetamu yang ada diempat penjuru pun tak
tertahan lagi pada berkerumun ke depan untuk melihat wajah yang
sesungguhnya dari majikan patung emas.
Sewaktu semua orang bisa melihat jelas wajah asli dari majikan
patung emas itulah tak ada seorangpun yang tidak menjerit kaget,
karena didalam hati mereka sama sekali tidak menyangka kalau
majikan patung emas sebenarnya adalah seorang jagoan yang
paling dihormati oleh orang2 Bu-lim selama puluhan tahun ini!
"Oooh Thian, bukankah dia adalah si "KAKEK PEMALAS KAY
KONG BENG"
"Huuus jangan sembarangan bicara, dia bukan si kakek pemalas
Kay Kong Beng, cuma wajahnya saja mirip dengan si kakek pemalas
Kay Kong Beng!".
Dengan perlahan Wie Ci To bangkit berdiri, wajahnya amat
dingin sekali.
"Tidak!" serunya. "Dia benar2 adalah si KAKEK PEMALAS KAY
KONG BENG".
Kenyataan ini seketika itu juga membuat semua orang berdiri ter-
mangu2 untuk beberapa saat lamanya. Ti Then yang berkenalan
paling lama dengan majikan patung emas, kini setelah mengetahui
dia ornng bukan lain adalah si kakek pemalas Kay Kong Beng dibuat
tertegun juga untuk beberapa saat lamanya.
Teringat kembali olehnya keadaan sewaktu dia naik kegunung
Kiem Teng san untuk mohon diterima sabagai muridnya, waktu itu
dia tetap duduk tak bergerak bahkan melihat pun tidak terhadap
perbuatannya itu.
Tidak disangka dibalik kesemuanya itu dia sudah mengambil
tindakan yang luar biasa . . . secara diam2 dia sudah menyamar
sebagai majikan patung emas dan memancing dirinya untuk pergi
ke gua Hu Lu Tong diatas gunung Loo Cun san . . .
Somakin berpikir dia merasa hatinya makin bergidik.
Saat itulah terdengar Yuan Kuang Thay-su dari Siauw-lim pay
sudah berkata.
"Omintohud . . omintohud . . ! Tidak disangka majikan patung
emas sebetulnya adalah samaran dari Kay Loo sicu !".
"Kalau memangnya Wie sicu sudah tahu atas perbuatannya yang
mencelakai saudara perguruan kenapa tidak sejak dahulu siarkan
dosanya ini ?" sambung Leng Cing Cin-jien.
Dengan perlahan Wie Ci To meletakkan tangannya keatas
pundak Sang Kwan Jien setelah itu menghela napas panjang.
"Waktu itu orang yang mengetahui kalau Sang Kwan Jien adalah
sute dari Kay Kong Beng tidak banyak, apa lagi dia tidak bisa
berbicara mau pun menulis, wajah aslinya pun sudah dihancurkan,
bilamana aku orang she- Wie siarkan dosanya ini ada siapa yang
suka mempercayainya ? siapa yang suka percaya kalau dia adalah
sute dari Kay Kong Beng ?".
"Soal ini memang kenyataan". sahut Leng Cing Cin-jien
membenarkan.
"Bilamana bukannya ini hari Pinto melihai dengan mata-kepala
sendiri kalau majikan patung emas adalah hasil penyamaran dari
Kay Kong Beng, Pinto memang benar2 tidak akan percaya kalau dia
adalah seorang manusia yang begitu",
“Maka itu sebelum berhasil menawan dirinya aku orang she-Wie
terpaksa harus menyimpan baik2 rahasia ini, bilamana aku ceritakan
hal ini dia malah bisa balik menuduh aku orang sengaja memfitnah
dirinya. Dia orang seharusnya dibeginikan seperti ini hari baru bisa
mengaku terus terang.”
"Aaah . . kiranya inipun termasuk sebab2 mengapa Wie Poocu
mendirikan loteng penyimpan kitab yang dilengkapi dengan alat2
rahasia” seru Kiem Cong Loojien sambil mengangguk. "Terus terang
saja aku katakan sebelum kejadian ini loohu selalu menganggap
kalau didalam loteng penyimpan buku itu sudah disimpan sebuah
benda pusaka yang berharga sekali !"
"Aku orang she Wie merasa hanya membiarkan dia datang
sendiri baru bisa semua orang percaya " ujar Wie Ci To sambil
senyum. "maka sengaja aku dirikan sebuah loteng penyimpan kitab,
sengaja aku orang she Wie kirim berita pula kepadanya kalau Sang
Kwan Jien sebenarnya ada didalam Benteng aku orang she Wie,
setelah menunggu selama sepuluh tahun lamanya dia tidak datang2
juga, aku orang she Wie malah mengira dia sudah tidak mempunyai
niat."
"Omitohud ! kejahatan akan memperoleh balasan. Kay Loo sicu
tidak tahu budi bahkan membalas kebaikan dengan kejahatan
sutenya, dia memang harus menerima ganjaran !" ujar Yuan Kuang
Thaysu dengan serius.
"Aku orang she Wie cuma merasa sayang, sebenarnya dia tidak
boleh melakukan pekerjaan seperti ini."
Tiba2 terdengar Mong Yong Sian Kauw tertawa geli.
"Wie Poocu, menantumu hilang!" serunya.
Mendengar perkataan tersebut Wie Ci To jadi kaget, dengan
gugup dia menoleh dan memeriksa keadaan disekeliling tempat itu,
"Bocah ini kemana perginya ?" pikirnya di hati.
"Jangan cemas . . . jangan cemas !” Seru Mong Yong Sian Kauw
lagi sambil tertawa.
"Dia masih belum jauh meninggalkan pintu benteng."
Semua orang dengan cepat menoleh ke arah luar, terlihatlah
pada saat itu Ti Then lagi berjalan meninggalkan pintu, agaknya dia
bermaksud meninggalkan tempat itu tanpa pamit.
Dengan cepat Wie Ci To mengejar dari belakangnya sambil
berseru :
"Eeei Ti Then, kau kembali."
Mendengar teriakan Ti Then menghentikan langkahnya dan
tundukkan kepalanya. Dia benar2 ingin pergi meninggalkan tempat,
karena dia merasa walaupun hatinya merasa cinta terhadap Wie
Lian In tapi tidak bakal bisa menjelaskan urusan ini hingga benar2
terang karena itu jauh lebih baik dia cepat2 meninggalkan Benteng
Pek Kiam Poo. Tetapi maksud hatinya itu ternyata sudah diketahui
oleh seseorang . . . si sekuntum bunga bwee Mong Yong Sian Kauw,
Dengan cepatnya Wie Ci To mengejar sampai dibelakang
tubuhnya.
"Ti Then, kau hendak kemana??" tanyanya dengan terharu.
"Siauw-say sudah tidak punya muka untuk tetap tinggal di
Benteng lebih lama maka ... ".
"Omong kosong!!" potong Wie Ci To dengan cepat.
"Bagaimanakah sifatmu loohu sudah mengetahuinya amat jelas,
Loohu sama sekali tidak marah kepadamu dan kau pun tidak punya
alasan untuk meninggalkan Benteng !".
Ti Then cuma menggerakkan bibirnya tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
"Sifatmu Loohu mengerti amat jelas" ujar Wie Ci To lagi. "Dan
kini kau sudah membinasakan dirinya, hal ini membuktikan kalau
pikiranmu adalah jujur kau sudah merasa menyesal terhadap
perbuatan tersebut, Loohu percaya tak seorang pun yang bakal
mengatakan bahwa perbuatanmu itu salah !!".
Saking terharunya air mata mulai mengucur keluar membasahi
seluruh wajahnya, dia benar2 merasa berterima kasih sekali atas
kebaikan hati Wie Ci To.
"Perhatian dari Gak-hu yang ber-lebih2an ini membuat siauw-say
merasa amat berterima kasih, cuma ....”
"Kau maksudkan Lian In ?" seru Wie Ci To sambil tarsenyum,
"Terus terang Loohu beritahu padamu, dia sama sekali tidak
menaruh rasa dendam kepadamu, dia sejak semula sudah tahu
kalau kau benar2 sudah menyenangi dirinya, sampai kini dia tidak
munculkan dirinya hal ini disebabkan oleh karena besok pagi dia
bakal menikah, seharusnya kau tidak boleh memaksa seorang nona
yang hendak menikah untuk munculkan diri dihadapan umum bukan
?".
Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera tertawa . ..
tertawanya kali ini amat luwes dan menarik . . .
"Cepat . . . cepat masuk kedalam temui dirinya" seru Wie Ci To
kemudian sambil ulapkan tangannya berulang kali.
"Dia lagi menanti kedatanganmu kedalam !".
Ti Then mengangguk dan lari masuk ke dalam Benteng dengan
terburu2.
Di belakangnya terdengar olehnya suara teriakan serta gelak
yang amat ramai sekali . .
TAMAT