Disusun oleh :
Auliya Devi 1710029026
Fieska Azizah 1710029029
Pembimbing:
dr. Selvianti, Sp.THT – KL
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu.1 Telinga tengah adalah ruang di dalam telinga
yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan
nasofaring melalui Tuba Eustachius.2 Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah
satu dari berbagai penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di
negara-negara dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian
yang cukup bervariasi pada tiap-tiap Negara.3
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak- anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis,
dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, Tuba Eustachius
memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal
dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia
dewasa. 2
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak berusia
6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring
dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang lebih
tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase kejadian yang
cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal usia lima tahun.
Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun dengan signifikan, walaupun
beberapa individu yang memang memiliki kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap
sering mengalami episode eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-
kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga
sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang
disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA. 1
Meskipun secara teoritis dinyatakan demikian, pendataan tentang kasus OMA
berdasarkan tingkat usia menunjukkan hasil yang bervariasi pada berbagai negara.
Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang umum terjadi pada bayi,
2
balita, dan anak-anak, sedangkan kasus OMA pada orang dewasa juga pernah
dilaporkan terjadi, namun dengan frekuensi yang tidak setinggi pada anak-anak.1
Bahkan menunjukkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami ≥ 1 kali serangan OMA
sebelum usia 2 tahun.1 Di Kanada, Dube, dkk (2011) melakukan studi di Quebec dan
mendapatkan bahwa pada usia 3 tahun, 60-70% anak telah mengalami minimal 1 kali
episode OMA.
Mengingat tingginya angka kejadian bakteri yang resisten terhadap antimikroba,
maka diperlukan perhatian khusus.Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik
merupakan pilihan terapi awal pada OMA. Terapi pembedahan pada OMA dapat dibagi
ke dalam tiga prosedur, yakni: timpanosentesis, miringotomi, dan miringotomi dengan
pemasangan tuba ventilasi. 1
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan: 4
a. Luar : membran timpani
b. Depan : tuba eustachius
c. Bawah : vena jugularis
d. Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
f. Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C) Kartilago auricular15
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
4
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. 4
Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa 15
5
Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan5
6
Gambar 2.4. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan hipotimpanum4
7
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 4
2.3 Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah.6,7 Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada
telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3
minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.1, 6, 8
2.4 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba eustachius
yang lebar dan pendek.9 Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami OMA
setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut adalah
pada anak berusia 3-18 bulan.1 Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis
media atau lebih disebut dengan istilah "cenderung otitis". Suatu penelitian oleh Howie
menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut
berulang. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
wanita. Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak ini. Delapan serotipe
S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75% episode otitis media akut.10
8
2.5 Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling
sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus.
Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma
pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Chlamydia tracomatis. 6,10,11
Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah H.influenza
48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada
12
pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil. Sedangkan
Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan
RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus
78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%. 13
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan
terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering
sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan
virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus,
enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes
simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri
lain.14
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis media
akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius merupakan
9
predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti: 15
a. Serangan ISPA berulang
b. Infeksi tonsil dan adenoid
c. Rinitis dan sinusitis kronik
d. Alergi
e. Tumor nasofaring, mengorek hidung
f. Palatoschisis
2.6 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut
terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.4 Sebagai pelengkap mekanisme
pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting menyediakan
pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN dan sel fagosit lainnya. 9
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.4
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas.
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh karena
tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. 4
Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara lain: 15
1. Melalui tuba eustachius
Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah melalui lumen.
2. Melalui telinga luar
Trauma perforasi pada membran timpani akan membuka jalan terjadinya infeksi
telinga tenga .
3. Peredaran darah
Merupakan rute yang sangat jarang
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan kondisi
10
inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi pada
nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis dan
inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga tengah.
Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam ruang telinga
tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti vasodilatasi, eksudat,
invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di dalam telinga tengah.1
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus melekat
pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak permukaan mukosa
traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh patogen di daerah nasofaring,
tuba eustachius, dan ruang telinga tengah.1
1. Stadium Kataralis
Tanda adanya stadium ini adalah adanya retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat dan berlanjut
hingga tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
11
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. 4
12
Gambar 2.8. Membran timpani stadium supuratif/ bombans 4
3. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke MAE. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi
tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan
otitis media akut stadium perforasi. 4
13
4. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.4
2.8 Diagnosis
Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi anamnesis dan
pemeriksaan telinga (otoskop) yang didasarkan pada stadiumnya (Harmadji,
Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005). 16
14
rewel, kejang,
gastroenteritis
e. Belum terjadi otorea
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi
pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan orang dewasa. Selain itu
sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah
kuman, bukan oleh virus atau alergi.4
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan
minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4
15
dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari.4
16
banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal. 4
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali
bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.Sebagian ahli berpendapat bahwa
miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan
(antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi timpanosintesis kurang lebih sama
dengan komlikasi miringotomi. 4
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7- 10 hari. 4
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa
telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. 4
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi menetap
dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif kronis (OMSK). 4
17
Gambar 2.11. Pengobatan OMA15
2.10 Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di
sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti
mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini
runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.4 Komplikasi dari OMA dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan
tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis,
labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan
18
gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu
meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema
subdural, dan trombosis sinus lateralis. 18,19
Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat
diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi
akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala
prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi,
didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal
meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.4
1. Mastoiditis Akut
2.11 Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di era modern ini. Dengan
terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam dan letargis akan
menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48 jam. Dan biasanya tuli
pendengaran konduktif jugaakan membaik. Efusi telinga tengah dan tuli pendengaran
19
konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan perkiraan 70% anak akan
mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari, 50% dalam satu bulan, 20%
dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan.1
20
BAB 3
RINGKASAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu peradangan atau inflamasi akut
telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu. OMA merupakan salah satu
satu penyakit telinga yang sering terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba eustachius yang bisa
disebabkan oleh infeksi bakteri yang masuk ke dalam saluran/tuba eustachius. ISPA
yang berulang juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
OMA terbagi menjadi 4 stadium, antara lain : stadium kataralis, stadium
supurasi (bombans), stadium perforasi, dan stadium resolusi. Penegakkan diagnosis
OMA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis ditemukan rasa nyeri pada telinga, demam, malaise, terkadang nyeri kepala
dan juga keluhan dapat berbeda tergantung stadium. Pada anak-anak terdapat keluhan
nyeri telinga, demam, riwayat batuk, pilek.
Penatalaksanaan pada OMA pada prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang
diberikan tergantung dari stadium penyakitnya. Prinsipnya pemberian antibiotika dan
parasentesis untuk menghindari terjadinya perforasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
15. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head
and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014
16. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003
Physician, 57: 60, 62-64. 2011
17. Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). Surabaya:
FK UNAIR.
18. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Palembang:
Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M. Hoesin: 2010
19. Priyono H., Restuti R D., Iswara A. Handryastuti S. Komplikasi intratemporal
dan intracranial pada otitis media akut anak. Laporan kasus. Jakarta:
Departemen THT-KL FKUI/RSCM
23