Anda di halaman 1dari 7

III.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dilakukan di areal kawasan hutan


Taman Nasional Tesso Nilo yang berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT.
Inti Indosawit Subur, Ukui Riau. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret –
Mei 2008. Untuk informasi tambahan, dilakukan juga pengamatan pada kawasan
lindung di dalam perkebunan kelapa sawit. Peta lokasi penelitian di TN Tesso
Nilo yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Ukui
Riau disajikan pada sajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di TN Tesso Nilo yang berbatasan dengan


kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur

4.2. Alat dan Bahan

1. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain : tali
tambang, tali rafia, pita berwarna, buku identifikasi tumbuhan ”Check List
Tumbuhan Sumatera”, buku identifikasi jenis primata ”Panduan Lapangan
Primata Indonesia”, peta kerja, tally sheet dan obat-obatan (P3K).
15

2. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain : pengukur
waktu (stopwatch), kamera, golok, binokuler, meteran, kompas suunto, GPS
(Global Positioning System) Garmin 76 Csx, gunting dan alat-alat tulis.

4.3. Metode Pengumpulan Data

4.3.1. Di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo

Untuk menghimpun data dan informasi mengenai satwa primata dilakukan


inventarisasi satwaliar dengan menggunakan metode line transect (transek garis)
dan analisis vegetasi untuk habitatnya. Panjang jalur pengamatan ±2 km dan lebar
kiri-kanan jalur 50 m. Untuk mendukung pengamatan satwaliar digunakan metode
concentration count (titik konsentrasi). Bentuk unit contoh metode transek garis
disajikan pada Gambar 2.

50 m

Jalur transek
2 km
50 m

Gambar 2. Bentuk transek garis pengamatan satwa primata di TNTN.

a. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan ini dimaksudkan untuk mengenal secara keseluruhan
areal yang akan dilakukan studi sekaligus melakukan kegiatan survei. Setelah itu
mencocokkan keadaan lapangan dengan peta kerja yang ada. Kegiatan yang lain
adalah menentukan lokasi pengamatan untuk kelompok satwaliar primata yang
akan diamati. Pada setiap awal jalur pengamatan diberi tanda dengan patok dari
kayu atau bambu atau penendaan pada pohon.
b. Pembuatan Jalur Pengamatan
Jalur pengamatan satwaliar primata dibuat dengan mengikuti jalur
pengamatan dari analisis vegetasi. Pada jalur pengamatan satwa dibuat jalur
dengan panjang jalur transek yaitu 2 km.
16

Pembuatan jalur pengamatan satwa ditandai dengan menandai titik-titik


pada jalur dengan menggunakan pita (flagging) dengan selang 25 m atau
disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu
titik awal jalur dengan GPS (Global Positioning System), hal ini untuk bisa
mengetahui koordinat lintang dan bujurnya yang dianggap penting untuk
pembuatan peta transek agar lebih tepat dan teliti sehingga akan mempermudah
dalam proses pertampalan (over laying) dengan peta tematik lainnya. Selanjutnya
mulai diukur titik lanjutan secara manual dengan menggunakan kompas dan tali
dengan jarak antar tali 25 m sepanjang jalur yang dibuat (dicatat jarak dan
sudutnya).
Dengan mencatat hal-hal tersebut diatas, maka penyebaran titik-titik lokasi
primata selama berlangsungnya pengamatan dapat digambarkan dalam peta-peta
bersama-sama jalur pengamatan secara tepat. Peta yang dihasilkan nantinya dapat
ditampalkan dengan tema-tema peta yang lain dalam rangka analisis selanjutnya.

c. Pengamatan Primata
Dalam hal ini transek dibuat dengan memotong kawasan pengamatan
menjadi beberapa garis transek. Selanjutnya pengamatan pada jalur tersebut
dilakukan pada periode tertentu (pada saat melakukan aktivitas pada satu jalur).
Data yang dikumpulkan dari pengamatan satwaliar primata dengan menggunakan
metode transek garis antara lain :
Nama jenis satwaliar primata
Jumlah individu
Waktu diketemukannya jenis satwaliar tersebut
Amati habitat satwaliar
Letak posisi satwa dan tipe vegetasi.
Dengan menggunakan intensitas sampling 1 % dari luas arael yang diteliti
yaitu diambil sepertiga luasan taman nasional sebesar 13.500 ha, maka didapatkan
total luas unit contoh yang harus diamati adalah 135 ha. Dengan total luas unit
contoh tersebut dan luas setiap unit contohnya 20 ha maka jumlah jalur yang harus
diamati sebanyak 7 jalur.
17

d. Inventarisasi Vegetasi
Inventarisasi vegetasi di habitat primata dengan menggunakan metode
garis berpetak untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan di habitat yang dihuninya.
Kegiatan ini sebagai tambahan data untuk memperoleh gambaran tentang kondisi
habitat yang dihuni oleh satwa primata. Data yang dikumpulkan untuk tingkat
pohon (tumbuhan dengan diameter >20 cm) dan tiang (tumbuhan dengan diameter
10-20 cm) adalah jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter dada (130 cm) dan
tinggi total dan tinggi bebas cabang. Sedangkan data yang dikumpulkan untuk
pertumbuhan semai (tumbuhan yang tingginya <1,5 m) dan pancang (tumbuhan
dengan diameter <10 cm dan tingginya >1,5 m) hanyalah jenis dan jumlah
individu setiap jenis yang ditemukan. Soerianegara & Indrawan (2002)
menjelaskan bahwa pada tingkat pertumbuhan semai (a) digunakan ukuran dengan
besar 2x2 m, untuk tingkat pertumbuhan pancang (b) ukurannya sebesar 5x5 m.
Pada tingkat pertumbuhan tiang (c) ukurannya sebesar 10x10 m, untuk tingkat
pertumbuhan pohon (d) ukuran yang digunakan sebesar 20x20 m. Bentuk metode
garis berpetak disajikan pada Gambar 3.

b
a

100 m
Gambar 3. Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi
vegetasi

4.3.2. Kawasan Lindung di Dalam Areal Kebun Kelapa Sawit

Metode yang digunakan dalam inventarisasi satwa primata sama seperti


yang dilakukan untuk di Taman Nasional Tesso Nilo yaitu dengan menggunakan
metode line transect (transek garis) mengikuti jalur analisis vegetasi untuk
habitatnya. Tetapi panjang jalur pengamatan hanya ± 150 m dengan lebar kiri-
kanan jalur 20 m karena luasannya relatif lebih kecil dibanding Taman Nasional
Tesso Nilo.
18

4.4. Analisis Data

a. Pendugaan Kepadatan
Dugaan kepadatan suatu jenis primata berdasarkan metode transek garis
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Persamaan King :
xi xi
Dj atau Dj
2 Lw a
Ket : Dj : kepadatan populasi aktual untuk jalur ke-j ( ind/km2)
Σxi : jumlah individu primata yang ditemukan (ind)
L : panjang garis transek
w : lebar kiri/kanan
a : luas jalur pengamatan
Untuk ukuran pendugaan populasi total seluruh areal yang diteliti dapat
menggunakan rumus :
Dj
P xA
a
Ket : P : populasi dugaan untuk seluruh areal ( ind/ha)
Σa : jumlah jalur pengamatan
A : luas total areal penelitian (ha)

b. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi yang dilakukan untuk menentukan komposisi dominasi
suatu jenis pohon pada suatu komunitas. Soeranegara & Indrawan (2002)
menyatakan bahwa persamaan yang digunakan dalam menentukan komposisis
vegetasi adalah sebagai berikut:
INP = KR + FR + DR
Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh
Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot dalam unit contoh
19

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100 %


Frekuensi seluruh jenis
Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis
Luas unit contoh
Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100 %
Dominansi seluruh jenis
Keterangan: Luas bidang dasar suatu jenis = ¼ µ D2

c. Analisis Keanekaragaman Primata


Untuk mengetahui keanekaragaman jenis primata di areal yang diteliti,
dapat diperoleh dengan menghitung Indeks Keanekaragaman Jenis. Ludwig &
Reynolds (1988) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia ditentukan
dengan menggunakan Indeks Keanekargaman Shannon-Wiener dengan rumus
sebagai berikut:
ni
H' pi . ln pi pi
N
Ket. : H’ = Indeks keanekaragaman
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah individu seluruh jenis

Dari hasil perhitungan nilai keanekaragaman jenis menurut Shannon-


Wiener dapat diketahui kekayaan jenis satwaliar primata tersebut dengan melihat
nilai H’ dengan kisaran sebagai berikut :
H’ < 1 memiliki tingkat keanekaragaman jenisnya rendah
1<H’<3 memiliki tingkat keanekaragaman jenisnya sedang
H’ > 3 memiliki tingkat keanekaragaman jenisnya tinggi

d. Pola Sebaran Spasial


Pola sebaran spasial berbentuk acak, berkelompok dan merata (Alikodra,
1990). Satwa primata merupakan satwa yang secara alami dan sebagian besar
hidup dalam kelompok sosial. Pola sebaran yang akan ditentukan adalah pola
sebaran kelompok jenis primata di seluruh areal studi.
20

Dari segi statistika, hubungan antara rata-rata dan keragaman individu


contoh yang terdapat dalam setiap satuan sampel (contoh), masing-masing pola
tersebut adalah sebagai berikut (Tarumingkeng, 1994):
a. Pola sebaran acak, apabila S X x (memiliki pola sebaran frekuensi

poisson)
b. Pola sebaran mengelompok, apabila S X x (memiliki pola sebaran

frekuensi binomial negatif)


c. Pola sebaran merata, apabila S X x (memiliki pola sebaran frekuensi

binomial)
Ket: SX = keragaman rata-rata/simpangan baku rata-rata
x = rata-rata contoh

Untuk mencari nilai ragam pengamatan di areal penelitian digunakan


persamaan berikut :
2 2
2 Xi Xi / nb
SX
nb 1
2
SX
SX
nb
2
Ket: SX = keragaman populasi
SX = keragaman rata-rata populasi/simpangan baku rata-rata
nb = jumlah jalur pengamatan

Anda mungkin juga menyukai