Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 pasal 3, pembangunan


kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan, guna meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud
pembangunan kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan kesehatan
merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam
mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera. Berbagai transisi
yang ada, baik transisi demografik, sosio ekonomi maupun epidemiologi telah
menimbulkan pergeseran – pergeseran termasuk bidang kesehatan. Perilaku
hidup bersih dan sehat menjadi acuan sebagai salah satu pencegahan terjadinya
penyebaran penyakit dan sebagai upaya untuk peningkatan kesehatan
lingkungan. Kepedulian dan pemahaman masyarakat mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat dapat dimulai dari sebuah kepedulian masyarakat pada
kesehatan agar angka kematian menurun dan usia harapan hidup secara umum
semakin panjang, berbagai masalah dalalm kebersihan lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan bibit penyakit. Salah satunya adalah
penyakit demam berdarah. Demam berdarah merupakan penyumbang data
terbesar terhadap angka kematian bahkan sering menimbulkan kejadian luar
biasa atau wabah (DEPKES, 2014).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang bersumber
binatang. Salah satu indikator keberhasilan pengendalian penyakit DBD ini
berkaitan dengan upaya kesehatan lingkungan yakni dengan cara pemantauan
faktor risiko angka bebas jentik (ABJ). Besaran risiko terjadinya penularan
demam berdarah dengue bisa di identifikasi berdasarkan angka bebas jentik.
Angka bebas jentik dapat memberikan indikasi berapa banyak rumah/
bangunan yang ketika diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk aedes aegepty

1
2

penular demam berdarah dengue. Semakin tinggi nilai angka bebas jentik
disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan demam
berdarah dengue di wilayah tersebut. Sebaliknya semakin rendah nilai angka
bebas jentik maka semakin besar risiko penularan demam berdarah dengue di
wilayah tersebut. Nilai rujukan angka bebas jentik yang aman minimal 95 %
(kebalikan dari indikator House Index) (DINKES JABAR, 2012).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. World Health Organization
(WHO) menggambarkan terdapat 50 - 100 juta kasus penyakit demam dengue
di seluruh dunia setiap tahun, dimana 250.000 - 500.000 kasus adalah demam
berdarah dengue angka kematian sekitar 24.000 jiwa per tahun. Sekitar 2,5
milyar orang di dunia beresiko terinfeksi virus dengue. Data dari seluruh dunia
menunjukan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita dengue
setiap tahunnya. Menurut WHO negara Indonesia ialah negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara ( DINKES, 2014 ).
Prevalensi nasional Demam Berdarah Dengue (berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 0,62%. Sebanyak 12 provinsi
mempunyai prevalensi Demam Berdarah Dengue diatas prevalensi nasional,
yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Dalam kurun waktu 12
bulan terakhir, kasus DBD klinis tersebar di seluruh Indonesia dengan
prevalensi (DG) 0,6% (rentang: 0,3‰ - 2,5%). Pada 12 provinsi didapatkan
prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka nasional, yaitu Nusa Tenggara
Timur (2,5%), Papua Barat (2,0%), Bengkulu dan DKI Jakarta (1,2%),
Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat serta NAD (1,1%), Sulawesi
Tenggara (1,0%), Jawa Barat (0,41%)Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara
(0,8%), dan Sulawesi Barat (0,7%) (RISKESDAS, 2007).
Menurut prevalensi data dinas kesehatan Jawa Barat tahun 2012 di Jawa
Barat telah terjadi 19.739 kasus demam berdarah dan yang pasien meninggal
3

sebanyak 167 kasus, sedangkan untuk di daerah Cianjur pada tahun 2012 telah
terjadi 273 kasus demam berdarah yang terjadi dan jumlah pasien yang
meninggal akibat demam berdarah dengue tercatat sebanyak 7 orang
(DEPKES, 2012).
Menurut Aru, S, dkk (2009), Demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Pada demam berdarah
dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengan (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok (Nanda Jilid 1, 2016, p. 148).
Menurut Wiwik dan Hariwibowo (2008), kasus demam berdarah
dengue ditandai oleh manifestasi klinis, yaitu : sakit kepala, anoreksia, muntah
muntah, nyeri perut kanan atau seluruh tubuh, pendarahan dan demam tinggi
yang mendadak yang dapat mencapai 40ºC atau lebih dan kadang disertai
dengan kejang demam (Nanda Jilid 1, 2016, p. 149).
Demam merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak. Anak
kerap mengalami demam karena pada dasarnya, memang rentan terhadap
infeksi virus seperti demam berdarah dengue. Dampak yang ditimbulkan
demam, dapat berupa penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi
kekurangan cairan dan kejang. Perawat sangat berperan untuk mengatasi
demam melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran mandiri
perawat dalam mengatasi hipertermia/ demam bisa dengan melakukan
kompres (Setiawati, 2009, p. 8).
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
bila anak mengalami demam. Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres
alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Setiawati, 2009, p. 312).
4

Menurut Surapati (2008) dalam penelitian Sri Hayani (2015, p.1)


menunjukan ada pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak dengan umur 1-10 tahun dengan demam atau hipetermia.
Dimana penurunan rata rata sebesar 1,4ºC jika dilakukan pengukuran suhu
tubuh 60 menit setelah tindakan tepid sponge dilakukan. Berdasarkan
penelitian ini hipertermia pada 36 orang anak usia 1 – 10 tahun dengan
metodologi penelitian quasi experimental dengan bentuk rancangan one group
pretest-postest, untuk mengatasinya dapat menggunakan teknik
nonfarmakologis tepid sponge sehingga pasien tidak tergantung obat
antipiretik. Kompres tepid sponge adalah suatu teknik kompres hangat yang
menggambungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah dengan teknik
seka menggunakan air hangat bersuhu 30-35ºC, tepid sponge sangat efektif
dalam mengurangi demam pada anak dan mampu mengurangi rasa sakit dan
nyeri, tujuan dari teknik tepid Sponge adalah meningkatkan kontrol panas
tubuh melalui evaporasi dan konduksi.
Hasil penelitian Tia Setiawati, Yeni Rustina dan Kuntarti (2015, p.3)
menunjukan pengaruh tepid sponge disertai pemberian antipiretik terhadap
penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak bahwa pemberian antipiretik
disertai tepid sponge lebih efektif menurunkan demam dibandingkan dengan
pemberian antipiretik saja. Berdasarkan penelitiannya, dengan menggunakan
metodologi disain quasi experimental dengan jenis rancangan pretest – postest
non equivalent control group design. Pada anak 3-9 tahun sebannyak 50 orang
anak dengan demam, dimana terjadi penurunan suhu tubuh rata – rata sebesar
1,8ºC setelah dilakukan tindakan tepid sponge selama 20 menit dan disertai
antipiretik bersamaan, dalam jangka waktu 30 menit dilakukan ulang
pengukuran suhu tubuh.
Di ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur terdapat 10
macam penyakit yang menurut urutan penderita terbanyak diantaranya adalah
diare, bronchopneumonia, kejang demam, demam typhoid, pneumonia, DHF,
tb paru, ISK, thalassemia dan ITP. Data yang didapatkan adalah :
5

Tabel 1.1
Jumlah Data Anak Penderita Penyakit di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur

NO NAMA PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE


1. Diare 397 25,17 %
2. Bronchopneumonia 256 16,23%
3. Kejang Demam 242 15,35%
4. Demam Thypoid 220 13,95%
5. Pneumonia 149 9,45%
6. DHF 108 6,85%
7. TB Paru 93 5,90%
8. Infeksi Saluran Kemih 43 2,73%
9. Thalasemia 40 2,54%
10. ITP 29 1,84%
Sumber : Tim Rekam Medis RSUD Sayang Kabupaten Cianjur 2016.

Penatalaksanaan demam yang disebabkan oleh virus dengue ini yang


dilakukan di Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur adalah
dengan cara pemberian antipiretik saja. Selain itu, penulis juga mendapatkan
informasi dari perawat Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur tidak pernah dilakukan tindakan teknik tepid sponge untuk
menurunkan suhu tubuh anak dengan hipertermi pada demam berdarah dengue
selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “ Penerapan tindakan tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh pada anak 1-10 tahun dengan demam berdarah dengue di RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur”.
6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya


adalah “ Bagaimana penerapan tindakan tepid sponge terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak 1-10 tahun dengan demam berdarah dengue di RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur ? ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menerapkan tindakan tepid sponge terhadap penurunan suhu


tubuh pada anak 1-10 tahun dengan demam berdarah dengue di RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa DBD pada
anak.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan yang
muncul pada klien dengan diagnosa DBD pada anak.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan
diagnosa DBD.
d. Mampu mendeskripsikan pelaksanaan keperawatan yang telah
diberikan pada anak dengan diagnosa DBD.
e. Mampu mendokumentasikan evaluasi hasil dari pelaksanaan asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan diagnosa DBD
pada anak.
f. Mampu menerapkan tindakan teknik tepid sponge pada klien dengan
diagnosa DBD.
7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis
Dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan terhadap keefektifan penurunan
suhu tubuh pada pasien anak dengan hipertermi yang disebabkan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan intervensi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan pada pasien khususnya
di bidang Keperawatan Anak.
b. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan sebagai rekomendasi
tindakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya di
bagian Keperawatan Anak.
c. Bagi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Canjur
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan bahan perbandingan oleh
mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Cianjur
selanjutnya yang melakukan penelitian atau yang menyusun karya
tulis ilmiah lain yang ada keterkaitannya dengan aplikasi tepid sponge
terhadap perubahan suhu tubuh dengan diagnosa medis DBD.
d. Bagi keluarga klien
Penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan keluarga agar dapat
menerapkan tindakan tepid sponge untuk menurunkan suhu tubuh saat
demam pada anak dengan DBD.

Anda mungkin juga menyukai