Seperti halnya kata ‘kebijakan’, kata ‘sosial’ pun memiliki beragam pengertian.
Conyers (1992: 10-14) mengelompokkan kata sosial ke dalam 5 pengertian:
Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik
secara luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata sosial
menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor-sektor
pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau
kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.
Dalam arti sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai
suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama mereka
yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung (disadvantaged
group) dan kelompok rentan (vulnerable group). Kata sosial di sini menyangkut
program-program dan atau pelayanan-pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-
masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, ketidakberfungsian fisik dan
psikis, tuna sosial dan tuna susila, kenakalan remaja, anak dan jompo terlantar.
Beberapa ahli seperti Huttman, Marshall, Rein, dan Magill mengartikan kebijakan
sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial (Suharto, 1997).
· Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan, atau rencana-
rencana untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial
(Huttman, 1981).
· Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan
yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui
penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan (Marshall,1965).
· Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biaya sosial,
peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan dan bantuan sosial
(Rein, 1970).
· Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy).
Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah,
seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan keamanan
(militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan
sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa analisis kebijakan sosial adalah
usaha terencana yang berkaitan dengan pemberian penjelasan (explanation) dan
preskripsi atau rekomendasi (prescription or recommendation) terhadap
konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial yang telah diterapkan. Penelaahan
terhadap kebijakan sosial tersebut didasari oleh oleh prinsip-prinsip umum yang
dibuat berdasarkan pilihan-pilihan tindakan sebagai berikut:
1. Pernyataan masalah sosial yang direspon atau ingin dipecahkan oleh kebijakan
sosial.
2. Pernyataan mengenai cara atau metoda dengan mana kebijakan sosial tersebut
diimplementasikan atau diterapkan.
3. Berbagai pertimbangan mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan atau
akibat-akibat yang mungkin timbul sebagai dampak diterapkannya suatu
kebijakan sosial.
a. Tahap Identifikasi
(7) Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik: Tugas pada tahap ini
adalah menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah
disempurnakan. Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan
dengan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi dan koalisi dengan
berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai konsensus dan
kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan diterapkan.
b. Tahap Implementasi
(9) Perancangan dan Implementasi Program: Kegiatan utama pada tahap ini
adalah mengoperasionalkan kebijakan ke dalam usulan-usulan program
(program proposals) atau proyek sosial untuk dilaksanakan atau
diterapkan kepada sasaran program.
c. Tahap Evaluasi
10. Evaluasi dan Tindak Lanjut: Evaluasi dilakukan baik terhadap proses
maupun hasil implementasi kebijakan. Penilaian terhadap proses
kebijakan difokuskan pada tahapan perumusan kebijakan, terutama
untuk melihat keterpaduan antar tahapan, serta sejauhmana program dan
pelayanan sosial mengikuti garis kebijakan yang telah ditetapkan.
Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak
kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi
masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan
kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi
penyempurnaan kebijakan berikutnya atau permusan kebijakan baru.
Kebijakan sosial tidak dapat dilepaskan dari proses dan dimensi pembangunan
secara luas. Karenanya perlu ditelaah secara singkat beberapa isu kebijakan
sosial yang mungkin timbul dan perlu dipertimbangkan dalam proses dan
mekanisme perumusan kebijakan sosial (Suharto, 1997)
(4) Sumber Daya Manusia. Aspek mengenai SDM ini menyangkut jumlah
dan kualitas para pembuat kebijakan yang akan diserahi tugas dalam
merumuskan kebijakan sosial. Meskipun kebijakan sosial, menyangkut
‘aspek sosial’, tetapi dalam merumuskan kebijakan tersebut diperlukan
sejumlah orang yang memiliki beragam profesi dan latar belakang
akademik tertentu. Oleh karena itu, perumusan kebijakan harus
memperhatikan kualifikasi SDM yang tepat. Selain ahli-ahli sosial,
perumusan kebijakan sosial seringkali membutuhkan pakar-pakar
ekonomi, hukum, dan bahkan ahli statistik.
(8) Distribusi pelayanan sosial. Hampir bisa dipastikan bahwa semua negara
menghadapi masalah yang sama dalam kaitannya dengan persoalan
‘supply’ dan ‘demand’ pelayanan sosial, dalam arti kebutuhan akan
pelayanan sosial selalu lebih besar dari kemampuan pemerintah atau
lembaga penyelenggara dalam mengusahakan pelayanan sosial. Keadaan
ini tentunya memaksa kita untuk memikirkan secara sungguh-sungguh
mengenai distribusi pelayanan sosial. Beberapa hal yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam pendistribusian pelayanan ini antara lain
menyangkut segi geografis (desa, kota, daerah khusus), jender (pria,
wanita, atau waria), usia (anak, remaja, manula) atau berdasarkan
permasalahan-permasalahan khusus yang mendesak untuk segera
dipecahkan.
(9) Penetapan kuantitas atau kualitas pelayanan sosial. Karena sumber daya
manusia dan dana relatif selalu terbatas, maka isu mengenai pilihan
dalam menentukan kuantitas dan kualitas pelayanan harus pula menjadi
bahan pertimbangan yang matang bagi para pembuat kebijakan sosial.
Antara kuantitas dan kualitas pelayanan sering kali terjadi trade-off,
dilema, sehingga perlu ditentukan mana dahulu yang akan diutamakan.
Misalnya, mengingat masih besarnya sasaran pembangunan
kesejahteraan sosial, peningkatan jumlah lembaga pelayanan
kesejahteraan sosial masih dianggap lebih penting daripada
meningkatkan kualitas pelayanan lembaga tersebut. Dengan demikian,
secara terpaksa diadakan pengorbanan dalam hal kualitas pelayanan
sosial.
(10) Pembiayaan pelayanan sosial. Isu kebijakan sosial lainnya yang sangat
penting adalah mengenai pendanaan pelayanan sosial yang menyangkut,
sistem, sumber dan metoda pendanaan. Terdapat suatu sistem di mana
pelayanan sosial sepenuhnya atau sebagian besar dibiayai oleh
pemerintah yang dananya diambil dari subsidi sektor-sektor lain dalam
bidang perekonomian negara tersebut. Pelayanan pendidikan dasar
merupakan salah satu contoh sistem ini. Sebaliknya, ada pula pelayanan
sosial yang didasarkan pada segi komersial, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta, seperti asuransi kesehatan dan asuransi
sosial tenaga kerja. Kini terdapat kecenderungan di mana sistem
pendanaan lembaga pelayanan sosial (panti jompo, TPA) yang tadinya
disubsidi penuh oleh pemerintah, kini bersifat komersial. Pada
kenyataanya, sebagian besar negara maju dan berkembang banyak yang
memilih jalan tengah di antara kedua sistem di atas.
Menurut Dunn (1991), analisis kebijakan adalah ilmu sosial terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk
menghasilkan informasi yang relevan dalam menganalisis masalah-masalah
sosial yang mungkin timbul akibat diterapkannnya suatu kebijakan. Ruang
lingkup dan metoda analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan
faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan.
Menurut Quade (1982) analisis kebijakan adalah suatu jenis penelaahan yang
menghasilkan informasi sedemikian rupa yang dapat dijadikan dasar-dasar
pertimbangan para pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-penilaian
terhadap penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif-alternatif
perbaikannya. Kegiatan penganalisisan kebijakan dapat bersifat formal dan
hati-hati yang melibatkan penelitian mendalam terhadap isu-isu atau masalah-
masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu program yang telah
dilaksanakan. Namun demikian, beberapa kegiatan analisis kebijakan dapat
pula bersifat informal yang melibatkan tidak lebih dari sekadar kegiatan
berfikir secara cermat dan hati-hati mengenai dampak-dampak diterapkannya
suatu kebijakan.
Analisis kebijakan pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan informasi dan
argumen-argumen rasional mengenai tiga pertanyaan yang berkaitan dengan;
a. Fakta-fakta;
b. Nilai-nilai; dan
c. Tindakan-tindakan
Berdasarkan hal tersebut, maka ada tiga model pendekatan dalam analisis
kebijakan sosial, yaitu:
a. Pendekatan Empiris;
b. Pendekatan Evaluatif; dan
c. Pendekatan Normatif.
Dalam kaitannya dengan tiga model tersebut, terdapat empat prosedur analisis
yang dapat dijadikan patokan dalam melakukan analisis kebijakan sosial:
Proses kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar
bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya
kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan
kesempatan( Ackoff dalam Dunn,2000:121). Dunn (2000-21) berpendapat
bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur
umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi,
prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan
prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, yakni:
1. Perumusan Masalah
Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan
2. Peramalan
Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi di
masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan.
3. Rekomendasi
Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau
kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan
masalah.
4. Pemantauan
Pemantauan (deskripsi), menghasilkan informasi tentang konsekuensi
sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi
Evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam
bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan
dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dalam analisis kebijakan publik paling tidak meliputi tujuh langkah dasar.
Ke tujuh langkah tersebut adalah:
1. Formulasi Masalah Kebijakan
Untuk dapat mengkaji sesuatu masalah publik diperlukan teori, informasi
dan metodologi yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Sehingga identifikasi masalah akan tepat dan akurat, selanjutnya
dikembangkan menjadi policy question yang diangkat dari policy issues
tertentu.
Teori dan metode yang diperlukan dalam tahapan ini adalah metode
penelitian termasuk evaluation research, metode kuantitatif, dan teori-teori
yang relevan dengan substansi persoalan yang dihadapi, serta informasi
mengenai permasalahan yang sedang dilakukan studi.
2. Formulasi Tujuan
Suatu kebijakan selalu mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah
publik. Analis kebijakan harus dapat merumuskan tujuan-tujuan tersebut
secara jelas, realistis dan terukur. Jelas, maksudnya mudah dipahami,
realistis maksudnya sesuai dengan nilai-nilai filsafat dan terukur
maksudnya sejauh mungkin bisa diperhitungkan secara nyata, atau dapat
diuraikan menurut ukuran atau satuan-satuan tertentu.
3. Penentuan Kriteria
Analisis memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai
alternatif-alternatif. Hal-hal yang sifatnya pragmatis memang diperlukan
seperti ekonomi (efisiensi, dsb) politik (konsensus antar stakeholders,
dsb), administratif ( kemungkinan efektivitas, dsb) namun tidak kalah
penting juga hal-hal yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental
seperti etika dan falsafah (equity, equality, dsb)
4. Penyusunan Model
Model adalah abstraksi dari dunia nyata, dapat pula didefinisikan sebagai
gambaran sederhana dari realitas permasalahan yang kompleks sifatnya.
Model dapat dituangkan dalam berbagai bentuk yang dapat digolongkan
sebagai berikut: Skematik model ( contoh: flow chart), fisikal model
(contoh: miniatur), game model (contoh: latihan pemadam kebakaran),
simbolik model (contoh: rumus matematik). Manfaat model dalam analisis
kebijakan publik adalah mempermudah deskripsi persoalan secara
struktural, membantu dalam melakukan prediksi akibat-akibat yang timbul
dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam faktor penyebab.
5. Pengembangan Alternatif
Alternatif adalah sejumlah alat atau cara-cara yang dapat dipergunakan
untuk mencapai, langsung ataupun tak langsung sejumlah tujuan yang
telah ditentukan.
Alternatif-alternatif kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang
karena beberapa hal: (1) Berdasarkan pengamatan terhadap kebijakan
yang telah ada. (2) Dengan melakukan semacam analogi dari suatu
kebijakan dalam sesuatu bidang dan dicoba menerapkannya dalam
bidang yang tengah dikaji, (3) merupakan hasil pengkajian dari persoalan
tertentu.
6. Penilaian Alternatif
Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria
sebagaimana yang dimaksud pada langkah ketiga. Tujuan penilaian
adalah mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas
dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga diperoleh
kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling layak , efektif dan
efisien. Perlu juga menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu alternatif
secara ekonomis menguntungkan, secara administrasi bisa dilaksanakan
tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan mempunyai
dampak negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu
penilaian etika dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin
diperlukan untuk bisa menilai secara lebih obyektif.
7. Rekomendasi kebijakan
Penilaian atas alternatif-alternatif akan memberikan gambaran tentang
sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk mencapai tujuan-kebijakan
publik. Tugas analis kebijakan publik pada langkah terakhir ini adalah
merumuskan rekomendasi mengenai alternatif yang diperhitungkan dapat
mencapai tujuan secara optimum. Rekomendasi dapat satu atau
beberapa alternatif, dengan argumentasi yang lengkap dari berbagai
faktor penilaian tersebut. Dalam rekomendasi ini sebaiknya dikemukakan
strategi pelaksanaan dari alternatif kebijakan yang yang disodorkan
kepada pembuat kebijakan publik.
Sumber buku Analisis Kebijakan Publik Karya Liestyodono