Oleh:
I Kadek Ariawan 17089142015
Telah diterima dan disahkan oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical
Instructure (CI), Stase Keperawatan Gadar & Intensif sebagai syarat memperoleh
penilaian dari departemen Keperawatan Gadar & Intensif Program Profesi Ners
STIKes Buleleng.
2. Definisi
Pneumothorak adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi
udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara pleura visceral dan
pariental, yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan
normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada ( Rahajoe, 2012 dalam Amin Hardhi ,
2016).
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di
dalam rongga pleura. Pneumotoraks dibagi menjadi dua, spontan yaitu
terjadi tanpa adanya trauma atau sebab lainnya, dan traumatik yang terjadi
karena adanya trauma langsung atau tidak langsung terhadap dada,
termasuk di dalamnya adalah pneumotoraks iatrogenic (Amanda &
Wijayanti, 2015).
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang
terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang
mengelilingi paru (Corwin, E. J., 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pneumotoraks yaitu adanya udara
pada pleura antara pleura visceral dan pariental, yang terjadi secara
spontan dan traumatic yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru.
Gambar 2. Pneumothorak
3. Prevalensi
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering
terjadi, jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian,
kejadian trauma dada terjadi sekitar seperempat dari jumlah kematian
akibat trauma yang terjadi, serta sekitar sepertiga dari kematian yang
terjadi berbagai rumah sakit (Sharma A, Jindal P , 2008).
Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering menyebabkan
terjadinya trauma pada toraks. Tingkat morbiditas mortalitas akan
meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua didunia pada tahun
2020 menurut WHO (Word Health Organitation) (Sharma A, Jindal P ,
2008).
Insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8
per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan
8:1. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada
hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 - 5%
dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks
menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali, dan 50% untuk yang
ketiga kali (Sharma A, Jindal P , 2008).
4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Wijaya, Andra & Mariza , 2008):
1. Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu:
1) Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar
yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan
wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru.
2) Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema
yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit
dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paruatau Ca
paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis
ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura
dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),
sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah
menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada
kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih
ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali
negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks
dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara
luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan
menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.
Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding
dada yang terluka (sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks
dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak
dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama
makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian
besar paru (> 50% volume paru)
5. Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus
hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga
dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di
alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui
bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan
napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu
batuk, bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup.
Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang
lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura
tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara
ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam
rongga pleura. Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari
fistel tersebut akan membuat tekanan pleura semakin lama semakin
meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke
rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai
tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan
udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai
berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
6. Etiologi
Pneumothorax spontan dibagi menjadi dua jenis: primary, yang
terjadi tanpa adanya penyakit paru-paru diketahui, dan sekunder, yang
terjadi pada seseorang dengan penyakit paru-paru yang mendasari.
Penyebab pasti pneumotoraks spontan primer tidak diketahui tetapi faktor
risiko termasuk jenis kelamin laki-laki, merokok , dan sejarah
keluarga dari pneumotoraks. yang diduga berbagai mekanisme yang
mendasari pneumothorak.
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi pada pengaturan dari
berbagai penyakit paru-paru yang paling umum adalah penyakit paru
obstruktif kronik yang menyumbang sekitar 70% dari kasus. Diketahui
penyakit paru-paru yang dapat meningkatkan risiko untuk pneumotoraks
adalah:
1. Penyakit pada saluran udara : Penyakit paru obstruktif kronis(terutama
ketika emfisema dan bula paru-paru yang hadir), akut berat
asma , cystic fibrosis
2. Infeksi paru-paru: pneumonia (PCP), tuberkulosis , necrotizing
pneumonia
3. Penyakit paru-paru interstisial : sarkoidosis , fibrosis paru
idiopatik ,histiocytosis X , lymphangioleiomyomatosis (LAM).
7. Manifestasi Klinis
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah
udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps.
1. Gejalanya bisa berupa :
1) Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
2) Sesak nafas
3) Dada terasa sempit
4) Mudah lelah
5) Denyut jantung cepat
6) Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur.
Gejala lain yang mungkin ditemukan :
1) Hidung tampak kemerahan
2) Cemas, stress, tegang
3) Tekanan darah rendah (hipotensi) (Faradilla, 2009).
8. Komplikasi
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema ,
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika.
Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung
dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan
kardiak "output", sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok
kardiogenik.
3. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.
9. Pathway (Web Of Caution)
hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan kava superior dan inferior
intra pleura
Kehilangan kesadaran
Sesak napas
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis
pneumothoraks antara lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura
menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama
ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk
pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan
dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu
dengan membuat hubungan udara ke luar (Elizabeth, 2009).
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
1) Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga
pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura
akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar
melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil.
a. Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol
b. Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol
2) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status
kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.
3) B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan
juga pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau
koma.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal
dari syok.
5) B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien
sering dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan
fisik secara umum.
5. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Intervensi
Diagnosa
Kriteria hasil Keperawatan Rasional
Keperawatan
(NOC) (NIC)
Ketidakefektif Setelah Airway
an pola napas dilakukan Management
asuhan 1. Monitor 1. Mengetahui pola
berhubungan pernafasan dan kecepatan
keperawatan
dengan selama..x 24 status oksigenasi pernafasan serta
jam, diharapkan menunjukan
penurunan
bersihan jalan kepatenan jalan
ekspansi paru nafas
napas efektif 2. Berikan posisi 2. Memaksimalkan
(akumulasi NOC :
nyaman untuk ventilasi dan
- Respiratory
udara), memaksimalkan
status : mengurangi
gangguan ventilasi sesak, melatih
Ventilation
muskuloskelet - Vital sign teknik nafas yang
status 3. Ajarkan teknik disenangi anak
al,
Kriteria Hasil : 3. Mengurangi
napas dalam
nyeri/ansietas, 1) Tidak ada sesak napas
proses sianosis
2) Tidak ada 4. Kolaborasi dalam
inflamasi dispneu 4. Mengurangi
pemberian terapi
3) Tidak ada sesak dan
oksigen
suara napas memberikan
abnormal asupan oksigen
4) Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
(TD: 100-
120
mmHg/70-90
mmHg, S:
˚
36,5 C-
37,5˚C, N:
60-100
kali/menit,
RR: 12-20
kali/menit)
6. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan tindakan
keperawatan sesuai dengan apa yang telah di rencanakan pada intervensi
yang telah di buat sebelumnya. Implementasi dilakukan 3 x 24 jam pada
setiap diagnose untuk mengetahui hasil dari intervensi yang telah di
implementasikan pada pasien. Setelah itu dilakukan evaluasi dari setiap
diagnose yang telah diangkat dan diimplementasikan.
7. Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru (akumulasi udara), gangguan muskuloskeletal, nyeri/ansietas,
proses inflamasi
1) Tidak ada sianosis
2) Tidak ada dispneu
3) Tidak ada suara napas abnormal (wheezing, ronchi, krekel)
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 100-120 mmHg/70-90
mmHg, S: 36,5˚C-37,5˚C, N: 60-100 kali/menit, RR: 12-20
kali/menit)
2. Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
1) Menyatakan nyeri berkurang dengan menggunakan skala nyeri
dengan rentang 1-10.
2) Mampu melakukan teknik non farmakologi (nafas dalam)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.
1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
2) Tidak ada tanda malnutrisi
3) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan akan ketahanan nyeri.
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dengan TD, HR, RR yang
sesuai (TD: 100-120 mmHg/70-90 mmHg, S: 36,5 ˚C-37,5˚C, N:
60-100 kali/menit, RR: 12-20 kali/menit)
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
3) Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat
DAFTAR PUSTAKA