BAB I Nyimas PDF
BAB I Nyimas PDF
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
penular demam berdarah dengue. Semakin tinggi nilai angka bebas jentik
disuatu wilayah maka semakin rendah risiko terjadinya penularan demam
berdarah dengue di wilayah tersebut. Sebaliknya semakin rendah nilai angka
bebas jentik maka semakin besar risiko penularan demam berdarah dengue di
wilayah tersebut. Nilai rujukan angka bebas jentik yang aman minimal 95 %
(kebalikan dari indikator House Index) (DINKES JABAR, 2012).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. World Health Organization
(WHO) menggambarkan terdapat 50 - 100 juta kasus penyakit demam dengue
di seluruh dunia setiap tahun, dimana 250.000 - 500.000 kasus adalah demam
berdarah dengue angka kematian sekitar 24.000 jiwa per tahun. Sekitar 2,5
milyar orang di dunia beresiko terinfeksi virus dengue. Data dari seluruh dunia
menunjukan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita dengue
setiap tahunnya. Menurut WHO negara Indonesia ialah negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara ( DINKES, 2014 ).
Prevalensi nasional Demam Berdarah Dengue (berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 0,62%. Sebanyak 12 provinsi
mempunyai prevalensi Demam Berdarah Dengue diatas prevalensi nasional,
yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Dalam kurun waktu 12
bulan terakhir, kasus DBD klinis tersebar di seluruh Indonesia dengan
prevalensi (DG) 0,6% (rentang: 0,3‰ - 2,5%). Pada 12 provinsi didapatkan
prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka nasional, yaitu Nusa Tenggara
Timur (2,5%), Papua Barat (2,0%), Bengkulu dan DKI Jakarta (1,2%),
Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat serta NAD (1,1%), Sulawesi
Tenggara (1,0%), Jawa Barat (0,41%)Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara
(0,8%), dan Sulawesi Barat (0,7%) (RISKESDAS, 2007).
Menurut prevalensi data dinas kesehatan Jawa Barat tahun 2012 di Jawa
Barat telah terjadi 19.739 kasus demam berdarah dan yang pasien meninggal
3
sebanyak 167 kasus, sedangkan untuk di daerah Cianjur pada tahun 2012 telah
terjadi 273 kasus demam berdarah yang terjadi dan jumlah pasien yang
meninggal akibat demam berdarah dengue tercatat sebanyak 7 orang
(DEPKES, 2012).
Menurut Aru, S, dkk (2009), Demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Pada demam berdarah
dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengan (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok (Nanda Jilid 1, 2016, p. 148).
Menurut Wiwik dan Hariwibowo (2008), kasus demam berdarah
dengue ditandai oleh manifestasi klinis, yaitu : sakit kepala, anoreksia, muntah
muntah, nyeri perut kanan atau seluruh tubuh, pendarahan dan demam tinggi
yang mendadak yang dapat mencapai 40ºC atau lebih dan kadang disertai
dengan kejang demam (Nanda Jilid 1, 2016, p. 149).
Demam merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak. Anak
kerap mengalami demam karena pada dasarnya, memang rentan terhadap
infeksi virus seperti demam berdarah dengue. Dampak yang ditimbulkan
demam, dapat berupa penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi
kekurangan cairan dan kejang. Perawat sangat berperan untuk mengatasi
demam melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran mandiri
perawat dalam mengatasi hipertermia/ demam bisa dengan melakukan
kompres (Setiawati, 2009, p. 8).
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
bila anak mengalami demam. Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres
alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Setiawati, 2009, p. 312).
4
Tabel 1.1
Jumlah Data Anak Penderita Penyakit di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan terhadap keefektifan penurunan
suhu tubuh pada pasien anak dengan hipertermi yang disebabkan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan intervensi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan pada pasien khususnya
di bidang Keperawatan Anak.
b. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan sebagai rekomendasi
tindakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya di
bagian Keperawatan Anak.
c. Bagi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Canjur
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan bahan perbandingan oleh
mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Cianjur
selanjutnya yang melakukan penelitian atau yang menyusun karya
tulis ilmiah lain yang ada keterkaitannya dengan aplikasi tepid sponge
terhadap perubahan suhu tubuh dengan diagnosa medis DBD.
d. Bagi keluarga klien
Penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan keluarga agar dapat
menerapkan tindakan tepid sponge untuk menurunkan suhu tubuh saat
demam pada anak dengan DBD.