Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

OTITIS MEDIA AKUT

Disusun oleh :
Auliya Devi 1710029026
Fieska Azizah 1710029029

Pembimbing:
dr. Selvianti, Sp.THT – KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Laboratorium THT
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2018

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu.1 Telinga tengah adalah ruang di dalam telinga
yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan
nasofaring melalui Tuba Eustachius.2 Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah
satu dari berbagai penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di
negara-negara dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian
yang cukup bervariasi pada tiap-tiap Negara.3
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak- anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis,
dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, Tuba Eustachius
memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal
dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia
dewasa. 2
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak berusia
6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring
dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang lebih
tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase kejadian yang
cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal usia lima tahun.
Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun dengan signifikan, walaupun
beberapa individu yang memang memiliki kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap
sering mengalami episode eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-
kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga
sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang
disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA. 1
Meskipun secara teoritis dinyatakan demikian, pendataan tentang kasus OMA
berdasarkan tingkat usia menunjukkan hasil yang bervariasi pada berbagai negara.
Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang umum terjadi pada bayi,

2
balita, dan anak-anak, sedangkan kasus OMA pada orang dewasa juga pernah
dilaporkan terjadi, namun dengan frekuensi yang tidak setinggi pada anak-anak.1
Bahkan menunjukkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami ≥ 1 kali serangan OMA
sebelum usia 2 tahun.1 Di Kanada, Dube, dkk (2011) melakukan studi di Quebec dan
mendapatkan bahwa pada usia 3 tahun, 60-70% anak telah mengalami minimal 1 kali
episode OMA.
Mengingat tingginya angka kejadian bakteri yang resisten terhadap antimikroba,
maka diperlukan perhatian khusus.Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik
merupakan pilihan terapi awal pada OMA. Terapi pembedahan pada OMA dapat dibagi
ke dalam tiga prosedur, yakni: timpanosentesis, miringotomi, dan miringotomi dengan
pemasangan tuba ventilasi. 1

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah sebagai bahan belajar bagi dokter muda ataupun
pembaca lainnya mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, cara penegakkan diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
otitis media akut serta anatomi dari telinga tengah.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan: 4
a. Luar : membran timpani
b. Depan : tuba eustachius
c. Bawah : vena jugularis
d. Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
f. Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C) Kartilago auricular15

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.

4
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. 4

Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa 15

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut


sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani.
Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular dan radier.Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu.Secara klinis refleks
cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius. 4

5
Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan5

Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah


dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.4 Bila melakukan
miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membran
timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran.Di dalam telinga tengah
terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus,
inkus, stapes. 4

6
Gambar 2.4. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan hipotimpanum4

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.Prosesus longus


maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.4

Gambar 2.5. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya15

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit

7
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 4

2.3 Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah.6,7 Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada
telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3
minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.1, 6, 8

2.4 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba eustachius
yang lebar dan pendek.9 Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami OMA
setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut adalah
pada anak berusia 3-18 bulan.1 Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis
media atau lebih disebut dengan istilah "cenderung otitis". Suatu penelitian oleh Howie
menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut
berulang. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
wanita. Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak ini. Delapan serotipe
S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75% episode otitis media akut.10

8
2.5 Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling
sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus.
Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma
pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Chlamydia tracomatis. 6,10,11
Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah H.influenza
48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada
12
pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil. Sedangkan
Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan
RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus
78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%. 13
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan
terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering
sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan
virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus,
enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes
simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri
lain.14

Berikut ini adalah faktor risiko yang mempengaruhi otitis media: 1


a. Prematuritas & Berat Lahir Rendah
b. Usia muda
c. Riwayat Keluarga
d. Abnormalitas Kraniofasial
e. Penyakit Neuromuskular
f. Alergi
g. Status sosioekonomi rendah
h. Paparan tembakau & polutan
i. Posisi tidur telentang
j. Tidak mendapatkan ASI

Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis media
akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius merupakan

9
predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti: 15
a. Serangan ISPA berulang
b. Infeksi tonsil dan adenoid
c. Rinitis dan sinusitis kronik
d. Alergi
e. Tumor nasofaring, mengorek hidung
f. Palatoschisis

2.6 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut
terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.4 Sebagai pelengkap mekanisme
pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting menyediakan
pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN dan sel fagosit lainnya. 9
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.4
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas.
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh karena
tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. 4

Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara lain: 15
1. Melalui tuba eustachius
Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah melalui lumen.
2. Melalui telinga luar
Trauma perforasi pada membran timpani akan membuka jalan terjadinya infeksi
telinga tenga .
3. Peredaran darah
Merupakan rute yang sangat jarang

Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan kondisi
10
inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi pada
nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis dan
inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga tengah.
Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam ruang telinga
tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti vasodilatasi, eksudat,
invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di dalam telinga tengah.1
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus melekat
pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak permukaan mukosa
traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh patogen di daerah nasofaring,
tuba eustachius, dan ruang telinga tengah.1

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. 4
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada
o
bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 C
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu
tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinganya yang sakit.
Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
menurun dan anak tertidur tenang. 4
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4
stadium: (1) stadium kataralis, (2) stadium supurasi / bombans, (3) stadium perforasi,
(4) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang
diamati melalui meatus akustikus eksternus (MAE) (Harmadji, Soepriyadi, &
Wisnubroto, 2005).

1. Stadium Kataralis
Tanda adanya stadium ini adalah adanya retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat dan berlanjut
hingga tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh

11
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. 4

Gambar 2.7. Membran timpani stadium kataralis4

2. Stadium Supurasi/ Bombans



Edema yang hebat pada telinga tengah dan hancurnya epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol / bombans (bulging) ke arah telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia,
akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil
dan nekrosis mukosa dan submukosa.Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke MAE. Dengan
melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. 4

12
Gambar 2.8. Membran timpani stadium supuratif/ bombans 4

3. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke MAE. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi
tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan
otitis media akut stadium perforasi. 4

Gambar 2.9. Membran timpani stadium perforasi4

13
4. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.4

2.8 Diagnosis
Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi anamnesis dan
pemeriksaan telinga (otoskop) yang didasarkan pada stadiumnya (Harmadji,
Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005). 16

Stadium Anamnesis Otoskopi

1. Kataral Diawali dengan ISPA dan Membran timpani :


diikuti dengan gejala di Retraksi , warna mulai
telinga: hiperemi
a. Terasa penuh Kadang-kadang tampak
b. Grebeg-grebeg adanya air fluid level
c. Gangguan
pendengaran

2. Supurasi atau a. Otalgia hebat Membran timpani :


Bombans b. Gangguan Bombans, hiperemi
pendengaran Belum ada sekret MAE
c. Demam, batuk, pilek
d. Pada bayi dan anak
kadang disertai
dengan : gelisah,

14
rewel, kejang,
gastroenteritis
e. Belum terjadi otorea

3. Perforasi a. Otorea, mukopurulen Membran timpani :


b. Otalgia dan febris Perforasi, hiperemis
mereda Sekret : mukopurulen
c. Gangguan kadang tampak pulsasi
pendengaran
d. Masih ada batuk dan
pilek

4. Resolusi Gejala-gejala pada stadium Membran timpani :


sebelumnya sudah banyak Sudah pulih menjadi
mereda terkadang masih normal kembali, tidak
ada gejala sisa : tinnitus dijumpai sekret, masih ada
dan gangguan pendengaran lubang perforasi.

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi
pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan orang dewasa. Selain itu
sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah
kuman, bukan oleh virus atau alergi.4
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan
minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4

15
dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari.4

Gambar 2.10. Agen antibakterial untuk OMA15

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi ialah tindakan
insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret keluar dari telinga
tengah ke liang telinga luar.4
Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosentesis
sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai,
(sehingga membran timpani dapat terlihat dengan baik).Lokasi miringotomi ialah di
kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang
mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang
telinga, dan pisau khusus (miringotomi) yang digunakan berukuran kecil dan steril. 4
Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan akibat
trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra
rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).
Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi dengan
nekrosis umum dan memakai mikroskop.Tindakan miringotomi dengan memakai
mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah sebanyak-

16
banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal. 4
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali
bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.Sebagian ahli berpendapat bahwa
miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan
(antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi timpanosintesis kurang lebih sama
dengan komlikasi miringotomi. 4
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7- 10 hari. 4
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa
telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. 4
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi menetap
dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif kronis (OMSK). 4

17
Gambar 2.11. Pengobatan OMA15

2.10 Komplikasi

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di
sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti
mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini
runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.4 Komplikasi dari OMA dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan
tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis,
labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan

18
gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu
meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema
subdural, dan trombosis sinus lateralis. 18,19

Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat
diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi
akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala
prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi,
didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal
meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.4

1. Mastoiditis Akut


Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah


epitimpanum.Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses subperiostel
mastoid).Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat pendekatan mastoidektomi
simpel.17
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak). 17

3. Paresis nervus fasialis


Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis


fasialis.Akumulasi pus di dalam kavum timpani dapat menimbulkan kompresi pada
nervus fasialis. Pada OMA operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan
tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu
ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik (misalnya
elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi.4

2.11 Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di era modern ini. Dengan
terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam dan letargis akan
menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48 jam. Dan biasanya tuli
pendengaran konduktif jugaakan membaik. Efusi telinga tengah dan tuli pendengaran

19
konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan perkiraan 70% anak akan
mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari, 50% dalam satu bulan, 20%
dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan.1

20
BAB 3
RINGKASAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu peradangan atau inflamasi akut
telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu. OMA merupakan salah satu
satu penyakit telinga yang sering terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba eustachius yang bisa
disebabkan oleh infeksi bakteri yang masuk ke dalam saluran/tuba eustachius. ISPA
yang berulang juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
OMA terbagi menjadi 4 stadium, antara lain : stadium kataralis, stadium
supurasi (bombans), stadium perforasi, dan stadium resolusi. Penegakkan diagnosis
OMA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis ditemukan rasa nyeri pada telinga, demam, malaise, terkadang nyeri kepala
dan juga keluhan dapat berbeda tergantung stadium. Pada anak-anak terdapat keluhan
nyeri telinga, demam, riwayat batuk, pilek.
Penatalaksanaan pada OMA pada prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang
diberikan tergantung dari stadium penyakitnya. Prinsipnya pemberian antibiotika dan
parasentesis untuk menghindari terjadinya perforasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015.Dube E. Burden


of acute otitis media on canadian families. Canadian Family
2. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: Biological
Science Textbook. 2012
3. Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media.Ann Fann Physician
76(11): 1650-1658. 2007
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007
5. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step
Learning Guide. Stuttgart: Thieme. 2006
6. Healy G B, Rosbe K W. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ, eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16 th
edition. New York: BC Decker; 2003. p. 249-59
7. Djaafar Z A, Helmi, Restuti R D, Kelainan telinga tengah. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI; 2007. p. 65-9
8. Bluestone C D. Definition, terminology, and classification. In: Roselnfeld RM,
Bluestine C D, eds. Evidence based otitis media. 2nd edition. Ontario: BC
Decker Inc; 2003. p. 120-135
9. Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997
10. Pichhichero M E. First line treatmen of acute otitis media. Advanced therapy of
otitis media. Hamilton: BC Decker Inc; 2004. p. 32-8
11. Ramakriskhnan K, Sparks R A, Berryhill W E. Diagnosis and treatmen of otitis
media. Am Fam Physician. 2007; 76 (11): 1650-58
12. Broides A, Dagan R, Greenberg D, Givon-Lavi N, Leibovitz E. Acute otitis
media caused by Moraxella catarrhalis: Epidemiologic and clinical
characteristic. Clinical Infectious Disease 2009; 49: 1642-7
13. Titisari H., Prevalensi dan sensitivitas Haemophillus influenza pada otitis media
akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita (Tesis). Jakarta: FKUI; 2005
14. Chommaitree T. Viral otitis media Advanced therapy of otitis media. Ontario:
BC Decker Inc; 2004. p. 63-8

22
15. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head
and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014
16. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003
Physician, 57: 60, 62-64. 2011
17. Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). Surabaya:
FK UNAIR.
18. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Palembang:
Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M. Hoesin: 2010
19. Priyono H., Restuti R D., Iswara A. Handryastuti S. Komplikasi intratemporal
dan intracranial pada otitis media akut anak. Laporan kasus. Jakarta:
Departemen THT-KL FKUI/RSCM

23

Anda mungkin juga menyukai