Anda di halaman 1dari 12

Ulangan Tengah Semester Genap Masailul Fiqhiyah

“Shalat Tarawih 11 Raka’at”

Dosen Pengampu: Muchtar, M.Ag

Disusun Oleh:

Amelia Oktamenia Euis Afifah Hasanah Khairunisa Nur Halimah Sri Handayani
Aryanih Fahrunisa Kusmiati Nurlutfi Nurdin Suimah Herniawati
Aslamiyyah Fikriyya Apriani Laras Setiawati Nurul Fauziah Ulfah Fauziah
Choerunnida Hilwah Nia Lestari Rizki Syahrillah Widia
Dini Nurrohmah Iftah Nurdiana Nur Alawiyah Sakinah Yuni Hernawati
Dwi May Rahayu Ismi Lestari Nur Arsidah Siti Maryam

SEMESTER VI B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN’ KHALDUN

2016
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah , kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan
memohon ampun kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri
kami dan kejelekan diri-diri kami dan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri
petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan Barangsiapa yang Allah sesatkan,
maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasannya tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasannya Nabi

Muhammad adalah Hamba dan Rasul-Nya.Amma ba’du.

Alhamdulillah kami dapat memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh Bapak
Muchtar, M.Ag. selaku Dosen mata kuliah Masailul Fiqhiyah dengan pembahasan yaitu
“Shalat Tarawih 11 Raka’at”. Penyusunan makalah ini kami susun dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh mahasiswa ataupun seluruh lapisan masyarakat, kami menjelaskan
bagian-bagian yang terpenting didalamnya dan sistematika penulisan yang terperinci. Mudah-
mudahan hasil makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Kami mencoba menyusun
makalah ini dengan tetap menyadari bahwa apa yang terkandung didalamnya masih jauh dari
sempurna.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3


1. Pengertian Shalat Tarawih ............................................................................................. 3
2. Hadits-Hadits Shalat Tarawih ........................................................................................ 3

3. Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at ........................ 10


4. Berbagai Pendapat Para Ulama .................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN .................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jika kita berbicara tentang al-Qur’an maka pasti tak akan ada habisnya, akan tetapi
permasalahan yang berkaitan dengan al-Quran sangat penting untuk kita ketahui. al-Quran
adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada Nabi besar kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam yang kedudukannya sangat tinggi dalam agama islam karena selain sebagai sumber
hukum dalam syariat islamiyah serta kitab suci dan pedoman hidup umat islam, mengimaninya
juga termasuk rukun iman yang ke-3. Karena kedudukan al-Quran yang sangat agung inilah kita
dituntut selalau memuliakannaya dan mengamalka isinya, dan dituntut juga agar selalu
membacanya, mengajarkannya, mempelajarinya dengan memiliki adab atau etika yang harus
diperhatikan agar berkah al-Quran itu lebih terasa dan berdampak serta membekas dalam diri
kita dan semoga al-Quran menjadi jalan hidayah kita dan menjadi pemberi syafa`at bagi kita di
hari kiamat kelak. Akan tetapi masih banyak di kalangan umat islam itu sendiri yang belum
paham atau bahkan belum tahu adab dan etika dalam bergaul dengan al-Qur’an. Dalam makalah
yang sangat ringkas dan singkat ini penulis mencoba memaparkan sedikit permasalahan dari
sekian banyak permasalahan seputar al-Quran yang sering kita jumpai dan terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Penulis berharap semoga tulisan yang singkat ini bisa bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian shalat tarawih?
2. Bagaimana hadits-hadits mengenai shalat tarawih 11 rakaat?
3. Bolehkah menambah rakaat shalat tarawih lebih dari 11 rakaat?
4. Bagaimana perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat dalam shalat tarawih?
C. TUJUAN
1. Agar mampu mengetahui pengertian shalat tarawih.
2. Agar mampu mengetahui hadits-hadits mengenai shalat tarawih 11 rakaat
3. Agar mampu mengetahui boleh atau tidaknya menambah rakaat shalat tarawih lebih
dari 11 rakaat.
4. Agar mampu memahami perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat dalam shalat
tarawih
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Al-Qur’an

Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata
benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang
dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah al
Qur'an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.
Pengertian Al Qur'an secara terminologi (istilah islam). Secara istilah, al Qur'an diartikan
sebagai kalm Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat,
disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan
mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.

2. Pengertian Wudhu

Wudhu menurut bahasa diambil dari kata Wadhuah artinya “bagus”. Sedangkan menurut
istilah adalah artinya “menggunakan air pada anggota badan tertentu seraya dimulai dengan
niat”.

3. Hukum Menyentuh dan Membaca Al - Qur’an Tanpa Wudhu


Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yang mengenai hukum
menyentuh al-Quran dengan tanpa wudhu atau dalam keadaan tidak suci. Imam Ibnu Katsir
mengatakan dalam kitab Tafsir Ibnu Kastir. Dari al `Aufi berkata, bahwa maksud kalimat al
Mutohharun dalam ayat al-waqiah adalah “Malaikat “ begitu juga dengan Anas, Mujahid,
`Ikrimah, Sa`id ibnu Zubair dan Dohhak, sependapat dengan al `Aufi. Dan Imam yang lain
mengatakan bahwa maksud ayat “al Mutohharun” adalah suci dari hadats dan janabah,
maksud ayat di surah al Waqi`ah ayat 79 ini adalah Qur’an yang ada dihadapan kita
sekarang. Sebagaimana diriwayatkan dari Imam Muslim. Dari Ibnu `Umar Bahwa Rasulullah
Saw melarang memberikan al-Qur’an ke negeri musuh, sebab takut yang akan menerimanya
orang yang menganut agama selain islam. Imam Malik juga meriwatkan dalam kitab
Muwatta'. Pendapat ini seiring dengan pendapat Imam Qurtubi dalam kitab Al jami` li
Ahkami al-Qur’an.
Menyentuh mushaf diharamkan bagi orang yang batal wudhunya. Hal ini bedasarkan atas
firman Allah dan hadist Nabi Muhammad SAW :
َ ‫سهُ إِالَّ ْال ُم‬
)79 : ‫ط َّه ُر ْونَ ( الواقعة‬ ُّ ‫الَ يَ َم‬
“ Tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang-orang yang suci (QS : Al-Waqiah : 79)
Larangan menyentuh mushaf inipun dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
suratnya yang disampaikan oleh Amr bin Hajam untuk Raja Surahbiil :
ْ ‫بن ُكال ِل قَبِ ِل ِذ‬
: َ‫ى َر َعي ِْن َو َمعَافِ َر َوه َْمدَان‬ ِ ْ‫ث ب ِْن َع ْب ِد ُكال ٍل َونُعَي ِْم ا‬
ِ ‫الحار‬ ِ ‫ِم ْن ُم َح َّم ٍد النَبِي ِ إِلَى ش ََرحْ بِ ْي ِل ب ِْن َع ْب ِد هللاِ كَالل َو‬
‫ رواه مالك وغيره‬-‫طاهِر‬ َ َّ‫ َو َكانَ فِى ِكت َابِ ِه أَالَََّ َي ُم ُّسهُ ْالقُ ْراَنَ إِال‬-ُ ‫أ َ َّما بَ ْعد‬
“ Dari Nabi Muhammad kepada Syurohbiil bin Abdi Kalal, Harist bin Kulal, Nu’aim bin
Abdu Kulal Qobl dzi Ruhain, Ma’afier dan Hamdan: Amma ba’du “ Tidak boleh menyentuh
Al-Quran kecuali orang yang suci “ HR Malik dan lainnya
Begitupun telah diriwayatkan “ Sesungguhnya Umar bin Khotob masuk ke rumah
saudarinya dan suaminya yang bernama Sa’iid bin Amr bin Nufail yang keduanya sedang
membaca Al-quran seraca berkata,” Apa yang ada di tanganmu ? Coba kemarikan lembaran
itu ! Kemudian saudarinya berkata kepadanya “
َ ‫سهُ ِإالَّ ْال ُم‬
َ‫ط َّه ُر ْون‬ ُّ ‫أَنَّهُ الَ يَ َم‬
“ Sesungguhnya tidak boleh menyentuhnya kecuali orang yang suci “ Kemudian Umar
bin Khotob berdiri, lalu mandi dan masuk Islam. [ Ahkamul quran libni ‘Arobi juz IV/ 176-
177]
Berdasarkan fiman Allah dan dua hadist tadi jelaslah kini bahwa menyentuh apalagi
membawa Mushaf / Al-Quran adalah haram bagi orang yang tidak punya wudhu.
Pendapat Imam yang empat tentang menyentuh al-Qur’an tanpa air wudhu atau tidak suci
:

Mazhab Maliki : Mereka mengatakan boleh menyentuh seluruh al-Qur’an dan


sebagiannya tanpa wudhu dengan beberapa syarat :

1. Al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa selain bahasa ‘arab, adapun jika al-
Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa arab baik tulisannya dengan khot yang bebeda
seperti khot kufi khot mahgribi dan sebagainya tidak boleh menyentuh al-Qur’an dengan
tanpa wudhu.

2. Al-Qur’an tersebut diukir di salah satu mata uang seperti dirham atau mata uang yang
tertera ayat al-Qur’an.

3. Menjadikan seluruh mushaf atau sebagiannya sebagai harozan, maka hal seperti ini
boleh membawanya tanpa air wudhu, dan sebagian dari mereka mengatakan tidak boleh
membawa al-Qur’an seluruhnya akan tetapi diperbolehkan membawa sebagiannya. Ada dua
syarat yang harus dipenuhi membawa qur’an sebagai harozan :
a. Muslim : yang membawa al-Qur’an beragama islam.
b.Al-Qur’an tersebut tertutup yang dapat mencegah masuknya kotoran.

4. Bahwa yang membawa al-Qur’an adalah seorang guru dan orang yang menuntut ilmu
maka keduanya boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu, disini tidak ada perbedaan
antara yang mukallaf atau yang belum mukallaf, sampai sampai wanita yang sedang haidpun
boleh menyentuh al-Quran apabila ia sedang belajar atau sebagai pengajar. Sselain ini semua
tidak diperbolehkan menyentuh al-Qur’an dan membawanya.

Mazhab Hambali : Boleh menyentuh dan membawa al-Qur’an dengan tanpa wudhu
dengan syarat :

Sampulnya terpisah dari al-Qur’annya. Apabila sampul al-Qur’an tersebut melekat


dengan Qur’annya, contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun.
Atau al-Qur’an tersebut diletakkan di atas kotak, diperalatan rumah yang mau dipindahkan
baik niatnya mau menyentuh al-Qur’an tersebut atau tidak. Keadaan seperti semua ini boleh
menyentuh al-Qur’an dan membawanya.

Disini mazhab hambali menyamakan orang yang membawanya antara yang mukallaf
dengan yang belum mukallaf, kecuali bayi yang belum mukallaf tidak wajib berwudhu akan
tetapi diwajibkanlah bagi yang mengasuhnya menyuruh agar berwudhu ketika hendak
menyentuh dan membawa al-Qur’an.

Mazhab Hanafi : Syarat boleh menyentuh, membawa serta menulis al-Qur’an tanpa Air
wudhu :

1. Pada keadaan dharurat atau terpaksa seperti takut melihat mushaf tenggelam atau
terbakar.

2. Al-Qur’an tersebut berpisah dengan sampulnya contohnya dalam satu bungkusan,


dilipat dengan kain atau dengan daun dan sebagainya, dalam keadaan seperti ini boleh
menyentuh dan membawa al Qur’an.

3. Bahwa orang yang menyentuh al-Qur’an tersebut belum baligh, dan ia hendak
mempelajarinya, sedangkan yang sudah baligh dan wanita yang sedang haid baik sebagai
pengajar dan pelajar disuatu substansi dilarang menyentuh mushaf.

4. Bahwa yang menyentuh mushaf tersebut adalah seorang yang muslim (yang beragama
islam), dan Muhammad berkata : Boleh menyentuh mushaf bagi non muslim apabila ia telah
mandi, adapun menghapal kitab suci al-Qur’an bagi non muslim diperbolehkan juga. Apabila
semua syarat ini tidak terpenuhi maka dilaranglah bagi orang yang tidak berwudhu
menyentuh mushaf baik dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh lainnya, adapun
membaca Qur’an dengan tanpa berwudhu diperbolehkan, dan diharamkan bagi orang yang
sedang berhadats besar. Bagi selain yang berhadats besar disunnahkan berwudhu apabila
hendak membaca al-Qur’an.

Menurut Mazhab Syafi`i : Boleh menyentuh dan membawa mushaf seluruh dan
sebagiannya dengan beberapa syarat :

1. Membawa mushaf tersebut harozan


2. Ayat suci al-Qur’an tersebut termaktub dalam mata uang seperti pound mesir dan
dirham

3. Sebagian al-Qur’an termaktub dalam kitab-kitab ilmu untuk diambil hukum dari kitab
tersebut, baik ayat yang termaktub banyak maupun sedikit. Boleh menyentuh.

4. kitab tafsir dengan syarat tafsirnya lebih banyak dibanding tulisan ayat al-Qur’annya
sebaliknya tidak boleh menyentuhnya apabila ayat al-Qur’an lebih banyak daripada tafsirnya.

5. Ayat al-Qur’an tersebut termaktub di pakaian seperti pakaian yang disulam gambar
ka’bah.

6. Menyentuh mushaf dengan tujuan mempelajarinya.

7. Menyentuh al-Qur’an untuk mempelajarinya, maka boleh bagi walinya memberi


kuasa menyentuh mushaf dan membawanya. Apabila syarat yang diatas tidak terpenuhi maka
hukum menyentuh mushaf haram sekalipun satu ayat, walaupun dengan penghalang yang
terpisah dari mushaf baik yang terbuat dari kulit atau selainnya.

Apabila al-Qur’an diletakkan di rak kecil atau di suatu tempat kecil yang dikhususkan
untuk tempat al-Qur’an maka tidak boleh menyentuh tempat tersebut selagi mushaf itu
berada diatas tempat yang khusus untuk al-Qur’an. Jika tempatnya besar boleh menyentuh
tempat yang dibuat khusus untuk al-Qur’an. Begitu juga dengan sampul a-Qur’an yang telah
terpisah dari mushaf aslinya yang tidak tersisa sedikitpun tulisan al -Qur’an, haram
menyentuhnya kecuali dijadikan sebagai sampul kitab selain Qur’an. begitu juga menyentuh
batu yang ditulis ayat al-Qur’an tidak boleh menyentuh satu bagian dari bagiannya
sebagaimana dilarang menyentuh mushaf .
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Shalat tarawih shalat pada malam-malam bulan Ramadhan karena pada waktu pertama
kali dilaksanakan orang-orang setelah dua rakaat mereka istirahat setelah salam.
2. Hadits-hadits tentang shalat tarawih 11 raka’at berasal dari periwayatan : Imam Muslim,
Imam Bukhari, Imam Malik, Imam An-Nasa’I, Abu Dawud dan Ibnu Hibban.
3. Ada beberapa pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, ada yang membolehkan
lebih dari 11 raka’at ada yang tidak memperbolehkan lebih dari 11 rakaat.
4. Yang paling bagus adalah yang panjang bacaannya, bukan dari raka’at yang panjang dan
membaca terburu-buru.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid, H. Sulaiman. 2008. Fiqh Islam Lengkap, Bandung: Sinarbaru Algesindo


2. Sholihuddin Sofwan, Mutiara Hujjah, Darul Hikmah Jombang, cet 1.
3. Majmu’ Al Fatawa, 22/272
4. Shahih Fiqh Sunnah, 1/414-416 dan At Tarsyid.
5. Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9636
6. Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’, 3/267

Anda mungkin juga menyukai