Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era modern ini perkembangan teknologi sangat pesat, khusus dalam bidang

teknologi informasi dan telekomunikasi kini telah lahir yang namanya internet, sebuah

teknologi yang saat ini sangat digemari oleh seluruh masyarakat modern di seluruh penjuru

dunia, karena dengan menggunakan internet para penggunanya sekiranya dapat menjelajahi

dunia hanya dengan perangkat elektronik yang tersambung dengan internet dalam hitungan

menit bahkan detik, internet saat ini seringkali dijadikan sebuah akses untuk penggunanya

melakukan kegiatan komunikasi, misalnya ngobrol (chatting), panggilan video (video call),

dsb. tidak hanya sebagai alat komunikasi internet juga dapat berfungsi khususnya untuk

pencari informasi bahkan internet dikatakan sebagai perpustakaan digital dunia, karena

dengan menggunakan internet pengguna yang sedang mencari informasi dapat dengan mudah

mendapatkan informasi yang dicarinya hanya dengan mengetikan sebuah kata kunci di

sebuah mesin pencarian seperti mozzila, google chrom, dan internet explorer. Tidak hanya itu

akhir-akhir ini juga internet dijadikan sebagai media bisnis, mulai dari periklanan sampai

virtual shop atau biasa disebut dengan toko online


Internet yang pada pada mulanya merupakan sebuah teknologi yang dirancang khusus

oleh pemerintah Negara Amerika untuk mengamankan dokumen penting Negara pada saat

terjadi perang dunia ke II karena ditakutkan akan hilang atau musnah ketika terjadi

peperangan dengan musuh, maka dari itu diciptakanlah internet untuk melindungi dokumen

tersebut.
Pengertian internet itu sendiri yang penulis kutif dari wikipedia “Internet (kependekan

dari interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung

menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/Internet Protocol Suite


(TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol)

untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia ”.1[1]


Seiring dengan berkembangnya waktu, internet yang pada mulanya digunakan untuk

keperluan militer kini telah beralih fungsi, dengan beralih fungsinya internet telah

memberikan dampak positif bagi penggunanya sebagaimana fungsi dari internet yang telah

penulis kemukakan diatas, namun perlu diketahui internet tidak hanya memberikan dampak

positif, namun juga memiliki dampak negatif, seperti kejahatan cyber crime contohnya

dengan merusak perangkat komputer korban, mengambil data korban melalui jaringan

internet, tindak pidana pornografi atau istilah yang biasa disebut cyberporn, tindak pidana

penipuan, dsb.
Khusus untuk tindak pidana penipuan, sebagaimana topik yang penulis kaji dalam

masalah ini, sebuah data menunjukan bahwa mengenai penipuan di internet termasuk

penipuan toko online, data yang dimiliki oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus

(Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya terkait kejahatan tersebut terus meningkat tiap tahunnya

kurang lebih sekitar 600 kasus per tahun. Data mengenai jumlah laporan per hari juga

semakin meningkat. Pada tahun 2009 sampai pertengahan tahun 2010, hanya ada sekitar 1-2

laporan per hari. Pada pertengahan tahun 2010 sampai pertengahan tahun 2012, ada sekitar 2-

3 laporan per hari. Adapun pada pertengahan tahun 2012 sampai sekarang, jumlah laporan

per hari mencapai 3-4 laporan.2[2]


Terkait dengan penipuan di internet atau penipuan secara online, yang penulis kutif dari

Endah Dewi Nawangsari seorang kandidat doktor cyber law di Universitas Padjajaran

(Unpad) di sebuah media massa digital menyatakan bahwa mayoritas yang menjadi korban

dari penipuan online adalah perempuan, karena shopping online atau belanja online sangat

digemari ibu-ibu.3[3]

3
Melihat fenomena sebagaimana penulis kemukakan di atas, penulis tertarik membuat

makalah yang berjudul TINJAUAN VIKTIMOLOGI DALAM TINDAK PIDANA

PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI DI INTERNET. Penulisan makalah ini disusun

guna melengkapi tugas dari mata kuliah Viktimologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan korban dalam terjadinya tindak pidana penipuan transaksi jual beli di

internet ?
2. Bagaimana kebijakan hukum terkait dengan tindak pidana penipuan transaksi jual beli di

internet menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan korban dalam terjadinya tindak pidana penipuan

transaksi jual beli di internet


2. Untuk mengetahui kebijakan hukum terkait dengan tindak pidana penipuan transaksi jual beli

di internet menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Korban dalam Terjadinya Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli di

Internet
Berbicara mengenai peranan korban, maka mau tidak mau kita harus memperhitungkan

peranan korban dalam timbulnya suatu kejahatan, korban memiliki peranan yang fungsional

dalam terjadinya suatu kejahatan. Perlu diketahui bahwa tidak mungkin timbul suatu

kejahatan kalau tidak ada korban kejahatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa si

korban mempunyai peranan penting dan tanggung jawab fungsional dalam terjadinya

kejahatan.
Terkait dengan masalah korban, pertama kali perhatian terhadap korban diwujudkan

dalam symposium internasional mengenai viktimologi di Yerrusalem pada tahun 1973.

Symposium yang kedua diadakan di Boston pada tahun 1976. Viktimologi dianggap penting

karena dapat membantu menambah kecerahan dalam menghadapi penjahat dan korbannya.
Viktimologi boleh dikatakan bahwa suatu suatu cabang ilmu pengetahuan yang tugasnya

adalah meneliti atau mempelajari si korban secara biologis, sosiologis dan sosial.
Jika ingin mengetahui secara spesifik terkait si korban, maka harus diperhatikan terlebih

dahulu semua hubungan antara si korban dengan pelaku dalam timbulnya suatu kejahatan

atau tindak pidana.


Partisipasi atau ikut sertanya si korban dalam suatu penyimpangan dengan tujuan untuk

mencapai sesuatu demi kepentingan diri sendiri atau orang lain dapat menyebabkan diri

sendiri menjadi korban, misalnya :


1) Ingin mendapatkan barang yang baik dengan harga yang sangat relatif rendah, ternyata

barang yang dibeli adalah barang palsu. Jadi korban penipuan


2) Ikut dalam penyelundupan kerena ingin cepat berhasil mendapatkan uang, kemudian tidak

berhasil dan menjadi obyek pemerasan petugas. Jadi obyek pemerasan


3) Mengadakan perkenalan dengan orang yang tidak jelas, akibatnya menjadi korban

pemerkosaan
4) Menjadi korban karena kesan tertentu sebagai orang berada, berkedudukan, berkuasa, tidak

mampu fisik, tidak tahu jalan dan lain-lain sebagainya sehingga mendorong orang

menjadikan sebagai korban.


Dengan demikian jelaslah bahwa korban juga mempunyai pernan penting dalam

timbulnya suatu kejahatan. Korban ikut bertanggungjawab atas terjadinya seorang pembuat

korban. Korban mempunyai tenggungjawab fungsional.


Peran korban dalam mempengaruhi terjadinya kejahatan dapat berupa patisipasi aktif

maupun pasif, dapat berperan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, secara langsung

maupun tidak langsung, semuanya bergantung pada situasi dan kondisi pada saat kejahatan

tersebut terjadi.
Situasi dan kondisi pihak korban dapat mendorong pelaku untuk melakukan suatu

kejahatan terhadap korban. Situasi tersebut dapat berupa :


1) Kelemahan fisik dan mental pihak korban,yakni mereka yang berusia tua atau kanak-kanak,

cacat tubuh atau jiwa, dan wanita yang dapat dimanfaatkan karena tidak berdaya.
2) Situasi sosial pihak korban, seperti mereka yang tidak berpendidikan, bodoh, golongan

lemah ekonomi, politik hukum serta tidak mempunyai perlindngan dalam masyarakat.
Berkaitan dengan masalah korban, Stephen Scrafer mengemukakan beberapa tipe korban

kejahatan dan mengkaji tingkat kesalahan korban yang pada prinsipnya terdapat 4 (empat)

tipe korban yakni :


1) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apapun tetapi tetap menjadi korban. Dalam hal ini

kesalah ada pada pihak pelaku.


2) Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang mendorong orang lain

untuk melakukan kejahatan, sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban.
3) Mereka secara biologis, potensial menjadi korban seperti anak-anak, orang tua, cacat

fisik/mental, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam hal ini tidak dapat

dipersalahkan, pelaku dan masyarakatlah yang bertanggungjawab.


4) Korban karean dia sendiri adalah pelaku. Hal ini dapat terjadi pada kejahatan tanpa korban

seperti pelacuran, ziah, judi, narkoba dan sebagainya. Yang bersalah dalam hal ini adalah si

korban.
Mengenai peranan korban dalam terjadinya tindak pidana penipuan transaksi jual beli di

internet. Si korban memiliki peranan yang yang cukup besar, yaitu dengan secara tidak sadar

menjadikan dirinya diviktimisasi oleh pelaku, sehingga menjadikan si korban menjadi korban

atas kejahatan yang dilakukan pelaku. Misalnya dalam hal ini memberikan kepercayaan

terlalu berlebih kepada pelaku (mempercayai pelaku) padahal pelaku tersebut merupakan

orang baru dan si korban belum mengetahui secara jelas mengenai identitas pelaku. Dengan

memberikan kepercayaan berlebih tersebut maka si korban akan dengan mudah dijadikan

oleh pelaku sebgai korbannya.


Apabila kita melihat proses terjadinya suatu kejahatan dalam hal ini penipuan transaksi

jual beli di internet, biasanya si pelaku menawarkan barang dengan harga yang semurah-

murahnya bahkan sampai selisih 50% lebih dari harga pasaran yang sebenarnya supaya

manarik calon pembeli sekaligus korban, setelah si korban tertarik untuk membeli barang

yang ditawarkan, selanjutnya pelaku meminta si korban untuk mentransfer sejumlah uang

sesuai kesepakatan dari harga barang yang hendak di beli si korban tersebut. Disini peranan

korban terlihat dalam kejahatan yang dilakuan oleh pelaku, karena dengan mudahnya
mempercayai pelaku dan akibat ketidak hati-hatian dari si korban sehingga menjadikan si

korban di viktimisasi oleh pelaku. padahal apabila dipikir secara logika perihal harga yang

ditawarkan pelaku sudah jelas bahwa hal tersebut seharusnya dapat dicurigai.

B. Kebijakan Hukum Terkait dengan Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli di

Internet
Penipuan di internet atau bahasa lainnya penipuan secara online pada prinsipnya sama

dengan penipuan konvensional, yang membedakan dari keduanya hanyalah sarana

perbuatannya yakni menggunakan sistem elektronik seperti komputer, internet dan perangkat

telekomunikasi lainnya. sehingga secara hukum penipuan di internet atau penipuan secara

online dapat diperlakukan sama dengan delik konvensional.


Mengenai kebijakan hukum terkait dengan tindak pidana penipuan transaksi jual beli di

internet, khususnya dalam hal ini kebijakan yang dapat diterapkan terhadap pelaku, Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia

terkait dalam tindak pidana ini, masing-masing mangaturnya dalam satu pasal.
Dalam KUHP pasal yang secara khusus mengatur tindak pidana penipuan terdapat dalam

Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut :


"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat
ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."

Sedangkan dalam UU ITE, pasal yang mengatur terkait dengan tindak pidana penipuan

khususnya di internet, di atur dalam Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Ancaman pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku adalah pidana penjaran paling

lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar sebagai mana disebutkan

dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE, perihal ketentuan pidana dari pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Perlu diketahui sebelumnya, walaupun isi dari Pasal 28 ayat (1) tidak secara khusus

mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan adanya unsur
sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut yaitu “kerugian konsumen dalam transaksi

elektronik”, maka pasal tersebut dapat digunakan terhadap pelaku yang melakukan tindak

pidana penipuan di internet.


Terkait adanya 2 (dua) aturan mengenai tindak pidana penipuan di internet atau penipuan

secara online yakni Pasal 378 KUHP dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE, mengenai kebijakan

yang dapat diterapkan kepada pelaku sepenuhnya dikembalikan kepada penyidik untuk

menentukan Pasal mana yang akan dikenakan terhadap pelaku, disini dibutuhkan kejelian

dari pihak penyidik yang menanganiya. Namun tidak menutup kemungkinan juga pihak

penyidik dapat menggunakan kedua pasal tersebut secara bersamaan atau istilah yang biasa

disebut pasal berlapis, apabila memang unsur-unsur dari kedua pasal tersebut terpenuhi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peranan korban dalam terjadinya tindak pidana penipuan dalam transaksi di internet atau

biasa disebut transaksi online memiliki peranan yang cukup besar, karena terlalu percayanya

si korban atas apa yang ditawarkan pelaku, dan kurang kehati-hatinya mengakibatkan si

korban dengan mudah di viktimisasi atau dijadikan korban oleh pelaku.


2. Kebijakan hukum atas tindak pidana penipuan transaksi di internet atau transaksi online

khsususnya dalam hal ini kebijakan hukum yang dapat diterapkan pada pelaku terdapat 2

(dua) pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia, yaitu Pasal 378

KUHP, dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE

B. Saran
Sampai saat ini pemerintah belum bisa melindungi masyarakatnya secara maksimal

khususnya dalam hal ini melindungi masyarakat atas tindak pidana penipuan transaksi di

internet, seharusnya pemerintah dengan berbagai cara berusaha melindungi masyarakatnya

dari tindak pidana tersebut, seperti melakukan sosialisai atau himbauan kepada masyarakat

melalui berbagai media informasi yang dapat diketahui oleh seluruh masyarakat indonesia.
Dengan adanya sosialisai atau himbauan pemerintah, memungkinkan dapat meminimalisir

bahkan mencegah terjadinya tindak pidana penipuan transaksi di internet.

DAFTAR PUSTAKA

Google.com

Laporan Kasus Meningkat, Sehari Terjadi Dua Kejahatan “Cyber”, tersedia

dihttp://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/15/19164827/Laporan.Kasus.Meningkat.Seh

ari.Terjadi.Dua.Kejahatan.Cyber, diakses pada tanggal 02

Mei 2013.

Pengertian internet, tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Internet, diakses pada

tanggal 02 mei 2013.

Wanita Kerap Jadi Korban Penipuan Online, tersedia di http://www.depok

terkini.co/index.php/pendidikan/kabar-ilmu/disdik/924-wanita-kerap-jadi-korban-

penipuan-online, diakses pada tanggal 02 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai