c. Ijma’
Ijma’ merupakan sumber ketiga dari hukum islam. Dilihat dari perbedaan antara
sunnah dengan ijma’ yaitu dari konseptual yang terletak pada kenyataanya bahwa
sunnah terkait ajaran – ajaran Nabi SAW kemudian diperluas para sahabat karena
mereka sumber panyampaiannya. Ijma’ merupakan prinsip isi hukum baru yang
timbul karena akibat perlakuan penalaran dan logika untuk mengahadapi masyarakat
yang menyebar luas. Ijma’ bukan dimaksudkan untuk melihat kebenaran yang terjadi
dimasa kini maupun di masa depan melainkan juga membina adanya kebenaran
dimasa lampau.
Ijma’ pula yang menetukan bahwa sunnah itu bagaimana cara penafsirannya
dalam Al Qur’an. Sedangkan untuk analisis terkahir dari Al Qur’an dan sunnah
keasilannya dibuktikan melalui ijma’. Oleh karena itu ijma’ dianggap sebagai hal
yang ampuh untuk memecahkan kepercayaan maupun kerumitan yang terjadi pada
umat islam. Adakalanya ijma’ merupakan kesahihan tertinggi, dimana keputusannya
hanya dalam arti nisbi menolak sesuai dengan kehidupan modern. Meskipun sifat
ijma’ ini mempersatukan, tetapi masih banyak perbedaan. Dengan demikian adanya
perbedaan ini menandakan bahwa adanya rahmat Tuhan didalamnya.
Ijma’ juga didasarkan hadist yang diungkapkan oleh Nabi SAW : “ perbedaan
pendapat umatku, adalah pertanda adanya rahmat yang datang dari Tuhan. “ ijma’
juga bersifat suatu keharusan yang biasa disebut dengan ijma’ masyarakat. Sedangkan
ijma’ yang disepakati oleh para ulama yang idgunakan untuk menciptakan perpaduan
perbedaan pendapat para ulama yang timbul akibat kegiatan individunya tersebut.
Dalam kepemilikan ijma’ tidak perlu melakukan penekanan pembenaran yang
sifatnya otoriter.
Isrotin (100810101042)