TINJAUAN UMUM
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN
USAHA PERTAMBANGAN
(unitary) namun hal ini akan berbeda ketika kita lihat dalam sistem pemerintahan
seperti otonomi daerah. Ada sebuah kolaborasi yang unik berkaitan dengan
prinsip kenegaraan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat utamanya pasca reformasi.1
federal, pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem federal, konsep kekuasaan
asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada didaerah atau bagian, sedangkan
dalam sistem negara kesatuan (unitary), kekuasan asli atau kekuasaan sisa itu
yunani “autos” yang berarti sendirian dan “nomous” yang berarti hukum atau
orisinil adalah the legal self sufficiency of social body and its actual
1
H. M. Busrizalti, 2013, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Total Media,
Yogyakarta, h.61.
2
Ibid.
22
23
independence. Jadi, ada dua ciri hakikat dari otonomi, yakni legal self sufficiency
living under one’s own laws. Dengan demikian, otonomi daerah, daerah yang
memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan antara lain pelayanan kepada
konstitusi. Salah satu ciri dari negara kesatuan adalah kekuasaan yang sangat
tersebut denyut kehidupan dari aspek bernegara disalurkan dari pusat dengan
dareah kabupaten dan kota diseluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus
bahwa sejak diterapkan kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan
merupakan bagian negara maka konsep local government tidak dapat dilepaskan
pada konsep-konsep tentang kedaulatan negara dalam sistem unitary dan federal
5
H. M. Busrizalti, op. cit, h.62.
25
Indonesia mendasarkan diri pada tiga pola, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan
dari sudut politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan, karena dilihat dari
Hal-hal yang yang diatur dan diurus oleh pemerintah daerah ialah tugas-
tugas atau urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada
dibidang tertentu secara vertikal dari institusi/ lembaga/ pejabat yang lebih tinggi
6
H. M. Busrizalti, op. cit, h.67.
7
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, 2000, Mensiasati Otonomi Daerah, Konsorsium
Pembaruan Agraria Bekerjasama dengan INSIST “Press”, Yogyakarta, h.11.
8
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH-UII, Yogyakarta,
h.174.
9
H. M. Busrizalti, op. cit, h.68.
26
dilimpahi wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan
tersebut.10
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom) dan batas
penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu dan batas
pengaturan termakud adalah jenis fungsi itu sendiri, misalnya soal pendidikan dan
kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan/ atau perangkat pusat di
10
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, op.cit, h.11.
11
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, loc.cit.
12
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, loc.cit.
13
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, loc.cit.
27
tertentu, dan/ atau kepada gubernur dan bupati/ wali kota sebagai penanggung
untuk melaksanakan urusan pemerintah yang kewenangannya lebih luas dan lebih
dekonsentrasi, akan tetapi pemerintah tidak membebtuk badan sendiri untuk itu,
14
H. M. Busrizalti, op. cit, h.68.
15
Noer Fauzi dan R. Yando Zakaria, op.cit, h.11
28
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertangung jawab kepada daerah
bagi seluruh rakyatnya. Didalam mencapai tujuan negara tersebut, negara tidak
menjalankan negara tersebut agar tercapai tujuan negara yaitu menjadi negara
menyebutkan bahwa :
16
Diana Halim K, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, h.30.
29
(3) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4) Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintahan pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
berikut.18
17
Khairul Ikhwan Damanik et. al., op.cit, h.116.
18
Khairul Ikhwan Damanik et. al., op.cit, h.116-117.
30
dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu
antar pemerintah.19
19
Khairul Ikhwan Damanik et. al., op.cit, h.117.
31
mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian
atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh daerah terhadap bagian
urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan pusat. Dengan kriteria tersebut
yaitu Kepala Daerah, DPRD dan birokrasi setempat sedangkan yang terpisah dari
pemerintah daerah yang terdiri atas kepala daerah beserta perangkat daerah
lainnya sebagai badan legeslatif daerah. DPRD sebagai badan legeslatif daerah
20
Khairul Ikhwan Damanik et. al., loc.cit.
21
Khairul Ikhwan Damanik et. al., op.cit, h.117-118.
32
berbeda-beda sesuai dengan tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya
alam.22
ekonomi yang didasarkan atas aspirasi dan kondisi objektif masyarakat didaerah
tertentu sebagai bagian dari bangsa dan wilayah nasional Indonesia. Aspirasi
pemerintahan pusat dan urusan lain menjadi urusan lain menjadi urusan rumah
tangga daerah sendiri, sehingga harus ada pembagian yang jelas. Dalam rangka
yang dikenal sejak dulu, yakni cara pengisian rumah tangga daerah atau sistem
22
Khairul Ikhwan Damanik et. al., op.cit, h.113
23
Khairul Ikhwan Damanik et. al., loc.cit.
24
Khairul Ikhwan Damanik et. al., loc.cit.
25
Juanda, op.cit, h.128.
33
Sistem rumah tanga daerah adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara-
cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan pembagian
pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan maupun yang dibiarkan
Sehubungan dengan itu, secara teoretik dan praktik dijumpai lima jenis
sistem otonomi atau sistem rumah tangga yang diuraikan satu persatu sebagai
berikut :27
1. Otonomi organik atau rumah tangga organik; Otonomi bentuk ini pada
2. Otonomi formal atau rumah tangga formal; otonomi bentuk ini adalah apa
apa yang telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi tingkatannya.
ini merupakan hasil dari pemberian otonomi berdasarkan teori sisa, dimana
26
Juanda, op.cit, h.129.
27
Juanda, op.cit, h.129-132.
34
3. Otonomi materiil atau rumah tangga materiil; dalam otonomi bentuk ini
secara limitatif terinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan
apakah suatu urusan menjadi rumah tangga sendiri, harus dilihat pada
itu, objek tugas yang dikuasakan wewenang satu demi satu atau dirinci secara
enumeratif.
4. Otonomi riil atau rumah tangga riil; otonomi bentuk ini merupakan gabungan
yang menyelenggarakannya;
suatu jaminan bahwa daerah itu secara nyata mampu mengatur dan
antara daerah yang satu dengan daerah lainnya tidaklah sama, baik
mengenai jumlah maupun jenisnya. Hal itu wajar karena setiap daerah
pusat dan daerah dalam suasana yang harmonis dan lebih dari itu untuk
menjadi sarana untuk memberikan dorongan lebih baik dan maju atas
36
Dari kelima jenis sistem otonomi itu, umumnya dipraktikan hanya 3 (tiga) jenis,
yaitu sistem rumah tangga formal, sistem rumah tangga materiil, dan sistem
daya alam tambang adalah pemerintah pusat. Ini disebabkan sistem pemerintahan,
segala macam urusan yang berkaitan dengan pertambangan, baik yang berkaitan
berwenang memberikan izin adalah menteri, dalam hal ini adalah Menteri Energi
kewenangan kewenangannya.29 Begitu pula sama hingga saat ini setelah undang-
28
Juanda, op.cit, h.129-132.
29
H. Salim HS, 2004, Hukum Pertambangan Di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h.49-50.
37
30
Ibid, h.50.
38
pertambangan. Tetapi segala hal yang berkaitan dengan substansi kontrak karya
daerah.31
untuk komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan
komoditas batubara. Selain komoditas mineral utama dan batubara ini, komoditas
daerah setiap daerah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada,
salah satunya adalah sumber daya mineral non logam dan batuan, dan juga untuk
pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat di dalam
31
Ibid, h.53.
32
Ibid.
41
dilaksanakan dengan:
yang telah memiliki ketersediaan data potensi, atau informasi geologi. Wilayah
izin usaha pertambangan adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang izin
42
usaha pertambangan. Satu wilayah usaha Pertambangan terdiri atas satu atau
beberapa wilayah izin usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah
provinsi, lintas wilayah kabupaten / kota atau dalam satu wilayah kabupaten atau
kota.
dan batuan.
Rakyat kepada masyarakat secara terbuka. Wilayah atau tempat kegiatan tambang
pertambangan rakyat.
pertambangan kepada orang pribadi atau badan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah. Pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Peemerintah Nomor 23 Tahun 2010
disebutkan :
Permohonan wilayah maksudnya adalah setiap pihak badan usaha, koperasi atau
mineral buka logam dan batuan diatur dalam Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan
“untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan usaha,
a. Menteri, untuk permohonan WIUP yang berada lintas wilayah provinsi dan/
atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
kota dalam 1 (satu) provinsi dan/ atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai
wilayah kabupaten/ kota dan/ atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.
sebagai berikut :
dari bupati/walikota
berikut:
a. Menteri, untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi atau wilayah
yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada gubernur
lama 5 hari kerja sejak diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral
batuan
WIUP beserta batas dan koordinat dalam waktu paling lambat 5 hari kerja setelah
persyaratan Bila badan usaha, koperasi, atau perseorangan dalam waktu 5 hari
46
uang pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah atau pemerintah daerah dan