Anda di halaman 1dari 2

Studi primata non-manusia

Hayes dkk memberi makan tiga jenis monyet dengan menu bebas kolesterol, dimana
asam lemak dikontrol dengan ketat. Meskipun pada saat itu menyediakan jumlah lemak jenuh
yang sama, mono-unsaturates dan polyunsaturates yang berasal dari minyak kernel dan
minyak kelapa secara sistematis diganti dengan minyak dari sawit. Tingginya lemak jenuh
(>80%) dan makanan jenis AHA (Asosiasi Jantung di Amerika) dengan lemak jenuh yang
sama (mono-unsaturates dan polyunsaturates) masing-masing dimasukkan sebagai kontrol
positif dan negatif, karena 12:0 dan 14:0 dari minyak kernel dan minyak kelapa secara
sistematis diganti dengan 16:0 dari minyak sawit, sehingga TC dan LDL-C menurun. Selain
itu, mengganti 50% dari polyunsaturates dari makanan AHA dengan 16:0 dari minyak sawit
gagal memperoleh peningkatan yang diharapkan dalam TC dan LDL-C sedangkan pengganti
serupa dengan 12:0 dan 14:0 dalam makanan AHA secara signifikan meningkatkan TC,
LDL-C, dan kolesterol LDL/HDL. Selanjutnya, perbandingan TC yang diamati menunjukkan
nilai dasar sempurna dengan prediksi berdasarkan TC dengan persamaan jika 16:0 dari
minyak sawit dianggap netral. Studi ini serupa dengan hipotesis dasar dari Hayes dan Khosla
tahun 1992 yang menggambarkan ambang batas untuk efek polyunsaturates pada kolesterol
dan netralitas.
Dalam penelitian lain menggunakan monyet cebus, khosla, dan hayes menilai reaksi
dari asam palmitat menyebabkan tidak adanya kolesterol pada makanan. Minyak sawit
digunakan sebagai sumber makanan asam palmitat. Mereka menukarkan 10% dari
kandungan lemak antara 16:0 dan 18:1, sementara mempertahankan 14:0 dan 18:2 menjadi
tingkat konstan dalam makanan. Konsentrasi lipid plasma dan metabolisme lipoprotein (LDL
dan HDL kinetika) tidak berpengaruh ketika menggunakan makanan bebas kolesterol. Hasil
serupa juga terlihat pada penelitian lain yang menggunakan monyet cebus dan rhesus yang
diberi makanan bebas kolesterol. Konsentrasi lipid plasma identik pada hewan yang diberi
makan kaya akan minyak (minyak sawit) dan (minyak canola). Minyak sawit juga
menghasilkan perbandingan kolesterol LDL/HDL yang rendah, secara signifikan lebih baik
dari pada makanan pengendali lainnya.
Khosla dkk menilai dampak pengganti 12:0 dan 14:0 dari minyak kelapa dengan asam
palmitat (16:0) dari minyak sawit dalam makanan AHA step-1 menggunakan monyet rhesus.
Pengujian makanan ini memiliki rasio polyunsaturates/saturates 0,99 sedangkan makanan
kontrol yang menunjukan makanan Amerika memiliki rata-rata rasio jenuh tak jenuh antara
0,5. Memberi makanan diet 16:0 memperoleh penurunan yang signifikan dalam konsentrasi
TC, LDL-C, apoB dan ukuran penggabungan apoB LDL yang dikurangi dengan
membandingkan makanan kontrol. Demikian juga dengan penelitian monyet cebus yang
dilakukan serupa, Khosla et all menilai efek asam palmitat dari minyak sawit dengan
perubahan asam lemak dari minyak kedelai yang terhidrogenasi berpengaruh untuk
cholesterolaemic mereka. Sehubungan dengan rata-rata makanan kontrol Amerika,
kandungan palmitat secara signifikan mengurangi perbandingan aterogenik TC/HDL-C
sedangkan perubahan makanan tidak berpengaruh. Namun, perubahannya ditandai dengan
penurunan yang signifikan dengan memanfaatkan kolesterol HDL yang relatif mengandung
makanan palmitat.
Monyet hijau Afrika yang diberi makanan kaya kolesterol dan berbagai tingkatan
asam lemak dinilai oleh Rudel et all untuk gejala aterosklerotik mereka. Tingkat makanan
yang memiliki kolesterol tinggi diberikan untuk meningkatkan TC dan menyebabkan
aterosklerotik. Memberikan makanan dengan tingkatan lemak jenuh yang tinggi (minyak
sawit palmitat) dengan adanya makanan dengan kolesterol tingkat tinggi yang diinduksi
tingkat TC tertingginya. Namun, ketika kolesterol dihilangkan dari makanan yang
mengandung lemak jenuh, TC menurun dalam waktu 2 minggu dari 390 hingga 200 mg/dl.
Sundram et all (1997) menunjukkan peningkatan yang signifikan pada TC dan LDL-C pada
kelinci yang diberi makan semipurifikasi bebas kolesterol yang mengandung 12:0 dan 14:0
atau asam lemak trans tetapi tidak pada kelinci yang diberi makan olein palem kaya sawit.
Saat makanan pengandung kolesterol ditambahkan kedalam makanan hewan tersebut didalam
penelitian lanjutan luka aterosklerotik terlihat jelas pada 5/8 dan 6/8 dari kelinci yang
masing-masing diberi makanan penggemuk 12:0 dan 14:0 dan perubahan makanan
penggemuk. Sebaliknya, luka aterosklerotik secara signifikan lebih rendah dan jelas hanya
pada 2/8 dari palm olein diberikan pada kelinci dan 1/8 dari campuran AHA untuk makanan
kelinci tersebut.

Anda mungkin juga menyukai