Anda di halaman 1dari 17

Ilmu Kedokteran Forensik dalam Kasus Kematian Akibat

Kekerasan Benda tumpul

Oleh :

Kelompok C1

102012335 Robert Tupan Us Abatan

102014015 Grevaldo Austen

102014153 Christovel Liempepas

102012187 Selfiani Siagian

102013134 Windy Tovania Adriastuty Chan

102013268 Jennie Ivana

102013371 Kartika Chandra Wijaya

102014045 Fanny Mariska Sima

102014144 Indri Mendila

102014200 Merry Chahya Puteri

1
Pendahuluan

Pada skenario yang di berikan, tertuliskan ada sesosok mayat dikirimkan ke bagian
kedokteran forensic FKUI/RSCM oleh sebuah polsek di Jakarta. Ia adalah tersangka pelaku
pemerkosaan terhadap seorang remaja putri yang kebetulan anak dari seorang pejabat
kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat permintaan visum et repertum adalah bahwa
laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel tahanan Polsek.

Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah mayat
terdapat pembengkakan dan memar pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk
dua garis sejajar (railway hematom) dan di daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat
beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter. Di ujung
penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula
jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk
sudut ke atas.

Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala,
perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan
darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan
gndok sisi kiri, sedikit busa halus di dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik perdarahan
di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil
beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium.

Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian


korban karena mereka mencurigai adanya tindakan kekerasan selama di tahanan polsek.
Mereka melihat sendiri adanya memar-memar di tubuh korban.

Pembahasan

Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menerapkan ilmu
kedokteran klinis sebagai upaya penengakan hukum dan keadilan. Seiring perkembangan
waktu, telah terjadi banyak kemajuan dalam ilmu kedokteran Forensik dan ilmu kedokteran
Forensik berkembang menjadi ilmu yang mencakup berbagai aspek ilmu pengetahuan dan
dalam ilmu kedokteran Forensik identifikasi merupakan hal yang penting. Identifikasi
merupakan cara untuk mengenali seseorang melalui karakteristik atau ciri – ciri khusus yang
dimiliki orang tersebut, dengan cara membandingkannya selama orang tersebut masih hidup
dan setelah meninggal. Salah satu cara identifikasi adalah dengan antropometri yaitu,

2
pengukuran bagian tubuh dalam usaha melakukan identifikasi. Bertillons memakai cara
pengukuran berdasarkan pencatatan warna rambut, mata, warna kulit, bentuk hidung, telinga,
dagu, tanda pada badan, tinggi badan, panjang dan lebar kepala, sidik jari, dan DNA.1

Peningkatan angka kejadian kriminalitas menyebabkan semakin pentingnya ilmu


kedokteran forensik, yang berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan penyebab
mati, lama kematian, atau mengevaluasi proses penyakit, dan trauma yang terjadi terhadap
korban.1

Dimana kewajiban seorang dokter adalah untuk membuat keterangan ahli seperti yang
telah diatur dalam pasal 133 KUHAP dengan membuat Visum et Repertum (VeR) yang
bertujuan untuk membantu penegakkan hukum, yang telah dikirim oleh polisi (penyidik)
(yang pada KUHAP pasal 6 ayat 1 jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) yang termasuk
kategori penyidik adalah polisi dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua,
sedangkan penyidik pembantu dengan pangkat serendah-rendahnya sersan dua.) karena
diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu-lintas,
kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal. Dan
keterangan ahli yang dibuat oleh dokter forensik / dokter / ahli lainnya (KUHAP pasal 133
ayat 1) akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (KUHAP pasal
184).2-3

Pemeriksaan Medis

a. Tanatologi2,4-7
Merupakan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari tentang
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis
(mati klinis) yang terjadi akibat terhentinya fungi ketiga sistem penunjang kehidupan,
yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan yang
menetap; mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga
sistem penunjang kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana; mati seluler (mati molekul) adalah kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis; mati serebral adalah kerusakan
kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan
sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat; mati otak

3
(mati batang otak) adalah bila sudah terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial
yang ireversible, termasuk batang toak dan serebelum.
Untuk menentukan lama kematian korban tersebut dapat kita lihat dari tanda
pasti kematian, yaitu :
 Lebam mayat (livor mortis) : terjadi setelah mati klinis maka eritrosit akan
menempati tempat terbawah akibat gaya grevitasi bumi. Mengisi vena dan
venula, memberikan bentuk bercak berwarna merah ungi pada bagian
terbawah tubuh, yang biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, menjadi
lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Lebam mayat dapat digunakan untuk
menentukan sebab mati, misalnya (1) warna merah kebiruan merupakan warna
normal lebam, (2) warna merah terang menandakan keracunan CO, keracunan
CN, atau suhu dingin, (3) warna merah gelap menunjukkan asfiksia, (4) warna
biru menunjukkan keracunan nitrit dan (5) warna coklat menandakan
keracunan aniline.
 Kaku mayat (rigor mortis) : terjadi akibat habisnya cadangan glikogen
sehingga terhentinya pembentukan ATP sehingga aktin dan miosin dalam otot
akan menggumpal dan otot menajdi kaku. Mulai tampak sekitar 2 jam pasca
mati, memuncak 12 jam kemutia, dan menghilang 12 jam kemudian. Terdapat
kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat seperti cadaveric spasme
(instantaneous rigor) akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat kematian klinis karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum meninggal; heat stiffening, yaitu kekakuan otot-otot
akibat koagulasi protei otot oleh panas, biasanya dijumpai pada korban mati
terbakar; cold stiffening, yaitu kekakuan otot akibat lingkungan dingin,
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh.
 Penurunan suhu tubuh (algor mortis) : karena adanya proses pemindahan
panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi,
konduksi, evaporasi, dan konveksi. Pada beberapa jam pertama, penurunan
suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua
faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan
perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu. Ada
sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu
tubuh mayat, yaitu :

4
1) Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
2) Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya,
makin lama penurunan suhu tubuhnya.
3) Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
4) Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh
mayat.
5) Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat.
6) Aktivitas sebelum meninggal.
7) Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan
suhu tubuh tinggi.
8) Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
9) Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang
terpapar
 Pembusukan (decomposition, putrefaction) : Pembusukan mayat adalah
proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri
pembusuk terutama Klostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan asam
lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA. H2S akan bereaksi
dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna hijau kehitaman.
Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme dan enzim
proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru
tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian.
Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di
daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar
ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk. Ada 17 tanda
pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lidah
terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar
isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan gembung,
bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena
superfisialis kulit berwarna kehijauan, pembuluh darah bawah kulit melebar,
dinding perut pecah, skrotum atau vulva membengkak, kuku terlepas, rambut
terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung,
usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat
5
membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang
paling lambat membusuk antara lain kelenjar prostat dan uterus non gravid.
Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab
kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara
mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita
ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat. Ada sembilan
faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
1) Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat
pembusukan.
2) Suhu optimal yaitu 21-37oC mempercepat pembusukan
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi
pembusukan.
5) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk
daripada tubuh kurus.
6) Sifat medium. Tanah : air: udara adalah 1: 2: 8
7) Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan.
Dehidrasi memperlambat pembusukan.
8) Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat
pembusukan. Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat
pembusukan.
9) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat
mengalami pembusukan
 Adiposera : suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan
hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh
karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium
welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Faktor-faktor yang
mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaoan dan lemak tubuh
yang cukup, sedangkan yang menghambat air adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit. Adiposera akan menghambat pembusukn karena derajat
keasamn dan dehidrasi jaringan bertambah.

6
 Mumifikasi : merupakan proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya
dapat menghentikan pembusukan. Mumufikasi terjadi bila suhu hangat,
kelembaan rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu
yang lama (12-14 minggu).
Selain perubahan pasti pada mayat diatas, ada perubahan lain yang dapat
digunkan untuk memperkirakan saat kematian contohnya adalah perubahan pada
mata, akan terjadi kekeruhan pada kornea yang terjadi lapis demi lapis. Pada keadaan
mata terbuka atau tertutup, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati,
perubahan pada retina dapat menunjukkan hingga 15 jam pasca mati. Dalam waktu 30
menit pasca mati akan terjadi kekeruhan pada retina dan diskus optikus menjadi
pucat, 1 jam pasca mati makula menjadi lebih pucat dengan tepi yang tidak tajam lagi,
2 jam pertama pasca mati retina menjadi pucat, daerah sekeliling diskus menjadi
kuning, sekitar makula menjadi lebih gelap, tetapi pola vaskular koroid masih jelas, 3
jam pasca mati vaskular koroid menjadi kabur, setelah 5 jam pasca mati menjadi
homogen dan lebih pucat, 6 jam pasca mati diskus menjadi kabur, 7-10 jam pasca
mati batas diskus sangat kabur, sudah mencapai tepi retina, 12 jam diskus hanya dapat
dikenali dengan konvergensi, dan 15 jam pasca mati tidak ditemukan gambaran
pembuluh darah retina dan diskus.
Selain itu juga dapat diliihat dari perubahan pada lambung yang bergantung
pada makanan terakhir si korban, perubahn pada rambut yang hanya bisa digunakan
pada pria yang sering mencukur kumis atau jenggotnya, pertumbuhan kuku berkaitan
dengan saat terakhir memotong kuku, perubahan cairan serebrospinal, kadar nitrogen
asam amino kurang dari 14mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar
nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam,
kadar kreatinin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan
kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam; dalam cairan vitreus, kadar semua
komponen darah, dan reaksi supravital.

b. Traumatologi Forensik2,6-8
Ttraumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan
dengan luka adalah suatu keadaan ketidak-sinambungan jaringan tubuh akibat
kekerasa. Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas
7
kekerasan yang bersifat mekanik) kekerasan oleh benda tajam/tumpul, tembakan
senjata api), fisika (suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akustik, radiasi),
dan kimia (asam atau basa kuat).
Dalam kitab undang-undang hukum pidana atau KUHP dikenal luka kelalaian
atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut kejahatan terhadap tubuh
atau Misdrijven Tegen Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua
kejahatan delouse (yang disengaja) dan culpose (karena kelalaian atau kejahatan).
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX Pasal 351-358,
jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359, 360, dan
361 KUHP. dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata "mati, menjadi sakit
sementara atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara", yang tidak disebabkan
secara langsung oleh terdakwa Akan tetapi karena kesalahannya diartikan sebagai
kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian. Pasal 361 KUHP menambah
hukumannya sepertiga lagi Jika kegiatan ini dilakukan dalam suatu jabatan atau
pekerjaan. pasal ini dapat dikenakan pada dokter , bidan, apoteker, sopir, masinis
kereta api, dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan
dan merampas dengan sengaja jiwa orang lain suatu istilah hukum semata-mata yang
tidak dikenal dalam istilah medis.
Sesuai dikatakan Luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah penyakit
atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang
dapat mendatangkan bahaya maut, terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan
atau pekerjaan tidak lagi memakai salah satu panca indra, kudung atau rompong,
lumpuh, perubahan pikiran, atau akal lebih dari 4 Minggu lamanya, menggugurkan
atau membunuh anak dari kandungan ibu.
 Luka akibat kekerasan benda tumpul : Bisa terjadi berupa memar (kontusio,
hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka/robek (vulnus
laceratum).
 Memar adalah suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat
pecahnya kapiler atau vena karena kekerasan benda tumpul. Umur luka
secara kasar dapat diperkirankan melalui perubahan warnanya, pada
saat timbul, memar berwarna merah kemudian berubah menjadi ungu
atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau sampai kemudian
akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akkhirnya
menghilang dalam 14-15 hari.
8
 Luka lecet terjadi akbiat cedera pada epidermis yang bersentuhan
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, dan sesuai
dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dibedakan menjadi luka lecet
gores (scracth) yang diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku
jari yang menggores kulit), luka lecet serut (graze) adalah variasi dari
luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit
lebih lebar, luka lecet tekan (impression, impact abrasion) disebabkan
penjejakan benda tu,pul pada kulit, dan terakhir luka lecet geser
(friction abresion) disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai
gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat.
 Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma bedna tumpul, yang
menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit
terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit yang mempunyai ciri
bentuk luka umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak ratam
tempak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka
tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.
 Cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit hanya
mampu menahan benturan sampai 40 pound/inch2 , tetapi bila
terlindung oleh kulit maka dapat menahan sampai 425-900
pound/inch2.

Gambar 1. Klasifikasi Cedera Otak8

9
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai
usia pertengahan, dan sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di
daerah pelipis (kurang lebih 50%) dan belakang kepala (10-15%),
akibat garis patah yang melewati sulkus arteria meningea, tetapi
perdarahan epidural tidak selalu disertai patah tulang Perdarahan
epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia pertengahan, dan
sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah pelipis (kurang
lebih 50%) dan belakang kepala (10-15%), akibat garis patah yang
melewati sulkus arteria meningea, tetapi perdarahan epidural tidak
selalu disertai patah tulang. Perdarahan subdural terjadi karena
robeknya sinus, vena jembatan (bridging vein), arteri basilaris atau
berasal dari perdarahan subaraknoid. Perdarahan subaraknoid biasanya
berasal dari fokus kontusio/laserasi jaringan otak.
 Cedera leher (whiplash injury) dapat terjadi pada penumpang
kendaraan yang tertabrak dari belakang karena adanya percepatan
mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang disusun dengan
hiperfleksi.
 Luka akibat benda tajam, akan memberikan gambaran luka dengan tepi dan
dinding luka yang tajam, berbentuk agris, tidak terdapat jembatan jaringan,
dan dasar luka berbentuk garis atau tumpul. Yang perlu diketahui adalah jika
satu sudut luka lancip dan lainnya tumpul, maka benda penyebabnya adalah
benda tajam bermata satu. Bila keduanya lancip maka disebabkan benda tajam
bermata dua. Dan kita juga harus dapat membedakan luka akibat benda tajam
tersebut merupaka suatu tindak pindana, dengan cara melihat dari beberapa
aspek lukanya:
Tabel 1. Perbendaan Luka akibat Pembunuhan, Bunuh Diri, dan Keelakaan 2
Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tungaal/banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Ada Tidak ada
percobaan

10
Cedera Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada
sekunder

 Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi, kerusakan
kulit yang terjadi bergantung pada suhu tinggi dan lama kontak. Luka bakar
yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 4 derajat, yaitu (1) eritema, (2)
vesikel dan bullae, (3) nekrosis koagulatif, (4) karbonisasi.
 Luka akibat trauma listrik, faktor yang berpengaruh pada cedera listrik ialah
tegangan (volt), kuat arus (ampere), tahana kulit (ohm) luas, dan lama kontak.
Tegangan rendah (<65 V) biasanya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi
tegangan rendah (65 – 1000 V) dapat mematikan. Gambaran mikroskopis jejas
listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai luka
bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang pucat
dikelilingi oleh kulit yang hiperemi.
 Asifiksi mekanik, adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan
terhalang memasuki saluran napas oleh berbagai kekerasan, misalnya
penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas : pembekapan (smothering),
penyumbatan (gagging, dan choking); penekanan dinding saluran pernapasan :
penjeratan (strangulation), pencekikan (manual strangulation, throttling),
gantung (hanging). Dimana pada asfiksia mekanik pada pemeriksan luar
jenazah dapat ditemukan sianosi pada bibir, ujung-ujung jari, dan kuku. Warna
lebam mayat yang merah-kebiruan gelap, busa halus pada hidung dan mulut,
dan tardieu’s spot, pada pemeriksaan bedah jenazah akan ditemukan darah
berwarna lebih gelap, busa halus di dalam saluran pernapasn, pada pengirisan
mengeluarkan banyak darah karean proses fibrinolisis dan kadar
karbondioksida yang tinggi dalam darah, petekie, edema paru, dan kelaianan-
kelainan yang berhubungan dnegan kekerasan seperti fraktur laring langsung
atau tidak langsung.

Pemeriksaan Mayat

Pemeriksaan mayat terbagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

1. Pada pemeriksaan luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan harus dilakukan


dnegan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba, baik

11
terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu, dan lainnya, juga
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Yang harus dilakukan secara sistematika mulai dari
pemeriksaan label mayat, tutup mayat, bungkus mayat, pakaiannya, perhiasan, benda
disamping mayat, tanda kematian (lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh mayat,
pembusukan, dan linnya), identifikasi umum (identitas mayat), identifikasi khusus
(tatoo, jaringan parut, kapalan, kelianan pada kulit, anomali atau cacat pada tubuh),
pemeriksaan rambut, pemeriksaan mata, pemeriksaan daun telinga dan hidung, mulut
dan rongga mulut, , alat kelamin dan lubang pelepasan, pemeriksaan terhadap tanda-
tanda kekerasan (letak luka, jenis luka, bentuk luka, arah luka, tepi luka, sudut luka,
dasar luka, sekitar luka, ukuran luka, dan saluran luka, serta terakhir adalah
pemeriksaan terhadap patah tulang.
2. Pemeriksaan dalam, dimulai dari lidah, tonsil, kelenjar gondok, esofagus, trakea,
tulang lidah, arteri karotis interna, thymus,paru-paru jantung, aorta thoracalis, aorta
abdominalis, anak ginjal, ginjal, ureter, dan kandung kencing, ahti dan kandung
empedu,limpa dan kelenjar getah bening, lambung, usus halusm dan usus besar,
pankreas, otak, dan alat kelamin. dan terakhir dilakukan penimbangan pada setiap
organ sebelum dikembalikan ke tubuh korban.

Identifikasi Sebab, Cara, dan Mekanisme Kematian pada Skenario

Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah


mayat terdapat pembengkakan dan memar pada punggungnya terdapat beberapa
memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematom) dan di daerah paha di sekitar
kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-
kira satu sentimeter. Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas
listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di
daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas.
Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit
kepala, perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak
terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri
dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus di dalam saluran napas dan
sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat
patah tulang. Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan
laboratorium.

12
 Pembahasan :
1. Pada mayat ditemukanan adanya pembengkakan dan memar pada
punggung  yang menandakan korban menerima trauma benda
tumpul, yang membentuk dua garis sejajar (railway hematom)  yang
kemungkinan adalah rotan.
2. Pada daerah kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk
bundar kira-kira 1 cm  kemungkinan merupakan luka bakar akibat
ujung rokok yang menyala.
3. Diujung penisnya disetrum dengan listrik
4. Dan ada jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul yang
melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang membentuk
sudut ke atas yang menandakan korban digantung karena memiliki
bekas luka ditempat lainnya yang secara logika tidak mungkin korban
lakukan sendiri (tidak skizofrenia).
5. Pada pemeriksaan dalam terdapat resapan darah yang luas di kulit
kepala, perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak
besar.  yang memungkinkan kepala korban dipukul oleh benda
tumpul sehingga terjadi cedera, selain itu sembab otak yang besar
dapat terjadi pada kasus asfiksia.
6. Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah
di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit
busa halus di dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik perdarahan
di permukaan kedua paru dan jantung.  hal ini menandakan bahwa
pasien digantung dalam keadaan sudah mati, dan adanya patah ujung
rawan gondok sisi kiri dan sedikit busa halus menandakan
kemungkinan pasien dicekik sehingga terjadi asfiksia.
Dari hasil pembahasan diatas, sebab dan mekanisme mati korban yang
paling mungkin terjadi adalah adanya trauma tumpul pada kepalanya yang
menyebabkan pendarahan yang menekan otaknya, serta sembab otak yang
disebabkan karena asfiksia menyebabkan hipoksia dan iskemik jaringan otak
sehingga terjadi edema/sembab otak. Sehingga cara kematian pasien itu tidak
wajar

13
Visum et Repertum2-3.9
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan,
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap tubuh
manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi), dari penyidik yang
berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan
peradilan (KUHAP pasal 133 ayat 1-2; KUHAP pasal 184

14
RS Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara no. 06, Jakarta Barat 11510

Telp/fax : (021) 56942061

Jakarta, 12 Desember 2017

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM
No. 03/tu. RSUKRIDA/I/2017

Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Suryo Kuncono, SpF. Sektor Jakarta Barat dengan
suratnya nomor VER-7/12/2017, tertanggal 9 Desember 2017, maka dengan ini menerangkan
bahwa pada tanggal sepuluh desember tahun dua ribu tujuh belas, pukul sembilan belas lewat
empat puluh lima menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di Rumah Sakit Universitas
Kristen Krida Wacana, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 231-31-38
yang menurut surat tersebut adalah:---------------------------------------------------------------------------

Nama : tidak diketahui--------------------------------------------------------------------------------


Umur : tidak diketahui--------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : laki-laki----------------------------------------------------------------------------------------
Warga Negara : Indonesia--------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : tidak diketahui--------------------------------------------------------------------------------
Alamat : tidak diketahui--------------------------------------------------------------------------------

Hasil Pemeriksaan :
1. Korban datang dengan keadaan meninggal---------------------------------------------------------
2. Pada pemeriksaan luar : -------------------------------------------------------------------------------
a. wajah mayat terdapat pembengkakan-------------------------------------------------------
b. memar pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk dua garis sejajar
(railway hematom)-----------------------------------------------------------------------------

c. Di daerah paha.……….

15
Lanjutan Ver No: No. 03/tu. RSUKRIDA/I/2017
Halaman ke 2 dari 2 halaman.

c. Di daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk


bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter. ----------------------------------------
d. Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. ----------------
e. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di
daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas. ----------------------------------------

3. Pemeriksaan bedah jenazah : ---------------------------------------------------------------------


a. Adanya resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis di bawah
selaput keras otak, sembab otak besar. ----------------------------------------------------
b. Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot
leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, ----------------------------------
c. Sedikit busa halus di dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik perdarahan di
permukaan kedua paru dan jantung. -------------------------------------------------------
d. Tidak terdapat patah tulang.-----------------------------------------------------------------
4. Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium.-----------

Kesimpulan : -----------------------------------------------------------------------------------------

Pada korban laki-laki yang identitasnya tidak dijelaskan diatas, dari hasil pemeriksaan
luar dan dalam pada korban, didapati indikasi adanya kekerasan tumpul (rotan), suhu
(rokok), dan listrik. Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan
darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus di
dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan
jantung, hal ini menandakan bahwa pasien digantung dalam keadaan sudah mati, dan
adanya patah ujung rawan gondok sisi kiri dan sedikit busa halus menandakan pasien
dicekik sehingga korban tidak dapat bernapas sebab mati korban adalah adanya trauma
tumpul pada kepalanya yang menyebabkan pendarahan yang menekan otaknya, serta
sembab otak yang disebabkan karena kekurangan oksigen pada pernapasan yang berujung
pada kematian jaringan otak sehingga terjadi sembab otak. Sehingga cara kematian
korban diatas tidak wajar. ----------------------------------------------------------------------------

Penutup:------------------------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan
saya dan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.--

Dokter Pemeriksa,

dr. Suryo Kuncono, SpF.

16
Daftar Pustaka
1. Nn. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23477/Chapter%20I.pdf;jsessi
onid=368240266A8355CF98ECEA63E58EC33F?sequence=5 pada 11 Desember
2017
2. FK UI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta : FK UI; 1997.h.1-11, 25-63
3. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta : FK UI; 2016.h.2-
13
4. Nn. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21606/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4. pada 11 Desember 2017
5. Ammar m. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/44039/3/MohamadAmmar_G2A009191_BAB2.pdf pada 11
Desember 2017
6. Adelman Hc. Forensic medicine. New york: Infobase Publishing; 2007.p.13-20, 50-60
7. Satyo AC. Aspek medikolegal pda forensik klinik. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15636/mkn-des2006-
%20(9).pdf?sequence=1 pada 12 Desember 2017
8. Nn. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21427/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4 pada 12 Desember 2017
9. Ohoiwutun YAT. Ilmu kedokteran forensik. Diunduh dari
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/79197/ikk-
1%20Proof%20Reading%20Ponca.pdf?sequence=1 pada 12 Desember 2017

17

Anda mungkin juga menyukai