PEMBUKAAN
Bangsa Indonesia telah menetapkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sistem nilai dan
aturan yang akan menjiwai pola pikir dan pola sikap setiap warga negara. Nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan social yang dipahami
secara integral dan menyeluruh merupakan tata nilai yang disepakati oleh Bangsa
Indonesia. Pun dalam menyusun aturan-aturan kehidupan, UUD 1945 senantiasa
menjiwai.
IKAMI SUL-SEL sebagai organisasi yang menaungi mahasiswa/pelajar asal dan atau
keturunan Sulawesi Selatan yang belajar di luar Sulawesi Selatan diharapkan dapat
menjadi rumah untuk mengembangkan setiap potensi anggotanya yang beraneka
ragam. Sebagai rumah, IKAMI SUL-SEL diharapkan dapat memberi bekal yang
sebaik-baiknya dan secukupnya agar para anggotanya dapat lebih mengembangkan
diri, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi ini.
Untuk memberikan panduan agar proses pengembangan sumber daya anggota dapat
berjalan lancar dan memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, maka dipandang perlu
untuk menyusun Pedoman Pengembangan Sumber Daya Anggota (PPSDA) yang
merupakan pedoman IKAMI SUL-SEL dalam mengembangkan setiap anggotanya
untuk menjadi pribadi-pribadi panrita yang memegang teguh siri’ dan mempunyai
pacce bagi masyarakat sekitarnya.
BAB I. POLA UMUM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ANGGOTA IKAMI
SUL-SEL
IKAMI SUL-SEL adalah sebuah organisasi yang tidak akan bisa lepas dari
konsekuensi logisnya sebagai sebuah organisasi yang dibentuk dari kumpulan
individu-individu. Individu-individu inilah yang kemudian akan membawa arah
organisasi. Tapi kondisi organisasi pula lah yang dapat menentukan tingkat
perkembangan individu dalam organisasi tersebut. Maka, dapat disimpulkan
bahwa hanya organisasi yang baik yang dapat membuat individu-individu yang
ada di dalamnya berkembang, dan hanya dengan indivu-individu yang
berkualitas didalamnya maka sebuah organisasi dapat berjalan dan beraktivitas
dengan baik; menjalankan aturan dan mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Agar dapat mencapai mencapai dua hal ini, yakni organisasi yang baik dan
anggota yang berkualitas, maka IKAMI SUL-SEL perlu menetapkan pedoman
bersama. Pedoman ini akan menetapkan pola dasar pengembangan anggota.
Sesuai dengan penyusun dasar organisasi seperti telah disebutkan di atas, maka
kualitas anggota dipandang perlu untuk ditingkatkan agar dapat membawa
organisasi menjadi lebih baik. Kemampuan managerial dan leadership
kemudian menjadi hal pokok yang perlu dikembangkan dalam diri setiap
anggota. Dengan dua kemampuan ini, anggota akan dapat mengatur organisasi
dengan baik sekaligus memimpin anggota-anggota yang lain sesuai dengan
tugas dan fungsinya dalam organisasi.
Dan karena IKAMI SUL-SEL adalah juga organisasi yang berbasis kebudayaan,
maka nilai-nilai budaya sudah seharusnya ditanamkan dalam diri setiap
anggota. Nilai-nilai dan kearifan lokal budaya Sulawesi Selatan harus
senantiasa menjiwai pola pikir dan pola sikap setiap anggota IKAMI SUL-SEL.
Pemahaman dan penerapan nilai-nilai budaya secara menyeluruh dan tanpa bias
kemudian menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini.
Tentu saja, keseluruhan pengembangan potensi individu diatas harus didasarkan
pada sifat dasar kemanusiaan agar potensi kemanusiaan anggota tetap terjaga
sehingga tetap menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak menjadi manusia yang teralienasi dari
kemanusiaannya sendiri.
Lokasi organisasi yang hanya berada di luar Sulawesi Selatan telah secara tidak
langsung menempatkan jarak bagi anggota untuk lepas dari wilayah geografis
Sulawesi Selatan. Kondisi ini sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi
psikologis anggota yaitu anggota benar-benar merasa merantau dikarenakan
hubungan organisasi dengan teman-teman yang berada di Sulawesi Selatan pun
tidak bisa terjadi dalam naungan organisasi yang sama, dan karenanya
organisasi ini benar-benar hanya milik para perantau.
Kesamaan kondisi sebagai sesama perantau inilah yang kemudian menjadi salah
satu pengikat antar-anggota walaupun berbeda cabang. Di sisi lain, juga menjadi
rintangan bagi anggota untuk mendapatkan perbandingan langsung dengan
kondisi yang ada di Sulawesi Selatan. Dalam hal perkembangan budaya
misalnya, anggota hanya bisa mendapatkan data “tidak resmi” karena
sumbernya tidak bisa dari dalam organisasi sendiri. Jadinya, setiap anggota
mempunyai persepsi yang bisa jadi berbeda tentang Sulawesi Selatan.
Kondisi diatas harus mendapatkan jawaban dari IKAMI SUL-SEL yang telah
menegaskan diri menaungi para mahasiswa/pelajar asal dan atau keturunan
Sulawesi Selatan. Belajar dari para pendahulu kita yang tetap mampu mewarnai
seluruh kebudayaan dengan budaya asli Sulawesi Selatan di manapun mereka
berada, kita harus percaya bahwa budaya Sulawesi Selatan akan dapat diterima
oleh kondisi sosiologis-kultural apapun.
Keterangan:
= Klasifikasi kondisi anggota
= Pelatihan Formal
Dalam hal ini, yang menjadi sasaran utama dari PSDA ini adalah anggota biasa dan
anggota luar biasa.
Ada tiga potensi/sumber daya anggota yang diidentifikasi untuk dikembangkan oleh
IKAMI SUL-SEL yaitu potensi dasar kemanusiaan, potensi akademik, dan potensi
budaya dari masing-masing anggota. Identifikasi ini berdasarkan pola awal yang
menjadikan IKAMI SUL-SEL sebagai rumah bagi setiap anggotanya;
mengembangkan potensi dan pengetahuan dasar anggota sehingga setiap anggota
dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin di luar IKAMI SUL-SEL.
Perlu diketahui pula bahwa target pada setiap klasifikasi adalah merupakan
kondisi awal pada tingkatan klasifikasi berikutnya. Sehingga menjadi tanggung
jawab setiap kita agar target di setiap klasifikasi dapat tercapai sehingga tidak
menyulitkan anggota untuk menempuh pola pengembangan di tingkatan
klasifikasi selanjutnya.
Klasifikasi anggota baru pada PSDA ini mewakili parameter-parameter kondisi awal
sebagai berikut:
2.2.2 Anggota
Seperti yang telah dikemukakan di atas, klasifikasi Anggota pada PSDA ini adalah
mempunyai parameter yang sama dengan target pada klasifikasi Anggota Baru.
Dengan parameter seperti itu, maka dapat disimpulkan bahwa mereka yang berada
pada klasifikasi ini sudah berada pada tahun kedua dan atau ketiga perkuliahan.
Adapun target pengembangan pada tingkatan klasifikasi ini adalah sebagai berikut:
2.2.3 Pengurus
Adapun target yang ingin dicapai pada tingkatan klasifikasi Pengurus adalah sebagai
berikut:
2.2.4 Pasca-Pengurus
Target yang ingin dicapai pada klasifikasi ini sangat sederhana, yaitu anggota harus
segera menyellesaikan jenjang kuliah yang sedang ditempuhnya, D3 ataupun S1.
Dari uraian diatas, terlihat jelas bahwa kesinambungan jumlah anggota memegang
peranan penting dalam pengembangan sumber daya anggota maupun pengembangan
organisasi. Maka dari itu, diperlukan peran aktif dari cabang-cabang untuk mendata
dan mengidentifikasi anggotanya. Di sini, cabang berperan sebagai ujung tombak
dalam pola pengembangan sehingga kualitas cabang akan menentukan kualitas
organisasi ke depan. Diharapkan pula, cabang-cabang aktif mempromosikan institusi
pendidikan tinggi yang berada di daerah/kota cabangnya masing-masing.
1. Up Grading Kepengurusan
2. Up Grading Kesekretariatan
3. Up Grading Kebendaharaan
4. Up Grading Kebudayaan
2.3.3.2 Anggota
Perlakuan-perlakuan :
Tema akademik
2.3.3.3 Pengurus
Untuk itu, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
4. Setiap pengurus inti wajib menjadi pembicara pada diskusi bebas maupun
akademik. Dalam setiap diskusi, anggota dengan kategori ini harus siap
menjadi pembawa materi sesuai dengan kemampuan mereka.
2.3.3.4 Pasca-Pengurus
Hal ini akan sangat berarti di masa depan organisasi. Dengan membantu
anggota untuk menyelesaikan persoalan akademik, maka organisasi telah
member ikatan terakhir yang kuat pada setiap anggota. Diharapkan, mereka
akan menjadi jaringan alumni yang dapat membantu organisasi di masa
depan.
Adapun maksud dan tujuan Pengembangan Sumber Daya Anggota adalah usaha yang
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses sadar dan
sistematis sebagai alat untuk mengembangkan potensi-potensi dasar anggota dalam
rangka membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menuju tatanan dunia
yang lebih baik melalui pengembangan potensi kemanusiaan, potensi kebudayaan dan
potansi akademik anggota sehingga dapat mencapai tujuan sesuai yang ditetapkan
dalam Pola Pengembangan Sumber Daya Anggota (PPSDA) IKAMI SULSEL.
2.4.2 Model Ideal
1 Arah Pelatihan
Arah pelatihan merupakan gambaran dari tujuan yang ingin dicapai dalam
rangkaian pelatihan yang akan dilakukan oleh organisasi. Arah pelatihan ini
sangat erat tujuannya dengan tujuan Pengembangan Sumber Daya Anggota
IKAMI SULSEL dan juga tujuan IKAMI SULSEL secara umum.
Pelatihan formal merupakan pelatihan berjenjang yang diikuti oleh anggota, dimana
jenjang pertama meupakan persyaratan untuk mengikuti jenjang selanjutnya.
Pelatihan formal IKAMI SULSEL terdiri dari Latihan Kebudayaan dan
Kepemimpinan Dasar (LKKD) dan Latihan Kebudayaan dan Kepemimpinan Lanjut
(LKKL).
Pelatihan informal IKAMI SULSEL adalah pelatihan yang dilakukan dalam rangka
untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan serta kemampuan anggota dalam
hal kepemimpinan dan keorganisasian. Pelatihan ini terdiri atas Pelatihan Pemandu
LKK, Achievement Motovation Training (AMT), Up-Grading Kepengurusan, Up-
Grading Kesekretariatan, Up-Grading Kebudayaan, dan lain sebagainya. Jenis
pelatihan ini akan dibahas pada bab tersendiri.
2 Manajemen Pelatihan
Dalam penjelasan lebih lanjut akan kita temukan kurikulum pelatihan yang
memuat materi-materi yang nantinya akan menjadi materi wajib pada pelatihan-
pelatihan formal yang diselenggarakan oleh IKAMI SULSEL. Kurikulum ini
merupakan penggambaran tentang metode dari pelatihan karena akan
menentukan metode yang diaplikasikan dalam penyelenggaraan pelatihan
nantinya.
5. Terciptanya kondisi yang setara antara semua individu yang terlibat dalam
pelatihan.
Dalam pelatihan, semua orang harus diposisikan sebagai subjek pelatihan
dan bukan objek pelatihan, termasuk peserta. Hal ini diperlukan agar semua
fihak jadi merasa bertanggungjawab pada kesuksesan pelatihan. Dengan
perlakuan yang setara, maka sekat-sekat psikologis dapat dikurangi sehingga
akan meekatkan hubungan setiap personal yang terlibat.
Metode
Evaluasi
Referensi
3. .
4. .
5. .
2. Ke-IKAMI-an
Metode
Evaluasi
Referensi
2. Kesalahan-kesalahan berfikir.
3. Berfikir kritis.
Metode
Evaluasi
Referensi
2. .
3. .
4. .
5. .
4. Ideologi-ideologi dunia
1. Aliran-aliran pemikiran
1.1. Materialisme
1.2. Rasionalisme
1.3. Metafisika
2. Ideologi-ideologi dunia
2.1. Sosialisme
2.2. Kapitalisme
2.3. Nasionalisme
Metode
Evaluasi
Referensi
1. .
2. .
3. .
4. .
5. .
5. Dasar-dasar kebudayaan
1. Landasan Pemikiran
3. Siri’ na Pacce
3.1. Patang Sulapa’/Eppa Sulape’ sebagai unsur penyusun Siri’
4. Falsafah-falsafah lain.
4.2. Dsb…
Metode
Evaluasi
Referensi
4. .
5. .
6. Kepemimpinan
1. Kepemimpinan.
3. Tipe-tipe kepemimpinan.
Metode
Evaluasi
Referensi
2. Dr. Ir. S.B. Lubis & Dr. Martani Hoesaini; Teori Organisasi: Suatu
pendekatan Makro, Pusat Studi antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial
Universitas Indonesia, 1987.
4. .
5. .
7. Manajemen organisasi
2. Manajemen organisasi.
Metode
Evaluasi
Referensi
1. .
2. .
3. .
4. .
5. .
8. Teknik Persidangan
1. Kelengkapan-kelengkapan sidang.
2. Aturan-aturan persidangan.
Metode
Evaluasi
Metode
Evaluasi
Referensi
3. .
4. .
5. .
Metode
Evaluasi
Referensi
2. ……..
3. .
4. .
5. .
3. Kepemimpinan
1. Model-model kepemimpinan.
Metode
Evaluasi
Referensi
1. .
2. .
3. .
4. .
5. xxxxxx
4. Manajemen Organisasi
3. Manajemen Konflik.
Metode
Evaluasi
Referensi
1. .
2. .
3. .
4. .
5. .
5. Rekayasa Sosial
1. Perubahan sosial.
2. Rekayasa sosial.
Metode
Evaluasi
Referensi
2. .
3. .
4. .
5. .
2.3 Metode Pelatihan
Penulisan-penulisan
Kerja lapangan
Studi kasus
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa setiap komponen pelatihan adalah subjek,
termasuk peserta. Karena itu, setiap peserta tidak layak untuk diperlakukan
sebagai objek yang hanya sekedar menerima materi dan mengikuti pelatihan
tanpa dilibatkan dalam setiap kebijakan yang dibuat sepanjang pelatihan
berlangsung. Peserta selayaknya difahamkan dari awal bahwa pelatihan yang
diikuti adalah milik mereka dan menjadi tanggungjawab mereka. Untuk itu,
sangat penting untuk melibatkan mereka dari sejak awal pengelolaan pelatihan;
dalam penentuan aturan maupun dalam pengambilan keputusan atas masalah-
masalah yang terjadi selama pelatihan berlangsung. Kebijaksanaan dari Master
of Training tentu sangat diperlukan dalam hal ini, agar dapat mengarahkan
peserta tanpa mengambil hak peserta untuk menentukan pilihan mereka sendiri.
Pelibatan peserta dimaksudkan agar kondisi psikologis mereka tetap terjaga
sehingga dapat mengembangkan pemikiran mereka sebebas mungkin dan
mengembangkan potensi sebesar-besarnya.
Dalam hal penyampaian materi, hendaknya juga menyesuaikan dengan jenjang
pelatihan dan target yang ingin dicapai dari setiap materi. Pada jenjang LKKD,
target yang ingin dicapai lebih bersifat kognitif-afektif sehingga penyampaian
materi lebih banyak pada penyadaran dan pengembangan kemampuan analisis
peserta. Metode yang tepat untuk itu tentunya adalah diskusi dan brainstorming
yang diselingi ceramah, serta penugasan yang bersifat analisis. Lain halnya
dengan jenjang LKKL yang lebih bersifat kognitif-psikomotorik. Penyampaian
materi pada jenjang ini selayaknya bersifat analisis praksis dan
mengembangkan kemampuan analisis problematik dan alternatif dari peserta.
Untuk itu, metode penyampaian seharusnya dengan ceramah singkat diikuti
dialog yang mengarah pada analisis praksis serta penugasan yang nantinya
menuntut peserta untuk menemukan akar permasalahan dan mencari alternatif
penyelesaian yang applicable.
a. Tujuan:
b. Sasaran
Kognitif
Afektif
Psikomotorik
c. Alat evaluasi
Test objektif
Test subjektif
Test sikap
Test keterampilan
d. Prosedur evaluasi
Pre-Test
Mid-Test
Post-Test
Penugasan
2.5 Pembobotan
Afektif :40%
Psikomotorik :20%
Afektif :20%
Psikomotorik :40%
3 Kualifikasi Instruktur
Salah satu kualifikasi yang sangat penting adalah penguasaan materi oleh
instruktur. Untuk itu sangat diharapkan agar instruktur dipilih dari personal-
personal yang telah mengikuti jenjang pelatihan dimana materi dimaksud
diberikan. Dan kalaupun hal ini tidak dapat dipenuhi dengan alasan-alasan yang
dapat diterima, maka sebaiknya pengurus sebagai penanggung jawab pelatihan
dapat menyediakan fasilitas agar para instruktur bisa memperoleh pengetahuan
dimaksud.
Pelatihan informal IKAMI SULSEL adalah pelatihan yang dilakukan dalam rangka
untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan serta kemampuan anggota dalam
hal kepemimpinan dan keorganisasian. Pelatihan ini terdiri atas Pelatihan Pemandu
LKK, Achievement Motovation Training (AMT), Up-Grading Kepengurusan, Up-
Grading Kesekretariatan, Up-Grading Kebudayaan, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, pelatihan dibedakan dalam dua jenis; Up-Grading yang berhubungan
dengan teknis penanganan organisasi, dan pelatihan Informal lain yang berhubungan
dengan kemampuan tambahan yang diperlukan anggota.
1 Up Grading
Pendalaman dari hal-hal yang tidak dipahami dari LKKD maupun LKKL
1. Pelatihan Instruktur.
2. Pelatihan Jurnalistik.
4. Pelatihan Motivasi.
5. Pelatihan Enterpreneur.