Bab 2
Bab 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan
dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuhnya. Kedaan gizi pasien sangat berpengaruh pda
proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit
dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003). Kegiatan
pelayanan gizi di rumah sakit adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat rumah sakit rawat inap dan rawat jalan, untuk keperluan
metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, koreksi kelainan metabolisme
dalam upaya preventif, kuratif, rehabilitative, dan promotif.
B. Kista Hepar
Lobus hepatis sinistra mencakup lobus caudatus dan hampir seluruh lobus
quadratus. Lobus hepatis sinistra terpisah dari lobus caudatus dan lobus quadratus
oleh fissure ligament teretis dan fissura ligamenti venosi pada facies visceralis,
dan oleh perlekatan ligamentum teres hepatis pada facies diaphragmatica.
Hepar menerima darah dari dua sumber: arteri hepatica propria (30%) dan
vena porta hepatis (70%). Arteri hepatica propria membawa darah yang kaya akan
oksigen dari aorta, dan vena porta hepatis mengantar darah yang miskin akan
oksigen dari saluran cerna, kecuali dari bagian distal canalis analis. Di porta
hepatis arteri hepatica propria dan vena porta hepatis berakhir dengan membentuk
ramus dekstra dan ramus sinistra, masing-masing untuk lobus hepatis dekstra.
Lobus-lobus ini berfungsi secara terpisah, dalam masing-masing lobus cabang
primer vena porta hepatis dan arteri hepatica propria teratur secara konsisten
untuk membatasi segmen vascular. Bidang horizontal melalui masing-masing
lobus membagi hepar menjadi delapan segmen vascular. Antara segmen-segmen
terdapat vena hepatica untuk menyalurkan darah dari segmen-segmen yang
bertetangga.
Klasifikasi Couinaud
C. Couinaud (1957) membagi hepar menjadi delapan segmen fungsional
yang independen. Setiap segmen memiliki aliran vaskular masuk dan keluar
masing-masing, demikian pula dengan duktus biliaris. Di tengah tiap segmen
terdapat cabang dari vena porta, arteri hepatis, dan duktus biliaris. Di daerah
perifer tiap segmen terdapat aliran darah keluar melalui vena hepatica.(8)
Gambar 6. Segmen fungsional hepar – Couinaud’s nomenclature(8)
Vena hepatica dekstra membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan
posterior. Vena hepatica media membagi hepar menjadi lobus kiri dan kanan (atau
hemilever kiri dan kanan). Aliran ini berasal dari vena cava inferior hingga fossa
buli-buli. Vena hepatica sinistra membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan
lateral.(8)
Vena porta membagi hepar menjadi segmen atas dan bawah. Vena porta
kiri dan kanan bercabang di superior dan inferior dan kemudian terbagi ke pusat
tiap segmen.(8)
Karena pembagian menjadi unit yang berdiri sendiri seperti ini, tiap
segmen dapat direseksi tanpa mengganggu segmen yang ditinggalkan. Agar hepar
dapat tetap berfungsi, reseksi harus dilakukan sepanjang pembuluh darah yang
memperdarahi perifer dari segmen, yang berarti garis reseksi berjalan paralel
dengan vena hepatica. Vena porta di sentral segmen, duktus biliaris, dan arteri
hepatica tetap dipertahankan.(8)
Segmentasi Hepar
Pada gambar di atas, gambar di sebelah kiri adalah potongan setinggi vena
porta dekstra. Pada tingkat ini vena porta dekstra membagi lobus kanan hepar
menjadi segmen superior (7 dan 8) dan segmen inferior (5 dan 6). Pada potongan
setinggi vena lienalis di gambar sebelah kanan, hanya segmen inferior hepar yang
terlihat.
2. FISIOLOGI HEPAR
Hepar memiliki banyak fungsi, termasuk fungsi pengambilan,
penyimpanan, dan distribusi nutrisi dari darah atau traktus gastrointestinal,
sintesis, metabolism, dan eliminasi berbagai substrat endogen, eksogen, dan
berbagai macam toksin. Hepar menerima suplai darah ganda dengan 75% dari
vena porta, dan 25% dari arteri hepatica. Terdapat autoregulasi dari aliran arteri
hepatica, namun tidak dari sistem vena porta. Aliran vena porta meningkat seiring
dengan asupan makanan, garam empedu, sekretin, pentagastrin, polipeptida
intestinal vasoaktif (VIP), glucagon, isoproterenol, prostaglandin E1 dan E2, dan
papaverin. Aliran porta diperlambat oleh serotonin, angiotensin, vasopressin,
nitrat, dan somatostatin.(3)
Secara umum, hepar memiliki empat unit anatomic-fisiologik yang saling
berhubungan dalam membentuk fungsi hepar, yaitu(7) :
1. Sistem sirkulasi
Suplai darah ganda berfungsi membawa nutrisi bagi hepar dan berguna sebagai
pembawa material yang diabsorbsi dari traktus intestinalis untuk digunakan
dalam proses metabolisme. Pembuluh darah yang diikuti dengan sistem
limfatik dan serat saraf berkontribusi untuk mengatur aliran darah dan tekanan
intrasinusoidal.
2. Saluran empedu
Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan material yang disekresikan oleh sel-
sel hepar, termasuk bilirubin, kolesterol, dan obat-obat yang telah
terdetoksifikasi. Sistem ini berasal dari apparatus Golgi, yang melewati
mikrovili dari kanalis biliaris dan berakhir pada common bile duct.
3. Sistem retikouloendotelial
Sistem ini memiliki 60% elemen pada hepar, termasuk pula sel Kupffer dan
sel-sel endothelial.
4. Sel fungsional hepar (hepatosit)
Sel ini memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Fungsi metabolik dari hepar
membantu menyediakan kebutuhan tubuh. Sel-sel ini membantu proses
anabolik maupun katabolik, fungsi sekresi dan penyimpanan.
Empedu dibentuk pada membrana kanalikuli hepatosit dan duktuli
empedu, dan disekresikan melalui sebuah proses aktif yang relative tidak
tergantung pada aliran darah. Komponen organik utama dari empedu adalah asam
empedu terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu, dan protein. Dalam
kondisi normal, 600 hingga 1000 mL empedu diproduksi setiap harinya.(3)
Bilirubin, sebuah produk degradasi dari heme, dieliminasi hampir
seluruhnya pada empedu. Bilirubin bersikulasi terikat pada albumin dan
dikeluarkan dari plasma oleh hepar melalui sistem transpor termediasi. Di dalam
hepatosit, bilirubin terikat pada asam glukuronat sebelum disekresikan pada
empedu.(3)
Hepar mensintesis protein plasma utama, termasuk albumin, gamma-
globulin, dan beberapa protein koagulasi. Disfungsi hepar akan memberikan efek
koagulasi dengan menurunnya produksi protein koagulasi, atau dalam kasus
ikterus obstruktif, terdapat penurunan aktifitas dari faktor II, V, VII, IX dan X,
sebagai akibat dari kurangnya modifikasi post-translasi yang bergantung pada
vitamin K.(3)
Tes Fungsi Hepar
Beberapa tes biasanya sering dilakukan untuk menganalisa kondisi hepar,
disebut sebagai tes fungsi hepar. Serum aspartate aminotransferase (AST) dan
alanine aminotransferase (ALT) adalah pengukuran level enzim yang normal
terdapat di dalam hepatosit. Selain itu dapat pula dilakukan pengukuran kadar
albumin, faktor pembekuan, dan bilirubin dari sampel darah.(4,7)
AST 10 – 36 unit/dL
ALT 10 – 48 unit/dL
Echinococcal/Kista Hydatid
Kista jenis ini dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah
peternakan biri-biri. Daerah ini termasuk Mediterania (terutama Yunani),
Australia, dan New Zealand, serta negara di Timur Tengah seperti Iran. Infeksi
Echinococcal disebabkan oleh Echinococcus granulosa, yang dapat asimptomatis
selama bertahun-tahun dan menunjukkan hasil yang efektif dengan pembedahan,
atau E. multilocularis, yang lebih virulen dan menyebabkan kista invasif yang
multipel dan lebih sulit ditangani secara operatif. Dua pertiga dari kasus kista
echinococcal ditemukan pada hepar, dan 75% di antaranya berlokasi pada lobus
kanan.(7)
Pada hepar host intermediate, terbentuk hydatid unilocular yang tumbuh
perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Dinding hydatid ini memiliki
dua lapisan yang terdiri atas ektokista, yang berupa cangkang fibrous non-selular
yang berfungsi proteksi, dan sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktif
dari kista tersebut. Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista dan
memproduksi kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand) dan kista anakan.
Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa liter
cairan dan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya.(12)
Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum berkompliasi
biasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi tekanan pada organ di
sekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan yang paling sering ditemukan
(80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea, dan vomitus ditemukan pada kurang dari
sepertiga pasien. Fungsi hepar ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang
dapat dipalpasi pada pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan
eosinofilia hanya ditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi.(12)
Kista Neoplastik
Lesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier primer
atau kistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan metastasis dari tumor
kistik dari organ lain, seperti pancreas atau ovarium, atau sekunder dari degenerasi
kistik tumor hepar solid primer atau metastatik.(11)
Kistadenoma (benigna) atau kistadenokarsinoma (maligna) hepar lebih
sering terjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya muncul sebagai nyeri
tumpul dan rasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini biasanya dapat didiagnosis
dengan USG dan CT scan, yang menunjukkan sebuah massa kistik dengan
dinding yang tebal bertepi rata dan septa internal. Sebuah massa solid yang
berhubungan dengan dinding kista biasanya dideskripsikan sebagai komponen
maligna yang membutuhkan reseksi yang lebih radikal. Angiografi akan
menunjukkan SOL yang avaskular dan bayangan tumor pada perifer yang
disebabkan oleh proyeksi dinding tumor. Tumor ini tidak berhubungan dengan
duktus biliaris, sehingga cholangiografi preoperatif tidak memiliki nilai
diagnostik.(11)
Setelah didiagnosis, sebuah lesi kistik primer hepar dengan gambaran
radiografi berupa kistadenoma harus dieksisi secara utuh walaupun tidak
bergejala. Operasi yang kurang defenitif akan menyebabkan rekurensi tumor,
pembesaran, atau infeksi, hingga dapat bertransformasi menjadi malignansi.
Apabila gambaran kista tampak benigna, kadang dapat dibuang seluruhnya dan
memisahkannya dari parenkim hepar. Dinding kista yang menebal di sekitarnya
atau penyebaran pada parenkim hepar di sekitarnya menunjukkan malignansi, dan
eksisi yang lebih lebar dengan evaluasi histologik melalui frozen section harus
dipertimbangkan. Tumor ini, seperti neoplasma kistik di tempat lain, memiliki
potensi malignansi yang cukup rendah dan jarang rekuren bila dieksisi secara
adekuat.(11)
Kista Traumatik
Tipe kista hepatis ini dibentuk dari resolusi hematoma subscapular atau
intraparenkimal yang berasal dari trauma abdominal, di mana peristiwa trauma itu
sendiri dapat diingat maupun tidak diingat oleh pasien. Perdarahan di dalam
parenkim hepar dapat timbul pada trauma tumpul maupun tajam. Kista traumatic
mengandung darah, empedu, dan jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial
yang sedikit menggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah
pseudokista. Bila riwayat trauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat
dibedakan dari kista kongenital soliter, dan memiliki penanganan yang sama.
Pembedahan dianjurkan bagi pasien yang mengeluhkan gejala. Pada saat
laparotomi, kista traumatik biasanya dapat dibedakan dari kista congenital dengan
adanya dinding yang sangat fibrotik dan mengandung hemosiderin. Kista yang
simptomatik harus dieksisi secara utuh apabila dimungkinkan. Apabila sebagian
dinding kista tidak dapat direseksi dengan mudah, evaluasi frozen section harus
dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadi proses neoplastik
setelahnya. Walaupun kista traumatic dapat terinfeksi sekunder, kista ini dapat
diharapkan memiliki hasil penanganan yang baik. (3,11)
5. PENATALAKSANAAN
Penanganan Medikamentosa
Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-
parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada
terapi konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara
tuntas.(4)
Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara
teknis mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai
kadar rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan
sklerosan dengan menggunakan alkohol atau bahan lain berhasil pada sebagian
pasien namun mempunyai tingkat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi.
Sklerosis akan berhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal
ini tidak mungkin terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat
besar. Tidak terdapat pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan
kistadenokarsinoma.(4)
Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole dan
mebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai
terapi adjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah atau
pengobatan perkutaneus dengan teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection,
Reaspiration). Pengobatan medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan
dan dilanjutkan 1 hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO).(4)
Penanganan Operatif
Secara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan seluruh
lapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan menyebabkan
terjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar secara utuh tanpa
melubangi kavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kolaps dan ditemukan
kesukaran untuk mengenal secara pasti dan mengeluarkan lapisan epitel.(4)
2. Marsupialisasi (dekapitasi)
Dekapitasi atau unroofing kista dilakukan dengan cara mengeksisi bagian
dari dinding kista yang melewati permukaan hepar. Eksisi seperti ini
menghasilkan permukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang
tertinggal hingga cairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal
merembes kedalam rongga peritoneal dimana ia diabsorbsi. Sisa epitel dapat
juga diablasi dengan menggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter.
Sebelumnya penanganan kista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi
(open unroofing) namun seiring dengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa
dilakukan secara laparoskopik.(13)
9. https://www.scribd.com/doc/122564115/Kista-Hepar