Anda di halaman 1dari 11

I.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang


Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.
Pasal 1 ayat :
(12) Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yangmterkandung dalam
air atau air limbah;
(14) Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;
(15) Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau
jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang
akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
Pasal 16 ayat:
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk
melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian
pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam
ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk Menteri.
Pasal 17 ayat:
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua
atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang
dilakukan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang :
(c). menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
(d). menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu airlimbah nasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban
pencemaran air pada sumber air.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipergunakan untuk :
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan
air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan
tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan
tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk
aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
Pasal 36
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah
layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.
(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
Pasal 37
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke
air atau sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.
Pasal 38 ayat:
(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib dicantumkan :
a) kewajiban untuk mengolah limbah;
b) persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media
lingkungan;
c) persyaratan cara pembuangan air limbah;
d) persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan
keadaan darurat;
e) persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f) persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai
dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran
air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis
mengenai dampak lingkungan;
g) larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan
dadakan;
h) larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan
batas kadar yang dipersyaratkan;
i) kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil
swapantau.
Pasal 47 ayat:
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya
pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan
membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah
ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari
Bupati/Walikota.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air
limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat
ditetapkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

II. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pasal 1 ayat:
(3) Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja
manusia dari lingkungan permukiman.
Pasal 14 ayat:
(1) Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan pengembangan
SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.
(2) Prasarana dan Sarana Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi PS
Air Limbah dan PS Persampahan.
Pasal 15
(1) PS Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan melalui
sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau terpusat.
(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah
setempat.
(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang
secara terpusat.
(4) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia,
setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat dilarang membuang air
limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber air baku.
(5) Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia,
setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat dilarang membuang air
limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber air baku yang ditetapkan oleh
Pemerintah/ Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
Pasal 16
(1) Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran
manusia/tinja dilakukan dengan mengguna-kan sistem setempat atau sistem
terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air baku
(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi orang perseorangan/rumah tangga.
(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya
dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi social ekonomi
masyarakat.
Pasal 17
(1) Hasil pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3) meliputi bentuk cairan dan padatan.
(2) Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memperhatikan standar baku mutu air buangan dan baku mutu
sumber air baku yang mencakup syarat fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak membahayakan
manusia dan lingkungan.
(4) Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan
secara rutin dan berkala sesuai dengan standar yang ditetapkan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Pasal 18 ayat:
(1) Pemilihan lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis,
lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
penyangga.
(2) Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan, wajib
memperhatikan faktor keamanan, pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka.
Pasal 22
Proses pengolahan air limbah dan sampah wajib dilakukan sesuai dengan standar
teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari menteri terkait.
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pengembangan SPAM harus dilaksanakan secara terpadu dengan
pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi untuk menjamin keberlanjutan
fungsi penyediaan air minum dan terhindarnya air baku dari pencemaran air limbah
dan sampah.
Pasal 60
(1) Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum dan pelayanan air limbah
yang wajib dibayar oleh pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang
diberikan oleh Penyelenggara.
Pasal 61
(1) Dalam hal jasa pelayanan air limbah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, pelanggan
dapat dikenakan pungutan daerah dalam bentuk retribusi.
Pasal 70
(2) Pengawasan terhadap kualitas air minum hasil penyelenggaraan pengembangan
SPAM dan pencemaran/pembuangan hasil pengolahan air limbah dan sampah
dilaksanakan oleh instansi sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 78
(1) Penyelenggara SPAM yang berada di kota metropolitan atau kota-kota yang memiliki
kepadatan yang tinggi yang belum memiliki rencana induk sistem penyediaan air
minum yang terpadu dengan pembuangan air limbah secara terpusat dan sistem
pengelolaan persampahan wajib melengkapinya dalam jangka waktu paling lambat
1 Januari 2010.
(2) Penyelenggara SPAM yang berada di kota selain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang belum memiliki rencana induk sistem penyediaan air minum yang terpadu
dengan pembuangan air limbah dan sistem pengelolaan persampahan wajib
melengkapinya dalam jangka waktu paling lambat 1 Januari 2010.

III. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 20 ayat
(2) bagian (b) baku mutu air limbah;
Yang dimaksud dengan “baku mutu air limbah” adalah ukuran batas atau kadar
polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
(c). penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku
mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

IV. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan
Air Limbah Domestik
Pasal 1
(5) Air limbah domestik adalah air limbah dari kegiatan kerumahtanggaan, meliputi
mandi, cuci, kakus yang berasal dari permukiman dan atau sumber lainnya seperti
rumah makan, perkantoran, perniagaan, hotel, apartemen, asrama, rumah sakit dan
industri.
(6) Pengelolaan air limbah domestik adalah upaya yang sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penanganan air limbah domestik yang dilaksanakan oleh pemerintah
daerah.
Pasal 2
(1) Pengelolaan air limbah domestik berdasarkan pada asas keadilan, kehati-hatian,
manfaat, kelestarian dan keberlanjutan.
(2) Pengelolaan air limbah domestik bertujuan untuk :
a. terkendalinya pembuangan air limbah domestik;
b. terlindunginya kualitas air tanah dan air permukaan;
c. meningkatkan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup khususnya sumber daya
air.
Pasal 3
(1) Pengelolaan air limbah domestik harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan, dan terpadu antara aspek fisik dan non fisik.
Pasal 4
(1) Sistem pengelolaan air limbah domestik meliputi:
a. sistem setempat;
b. sistem terpusat.
(4) Pemilihan sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
b. Kepadatan penduduk;
c. Ketersediaan air bersih;
d. Kemiringan tanah;
e. Ketinggian muka air tanah;
f. Jenis dan permeabilitas tanah; dan
g. Kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.
Pasal 5
(1) Pengelolaan air limbah domestik sistem setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Jamban, tangki septik individu dengan resapan atau dengan upflow filter, dan
komunal dengan jaringan perpipaan;
b. Sistem penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja; dan
c. Sistem pengolahan lumpur tinja melalui Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.
(3) Pengelolaan air limbah domestik sistem terpusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Jamban;
b. Pipa penyalur dan pengumpul air limbah dan perlengkapannya;
c. Instalasi Pengolahan Air Limbah terpusat; dan/atau
d. Sistem daur ulang.
Pasal 7
(1) Perencanaan pengelolaan air limbah domestik dituangkan dalam Rencana Induk
Pengelolaan Air Limbah Domestik.
(2) Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. rencana umum;
b. rencana jaringan;
c. program dan kegiatan;
d. kriteria dan standar pelayanan;
e. rencana pembuangan efluen dan lumpur;
f. keterpaduan dengan sistem penyediaan air minum, persampahan dan drainase;
g. indikasi pembiayaan dan pola investasi;
h. rencana kelembagaan dan peraturan perundang-undangan;
i. rencana pemberdayaan masyarakat.
Pasal 11
(2) Pembangunan dalam pengelolaan air limbah domestik sistem setempat dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. individu atau kelompok masyarakat membangun jamban dengan tangki septik
individu dengan resapan atau dengan/tanpa up-flow filter dan komunal dengan
jaringan perpipaan;
b. pemerintah daerah dan atau swasta menyediakan truk tinja dan membangun
instalasi pengolahan lumpur tinja.
(3) Pembangunan prasarana dan sarana air limbah domestik sistem terpusat dilakukan
oleh:
a. individu untuk pembangunan jamban dan sambungan dalam rumah;
b. pemerintah daerah dan/atau swasta untuk pembangunan jaringan perpipaan dan
instalasi pengolahan air limbah terpusat.
Pasal 21
(1) Hasil pengolahan air limbah domestik yang memenuhi standar baku mutu dapat
dimanfaatkan untuk keperluan tertentu.
(2) Hasil pengolahan air limbah domestik yang telah memenuhi baku mutu air limbah
domestik yang tidak dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dibuang ke saluran drainase.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan hasil pengolahan air limbah diatur
dalam peraturan Walikota.

V. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga
Termal

Pasal 1
(2) Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
(3) Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersumber dari
proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan logam,
blowdown cooling tower, blowdown boiler, laboratorium, dan regenerasi resin water
treatment plant.
(5) Oily water adalah air limbah yang mengandung minyak yang berasal dari drainase
lantai kerja, kebocoran (seepage), kebocoran air limbah dari pencucian peralatan-
peralatan, dan tumpahan dari kegiatan operasional yang dibuang ke media
lingkungan melalui kolam separator atau oil separator atau oil catcher atau oil trap.
(8) Air bahang adalah air limbah dari sumber proses pendinginan yang menggunakan
air laut sebagai air baku yang dialirkan satu kali lewat (once through system) melalui
kondensor menuju badan air/laut.
(13) Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau
jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang
akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
(14)Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan.
Pasal 3
Air limbah dari usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
bersumber dari:
a. proses utama;
b. kegiatan pendukung; dan
c. kegiatan lain yang menghasilkan oily water.
Pasal 4
Baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. baku mutu air limbah sumber proses utama sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b. baku mutu air limbah sumber kegiatan pendukung sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini; dan
c. baku mutu air limbah sumber kegiatan lain yang menghasilkan oily water
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan:
a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga
termal dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau
b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri.
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan
instansi teknis terkait.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak
memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, permohonan dianggap disetujui.
(4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
alasan penolakan.
(5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
peraturan daerah provinsi.
Pasal 9
Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal wajib:
a. mengidentifikasi sumber-sumber air limbah, termasuk memberi kode nama dan
kuantitasnya;
b. menentukan koordinat sumber air limbah, titik penaatan, dan titik pembuangan air
limbah;
c. melakukan pendokumentasian saluran air limbah;
d. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak
melampaui baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;
e. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan air limbah ke lingkungan;
f. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air
hujan;
g. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan
pencatatan debit harian air limbah;
h. melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
i. tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampurkan
buangan bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan air limbah;
j. melakukan kalibrasi atau uji fungsi (function check) alat ukur air limbah;
k. membuat log book system atau electronic enterprise system pengelolaan air
limbah;
l. menyusun dan menetapkan prosedur penanganan kondisi tidak normal
dan keadaan darurat;
m. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam lampiran Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) bulan dan setiap 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
dilakukan di laboratorium yang terakreditasi;
n. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah khusus untuk PLTD di
laboratorium yang terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam)
bulan;
o. melakukan pemantauan debit air limbah harian dari air limbah proses
utama dan air bahang;
p. menghitung beban pencemaran air limbah dengan mengalikan debit air
limbah dengan konsentrasi parameter baku mutu air limbah;
q. menyampaikan laporan mengenai pencatatan produksi bulanan
senyatanya, hasil analisa laboratorium, kadar parameter, debit air limbah
harian, dan beban pencemaran air limbah sebagaimana dimaksud dalam
huruf h, huruf m, huruf o, dan huruf p, 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
dan hasil analisa laboratorium sebagaimana dimaksud dalam huruf n, 1
(satu) kali dalam 6 (enam) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan
kepada gubernur, Menteri, dan instansi teknis;
r. memberitahukan terjadinya kejadian tidak normal dan keadaan darurat
dalam jangka waktu 1 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusankepada
gubernur, Menteri dan instansi teknis; dan
s. melaporkan upaya penanggulangan kejadian tidak normal dan keadaan
darurat paling lama 7 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusan
kepada gubernur, Menteri dan instansi teknis.

Anda mungkin juga menyukai